Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI PERTANIAN

BIOREMIDIASI DAN FITOREMIDIASI

Oleh
Nama : Syarifah Fauziah
NIM : A1L012127

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat

diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. “Bio” yang dimaksud

adalah organisme hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam

pemanfaatan pemecahan atau degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi

bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut. Bioremediasi

merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan

memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan.

Yang termasuk dalam polutan antara lain logam-logam berat, petroleum

hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,

herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi mempunyai potensi menjadi salah satu

teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi

masalah-masalah lingkungan.

Bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik

berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),

metan, dan air. Dalam arti lan bioremediasi merujuk pada penggunaan secara

produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan

(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan

mengancam kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi

alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan

mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi

(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen

bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga


dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara

umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan

sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair (misalnya menyingkirkan

kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa

dikenal dengan istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang dapat melakukan

remediasi disebut dengan tanaman hiperakumulator,


II. ISI

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) sangat

diperlukan. Menurut peraturan tersebut limbah lumpur minyak bumi

dikategorikan sebagai limbah B3 dengan kegiatan 2320. Limbah industri dapat

didaurulang (recycle), didaurguna (reuse) dan recovery. Sehubungan dengan hal

tersebut sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128

tahun 2003 maka diperlukan pengolahan limbah minyak bumi sebagai upaya

kegiatan pemulihan lingkungan, melalui pendekatan secara biologis atau dikenal

dengan istilah bioremediasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003).

Limbah minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan

polialifatik hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik

hidrokarbon (PAH) seperti naftaeno, benzena, naftalena, benzo(a)pirena, air,

unsur logam (As, Cd, Cr, Hg, Pb, Zn, Ni, Cu) serta non hidrokarbon seperti

senyawa nitrogen, sulfur, oksigen dan aspal (Connell & Miller, 1995).

Selain itu limbah berbahaya tersebut sudah sangat merusak lingkungan,

contohnya lahan-lahan di Kalimantan Tengah pasca tambang emas. Upaya

perbaikan lahan kritis pasca tambang emas di Kalimantan Tengah sangat

dibutuhkan karena lahan ini masih menjadi lahan tidur yang tidak produktif, serta

menyimpan potensi untuk menjadi sumber pencemaran logam berat berbahaya.

Cara yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengendalikan

pencemaran trsebut adalah dengat memanfaatkan tumbuhan. Tumbuhan budidaya

yang dipilih bukan merupakan tanaman pertanian yang bisa dikonsumsi oleh

manusia, karena untuk menghindari adanya sisa kontaminan yang kurang aman
jika dikonsumsi manusia. Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk

mendegradasi senyawa-senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui

proses bologis dan kimiawi. Namun, Sering kali beban pencemaran di lingkungan

lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemartersebut

secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan

campur tangan manusia dengan teknolgi yang ada untuk mengatasi pencemaran

tersebut. (Nugroho, 2006)

Salah satu alternative penanggulangan lingkungan tercemar minyak adalah

dengan teknik bioremidiasi, yaitu suatu teknologi yang ramah lingkungan, efektif

dan ekonomis dengan memanfaatkan aktivitas mikroba seperti bakteri. Melalui

teknologi ini diharapkan dapat mereduksi minyak buangan yang ada dan

mendapatkan produk samping dari aktivitas tersebut (Udiharto et al., 1995).

Bioremidiasi merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah

kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau

enzim mikroba. (Gunalan, 1996).

Bioremediasi dilakukan menggunakan konsorsium dua jenis

mikroorganisme, yakni: Pseudomonas sp. dan Klebsiella sp. yang telah diketahui

potensinya untuk menurunkan kadar merkuri di lingkungan (Neneng, 2007).

Metode lain yang dapat digunakan adalah menggunakan tumbuhan fitoremediator

merkuri yang telah diketahui mampu menurunkan tingkat pencemaran Hg di

tanah, yakni dari jenis Melastoma sp. (Neneng, 2009).

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk

meminimalisasi dan mendetoksifkasi polutan, karena tanaman mempunyai

kemampuan menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator
dan fitochelator. Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk

meremediasi tanah yang terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru

dalam teknik pengolahan limbah. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah

organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).

Konsorsium bakteri yang digunakan untuk proses bioremediasi merkuri

pada lahan pasca tambang emas, dalam penelitian ini adalah dari jenis

Pseudomonas sp. dan Klebsiella sp. Bakteri Pseudomonas sp. Merupakan bakteri

yang memiliki peranan penting dalam keseimbangan alam, dan bakteri Klebsiella

sp. juga bakteri yang banyak tersebar di alam, baik di air maupun di tanam

(Moore et al., 2006; Essa, et al., 2002).

Kedua jenis bakteri ini memiliki kemampuan untuk mengeliminasi

merkuri pada media cair dengan mekanisme yang berbeda. Kombinasi mekanisme

kerja yang terjadi antara bakteri Pseudomonas sp. dan bakteri Klebsiella sp.

adalah sebagai berikut: isolat Pseudomonas sp. menggunakan reaksi reduksi

secara enzimatis dengan menggunakan bantuan enzim merkuri reduktase, untuk

mengubah Hg2+ terlarut menjadi Hg0 yang volatile (Wagner-Dbler et al., 2000),

sedangkan bakteri Klebsiella sp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan

hydrogen sulfida (H2S) dibawah kondisi aerobik, yang dapat mengendapkan ion

Hg2+ yang terlarut menjadi HgS yang tidak larut dalam air, sehingga dapat

dengan mudah dipisahkan dari larutan (Essa, et al., 2002).

Kombinasi mekanisme kerja ini yang menyebabkan proses reduksi

merkuri pada kultur yang ditanam pada isolat campuran kedua jenis bakteri ini

lebih besar dibandingkan dengan isolat tunggal. Jenis unsur hara yang diukur

dalam penelitian ini meliputi: unsur hara makro dan unsur hara mikro, yang
meliputi: unsur C, N, P, K, Na, Ca, Mg, Fe. Aplikasi reklamasi terpadu pada lahan

pasca penambangan emas telah mampu meningkatkan unsur hara tanah.


DAFTAR PUSTAKA

Connel, D.W. & G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Jakarta. UI Press.

Gunalan. 1996. Penerapan Bioremidiasi pada Pengolahan Limbah dan Pemulihan

Lingkungan Tercemar Hidrokarbon Petroleum. Majalah Sriwijaya.

UNSRI. Vol 32, No 1.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Pengelolaan limbah minyak bumi secara

biologi. Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta.

Moore, C. J., 2000. A Review of Mercury in The Environment: Its Occurrence in

Marine Fish. South Carolina Department of Natural Resources.

Neneng, L. 2009. Eksplorasi Eksplorasi Mikroorganisme Rhizosfer Potensial

untuk Bioremediasi Lahan Tercemar Merkuri (Hg) pada Areal

Penambangan Emas di Kalimantan Tengah (Hibah Penelitian Strategis

Nasional, 2009, Ketua).

Nugroho, A. 2006. Biodegradasi ‘Sludge’ Minyak Bumi Dalam Skala

Mikrokosmos. Makara Teknologi. 10 (2) : 82-89

Salt, D.E., R.D. Smith and I. Raskin. 1998. Annual Review Plant Physiology and

Plant Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501 –

662.

Wagner- Dbler, I., H.V. Canstein, Y. Li., K.N. Timmis, & W.D. Deckwer. 2000.

Removal of Mercury from Chemical Wastewater by Microorganisms in

Technical Scale. J. Environ. Sci. Technol. 34(21):4628-4634.

Anda mungkin juga menyukai