LAPORAN KASUS
1.2. Anamnesis
a. Keluhan utama :
Nyeri di pinggang kiri sejak 1 bulan SMRS
e. Riwayat kebiasaan
Alkohol (+)
Merokok (+)
Makan Pinang (+)
Status Generalis :
K/L : CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P>KGB (-)
Thorax : Simetris, ikut gerak napas, SN ves (+/+)
BJ I,II reguler
Abdomen : Simetris, jejas (-), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”
Status Urologis:
Regio Flank : Sinistra
I : Jejas (-/-)
P : Nyeri tekan ballottement (-/+)
P : Nyeri ketuk/CVA (+)
A : Tidak dilakukan evaluasi
Regio Suprapubik
I : Tidak terpasang DC
P : Supel
P : Tympani
A : Bising usus (+)
Ditemukan Batu Ginjal di bagian kiri dekat pelvis. Diketahui letak ginjal
kiri yang abnormal yaitu di L3 yang biasanya disebut ektopik kidney
yang berbentuk seperti sepatu kuda atau ginjal pelvis.
Hematologi
1.6. Perencanaan
Penatalaksanaan pembedahan yang dilakukan adalah Pyelolitotomi.
1.8. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Hari/Tanggal SOA P
A : - Striktur uretra
25/09/2018 S : Keluhan (-) P:
O : KU: Baik Kes: CM - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
TD: 120/70 mmHg - Inj. Ceftriaxone 2x 1
N : 72x/menit amp
RR : 20x/menit
SpO2 : 98 %
SB : 36,8 º C
Status generalis : Dalam
batas normal
Status lokalis : Terpasang
Cystotomy percutaneus,
produksi = 3500 cc
A : - Strikur uretra
2.2 Definisi
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis
korpus spongiosum.1
2.3 Etiologi
Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada
uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan
striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah
menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang
jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas
uretritis. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan
instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.1.3
Gambar 3. Letak striktur uretra memberikan petunjuk penyebab
terjadinya striktur uretra
2.4 Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks
pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi
urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di
sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian
pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadan tertentu dijumpai
banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.1
2.5 Derajat Penyempitan Uretra
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra
dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat:
1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras
di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.1
3. Ureteroskopi
Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui
uretroskopi yaitu melihat striktur transuretra. Jika ditemukan striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
4. Uroflometri
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur
dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya
pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan
pada saat miksi d ibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria
normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik
menandakan ada obstruksi.1.4
2.8. Tatalaksana
Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat
pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika
dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah:
1. Businasi (dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan
periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis
bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai
dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari
logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah
pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan
glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan
antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang
untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah
dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam
uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat
melewati striktur tersebut . Kemudian lanjutkan dengan dilatasi
menggunakan bougie lurus.
Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat.
Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route).1.9
2. Uretrotomi interna
Uretrotomi interna yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan
pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan
striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi
juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah
striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan
panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama
2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol
tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan
tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan
bouginasi. 1,4,10,11
3. Uretrotomi eksterna
Adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih
sehat.1.3 Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis
kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang
masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1
cm.
Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan
fibrotik.
Stadium I : daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit
jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi.
Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7
hari.
Stadium II : beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.1,4,12
4. Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2
cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya. 1,4,12
2.9. Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan
sembuh jika setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan
tanda-tanda kekambuhan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus Tn. AA datang dengan keluhan tidak dapat BAK. Pasien
mengaku pernah mengalami hal serupa pada tahun 2015 dan sudah dilakukan
operasi. Sekitar kurang lebih 1 tahun setelah operasi pasien mengaku pada saat
berkemih pancaran kencing mulai melemah dan terasa nyeri saat berkemih. Dan
pada 3 bulan terakhir pancaran kencing menjadi semakin lemah dan dan 1 minggu
SMRS pasien tidak dapat BAK. Penegakkan diagnosis striktur uretra diketahui
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari
anamnesis didapatkan pada pasien pada awalnya pancaran kencing melemah,
nyeri saat berkemih dan lama kelamaan pasien tidak dapat BAK serta pasien
riwayat penyakit striktur uretra. Hal ini sesuai dengan literatur dimana gejala
klinis yang muncul pada penyakit striktur uretra adalah pancaran air seni lemah,
pancaran air seni bercabang, Urgensi, dysuria dan hematuria, terkadang dengan
infiltrat dan abses,retensio urin dan nyeri pada daerah pelvis dalam kasus ini
pasien mengalami pancaran air seni lemah dan retensi urin dan tidak dapat BAK
pada 1 minggu SMRS.Dan juga dalam literatur dikatakan bahwa striktur uretra
dapat kambuh kembali hal ini sesuai pada kasus karena pasien pernah menderita
striktur uretra dan sudah dioperasi pada tahun 2015.
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik dilakukan Inspeksi : dilihat meatus
eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistel di daerah penis, skrotum,
perineum, suprapubik , ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra
eksterna. Palpasi : ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra
eksterna.Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin. Hal ini sesuai dengan kasus Tn AA dimana
setelah pasien dilakukan sistotomi untuk mengeluarkan urin.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
radiologi, uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri yang bertujuan untuk
mengetahui panjang dan lokasi dari striktur. Pada kasus dilakukan pemeriksaan
uretrosistografi dan ditemukan penyempitan pada pars bulbosa. Manajemen
pasien striktur tergantung dari lokasi striktur, panjang / pendek striktur, dan
kedaruratannya. Jenis-jenis intervensi untuk menyembuhkan striktur uretra adalah
dilatasi uretra, uretrotomi interna, uretroplasti. Dan pada kasus tindakan yang
dilakukan adalah uretrotomi interna dimana Indikasinya adalah striktur uretra
anterior atau posterior hal ini sesuai dengan kasus karna sitruktur terjadi dibagian
anterior.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum. Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma
pada uretra, dan kelainan bawaan. Diagnosis striktur uretra diketahui
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan gejala, seperti : aliran urin berkurang atau tidak,
pancaran air kencing kecil, bercabang, ada perasaan tidak puas setelah
berkemih, frekuensi berkemih lebih dari normal, tidak dapat menahan
keinginan untuk berkemih, sakit dan nyeri saat berkemih, retensi urin, nyeri
pada daerah pelvic. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan
palpasi. Inspeksi daerah meatus uretra eksterna, lihat pembengkakan atau
fistel di sekitar area genitalia, kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di
ventral penis, rasakan ada jaringan parut atau nanah. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi,
uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri.
Jika pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat
pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika
dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah businasi
(dilatasi), uretrotomi interna, uretrotomi eksterna, dan uretroplasty .
4.2. Saran
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari laporan
kasus ini sehingga dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan
tambahan.
2. Kerjasama antar keluarga dan pasien perlu ditingkatkan untuk membantu
proses penyembuhan pasien. Diupayakan agar meminum obat dan
kontrol rutin, serta mematuhi saran dari dokter yang merawat.
DAFTAR PUSTAKA