Anda di halaman 1dari 12

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas antara tulang dan sendi, baik sebagian
atau seluruh tulang termasuk tulang rawan, bisa menyebabkan luka bahkan perdarahan,
(Muslihah, 2010).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis, (Wilson. 2015).
Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas batang femur akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dapat menimbulkan perdarahan,
sampai syok, (John A, 2013).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Wilson (2015) ada 3 yaitu:
1. Trauma langsung: fraktur karena cidera atau benturan oleh karena jatuh atau
karena kecelakaan
2. Trauma Patologis: fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Trauma tidak langsung: fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur menurut Muslihah (2010) yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut jugafraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
2. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satudan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
D. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut John A (2013), sebagai berikut :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi
2. Hilangnya fungsi normal otot dan deformitas (perubahan bentuk) setelah terjadi
fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak
alamiah
3. Pemendekan ekstremitas akibat terjadinya pemendekan tulang karena konstraksi
otot yang melengket di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitasi (gemeretak) saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik
tulang akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
5. Pembengkakan lokal seperti edema, ada echimosis (memar) dan perubahan
warna, terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh termasuk tulang panjang humerus namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan, tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang, ketika patah
tulangSetelah terjadi fraktur, akan terjadi kerusakan saraf dalam korteks, pembuluh
darah, sumsum tulang, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak, akibatnya
terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang, jaringan tulang akan segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah, (Wilson, 2015).
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. jaringan yang
mengalami nekrosis menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, infiltrasi sel darah putih, kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya, (Wilson, 2015).
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada fraktur menurut, Muslihah (2010):
1. Kerusakan Arteri, pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan sumsum tulang masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi, System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada beberapa pemeriksaan diagnostic fraktur menurut John A, (2013):
1. Pemeriksaan Rontgen, menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya trauma, skan
tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu
sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak, bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam, bila lebih
dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto radiologis, pemasangan
bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto. Segera
setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur
dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur,
penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. (John
A, 2013).
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat
patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang, daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang
panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai
bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang
cedera. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah
bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi
dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat
dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.
Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut, (John A, 2013).
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Primary survey
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
2. Sekunder Survey
a. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
b. Riwayat kesehatan
hipertensi, diabetes mellitus.
c. Pola Fungsional
1) Aktivitas/istirahat meliputi: kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
fraktur, keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi meliputi: hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah) tachikardi
(penurunan nadi pada bagian distal yang cidera) capilary refill melambat,
pucat pada bagian yang terkena fraktur, masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori meliputi: kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan,
kelemahan
4) Kenyamanan meliputi: nyeri tiba-tiba saat cidera spasme/ kram otot
5) Keamanan meliputi: laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local Gangguan koordinasi/cara berjalan,
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan head to toe, tanda-tanda vital, kekuatan otot.
B. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Defenisi: Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial digambarkan
sebagai suatu kerusakan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensiatas ringan
hingga berat yang berlangsung < 3 bulan.
Batasan Karakterisitik:
 Tampak meringis  Tekanan darah meningkat
 Bersikap protektif (waspada menghindari nyeri)  Pola napas berubah
 Gelisah  Proses berpikir terganggu
 Frekuensi nadi meningkat  Menarik diri
 Sulit tidur  Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis
Faktor yang berhubungan:
a. Agen cedera fisiologis (mis. Inflamasi, Iskemia, neoplasma)
b. Agen cedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia, iritan)
c. Agen cedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
NOC (Tujuan & Kriteria Hasil):
a. Pain level (tingkat nyeri)
b. Pain control (kontrol nyeri)
c. Comfort level (tingkat kenyamanan)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami nyeri
dengan kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda-tand vital dalam rentang normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur
g. Ekspresi wajah nampak tenang
NIC (Intervensi):
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
d. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g. Ajarkan tehnik nonfarmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin.
h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirhat
j. Berikan informasih tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antipaisi ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali.
2. Hambatan Mobilitas Fisik
Defenisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik satu atau lebih pada ekstremitas secara
mandiri dan terarah.
Batasan Karakterisitik:
 Dyspnea setelah beraktivitas  Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti
 Gangguan sikap berjalan pergerakan (mis. Meningkatan perhatian
 Gerakan lambat pada orang lain, mengendalikan perilaku,
 Gerakan spastik focus pada aktivitas sebelum sakit)
 Gerakan tidak terkoordinasi  Penurunan kemampuan melakukan
 Instabilitas postur keterampilan motoric halus dan halus
 Kesulitan membolak-balikkan  Penurunan waktu rekreasi
posisi  Tremor akibat bergerak
 Keterbatasan rentang gerak  Ketidaknyamanan
Faktor yang berhubungan:
 Ansietas  Keengganan memulai pergerakan
 Depresi  Kerusakan integritas struktur tulang
 Disuse  Keterelambatan pergerakan kontraktur
 Fisik tidak bugar  Kurang dukungan lingkungan
 Gangguan fungsi kognitif  Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas
 Gangguan metabolism fisik
 Gangguan musculoskeletal  Malnutrisi
 Gangguan neuromuscular  Penurunan kekuatan otot
 Gangguan sensori perseptual  Penurunan kendali otot
 Gaya hidup kurang gerak  Penurunan massa otot
 Intoleransi aktivitas  Penurunan ketahanan tubuh
 Nyeri  Program pembatasan gerak
 Kaku sendi
NOC (Tujuan & Kriteria Hasil):
a. Joint movement : active
b. Mobility level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hambatan mobilitas fisik
teratasi, dengan kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas
b. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
dalam berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untu kmobilisasi (walker)
NIC (Intervensi):
a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan respon pasien saat
latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
d. Ajarkan pasien atau keluarga tentang tehnik ambulansi
e. Kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
f. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
klien
g. Berikan alat bantu jika klien membutuhkan
h. Ajarkan pasien bagaiamana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
C. PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Broswick John A (2013). Perawatan Gawat Darurat, Pendekatan Holistik.Jakarta:


EGC
Marion Johnson, et.all, (2016). Nursing Incomes Classification (NIC) & Nursing
Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Moco Media
Nanda, (2015) Nursing Diagnoses Defenitions and Classification 2015-2017. Jakarta:
EGC
Muslihah, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

Silvia Anderson & Lorraine M Wilson. (2015). Patofisiologi & Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit Edisi Vol. 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai