Chapter I
Chapter I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pada dasarnya akan berusaha untuk terhindar dari kondisi
Secara awam sehat diartikan sebagai keadaan seseorang yang dalam kondisi
tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari dan
mencakup 4 aspek yang berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur
dari aspek fisik, mental dan sosial saja tetapi juga diukur dari produktivitasnya
(Notoatmodjo 2010).
dalam dua kelompok besar yaitu perilaku orang sehat (healthy behavior) dan
perilaku orang sakit (illness behavior). Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat
terkait dengan perilaku preventif dan promotif untuk mencegah atau menghindar
peningkatan kesehatan. Sedangkan, perilaku orang yang sakit atau telah terkena
kesehatan ini adalah fasilitas layanan kesehatan baik berupa fasilitas atau layanan
berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena
atau untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Adapun tindakan yang diambil
berusaha untuk terhindar dari kondisi sakitdan juga pada dasarnya membutuhkan
pada umumnya. Sebuah data dari Bappeda Provinsi Sumatera Utara menyatakan
Daerah Provinsi Sumatera Utara, faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehat
(Bappeda, 2012).
Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas sekitar 2,97 % dari luas
Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan
sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi (Karo dalam angka, 2010).
Suhu udara berkisar antara 18,8ºC sampai dengan 19,8ºC dengan kelembaban
strategis menjadikan daerah Karo sebagai daerah yang subur sehingga berbagai
jenis tumbuhan dapat ditanam dan bertumbuh dengan baik dan mendukung
masyarakatnya untuk bercocok tanam (BPS, 2014). Berbagai jenis tanaman ini
tradisional ini juga merupakan sebagian dari budaya. Masyarakat Karo sejak masa
dulu telah mengenal obat-obat tradisional. Obat-obat ini beraneka ragam dan hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo mengenal beberapa jenis penyakit dan
Obat tradisional ini (baik berupa jamu maupun tanaman obat) masih
dan Makanan adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
pengalaman. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi bahan atau campuran bahan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang digunakan untuk pengobatan
pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu
atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang berasal dari luar
Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat (UU No
dilakukan oleh Syahruddin Lubis pada tahun 1995 menunjukkan bahwa terdapat
penggunaan obat tradisional didasari pada beberapa alasan sebagai berikut (a)
menerima alternatif pengobatan yang murah dan mudah didapatkan tetapi tidak
kalah manjurnya dengan obat-obatan buatan pabrik, (b) lebih kecilnya efek
samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional, bahkan beberapa jenis tanaman
tertentu tidak menunjukkan efek samping sama sekali, dan (c) kandungan unsur
pilihan karena dapat diperoleh, diramu dan ditanam sendiri tanpa tenaga medis.
Menurut hasil survey sosial ekonomi nasional pada tahun 2013, adapun jumlah
pengobatan sendiri oleh penduduk yang mengeluh sakit terus meningkat selama
kurun waktu 6 tahun, dimana pada tahun 2000 angka penggunaan obat tradisional
adalah sebesar 15,2% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 38,30%.
demam, pegal linu, sakit kepala, batuk dan pilek (Susenas, 2007).
Seperti yang telah dipaparkan oleh Bappeda sebelumnya, bahwa faktor lain
yang mempengaruhi tingkat harapan hidup yang tinggi di Kabupaten Karo dengan
masyarakat yang mayoritas Karo adalah faktor kebiasaan hidup (Bappeda, 2012).
“Lit Bisa Lit Tawar” merupakan sebuah filosofi masyarakat Karo yang
memiliki pengertian bahwa setiap ada racun pasti ada penawarnya dan setiap ada
penyakit pasti ada obatnya (Ginting, 1999). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Rospita (2014) dalam penelitiannya bahwa faktor dasar berupa adat istiadat dan
keyakinan pada hasil obat-obat tradisional serta pandangan etnik Karo yang
inilah yang mendukung masyarakat Karo untuk menjadikan sumber daya alam
yang dihasilkan sebagai bahan baku dalam membuat obat-obatan tradisional dari
Penggunaan obat tradisional ini juga terlihat melalui hasil survey yang
masih menggunakan obat tradisional karo seperti sembur, param dan minyak
tradisional Karo :
“Kalo obat tradisional itu masih asli, enak badan dibikinnya dan dari dulu-
dulu itu udah dipake jadi obat”
(Komunikasi Personal dengan Bapak Ginting, 03 Januari 2015)
yang juga menggunakan berbagai macam obat tradisional Karo. Orang-orang ini
dari pengobatan. Berikut ini merupakan salah satu penuturan dari kalangan muda
Begitu pula dengan penuturan seorang wanita Karo berusia 28 tahun yang
“Aku, semua kupake minyak, kuning, sembur, oukup. Mau kam pake pun
tiap hari gak ada masalah. Aku pake tiap hari. Kalo gak dipake enggaknya
apa-apa pun, cuman kan kalo pake itu, kayaknya lebih enak, tidur pun lebih
enak jadinya. Gak kayak makan obat, kalo obat kan secara terpaksa
bikinnya kita tidur gara-gara ada zat nya itu. Itunya itu kan, kalo obat ada
dibikinnya untuk penghilang rasa sakit. Istilahnya kan, kayak
ketergantungan kita dibikin biar gak sakit lagi. Kalo obat Karo kan enggak,
memang sakit dia tapi lebih cepat sembuh dia secara bertahap dari dalam”
dalam hal ini terkait dengan penggunaan obat tradisional dipengaruhi oleh tiga hal
dengan seorang ibu berusia 32 tahun yang menggunakan obat tradisional Karo
Gini aja ya kan waktu kristian step, kalo kita terus bawa ke rumah sakit,
jadi bodoh dia kata orang. Emang kita rasakan pun kayak gitu. Inilah
berobat dia ke kem-kem, urut minyak, ada lagi param-paramnya. Selain itu,
rutin mandi embun kayak yang dibilang orangtua dulu.Kalo pagi-pagi dia
mandi embun katanya. Kalo nenek-nenek dulu bilang mandi embun itu, jam
5 pagi bangun lalu semburi-semburi, 4 kali satu hari dalam sebulan. Itu,
sampek sekarang gak pernah lagi step. Jadi memang, percaya juga kita
sama nenek moyang kita, terus kita si gejapken ka lah bage.
(Komunikasi Personal, 21 Juni 2015)
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan sepasang suami istri
yang bekerja sebagai pengobat tradisional Karo. Pasangan ini mengobati berbagai
penyakit dan juga terkhusus untuk patah tulang selama 13 tahun. Pasangan
orang tua terdahulu mereka. Namun, sampai sekarang mereka masih aktif dalam
“Bukan diturunkan. Memang darah kita kalo dari dulunya udah bisa, pasti
bukan sengaja diturunkan gitu kan. Mungkin karena pengalaman melihat
orang-orang tua kita juga udah tau gitu kan. Jadi, kita terlibat didalamnya
setidak-tidaknya kan kita pun tau jadinya kek gitu. Ini, obat-obat yang ada
disini semua kita buat sendiri mulai dari minyak, sembur, param.”
minyak, kuning, dan sembur. Kondisi pengungsian tidak menjadi halangan bagi
mereka untuk tidak menggunakan obat tradisional Karo, justru sebaliknya menjadi
“Kalo pake minyak, pake kuning tiap harinya nakku.Biar gak masuk angin,
biar enak tidur.Cemana buat, itunya dari dulu-dulu dipake. Kempuku yang
masih kecilpun, udah diminyaki, dikuningi, di peridi embunkan. Biar sehat
dia.”
tradisional Karo sebagai bentuk perilaku kesehatan mereka. Oleh sebab itu,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
di kota Medan
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
Karo
E. Sistematika Penelitian
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam penelitian,
pengambilan data, uji coba alat ukur, analisis yang digunakan dalam
10
Bab ini akan membahas tentang gambaran umum dan karakteristik dari
subjek penelitian yaitu masyarakat Karo di Kota Medan. Pada bab ini
versi 22.0 for windows, dan juga akan dibahas mengenai interpretasi
berdasarkan analisa dan interpretasi data. Selain itu, dalam bab ini
11