Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
perilaku yang konsumen tunjukkan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi serta menghabiskan produk dan jasa yang diharapkan akan memuaskan kebutuhkan mereka. Sementara itu, Engel, Blackwell dan Miniard (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berbagai kegiatan yang terlibat langsung dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Definisi perilaku konsumen juga dinyatakan oleh Sumarwan (2011) yaitu semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan dan menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Pembelian merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan konsumsen (Schiffman & Kanuk 1994). Menurut Ajzen (1991), perilaku seseorang dapat diduga melalui niat. Dengan demikian, perilaku pembelian dapat diduga melalui niat beli seseorang. Selain itu, perilaku pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sikap terhadap perilaku, norma subejktif dan kontrol perilaku yang dirasakan. Berdasarkan Sistem Pangan Organik yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01- 6729-2002, pangan organik adalah berupa tanaman dan produk segar tanaman, produk pangan segar dan produk pangan olahan, ternak dan produk peternakan yang diproduksi secara organik dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia. Sementara itu, pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas bilogi tanah. Bila memungkinkan, hal ini dapat dicapai dengan cara-cara kultural, biologis dan mekanis yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan sintetis dan memenuhi fungsi spesifik dalam sistem. Pertanian organik merupakan suatu bentuk pertanian yang ramah lingkungan, karena mengutamakan prinsip keseimbangan alam. Pengetahuan tentang pertanian organik dikategorikan ke dalam pengetahuan ekologis atau yang disebut juga ekoliterasi. Pengetahuan ekologis adalah kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi atau mendefinisikan sejumlah symbol, konsep, dan perilaku berkaitan dengan permasalahan lingkungan (Laroche, Jasmin & Guido. 2001). Definisi pengetahuan ekologi lainnya juga disebutkan oleh Chan (1999) yaitu seberapa besar seorang individu mengetahui isu-isu tentang lingkungan. Rashid (2009) menyebutkan bahwa pengetahuan ekologis terkait isu lingkungan akan memengaruhinya dalam proses pengambilan keputusan. Makanan organik memiliki banyak manfaat bagi tubuh, diantaranya mencegah penyakit, mengistirahatkan dan meringankan beban kerja organ tubuh, mengurangi berat badan, mencerahkan dan memperlambat proses penuaan kulit serta membantu proses detoksifikasi tubuh (Budiharsana 2005). Perkembangan makanan organik di Indonesia masih menemui berbagai hambatan (Saragih 2010), diantaranya keterbatasan pasokan dan distribusi yang belum merata. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya penerapan pertanian organik di Indonesia. Selain itu, menurut Deliana (2012) harga makanan organik yang lebih mahal dibandingkan dengan makanan non-organik menjadi faktor penghambat bagi konsumen dengan daya beli yang rendah untuk dapat mengonsumsi makanan organik. Harga sayuran organik dapat mencapai tujuh kali lebih mahal dibandingkan dengan sayuran non-organik, sedangkan harga ayam dan beras organik dapat mencapai dua kali lebih mahal dibandingkan dengan yang non- organik. Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan model pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), dimana niat untuk menunjukkan suatu perilaku adalah gabungan dari sikap terhadap perilaku tersebut (attitude towards the behavior), norma subjektif (subjective norms), dan kontrol perilaku yang dirasakan (perceived behavior control) oleh individu (Ajzen 1991). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi yang dimilikinya secara sistematis (Achmat 2011). 1. Sikap (Attitude towards The Behavior) Sikap adalah penilaian individu terhadap positif atau negatifnya kinerja suatu perilaku. Sikap dalam teori ini memiliki dua komponen, yaitu kepercayaan terhadap perilaku dan evaluasi terhadap luaran perilaku. Kepercayaan terhadap perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat atau hasil tertentu. Sementara itu, evaluasi terhadap luaran perilaku adalah penting tidaknya dan diinginkan atau tidaknya suatu luaran dari perilaku bagi seseorang. Menurut Trisnawati (2011) kepercayaan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dan dapat pula berupa opini individu yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Jika seseorang mempersepsikan bahwa hasil dari suatu perilaku adalah positif maka ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang mempersepsikan bahwa hasil dari suatu perilaku adalah negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku tersebut. Sikap diukur diantaranya dengan menggunakan skala likert suka-tidak suka, baik- buruk, setuju-tidak setuju (Achmat 2011). 2. Norma Subjektif (Subjective Norms) Norma subjektif adalah persepsi individu tentang tekanan sosial di sekitarnya untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Dengan kata lain norma subjektif adalah persepsi individu terhadap pihak- pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk melakukan suatu perilaku serta seberapa ingin individu memenuhi harapan orang tersebut. Pihak lain yang dimaksud dalam norma subjektif ini biasanya adalah orang berpengaruh bagi individu tersebut (significant other), seperti orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja. Jika orang lain yang relevan atau yang dianggap penting oleh seorang individu mempersepsikan bahwa suatu perilaku tertentu adalah hal yang positif, lalu kemudian individu tersebut terdorong untuk memenuhi harapan orang tersebut untuk menampilkan perilaku tersebut, maka hal ini disebut norma subjektif yang positif. Namun, apabila orang lain tersebut menganggap bahwa perilaku tertentu adalah hal yang negatif, kemudian individu tersebut terdorong untuk memenuhi harapan orang tersebut untuk tidak melakukan perilaku tertentu, maka hal ini disebut norma subjektif yang negatif (Achmat 2011). Norma subjektif terdiri dari dua komponen yaitu keyakinan normatif dan motivasi untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Keyakinan normatif adalah pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankannya untuk menampilkan suatu perilaku atau tidak menampilkan suatu perilaku. Sementara itu, motivasi untuk memenuhi tuntutan lingkungan merupakan kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan suatu perilaku tertentu (Achmat 2011). 3. Kontrol Perilaku yang Dirasakan (Perceived Behavioral Control) Kontrol perilaku yang dirasakan (perceived behavioral control) menunjukkan tingkat kepercayaan seseorang tentang kesempatan atau kekuatan yang dimiliknya untuk menunjukkan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh dua faktor yaitu kepercayaan akan suatu faktor tertentu dapat mengendalikan suatu perilaku (control beliefs) dan seberapa besar kekuatan faktor tersebut dapat mengendalikan perilaku (power of control factor). Apabila individu memiliki control beliefs yang kuat akan adanya faktor pendukung dalam menampilkan suatu perilaku, maka ia akan memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan perilaku tersebut. Sebaliknya, jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat akan adanya faktor penghambat dalam menampilkan suatu perilaku, maka ia akan memiliki persepsi yang rendah untuk mampu mengendalikan perilaku tersebut (Achmat 2011). 4. Niat Beli Niat dalam kerangka Theory of Planned Behavior dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol perilaku (Ajzen 1991). Sementara itu, niat beli (intention to buy) berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu (Sumarwan 2011). Sementara itu, Supriatna (2011) menyatakan bahwa niat beli merefleksikan pernyataan mental konsumen terkait dengan rencana pembelian sejumlah produk. Niat beli, dalam hal ini niat beli makanan organik, dikonsepkan sebagai kemungkinan dan keinginan seseorang untuk lebih memilih produk makanan organik dibandingkan produk konvensional dalam pengambilan keputusan pembelian (Rashid 2009). Sementara itu, Robinson dan Smith (2002) menyatakan bahwa niat beli makanan organik berhubungan dengan faktor psikososial dan demografi konsumen. Karakteristik Individu Konsumen Faktor demografi, sebenarnya kurang dapat diandalkan untuk menduga perilaku konsumen secara spesifik, karena berbagai penelitian menunjukkan sering terjadinya hubungan yang tidak konsisten. Akan tetapi, faktor demografi tetap diperlukan untuk dapat memberi gambaran kecenderungan perilaku konsumen berdasarkan karakteristik tertentu. Karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, keikutsertaan dengan organisasi lingkungan, dan pengalaman konsumsi makanan organik. Usia akan memengaruhi jenis produk yang dikonsumsi serta selera dan kesukaan konsumen (Sumarwan 2011). Hasil survei Fotopoulos dan Krystallis (2002) menyatakan bahwa usia berperan penting dalam menentukan niat beli. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa orang yang lebih muda lebih mau membeli produk pangan ramah lingkungan dibandingkan orang yang lebih tua. Menurut Prihatingsih (2008) laki-laki dan perempuan memiliki pola pengambilan keputusan yang berbeda satu sama lain. Proses pengambilan keputusan laki-laki cenderung untuk mengambil jalan lurus mengikuti tahap yang runut. Sementara itu, pola pengambilan keputusan perempuan cenderung maju ke depan dan melampaui beberapa siklus, namun sesekali melompat ke tahap sebelumnya untuk mempertimbangkan kembali keputusannya dengan menggabungkan informasi baru. Laki-laki bertujuan untuk mendapatkan solusi yang tepat, sementara wanita bertujuan mencari jawaban yang sempurna. Hasil penelitian Robinson dan Smith (2002) menunjukkan bahwa wanita bersikap lebih mendukung produk ramah lingkungan dibandingkan laki-laki. Hasil survei konsumen hijau di Yunani juga menunjukkan hal yang sejalan, dimana mayoritas pembeli produk organik adalah wanita. Wanita juga diindikasikan memiliki keinginan membayar lebih tinggi terhadap makanan organik dan lebih konsisten terhadap pergerakan lingkungan dibandingkan dengan pria (Fotopoulos & Krystallis 2002). METODE
Sampel terdiri dari 100 konsumen yang berbelanja di supermarket di Kota
Surakarta. Ketersediaan sayuran dan buah organik di supermarket itu dikonfirmasi sebelum melakukan pendataan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling, yaitu metode yang memungkinkan peneliti mengendalikan prosedur pengambilan sampel secara berurutan untuk mendapatkan sampel yang mirip dengan populasi (Kinnear, 1987). Dalam penelitian ini faktor pengendali adalah umur dan jenis kelamin. Peneliti berada di dalam supermarket, dan meminta konsumen mengisi kuesioner. Usia responden berkisar antara 18-80 tahun. Penelitian ini berkonsentrasi pada dua kategori produk. Kategori ini adalah buah dan sayuran, dipilih karena ketersediannya sebagai makanan organik paling mudah dicari.
Norma subyektif, sikap, dan niat membeli masing-masing diukur dengan
satu pernyataan, yang diulang untuk masing-masing produk. Pernyataan untuk sikap, norma subjektif, dan niat diadaptasi dari Ajzen dan Fishbein (1980). Jawaban untuk sikap dan norma subyektif dikumpulkan dengan lima titik skala Likert mulai dari "sama sekali tidak setuju" sampai "sepenuhnya setuju", dan jawaban untuk niat perilaku dikumpulkan dengan skala lima poin, mulai dari "tidak berniat" untuk "berniat sekali". Kontrol perilaku pertama yang digunakan adalah harga. Jawaban dikumpulkan dengan skala lima poin, mulai dari "benar-benar tidak setuju sampai sepenuhnya setuju". Kontrol perilaku kedua yang digunakan adalah ketersediaan makanan organik yang dikembangkan untuk penelitian ini. Ketersediaan diukur dengan skala lima poin lima angka, mulai dari "sama sekali tidak tersedia" hingga "selalu tersedia". Kontrol perilaku ketiga adanya kesadaran akan kesehatan. Jawaban untuk kesadaran akan kesehatan dikumpulkan dengan Likert lima poin skala, mulai dari "benar-benar tidak setuju" untuk "sepenuhnya setuju". Kontrol perilaku keempat adalah frekuensi pembelian buah dan sayuran organik. Jawaban dikumpulkan dengan skala lima poin mulai dari "tidak pernah" sampai "hampir selalu". Proses pengolahan data meliputi editing, coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan analisis statistik. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistic Program for Social Seciencies (SPSS) 16.0 version for Windows. Analisis data terdiri atas analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan keluarga contoh serta untuk menjelaskan tingkat pengetahuan, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan niat beli contoh. Sementara itu, analisis inferensia yang digunakan adalah uji hubungan dan uji regresi linier yang digunakan untuk menguji keterkaitan antar variabel dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
Achmat Z. 2011. Theory of Planned Behavior Masih Relevankah?.
zakarijja.staff.umm.ac.id [1 Mei 2012]
Ajzen I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50, 179-211. S
Schiffman LG, Kanuk L. 1994. Consumer Behavior, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hal, Inc.
Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Tarkiainen dan Sanna Sundqvist. 2014. Subjective Norms, Attitudes And
Intentions of Finnish Consumers In Buying Organic Food. British Food Journal, Vol. 107 Iss 11 pp. 808 - 822