Journal Reading 2
Journal Reading 2
Meningitis neoplastik adalah kejadian yang langka, dengan gejala klinis yang lama ditemukan,
dan sering terjadi seiring proses keganasan. Meningitis neoplastik terjadi pada 4% sampai 15%
tumor padat, 20% pada lymfoma dan leukemia, dimana hal tersebut berhubungan dengan
morbiditas dan tingkat ketahanan hidup (beberapa minggu sampai 8 bulan).
Meningitis neoplastik ditandai dengan penyebaran pada leptomeninges (pia dan arach-noid),
ruang subarachnoid, dan cairan serebrospinal (LCS) oleh sel-sel ganas, dan terjadi melalui
invasi hematogen pada ruang subarachnoid dan ventrikel atau Melalui perpanjangan langsung
dari lesi tulang dan otak, atau dalam beberapa kasus, dengan penyebaran lokal melalui dura di
sepanjang ruang perineural dan perivaskular. Tumor padat utama yang paling sering dikaitkan
dengan meningitis neoplastik adalah kanker payudara, kanker paru non-small cell, dan
melanoma. Meningitis neoplastik biasanya merupakan kejadian yang sering terlambat
diketahui (70%) merupakan kejadian yang sangat jarang ditemukan pada pasien dengan
keganasan yang tidak terdiagnosa (15%). Namun, kejadian meningitis neoplastik diperkirakan
akan meningkat di masa depan karena masa bertahan kanker yang lebih lama memungkinkan
sel tumor mampu menembus tempat perlindungan sistem saraf pusat (SSP). Agen terapeutik
molekuler, terutama antibodi monoklonal, umumnya tidak menembus barier SSP, dan
penggunaannya dapat menyebabkan meningkatnya tingkat meningitis neoplastik pada pasien
yang menerima agen tersebut. Penggunaan teknik neuroimaging yang lebih baik juga dapat
meningkatkan laju diagnostik meningitis neoplastik.
Meningitis neoplastik pada umumnya merupakan penyakit yang berkelanjutan, dan
prognosisnya secara keseluruhan dipengaruhi oleh pengendalian penyakit leptomeningeal.
Namun,prognosis pada kejadian ini bergantung pada pemilihan terapi, keadaan, dan tingkat
keparahan penyakit sistemik. Selanjutnya, keadaan umum pasien merupakan penentu hasil
yang akan dicapai, dikarenakan hal tersebut menggambarkan stadium penyakit dan tingkat
keparahannya.
Penyebaran kanker leptomeningeal merupakan komplikasi dari metastatis dan keganasan yang
sedang berkembang. Kemajuan pengobatan terkendala oleh sulitnya diagnosis dan respon,
serta kemungkinan adanya frustrasi dari klinisi karena prognosis yang buruk pada penyakit ini,
meskipun dengan penanganan yang agresif. Namun, kemajuan dalam manajemen terapeutik
telah tercapai. Pada pasien tertentu, kelangsungan hidup dan waktu perkembangan neurologis
dapat ditingkatkan dengan terapi, menjadikan diagnosis awal dan kecurigaan merupakan hal
yang sangat penting.
Clinical Presentation
Pathogenesis of Symptoms
Meningitis neoplastik memiliki presentasi klinis yang bervariasi dengan keterlibatan area
multifokal dan multilevel pada SSP yang disebabkan oleh beberapa mekanisme patofisiologis,
termasuk efek adanya massa tumor di ruang sub arachnoid, invasi langsung leptomeninges dan
parenkim otak, obstruksi sirkulasi LCS yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,
dan penekanan pada saraf kranial atau tulang belakang.
Jenis gejala meningitis neoplastik muncul karena adanya keterlibatan daerah anatomis yang
berbeda dan terkadang bergantung pada jenis kanker primer yang ada. Pengurangan sirkulasi
LCS yang normal dan efek gravitasi mungkin menjadi penyebab mengapa penyumbatan LCS
terlihat di daerah lumbar dan mungkin menjelaskan mengapa tumor biasanya ada di dasar otak
(pada basilar atau fossa posterior), ductus Sylvian , dan cauda equina.
Sel tumor juga dapat mencapai leptomeninges melalui darah atau dengan invasi ke ruang
perineural atau perivaskular dan perubahan vaskular akibat pertumbuhan tumor. Metastase
Parenchymal mungkin ada, namun gejala neurologis yang tidak dapat dikaitkan dengan hanya
satu area pada SSP mungkin merupakan hasil dari meningitis neoplastik; Dengan demikian,
klinisi harus memiliki kecurigaan yang tinggi. Pasien dengan meningitis neoplastik subakut
ditandai dengan gejala yang dapat muncul selama beberapa hari atau minggu dan dapat
mencakup kerusakan neurologis multifokal, meningismus dengan sakit kepala, muntah, dan
kaku kuduk. Gejala ini mungkin sulit dikaitkan dengan meningitis neoplastik dikarenakan
bukan merupakan temuan yang spesifik. Tanda dan gejala meningitis neoplastik dapat
dikategorikan sesuai dengan di mana penyakit tersebut bermanifestasi di dalam 3 area ana-
tomikal SSP: cerebrum (15%), saraf kranial / batang otak (35%), dan sumsum tulang belakang
(60%). Sebuah studi retrospektif terhadap 187 pasien menemukan bahwa 34% pasien
penelitian memiliki tanda di 1 area anatomis, 39% di 2 daerah anatomis, dan 25% di tiga
wilayah anatomis. Dua persen pasien penelitian tersebut tidak memiliki gambaran klinis,
walaupun penelitian lain menunjukkan bahwa persentase pasien yang tidak memiliki gejala
lebih tinggi.
Dari keseluruhan area anatomis, gejala yang paling sering adalah sakit kepala, mual, muntah,
paresis, paralisis, kebingungan, diplopia, disfungsi serebelum, dan nyeri punggung.
Cerebral Symptoms
Gejala serebral meliputi sakit kepala, pusing / ver-tigo, disorientasi, kelelahan, ketidakstabilan
berjalan, afasia, perubahan status mental, kejang (meski jarang), hemiparesis, dan mati rasa.
Dari beberapa gejala tersebut, sakit kepala adalah yang paling sering terjadi.
Gejala-gejala ini disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial dan papil edema. Sakit kepala
sering digambarkan sebagai lebih buruk saat bangun dari posisi tidur atau berbaring dan bisa
mengganggu tidur.19 Pasien lain bermanifestasi dengan adanya kejang dan perubahan status
mental. Mual dan muntah merupakan gejala yang paling sering setelah sakit kepala. Gejala-
gejala tersebut sering dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intrakranial, baik dengan atau
tanpa bukti obstruksi terhadap aliran LCS ataupun iritasi meningeal. Photophobia merupakan
gejala yang jarang. Keterlibatan glandula pituitari jarang mengakibatkan diabetes insipidus
atau panhypopituitarism.
Physical Examination
Temuan pada pemeriksaan fisik dapat menunjukkan bahwasanya ada keterlibatan multilevel
SSP dan biasanya terdiri dari tanda-tanda neurologis. Pemeriksaan neurologis dapat
menunjukkan gangguan visual atau parese nervus occulomotor, dengan nervus abducens
merupakan yang paling sering terkena diikuti oleh oculo-motor dan saraf troklear.5
Kelumpuhan nervus oculomotor menyebabkan diplopia disertai ptosis dan mydriasis,
sedangkan diplopia pada kelumpuhan nervus abdusen membuat mata dalam posisi seperti
memperhatikan saat menuruni anak tangga; Kelumpuhan nervus abducens menyebabkan
diplopia horizontal. Kelumpuhan nervus facialis dan trigeminus dapat menyebabkan
kelemahan wajah dan hypesthesia, dan keterlibatan saraf vestibular dan cochlear dapat
menyebabkan gangguan pendengaran, vertigo, dan ketidakstabilan. Kelumpuhan nervus
kranialis (IX, X, XI, XII) menyebabkan gangguan bicara dan menelan.
Pada pemeriksaan neurologis juga dapat ditemukan kelemahan pada ekstremitas, hypesthesia,
perubahan status mental (kebingungan, letargi, perubahan kepribadian), ketidakstabilan
berjalan, ataksia dan dismetria dalam tes serebelum, dan refleks tendon yang asimetris. Pada
pemeriksaan funduscopy bisa ditemukan adanya papiledema ataupun tidak. Kaku kuduk dan
adanya Lhermitte sign - meski dianggap sebagai tanda khas pada infeksi meningens– tidak
sering ditemukan.
Keadaan umum pasien penting dalam pada meningitis neoplastik. Dalam sebuah penelitian
tentang metastasis leptomeningeal dari kanker payudara dan studi tentang meningitis
neoplastik dari beberapa tumor primer yang berbeda, peneliti menemukan bahwa rata-rata skor
karnofsky adalah sekitar 70% .8,16
Differential Diagnosis
Workup
Pada pasien dengan gejala yang mengarah ke meningitis neoplastik, terutama jika tidak
terdiagnosis dengan adanya kanker, klinisi harus menelusuri riwayat medis pasien. Penyakit
yang dapat mengindikasikan infeksi endemik seperti coccidiomycosis jika pasien baru saja
melakukan perjalanan ke Amerika Serikat bagian barat daya atau Meksiko. Paparan hewan
atau arthropoda dapat menyebabkan klinisi menduga kondisi seperti penyakit Lyme atau
choromeningitis lymphocytic, dan riwayat konsumsi produk susu yang tidak disterilkan,
kontak dengan hewan ternak, atau keduanya memungkinkan menjadi brucellosis.
Keterlibatan dalam perilaku seksual yang berisiko dan penggunaan obat intra vena dapat
menyebabkan infeksi HSV tipe 2, HIV, atau sifilis, dan riwayat kontak dengan orang lain
dengan gejala atau kondisi yang mengarah ke (misalnya infeksi enterovirus, tuberkulosis) dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis banding. Daftar obat juga harus diperoleh (misalnya
obat antiinflamasi nonsteroid, imunoglobulin).
Mencermati riwayat medis mungkin mengarahkan dalam mendapatkan gejala klinis
dari suatu etiologi penyebab kelainan selain meningitis neoplastik. Pasien dengan demam yang
akut lebih mengaraqh ke meningitis bakterialis atau meningitis aseptik daripada meningitis
neoplastik. Jika gejala non-neurologis sistemik menunjukkan tidak adanya diagnosa kanker,
kemungkinan meningitis neoplastik menjadi rendah. Uveitis, iritis, atau keduanya yang diduga
sautu sarkoidosis, penyakit Behçet, atau sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (vitiligo dan poliosis
). Diabetes insipidus dan kelumpuhan nervus facial perifer juga menunjukkan gejala dari
sarkoidosis. Ulkus genitalia berulang yang terkait dengan penyakit Behçet dan kulit herpetik
dan lesi genital mungkin mendahului tanda neurologis pada meningoensefalitis herpetik. Ruam
kulit dan purpura merupakan temuan khas pada infeksi Neisseria meningitides. Infeksi Entero-
virus, infeksi HIV primer, atau sifilis dapat terjadi dengan ruam maculopapular yang menyebar.
Peradangan kelenjar ludah terlihat pada mumps, dan pembengkakan faring bersamaan dengan
luka dan encepha-lopathy adalah tanda-tanda infeksi HIV primer.
Laboratory Tests
Sitologi LCS adalah landasan diagnostik meningitis neoplastik karena memiliki
spesifisitas yang tinggi.32 Dalam kasus yang jarang terjadi, infeksi virus dapat menyebabkan
hasil positif palsu ketika pasien telah dievaluasi sebagai meningitis neoplastik akibat keganasan
hematologis. , bukan merupakan meningitis neoplastik yang berhubungan dengan tumor
padat.33 Temuan negatif pada sitologi tidak menyingkirkan meningitis neoplastik jika temuan
klinis dan pada pencitraan mengarah ke penyakit ini, namun merupakan hal tidak biasa jika
pada neoplastik meningitis didapatkan jumlah sel dan bokimia yang normal di LCS .34
Pleocytosis pada LCS telah diamati pada banyak keadaan klinis yang menyerupai meningitis
neoplastik. Dalam 1 penelitian, jumlah sel darah putih neutrofil LCS 1180 sel / μL, protein di
atas 220 mg / dL, dan glukosa di bawah 34 mg / dL menunjukkan adanya meningitis bacterial
dengan keadaan klinis yang sesuai.35 hal tersebut memungkinkan bahwa populasi sel darah
putih yang berbeda dapat mengindikasikan diagnosis tanpa menjadi ciri khas. Infeksi jamur
(misalnya nocardiosis, actinomycosis, aspergillosis), penyakit autoimun (misalnya, sistemik
lupus eritematosus), dan senyawa kimia dan obat yang menginduksi meningitis terkait dengan
sebagian besar pleositosis LCS neutrofilik.
Dalam 1 penelitian menggunakan flow cytometry immunopheno-typing untuk
menggambarkan distribusi populasi leukosit utama pada pasien dengan meningitis neoplastik,
meningitis neoplastik yang berhubungan dengan tumor padat menunjukkan pleositosis
neutrofil yang menonjol bila dibandingkan dengan meningitis neoplastik yang terkait dengan
limfoid. Jumlah limfosit pada LCS yang tinggi dapat dilihat dalam 24 jam pada infeksi
enteroviral.37 Eosinofil meningkat pada keadaan: infestasi parasit dan bakteri (misalnya
Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumoniae, Rickettsia rickettsii), keganasan
hematologis ( Leukemia limfositik akut, limfoma Hodgkin), perdarahan subarachnoid, dan
hidrosefalus obstruktif.38
Pleocytosis mononuklear dapat dilihat pada tuberkulosis, infeksi kriptokokus
(dengan jumlah sel darah putih LCS yang rendah), dan coccidiomycosis. Trauma pada lumbal
atau perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan kejang sementara dan peningkatan jumlah
sel darah putih.
LCS harus dikirim untuk pewarnaan Gram rutin, yang memiliki tingkat kepekaan dan
spesifisitas masing-masing 97% dan 80% untuk meningitis bakterialis, Kultur harus
menentukan apakah infeksi aerob, anaerob, dan fungal; Kultur darah dan sampel lainnya juga
harus dikumpulkan sesuai indikasi klinis.39 Uji yang perlu ditambahkan pada LCS yang perlu
dipertimbangkan meliputi β-D-glukan untuk Candida meningi-tis, kultur mycobacterial dengan
acid-fast bacilli smear, dan tes lainnya berdasarkan diagnosis banding (mis. , PCR), uji jamur
dan parasit (misalnya, Cryptococcus, Toxoplasma, Taenia), dan tes serologi dan deteksi
virus.40,41
Biokimia LCS juga bisa membantu. Konsentrasi laktat pada LCS dapat membedakan
bakteri dari meningitis virus dengan lebih baik daripada hitung jumlah leukosit, kadar glukosa,
dan konsentrasi protein, walaupun laktat LCS dapat meningkat pada pasien dengan penyakit
SSP lainnya.42,43 Tingkat protein dapat meningkat pada banyak penyakit menular maupun
tidak serta pada trauma lumbal dan perdarahan subarachnoid. Tingkat kreatinin kinase dan
laktat dehidrogenase (LDH) LCS juga tinggi pada meningitis pyogenic atau tubercular.44
Biasanya, kehadiran xanthochromia sama pentingnya untuk membedakan trauma tekan dari
perdarahan subarach-noid, tetapi juga dapat ditemukan pada meningitis neoplastik dari
melanoma ganas.45
Adanya Oligoclonal band mungkin mengarah pada multiple sclerosis, meskipun juga
terdapat pada kondisi lain (misalnya penyakit Lyme, penyakit autoimun, keganasan otak,
lymphoprolipeative disease).46 Protein LCS Tau dan 14-3-3 protein level dapat membantu
dalam diagnosis penyakit Creutzfeldt-Jakob.27
Deteksi antibodi terkait paraneoplastic pada serum atau LCS dapat membantu mencapai
diagnosis. Anti-Yo, anti-Hu, anti-Ri, anti-N-methyl-D-aspartate reseptor antibodi, anti-Musk,
atau antibodi terhadap reseptor asetilkolin atau voltage-gated calcium juga bisa membantu.
Tingkat glukosa LCS biasanya rendah pada meningitis neoplasma, serupa dengan
kondisi patologis lainnya (meningitis bakteri dan mycobacterial, mycoplasma dan infeksi
jamur SSP, meningoencephalitis karena gondok, infeksi enterovirus, virus limfositik cho-
riomeningitis, HSV, atau varicella Virus zoster, perdarahan sub-arachnoid, dan
neurosarcoidosis).
Meskipun tidak dianjurkan secara rutin, meningeal biopsi dapat dilakukan untuk
tujuan diagnostik jika temuan pada sitologi dan pencitraan negatif pada pasien dengan gejala
klinis yang sangat kuat.47,48 Temuan bisa berupa diagnostik, terutama jika dilakukan dari area
kontras pada Magnetic Resonance Imaging (MRI). Patologi akan menunjukkan penyebaran
makroskopis, penebalan fibrotik pada daerah otak dan sumsum tulang yang terinfeksi, serta
lapisan serabut saraf dengan jaringan tumor. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan fibrosis
lokal dengan sel tumor yang melindungi pembuluh darah dan saraf, baik sebagai satu lapisan
atau sebagai agregat.
Radiology
Diagnosis meningitis neoplastik didasarkan pada temuan gejala-gejala, sitologi LCS,
dan studi neuroimaging (mis., Gadolinium-enhanced MRI otak dan tulang belakang).
Gadolinium-enhanced MRI adalah studi pertama yang diperoleh pada pasien dengan
keganasan sistemik dan gejala neurologis. Sementara itu, meningitis neoplastik ditemukan
bersamaan dengan penyakit SSP parenkimal(38% -83%). 52
Pada banyak kasus, temuan radiologis di parenkim otak tidak sejalan dengan gejala
neurologis, sehingga pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan sitologi LCS. Pencitraan untuk
memeriksa meningitis neoplastik yaitu computed tomography (CT) dengan myelogram
Namun, sejak munculnya MRI - yang lebih sensitif daripada CT - CT hanya digunakan pada
pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap MRI.
MRI yang dilakukan untuk menyelidiki SSP untuk meningitis neoplastik harus
dilakukan secara multiplanar, yang diperoleh sebelum dan sesudah pemberian gadolinium 0,1
mmoL / kg dalam kekuatan 1,5 Tesla (gadolinium-enhanced MRI), yang lebih baik dengan
pemotongan tipis di batang otak. , Dan harus mencakup seluruh neuroaxis. Dengan urutan
meliputi contrast-enhanced fluid-attenuation inversion recovery and contrast-enhanced T1-
weighted sequences.2
Findings
Tidak semua pasien dengan meningitis neoplastik menunjukkan temuan positif.
Dalam 1 penelitian, 66% pasien dengan meningitis neoplastik menunjukkan temuan pada
MRI.14 Temuan tersebut meliputi peningkatan ependymal, leptomeningeal, dan dural.
Observasi pada cranium dapat mencakup peningkatan atau penebalan saraf kranial, metastase
superfisial kecil pada sulcus, peningkatan linier leptomening dari serebelum atau basal sisterna,
atau dilatasi ventrikel yang konsisten dengan hidrosefalus (nonobstruktif).
Pada kolom vertebral, intradural, nodular enhancement - tetapi tidak pada cauda
equina - adalah ciri khas meningitis neoplastik (Gambar 1) .53 Serabut saraf lumbal atau sakral
mungkin tampak menebal dan kelainan intramedular yang dapat terjadi. Iritasi meninges dapat
menyebabkan meningeal enhancement, jadi pungsi lumbal harus dilakukan dengan
menggunakan MRI.8
Hasil positif palsu lainnya dapat terjadi karena iskemia, infeksi, inflamasi,
perdarahan, iritan, radioterapi, kemoterapi, granuloma. , trauma, atau hipoksia (Gambar 2).
Terapi sebelumnya dengan menggunakan bevacizumab dapat mempengaruhi enhancement.3
Presentasi atipikal dalam bentuk simetris, curviliniear, lingkaran edema di sepanjang
permukaan batang otak juga telah dijelaskan.53
Hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa temuan pada MRI berbeda dengan
presentasi klinis.12 Dengan demikian, pasien yang tidak memiliki gejala atau tanda neurologis
tidak memiliki temuan radiologis (14%), sedangkan pasien dengan kelainan saraf kranial
(33%), sumsum tulang belakang 53%), kelainan serebral (66%), dan kelainan multilevel (83%)
lebih mungkin mengalami temuan pada MRI.12
MRI cenderung kurang dapat diandalkan daripada sitologi karena memiliki tingkat
spesifisitas yang tinggi namun tingkat sensitifitasnya rendah. Dengan demikian, MRI
menggunakan gadolinium-enhanced biasanya digunakan untuk mendukung diagnosis, dan
bukan digunakan sebagai satu-satunya indikator.14 Dalam 1 penelitian, 31% pasien
didiagnosis berdasarkan temuan gejala-gejala klinis dan radiologis dengan temuan sitologi
negatif.14 sebuah studi juga menunjukkan bahwa pembesaran leptomeningeal pada MRI
terbukti merupakan indikator prognosis yang buruk dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi respons terhadap kemoterapi intrathecal.
Sebuah penelitian terhadap 68 pasien dengan dugaan meningitis neoplastik dengan
tujuan membandingkan kemampuan diagnostik MRI enhanced gadolinum dengan sitologi LCS
dan menemukan bahwa tingkat sensitivitas MRI gadolinium pada penyakit meningeal
neoplastik secara signifikan lebih rendah daripada Sitologi LCS (45,5% vs 93,2%); Namun,
pada meningitis neoplastik dengan tumor padat, kedua metode tersebut memiliki tingkat
sensitivitas 84,6% . Penulis menyarankan bahwa MRI saja dapat digunakan untuk
mendiagnosis meningitis neoplastik dalam situasi ini. Pada leukemia dan limfoma, angka
tersebut secara signifikan menurun hingga 20% dan 37,6%. Selanjutnya, nilai prediksi dari
MRI dalam membedakan antara meningitis menular dan meningitis dengan keganasan
merupakan yang tertinggi pada limfoma (83,3%), tinggi pada tumor padat (72,7%), namun
rendah pada leukemia (33,3%)
Teknik MRI lainnya, seperti perfusi, dapat menambah potensi diagnosis radiografi.54
Satu kelompok menguji nilai magnetik resonansi spektroskopi untuk mendiagnosis meningitis
neoplastik, dan mereka menemukan bahwa magnetik resonansi spektroskopi lebih baik dari
sitologi LCS berdasarkan pengambilan pungsi lumbal pertama dalam mengidentifikasi
meningitis neoplastik.55,56
Lumbar Puncture
Sitologi: Uji diagnostik standar untuk meningitis neoplastik merupakan identifikasi
sitologis sel ganas di LCS. MRI tampaknya sensitif untuk mendeteksi endapan metastasis di
sepanjang neuroaxis. Namun, metastase pada tingkat mikroskopis merupakan hal yang tidak
dapat dijangkau oleh resolusi pada MRI, yang mungkin menjelaskan mengapa MRI kurang
sensitif dalam mendeteksi neoplastik men-ingitis daripada sitologi LCS.62
Sel ganas tidak terdeteksi pada sepertiga pasien yang memiliki bukti klinis atau
radiografi meningitis neoplastik.62 Novel assays sedang diuji untuk dapat meningkatkan
identifikasi dini sel ganas di LCS.63-65 Sampai saat itu, diagnosis umumnya dilakukan setelah
terdapat manifestasi neurologis, yang mana dapat berdampak fatal pada banyak pasien.5 Bila
gejala terjadi, sebagian besar tumor telah menyebar luas melalui meninges.
Temuan positif pada sitologi LCS memerlukan sampling dan pengolahan yang
optimal. Sel ganas dapat ditemukan pada sampel pungsi lumbal awal pada 50% sampai 70%
pasien dan hampir di semua kasus setelah 3 kali percobaan.32
Melakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan LCS diulang sampai mendapatkan hasil yang
positif jika pada pasien tidak terdapat hidrosepalus obstruktif.
Dalam penanganan hydrocephalus, pungsi lumbal dapat dilakukan dan diindikasikan untuk
pengalihan LCS melalui tusukan lumbal atau ventrikulostomi .
Kontradiksi pada tusukan lumbal meliputi diatesis pendarahan, infeksi kulit di lokasi tusukan,
dan kelainan bentuk tulang belakang (skoliosis atau kyphosis) .66 Prosedur ini hanya boleh
dilakukan oleh dokter berpengalaman.66
MRI dengan Gadolinium enhanced pada area yang memiliki gejala klinis harus
didahului oleh pungsi lumbal, karena yang terakhir dapat menyebabkan hasil positif palsu pada
MRI. Sitologi LCS yang diperoleh dengan pungsi lumbar lebih mungkin positif daripada LCS
yang diperoleh dengan menggunakan kateter ventrikel jika ada gejala terkait spinal cord dan
sebaliknya jika ada gejala terkait cranium. 67
Pungsi lumbal secara berkala direkomendasikan untuk tindak lanjut pasien dengan meningitis
neo-plastik, bahkan pada mereka yang dengan kateter ventrikel, karena hasil sitologi memiliki
tingkat hasil negatif palsu yang tinggi saat digunakannya sampel yang diambil dari kateter
ventrikular.32,67
Hal yang penting untuk dievaluasi adalah laboratorium LCS meliputi jumlah sel dan,
sitologi, protein, dan glukosa (Tabel 2). Pada pasien yang memiliki tumor solid primer,
ditemukannya sel maligna di LCS adalah bukti adanya metastasis leptomeningeal. Pada kira-
kira 50% pasien dengan leptomeningeal metastasis tekanan pada LCS akan meningkat.68
Demikian pula, pada kebanyakan pasien dengan metastasis leptomeningeal akan didapatkan
peningkatan kadar protein dan peningkatan jumlah sel LCS.68
Tingkat glukosa LCS rendah (hipoglikorria) terjadi pada 30% pasien dengan metastase
leptomeningeal.68 Namun, temuan LCS abnormal ini bukan merupakan hal yang spesifik dan
mungkin ada pada berbagai gangguan lainnya.
Sel karsinoma di LCS dapat terdiagnostik, kecuali jika hasilnya menunjukkan positif
palsu pada pasien yang memiliki limfosit reaktif (yang sulit dibedakan dari sel limfomatosa
ganas) karena proses infeksius atau inflamasi di LCS.
Namun, temuan negatif pada sitologi tidak mengesampingkan diagnosis, karena 30% pasien
dengan penyakit leptomeningeal memiliki hasil sitologi negatif pada sampel pertama yang
diperoleh melalui pungsi lumbal.32 Persentase ini menurun menjadi 15% setelah 2 kali pungsi
lumbal dengan volume yang tinggi dan kemudian 10% setelah 3 tusukan lumbal.32
Temuan sitologi lebih cenderung positif pada pasien dengan keterlibatan
leptomeningeal yang luas daripada pada pasien dengan keterlibatan fokal karena LCS yang
diperoleh dari lokasi yang jauh ke lesi kurang memungkinkan untuk menghasilkan temuan
positif pada sitologi.32 Penyebab lain dari temuan negatif palsu adalah hasil dari pengambilan
sampel yang tidak adekuat (<10,5 mL LCS) dan pemrosesan sampel yang terlambat. Pleositosis
LCS dan peningkatan protein bukan merupakan indikasi diagnosis, sedangkan kadar glukosa
yang rendah biasanya terlihat pada meningitis neoplastik (transpor glukosa yang abnormal)
atau infeksi (peningkatan penggunaan glukosa). Jumlah limfosit meningkat di lebih dari 50%
pada pasien dengan meningitis neoplastik, dan jumlah eosinofil pada pasien dengan bukti klinis
meningitis neoplastik mengarah kepada bahwa pada infiltrasi limfoma, walaupun eosinofilia
juga juga merupakan kondisi lain yang harus masuk dalam diagnosis banding.69
Xanthochromia dapat terjadi akibat perdarahan leptomeningeal dan lebih sering terlihat pada
meningitis neoplastik yang berasal dari mela-noma.45 Beberapa seri telah menunjukkan
bahwa, dalam beberapa kasus, pengambilan sampel LCS serial melalui pungsi lumbal atau
sampling dari tindakan alternatif lain (misalnya, cisternal, ventrikel) diperlukan untuk
mendeteksi adanya sel ganas.11,67,70,71 Konsentrasi LDH meningkat pada kasus stroke,
meningitis bakteri, pleositosis LCS, cedera kepala, tumor primer LCS, dan beberapa
metastasis.44,72
Level LDH juga meningkat pada 80% meningitis neoplastik; Oleh karena itu, obat
ini berguna untuk konfirmasi diagnosis.72 LDH isoenzim level meningkat pada meningitis
neoplastik dari tumor primer dan melanoma payudara atau paru-paru, serta meningitis bakteri,
meskipun mereka dapat menunjukkan hasil normal bahkan ketika temuan sitologi positif. 73
Feritin level sensitif terhadap perubahan inflamasi pada LCS, namun nonspesifik untuk
meningitis neoplasma dini, sedangkan level alkalin fosfatase LCS dapat meningkat pada
meningitis neoplastik akibat tumor primer paru. 70,74,75
Flow Cytometry
Tambahan lain yang berguna untuk sitologi LCS adalah flow cytometry, pengukuran
imunofenotip, fluorescense in situ hybridization, analisis kromosom, dan studi
imunohistokimia sel tumor. Kebutuhan diagnostik yang mendasari studi semacam itu
bergantung pada keganasan sistemik yang mendasarinya. Sebagai contoh, limfosit dalam LCS
mungkin tidak dapat diidentifikasi sebagai malignansi oleh ahli sitopatologi, namun
demonstrasi analisis antibodi monoklonal (λ- or κ-light chain–directed mono-clonal antibody
analysis), B-cell lineage, atau kelainan kromosom yang spesifik dapat membedakan leukemia
atau meningitis limfomatosa dari populasi sel normal atau populasi T cell reaktif ; Namun,
penelitian tambahan diperlukan. Glial fibrillary acidic protein yang dinilai berdasarkan
imunohistokimia di LCS dapat memfasilitasi identifikasi sel glial ganas.1,63-65,97
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sensitifitas Flow cytometry beberapa
kali lipat lebih tinggi daripada sitologi untuk mendeteksi leukemia LCS atau lymphoma.98,99
Flow cytometry memungkinkan untuk deteksi awal meningitis neoplastik sebelum onset dari
gejala klinis dan pleositosis LCS; Oleh karena itu, penggunaannya merupakan yang lebih
efektif. Pasien dengan temuan negatif pada sitologi namun temuan positif pada flow cytometry
biasanya sering dengan gejala asimtomatik dan memiliki jumlah sel LCS yang rendah dan
mengandung lebih sedikit sel B neoplastik bila dibandingkan dengan pasien yang temuan
sitologi positif.100 Konsensus masa depan mengenai panel antibodi standar untuk flow
cytometry kemungkinan akan membantu deteksi dini meningitis neoplastik dan akan
membantu penerapan klinisnya yang lebih luas.1,63-65
Kelompok peneliti lain mempelajari pasien dengan kanker sel epitel untuk
mengeksplorasi bagaimana immunophenotypingy berkontribusi pada di-agnosis dan prognosis
meningitis neoplastik.101 Sampel LCS dari pasien yang didiagnosis dengan meningitis
neoplasma dipelajari dengan menggunakan flow cytometry immunophenotyping. Ekspresi
EpCAM digunakan untuk mengidentifikasi sel epitel.
Nilai prognostik immunophenotyping flow cytometry dievaluasi pada 72 pasien yang
didiagnosis dengan meningitis neoplastik dan memenuhi syarat untuk terapi.101 Dibandingkan
dengan sitologi, flow cytometry memiliki sensitivitas dan nilai prediksi negatif yang lebih besar
(masing-masing 80% vs 50% dan 69% vs 52%,), namun spesifisitasnya lebih rendah dan nilai
prediktif positif (masing-masing 84% vs 100% dan 90% vs 100%) .101
Analisis multivariat menunjukkan bahwa persentase sel positif EpCAM LCS memprediksi
peningkatan risiko Kematian.101 Nilai cut-off 8% sel positif EpCAM di LCS membedakan 2
kelompok pasien dengan perbedaan signifikan secara statistik terhadap kelangsungan hidup
secara keseluruhan (P = .018) .101 Nilai cut-off ini mempertahankan signifikansi statistiknya
terlepas dari jumlah sel LCS absolut.
Dalam studi lain, flow cytometry berbasis EpCAM menunjukkan 100% sensitivitas
dan tingkat 100% spesifisitas dalam mendeteksi meningitis neoplastik dibandingkan dengan
61,5% tingkat sensitivitas untuk sitologi.102 Meskipun penelitian ini dibatasi oleh sedikitnya
jumlah sampel (n = 29), hasilnya menunjukkan bahwa flow cytometry memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk mendiagnosis meningitis neoplastik.102
Namun, peringatan dalam penggunaan flow cytometry pada sampel LCS adalah
jumlah sel yang rendah dan lingkungan sel menjadi tidak optimal, yang berarti bahwa sel-sel
kanker mengalami degenerasi setelah pemindahan in situ dan bahkan lebih lagi bila dilakukan
disentrifugasi berulang. Potensi signifikan lainnya dari flow cytometry mencakup tingkat hasil
false positif yang tinggi pada jumlah sel yang rendah (<25 sel / μL) dan ketidakmampuan untuk
memberikan data diferensial (diferensiasi yang buruk antara monosit dan eosinofil dan
ketidakmampuan untuk dideteksi sel mitosis dan sel neoplastik) .103,104
Dengan demikian, penggunaan klinis flow cytometry untuk mendeteksi sel neoplastik di LCS
dibatasi oleh variasi peralatan dan metode. Penerapan protokol standar di laboratorium klinis
akan diperlukan sebelum flow cytometry dapat diterapkan secara rutin dalam praktik klinis
melalui sitologi konvensional.101
Conclusions
Dalam banyak kasus, meningitis neoplastik muncul dengan berbagai gejala
neurologis yang tidak selalu berada pada satu area dari sistem saraf pusat. Meskipun penyakit
ini harus dibedakan dari sindrom paraneoplastik dan infeksius, diagnosis tidak sulit untuk
diidentifikasi pada pasien dengan keganasan lanjut. Namun, diagnosis pasti menjadi sulit
dipahami, dikarenakan temuan radiologis dan sitologis dari cairan serebrospinal mungkin tidak
menghasilkan bukti meningitis neoplastik yang memadai. Kegigihan dari pihak dokter
diperlukan sehingga diagnosis dapat dilakukan dan terapi dapat dimulai. Kompleksitas
penetapan diagnosis tidak dapat diabaikan, karena beberapa hasil negatif palsu pada sitologi
dan imaging mungkin tidak dapat menyingkirkan suatu meningitis neoplastik. Dengan
demikian, diagnosis mungkin tergantung pada penilaian dan pengalaman klinis.6 Untuk
membantu diagnosis, teknik yang lebih baru sedang diselidiki untuk memfasilitasi proses
diagnostik.