Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pada dasarnya akan berusaha untuk terhindar dari kondisi

sakit karena kondisi tersebut akan menyebabkan terganggunya berbagai aktivitas

serta pekerjaan seseorang. Orang sakit akan membutuhkan penyembuhan

sedangkan orang sehat akan membutuhkan peningkatan kesehatan, pencegahan,

perbaikan serta pemeliharaan kesehatan (Sudarma, 2008).

Secara awam sehat diartikan sebagai keadaan seseorang yang dalam kondisi

tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari dan

sebagainya. Berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2009, kesehatan

mencakup 4 aspek yang berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur

dari aspek fisik, mental dan sosial saja tetapi juga diukur dari produktivitasnya

dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi

(Notoatmodjo 2010).

Perilaku kesehatan (health behavior)secara garis besar dapat dibagi ke

dalam dua kelompok besar yaitu perilaku orang sehat (healthy behavior) dan

perilaku orang sakit (illness behavior). Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat

terkait dengan perilaku preventif dan promotif untuk mencegah atau menghindar

dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah dan perilaku dalam mengupayakan

peningkatan kesehatan. Sedangkan, perilaku orang yang sakit atau telah terkena

masalah, terkait dengan tujuannya untuk memperoleh penyembuhan atau

Universitas Sumatera Utara


2

pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini juga disebut perilaku pencarian

pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Tempat pencarian atau layanan

kesehatan ini adalah fasilitas layanan kesehatan baik berupa fasilitas atau layanan

kesehatan tradisional maupun pengobatan modern atau profesional seperti rumah

sakit, puskesmas, poliklinik, dan lainnya (Notoatmodjo, 2010).

Sebagian lain membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan

membedakan perilaku sakit (illness behavior) yakni sebagai perilaku yang

berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena

masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya untuk mencari penyembuhan

atau untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Adapun tindakan yang diambil

adalah mengabaikan, melakukan pengobatan sendiri baik secara modern atau

tradisional dan mencari penyembuhan atau pengobatan ke layanan kesehatan baik

modern ataupun tradisional (Becker, 1979).

Begitu pula halnya dengan masyarakat Karo. Masyarakat Karo juga

berusaha untuk terhindar dari kondisi sakitdan juga pada dasarnya membutuhkan

peningkatan kesehatan, pencegahan serta perbaikan kesehatan layaknya orang lain

pada umumnya. Sebuah data dari Bappeda Provinsi Sumatera Utara menyatakan

bahwa Kabupaten Karo merupakan Kabupaten dengan capaian harapan hidup

tertinggi yakni 71,99 tahun. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah Provinsi Sumatera Utara, faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehat

masyarakat di Kabupaten Karo menyebabkan angka harapan hidup mereka tinggi

(Bappeda, 2012).

Universitas Sumatera Utara


3

Secara geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas sekitar 2,97 % dari luas

Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan

sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi (Karo dalam angka, 2010).

Suhu udara berkisar antara 18,8ºC sampai dengan 19,8ºC dengan kelembaban

udara rata-rata setinggi 84,66 persen. (Karo dalam angka, 2010).

Dengan letak geografis yang merupakan dataran tinggi dan letaknya

strategis menjadikan daerah Karo sebagai daerah yang subur sehingga berbagai

jenis tumbuhan dapat ditanam dan bertumbuh dengan baik dan mendukung

masyarakatnya untuk bercocok tanam (BPS, 2014). Berbagai jenis tanaman ini

pun dijadikan masyarakat Karo sebagai obat-obat tradisional. Penggunaan obat

tradisional ini juga merupakan sebagian dari budaya. Masyarakat Karo sejak masa

dulu telah mengenal obat-obat tradisional. Obat-obat ini beraneka ragam dan hal

ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo mengenal beberapa jenis penyakit dan

juga cara mengobatinya (Tarigan, 1988).

Obat tradisional ini (baik berupa jamu maupun tanaman obat) masih

banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah

dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif), bahkan dari masa

ke masa obat tradisional mengalami perkembangan yang terus meningkat, terlebih

dengan munculnya isu kembali kealam (back to nature) (Katno, 2004).

Pengertian obat tradisional menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat

dan Makanan adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

Universitas Sumatera Utara


4

bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan

tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi bahan atau campuran bahan

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman (Notoatmodjo, 2007).

Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara

pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu

kedokteran atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun,

atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang berasal dari luar

Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat (UU No

23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Penelitian mengenai pengobatan tradisional di Sumatera Utara yang telah

dilakukan oleh Syahruddin Lubis pada tahun 1995 menunjukkan bahwa terdapat

banyak pengetahuan mengenai pengobatan tradisional di Sumatera Utara

(Sembiring, 2011). Menurut Agromedia (2003) kecenderungan meningkatnya

penggunaan obat tradisional didasari pada beberapa alasan sebagai berikut (a)

semakin mahalnya harga obat-obatan buatan pabrik, sehingga masyarakat mulai

menerima alternatif pengobatan yang murah dan mudah didapatkan tetapi tidak

kalah manjurnya dengan obat-obatan buatan pabrik, (b) lebih kecilnya efek

samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional, bahkan beberapa jenis tanaman

tertentu tidak menunjukkan efek samping sama sekali, dan (c) kandungan unsur

Universitas Sumatera Utara


5

kimia yang terkandung dalam obat tradisional sebenarnya menjadi dasar

pengobatan kedokteran modern.

Selain itu, menurut Katno (2008) pengobatan tradisional juga dijadikan

pilihan karena dapat diperoleh, diramu dan ditanam sendiri tanpa tenaga medis.

Obat-obatan tradisional yang juga didapatkan dari tanaman obat tradisional

digunakan dan dilaporkan secara empirik oleh masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan dan pengobatan berbagai penyakit (Santoso, 1992).

Sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia,

namun jumlah masyarakat yang memilih pengobatan tradisional tetap tinggi.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013 ditemukan sekitar 63,10%

masyarakat memilih pengobatan sendiri dan 21,41% penduduk Indonesia

melakukan pengobatan secara tradisional, sekitar 3,96 % dengan pengobatan lain.

Menurut hasil survey sosial ekonomi nasional pada tahun 2013, adapun jumlah

pengguna pengobatan tradisional di Sumatera Utara adalah sekitar 22,16% dan

pengobatan lainnya sebesar 3,26%. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

pengobatan sendiri oleh penduduk yang mengeluh sakit terus meningkat selama

kurun waktu 6 tahun, dimana pada tahun 2000 angka penggunaan obat tradisional

adalah sebesar 15,2% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 38,30%.

Berdasarkan Survey sosial ekonomi nasional didapatkan bahwa tujuan responden

menggunakan obat tradisional lebih banyak untuk mengatasi keluhan diare,

demam, pegal linu, sakit kepala, batuk dan pilek (Susenas, 2007).

Universitas Sumatera Utara


6

Seperti yang telah dipaparkan oleh Bappeda sebelumnya, bahwa faktor lain

yang mempengaruhi tingkat harapan hidup yang tinggi di Kabupaten Karo dengan

masyarakat yang mayoritas Karo adalah faktor kebiasaan hidup (Bappeda, 2012).

“Lit Bisa Lit Tawar” merupakan sebuah filosofi masyarakat Karo yang

memiliki pengertian bahwa setiap ada racun pasti ada penawarnya dan setiap ada

penyakit pasti ada obatnya (Ginting, 1999). Hal ini sejalan dengan pernyataan

Rospita (2014) dalam penelitiannya bahwa faktor dasar berupa adat istiadat dan

keyakinan pada hasil obat-obat tradisional serta pandangan etnik Karo yang

menganggap bahwa setiap penyakit ada obatnya. Menurutnya, letak geografis

inilah yang mendukung masyarakat Karo untuk menjadikan sumber daya alam

yang dihasilkan sebagai bahan baku dalam membuat obat-obatan tradisional dari

waktu ke waktu (Rospita, 2014).

Penggunaan obat tradisional ini juga terlihat melalui hasil survey yang

dilakukan peneliti kepada 10 orang suku Karo dan masing-masing menjawab

masih menggunakan obat tradisional karo seperti sembur, param dan minyak

Karo. Berikut merupakan penuturan orang-orang yang menggunakan obat

tradisional Karo :

“Kalo obat tradisional itu masih asli, enak badan dibikinnya dan dari dulu-
dulu itu udah dipake jadi obat”
(Komunikasi Personal dengan Bapak Ginting, 03 Januari 2015)

Penggunaan obat tradisional juga digunakan pada berbagai kalangan usia,

yang juga menggunakan berbagai macam obat tradisional Karo. Orang-orang ini

menggunakan berbagai macam obat tradisional Karo karena merasakan manfaat

Universitas Sumatera Utara


7

dari pengobatan. Berikut ini merupakan salah satu penuturan dari kalangan muda

yang masih menggunakan pengobatan tradisional Karo :

“Kalo minyak Karo, masih pake. Semuanya di rumah pake. Soalnya,


karena buat badan hangat dan banyak manfaatnya. Makanya masih make
minyak Karo”
(Komunikasi Personal, 06 Januari 2015)

Begitu pula dengan penuturan seorang wanita Karo berusia 28 tahun yang

menggunakan pengobatan tradisional Karo setiap harinya karena menganggap

pengobatan tradisional Karo dapat menyembuhkan penyakit lebih cepat :

“Aku, semua kupake minyak, kuning, sembur, oukup. Mau kam pake pun
tiap hari gak ada masalah. Aku pake tiap hari. Kalo gak dipake enggaknya
apa-apa pun, cuman kan kalo pake itu, kayaknya lebih enak, tidur pun lebih
enak jadinya. Gak kayak makan obat, kalo obat kan secara terpaksa
bikinnya kita tidur gara-gara ada zat nya itu. Itunya itu kan, kalo obat ada
dibikinnya untuk penghilang rasa sakit. Istilahnya kan, kayak
ketergantungan kita dibikin biar gak sakit lagi. Kalo obat Karo kan enggak,
memang sakit dia tapi lebih cepat sembuh dia secara bertahap dari dalam”

(Komunikasi Personal, 21 Juni 2015)

Hasil kutipan wawancara tersebut menunjukan bahwa saat ini, obat

tradisional sebagai alternatif pengobatan pada masyarakat Karo sangat

dipengaruhi oleh nilai budaya yang ada.

Notoadmodjo (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya, perilaku sehat yang

dalam hal ini terkait dengan penggunaan obat tradisional dipengaruhi oleh tiga hal

yakni pengetahuan, tindakan dan sikap. Berikut merupakan hasil wawancara

dengan seorang ibu berusia 32 tahun yang menggunakan obat tradisional Karo

karena percaya terhadap pengalaman nenek moyang terlebih dahulu :

Universitas Sumatera Utara


8

Gini aja ya kan waktu kristian step, kalo kita terus bawa ke rumah sakit,
jadi bodoh dia kata orang. Emang kita rasakan pun kayak gitu. Inilah
berobat dia ke kem-kem, urut minyak, ada lagi param-paramnya. Selain itu,
rutin mandi embun kayak yang dibilang orangtua dulu.Kalo pagi-pagi dia
mandi embun katanya. Kalo nenek-nenek dulu bilang mandi embun itu, jam
5 pagi bangun lalu semburi-semburi, 4 kali satu hari dalam sebulan. Itu,
sampek sekarang gak pernah lagi step. Jadi memang, percaya juga kita
sama nenek moyang kita, terus kita si gejapken ka lah bage.
(Komunikasi Personal, 21 Juni 2015)

Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan sepasang suami istri

yang bekerja sebagai pengobat tradisional Karo. Pasangan ini mengobati berbagai

penyakit dan juga terkhusus untuk patah tulang selama 13 tahun. Pasangan

tersebut mendapatkan pengetahuan tentang pengobatan tradisional Karo dari

orang tua terdahulu mereka. Namun, sampai sekarang mereka masih aktif dalam

mengeksplorasi dan menciptakan obat tradisional Karo sendiri. Berikut

merupakan penuturan beliau mengenai awal mulanya pengetahuan mengenai obat

tradisional Karo didapatkan:

“Bukan diturunkan. Memang darah kita kalo dari dulunya udah bisa, pasti
bukan sengaja diturunkan gitu kan. Mungkin karena pengalaman melihat
orang-orang tua kita juga udah tau gitu kan. Jadi, kita terlibat didalamnya
setidak-tidaknya kan kita pun tau jadinya kek gitu. Ini, obat-obat yang ada
disini semua kita buat sendiri mulai dari minyak, sembur, param.”

(Komunikasi Personal, 24 Juni 2015)

Peneliti, juga telah melakukan wawancara dengan para lansia di Posko

pengungsian Sinabung. Dari hasil wawancara tersebut ditemui bahwa walaupun

berada di pengungsian, mereka masih menggunakan obat tradisional Karo seperti

minyak, kuning, dan sembur. Kondisi pengungsian tidak menjadi halangan bagi

mereka untuk tidak menggunakan obat tradisional Karo, justru sebaliknya menjadi

andalan mereka dalam menjaga kesehatan ketika berada di pengungsian.

Universitas Sumatera Utara


9

“Kalo pake minyak, pake kuning tiap harinya nakku.Biar gak masuk angin,
biar enak tidur.Cemana buat, itunya dari dulu-dulu dipake. Kempuku yang
masih kecilpun, udah diminyaki, dikuningi, di peridi embunkan. Biar sehat
dia.”

(Komunikasi Personal, 28 Juni 2015)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa,

masyarakat Karo dari berbagai kalangan masih menggunakan pengobatan

tradisional Karo sebagai bentuk perilaku kesehatan mereka. Oleh sebab itu,

peneliti ingin melihat gambaran perilaku kesehatan menggunakan pengobatan

tradisional Karo pada masyarakat Karo di kota Medan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran perilaku kesehatan menggunakan pengobatan

tradisional Karo pada masyarakat Karo di kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran perilaku

kesehatan menggunakan pengobatan tradisional Karo pada masyarakat Karo

di kota Medan

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat penelitian secara

teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan terutama di bidang Psikologi Sosial terkait dengan

gambaran perilaku kesehatan menggunakan pengobatan tradisional Karo

pada masyarakat Karo di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Manfaat Praktis

Menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti perilaku

kesehatan terkhusus mengenai pengobatan tradisional Karo.Bagi dunia

kesehatan, bermanfaat untuk memberi masukan agar melakukan penelitian

lebih lanjut terhadap perilaku kesehatan terkait penggunaan obat tradisional

Karo

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian,

pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

sistematika penulisan penelitian.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam penelitian,

yakni teori-teori yang berhubungan dengan perilaku kesehatan dan

juga pengobatan tradisional Karo.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang

mencakup identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel

penelitian, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode

pengambilan data, uji coba alat ukur, analisis yang digunakan dalam

penelitian, dan prosedur penelitian.

10

Universitas Sumatera Utara


11

Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini akan membahas tentang gambaran umum dan karakteristik dari

subjek penelitian yaitu masyarakat Karo di Kota Medan. Pada bab ini

akan dibahas mengenai analisa data dengan bantuan program SPSS

versi 22.0 for windows, dan juga akan dibahas mengenai interpretasi

data yang didapat dari hasil penelitian beserta pembahasannya.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun

berdasarkan analisa dan interpretasi data. Selain itu, dalam bab ini

terdapat saran baik untuk masyarakat Karo maupun bagi peneliti

lainnya berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.

11

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai