Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. ES
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Tanggal Lahir : 25 Agustus 1983
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Dok V bawah
Agama : Kristen Protestan
Suku : Biak
Nomor Rekam Medik : 44 21 52

1.2. Anamnesis
a. Keluhan utama :
Nyeri di pinggang kiri sejak 1 bulan SMRS

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Biak utara, datang dengan
keluhan nyeri di pinggang kiri sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke paha, dan perut bagian kiri
bawah. Nyeri dirasakan makin berat terutama saat beraktifitas sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri saat buang air kecil disangkal,
buang air kecil berdarah disangkal, buang air kecil berpasir disangkal, mual
muntah disangkal. Penderita lalu berobat ke dokter umum namun keluhan
dirasakan tidak hilang.

c. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat trauma yang mencederai abdomen disangkal
Riwayat terkena batu saluran kemih disangkal
Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal
d. Riwayat keluarga
Pada keluarga pasien juga tidak ditemukan riwayat penyakit yang sama
dengan pasien saat ini dan juga tidak ditemukan riwayat tekanan darah
tinggi maupun riwayat kencing manis, asma, jantung dan ginjal.

e. Riwayat kebiasaan
Alkohol (+)
Merokok (+)
Makan Pinang (+)

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampat sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Indeks Massa Tubuh : 19,3 kg/m2
TTV :
1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2) Frekuensi Nadi : 88 x/menit
3) Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
4) Temperatur tubuh : 36,7 º C
5) SpO2 : 98%

Status Generalis :
K/L : CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P>KGB (-)
Thorax : Simetris, ikut gerak napas, SN ves (+/+)
BJ I,II reguler
Abdomen : Simetris, jejas (-), supel, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

Status Urologis:
Regio Flank : Sinistra
I : Jejas (-/-)
P : Nyeri tekan ballottement (-/+)
P : Nyeri ketuk/CVA (+)
A : Tidak dilakukan evaluasi

Regio Suprapubik
I : Tidak terpasang DC
P : Supel
P : Tympani
A : Bising usus (+)

Regio Genitalia Eksterna


Penis : I : Jejas (-)
P: Tidak didapatkan kelainan
Skrotum
I : Jejas (-)
P: Teraba testis 2 buah, ukuran sama besar, nyeri (-)

1.4. Pemeriksaan Penunjang


 Foto BNO polos (8 Oktober 2018)

Ditemukan Batu Ginjal di bagian kiri dekat pelvis. Diketahui letak ginjal
kiri yang abnormal yaitu di L3 yang biasanya disebut ektopik kidney
yang berbentuk seperti sepatu kuda atau ginjal pelvis.

 CT scan Abdomen Tractus Urinarius tanpa kontras (6 November 2018)

Kesan : Gambar Batu Ginjal kiri berukuran 2,5 x 5cm dengan


hydronephrosis kiri sesuai ukuran batu sampai ke posisi pelvis renalis
sinistra.
 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (26 September 2018)

PARAMETERS NILAI RUJUKAN

Hematologi

HGB 13,7 [g/dL] L 13,3 - 16,6


P 11,0 - 14,7
RBC 4,89 [10^6/uL] 3,69 - 5,46
HCT 40,5 [%] L 41,3 - 52,1
P 35,2 - 46,7
WBC 8,19 [10^3/uL] 3,37 - 8,38
Trombosit 254 [10^3/uL] 140 - 400
Koagulasi
PT 10,8 Detik 10,2 – 12,1
APTT 25,9 Detik 24,6 – 34,4
Kimia Darah
GDS 127 Mg/dL <= 140
SGOT 22,6 U/L <= 40
SGPT 33,9 U/L <= 41
Albumin 4,2 g/dL 3,5 – 5,2
BUN 3,0 Mg/dL 7 – 18
Creatinin 0,21 Mg/dL <= 0,95

1.5. Diagnosa Kerja


Nephrolithiasis Sinistra dan Ektopik Kidney Sinistra

1.6. Perencanaan
Penatalaksanaan pembedahan yang dilakukan adalah Pyelolitotomi.

1.7. Laporan Operasi


Tanggal operasi : 23 November 2018
Jam mulai : 11:22 Jam selesai : 12:25 Durasi operasi
: 65 menit
Nama : Tn. ES Umur : 35 tahun
Nama Pembedah : dr. Bacilius A. Priyosantoso, Sp.U
Nama Ahli Anastesi : dr. Albinus Cobis, Sp.An
Diagnosis Pra Bedah : Batu Ginjal Sinistra + Ektopik Kidney Sinistra
Diagnosis Pasca Bedah : Batu Ginjal Sinistra + Ektopik Kidney Sinistra
Indikasi Operasi :
Nama Operasi : Pyelolitotomi
Laporan Operasi:
- Ditemukan batu Strghaen ginjal sinistra
- Pasien posisi supine dalam GA
- A dan antiseptik daerah operasi
- Dilakukan insisi high Gibson sinistra, perdalam sampai dengan rongga
pefuperifer
- Setelah
- Identifikasi pyelum ginjal sinistra
- Dilakukan insisi pyelum fekstruksi batu
- Dilakukan Sondase ke distal
- Dilakukan insisi NGT 8 jam + fiksasi
- Jahit pyelum
- Rawat produksi
- Jahit Luka operasi
- Operasi selesai

1.8. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

3.9 Follow up pasien

Hari/Tanggal SOA P

24/11/2018 S : Tidsk bias BAK P:


O : KU : Baik Kes : CM - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
TD: 110/70 mmHg - Inj. Ceftriaxone 2x1 g
N : 86x/menit - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
RR : 24x/menit - Vit K 3 x 1 amp
SpO2 : 98 % - Pasang pungsi
SB : 36,9 º C suprapubik

A : - Striktur uretra
25/09/2018 S : Keluhan (-) P:
O : KU: Baik Kes: CM - IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
TD: 120/70 mmHg - Inj. Ceftriaxone 2x 1
N : 72x/menit amp
RR : 20x/menit
SpO2 : 98 %
SB : 36,8 º C
Status generalis : Dalam
batas normal
Status lokalis : Terpasang
Cystotomy percutaneus,
produksi = 3500 cc
A : - Strikur uretra

22/07/2018 S : Keluhan (-) P:


O : Ku : baik Kes : CM - Aff. infus
Status generalis : dalam batas - Ciprofloxacin 2 x 300 mg
normal - Asam mefenamat 3 x
Status lokalis : terpasang 500mg
cateter cystotomy - Uretrografi retrograde
percutaneus, produksi urin (+) (selasa)
A : - striktur uretra

23/07/2018 S : Keluhan (-) P:


O : Ku : baik Kes : CM - Ciprofloxacin 2 x 300 mg
Status generalis : dalam batas - Asam mefenamat 3 x
normal 500mg
Status lokalis : terpasang - Uretrografi retrograde
cateter cystotomy percutaneus (selasa)
A : - Striktur uretra
24/07/2018 S : Keluhan (-) P:
O : Ku : baik Kes : CM - Aff. infus
Status generalis : dalam batas - Ciprofloxacin 2 x 300 mg
normal - Asam mefenamat 3 x
Status lokalis : terpasang 500mg
cateter cystotomy percutaneus - Kalnex 3x 2 amp
A : - Striktur uretra - Vit K 3x1 amp
- Uretrografi retrograde
(besok)
25/09/2018 S : Keluar darah dari selang P :
cystotomy - Ciprofloxacin 2 x 500 mg
O : Ku : baik Kes : CM - Asam mefenamat 3 x
TD: 110/70 mmHg 500mg
N : 88x/menit - Kalnex 3x500mg
RR : 20x/menit - Vit K 3 x 1
SpO2 : 98 % - Lactulosa 3x II cth
SB : 36,8 º C - Uretrografi retrograde
Status generalis : dalam batas (siang ini)
normal
Status lokalis : terpasang
cateter cystotomy percutaneus
A : - Striktur uretra
26-09-2018 S : Keluar darah dari selang P :
cystotomy - Ciprofloxacin 2 x 500 mg
O : Ku : baik Kes : CM - Asam mefenamat 3 x 500mg
TD: 120/70 mmHg - Kalnex 3x500mg
N : 64x/menit - Vit K 3 x 1
RR : 21x/menit - R/ operasi jumat
SpO2 : 99 % - Cek LAB, Ko. anestesi
SB : 36,6 º C
Status generalis : dalam batas
normal
Status lokalis : terpasang
cateter cystotomy percutaneus
A : - Striktur uretra

27-09-2018 S : Keluhan (-) P:


O : Ku : baik Kes : CM - R/ operasi besok
TD: 110/70 mmHg - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
N : 82x/menit - Cefuroxime 2 x 750mg
RR : 18x/menit - SIO
SpO2 : 98 % - Puasa
SB : 36,6 º C - Persiapan darah 1 kolf
Status generalis : dalam batas - Ko. anestesi
normal
Status lokalis : terpasang
cateter cystotomy
percutaneus, produksi urin (+)
A : - Striktur uretra
28-09-18 S : Keluhan (-) P:
O : Ku : baik Kes : CM - R/ Operasi
TD: 120/90 mmHg - SIO
N : 88x/menit - Puasa
RR : 20x/menit - Persiapan :
SpO2 : 94 % IVFD NaCl 20 tpm
SB : 36,8 º C Cefuroxime 2 x 7450 mg
Status generalis : dalam batas Persiapan darah 1 kolf
normal
Status lokalis : terpasang
cateter cystotomy
percutaneus, produksi urin (+)
A : - Striktur uretra
29-09-18 S : Keluhan (-) P:
O : Ku : baik Kes : CM - R/ BPL
Status generalis : dalam batas - Cefixime 2 x 200mg
normal - Na diclofenat 2 x 25 mg
A : - Striktur uretra - Aff cystostomy
percutaneus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uretra


Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi.1 Secara anatomis uretra pria dikelompokkan ke
dalam uretra anterior (bulbopendulosa) dan uretra posterior (uretra prostato
membranosa). Uretra berfungsi sebagai suatu konduit untuk urin dan
semen.2 Uretra anterior ditutup jaringan erektil korpus spongiosum. Uretra
anterior menembus diafragma urogenitalia untuk masuk ke dalam kavum
pelvik sebagai uretra prostato-membranosa. Karena tepi melekta dengan
membrana perineal, bagian uretra ini mudah mengalami ruptur terutama
pada fraktur tulang pelvik. Panjang uretra pria adalah sekitar 23 -25 cm.
Seluruh uretra disuplai oleh arteri pudenda interna. Vena – vena bermuara
ke dalam pleksus Sartorini di sekitar leher buli dan prostat. Uretra wanita
pendek, hanya mengalirkan urin dan tidak rentan mengalami trauma.2
Bagian tersempit uretra pria adalah meatus uretra.Uretra prostatika
mempunyai dua sfingter pada masing – masing ujungnya. Sfingter uretra
interna pada perbatasan buli –buli dan uretra yang tersusun atas serabut
otot polos. Sfingter uretra interna dipersarafi oleh sistem simpatetik
sehingga saat buli – buli penuh sfingter ini terbuka. Sfingter uretra
eksterna adalah rhabdosfingter, panjangnya sekitar 2 cm, terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior dan mengelilingi uretra
membranosa. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter uretra ini dapat
diperintah sesuai sesuai dengan keinginan seseorang.2
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars
membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari
verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens
yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam
duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.1

Gambar 1. Anatomi Uretra

Gambar 2. A. Pembagian Uretra Pria, B. Uretra Prostatika

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus


spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars
pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam
lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi
dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam
diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar
Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis. 1
Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm.
Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina.
Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar
Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra
eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna
2adan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap
berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika
tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot
detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.1

2.2 Definisi
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis
korpus spongiosum.1

2.3 Etiologi
Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada
uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan
striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah
menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang
jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas
uretritis. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan
instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.1.3
Gambar 3. Letak striktur uretra memberikan petunjuk penyebab
terjadinya striktur uretra

2.4 Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks
pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi
urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di
sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian
pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadan tertentu dijumpai
banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.1
2.5 Derajat Penyempitan Uretra
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra
dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat:
1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras
di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.1

Gambar 4. Derajat penyempitan lumen (striktur uretra)

2.6 Gejala Klinik 4.5.6.7


1. Pancaran air seni lemah
2. Pancaran air seni bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya
besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka
pancarannya akan jadi turbulen.
3. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila buang air kecil lebih sering dari normal,
yaitu lebih dari tujuh kali / hari. Apabila sering buang air kecil di
malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari,
buang air kecil lebih dari satu kali, dan keinginan buang air kecil itu
sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya
4. Urgensi
5. Dysuria dan hematuria
6. Terkadang dengan infiltrat dan abses
7. Gejala lanjut adalah retensio urin
2.7 Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mencari gejala dan tanda dari striktur uretra
juga untuk mencari penyebab striktur uretra.
1. Berkurangnya aliran urin
2. Ketegangan saat berkemih
3. Pancaran air kencing kecil dan bercabang
4. Perasaan tidak puas setelah berkemih
5. Frekuensi berkemih lebih dari normal
6. Tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih
7. Terkadang sakit dan nyeri saat berkemih
8. Kadang dijumpai infiltrate, abses dan fistel
9. Retensi urin
10. Nyeri pada daerah pelvic

2.7.2. Pemeriksaan Fisik8


Pada pemeriksaan fisik, bertujuan untuk mengecek keadaan penderita
juga Inspeksi : dilihat meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta
fistel di daerah penis, skrotum, perineum, suprapubik , ada darah atau tidak
yang keluar dari ostium uretra eksterna. Palpasi : ada darah atau tidak yang
keluar dari ostium uretra eksterna. Dapat juga pada pemeriksaan fisik
ditemukan :
1. Penurunan aliran urin
2. Pembesaran kandung kemih
3. Pembesaran limphonodus pada daerah inguinal
4. Pembesaran prostat
5. Permukaan bawah penis menjadi keras

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Periksa urin dan melakukan pemeriksaan urin kultur untuk melihat
adanya nfeksi. Ureum kreatinin untuk melihat faal ginjal.
2. Radiologi
Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra
dibuat foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura
adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra.

Gambar 2.5. Ureterogram Normal : Penyempitan pada uretra


bagian posterior dan uretra prostatika adalah normal.

3. Ureteroskopi
Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui
uretroskopi yaitu melihat striktur transuretra. Jika ditemukan striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

4. Uroflometri
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur
dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya
pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan
pada saat miksi d ibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria
normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik
menandakan ada obstruksi.1.4
2.8. Tatalaksana
Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat
pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika
dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah:
1. Businasi (dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan
periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis
bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai
dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari
logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah
pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan
glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan
antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang
untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah
dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam
uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat
melewati striktur tersebut . Kemudian lanjutkan dengan dilatasi
menggunakan bougie lurus.
Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat.
Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route).1.9

2. Uretrotomi interna
Uretrotomi interna yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan
pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan
striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi
juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah
striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan
panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama
2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol
tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan
tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan
bouginasi. 1,4,10,11

3. Uretrotomi eksterna
Adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih
sehat.1.3 Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis
kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang
masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1
cm.
Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan
fibrotik.
Stadium I : daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit
jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi.
Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7
hari.
Stadium II : beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.1,4,12
4. Uretroplasty
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2
cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya. 1,4,12

2.9. Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan
sembuh jika setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan
tanda-tanda kekambuhan.
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus Tn. AA datang dengan keluhan tidak dapat BAK. Pasien
mengaku pernah mengalami hal serupa pada tahun 2015 dan sudah dilakukan
operasi. Sekitar kurang lebih 1 tahun setelah operasi pasien mengaku pada saat
berkemih pancaran kencing mulai melemah dan terasa nyeri saat berkemih. Dan
pada 3 bulan terakhir pancaran kencing menjadi semakin lemah dan dan 1 minggu
SMRS pasien tidak dapat BAK. Penegakkan diagnosis striktur uretra diketahui
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari
anamnesis didapatkan pada pasien pada awalnya pancaran kencing melemah,
nyeri saat berkemih dan lama kelamaan pasien tidak dapat BAK serta pasien
riwayat penyakit striktur uretra. Hal ini sesuai dengan literatur dimana gejala
klinis yang muncul pada penyakit striktur uretra adalah pancaran air seni lemah,
pancaran air seni bercabang, Urgensi, dysuria dan hematuria, terkadang dengan
infiltrat dan abses,retensio urin dan nyeri pada daerah pelvis dalam kasus ini
pasien mengalami pancaran air seni lemah dan retensi urin dan tidak dapat BAK
pada 1 minggu SMRS.Dan juga dalam literatur dikatakan bahwa striktur uretra
dapat kambuh kembali hal ini sesuai pada kasus karena pasien pernah menderita
striktur uretra dan sudah dioperasi pada tahun 2015.
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik dilakukan Inspeksi : dilihat meatus
eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistel di daerah penis, skrotum,
perineum, suprapubik , ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra
eksterna. Palpasi : ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra
eksterna.Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin. Hal ini sesuai dengan kasus Tn AA dimana
setelah pasien dilakukan sistotomi untuk mengeluarkan urin.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
radiologi, uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri yang bertujuan untuk
mengetahui panjang dan lokasi dari striktur. Pada kasus dilakukan pemeriksaan
uretrosistografi dan ditemukan penyempitan pada pars bulbosa. Manajemen
pasien striktur tergantung dari lokasi striktur, panjang / pendek striktur, dan
kedaruratannya. Jenis-jenis intervensi untuk menyembuhkan striktur uretra adalah
dilatasi uretra, uretrotomi interna, uretroplasti. Dan pada kasus tindakan yang
dilakukan adalah uretrotomi interna dimana Indikasinya adalah striktur uretra
anterior atau posterior hal ini sesuai dengan kasus karna sitruktur terjadi dibagian
anterior.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum. Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma
pada uretra, dan kelainan bawaan. Diagnosis striktur uretra diketahui
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan gejala, seperti : aliran urin berkurang atau tidak,
pancaran air kencing kecil, bercabang, ada perasaan tidak puas setelah
berkemih, frekuensi berkemih lebih dari normal, tidak dapat menahan
keinginan untuk berkemih, sakit dan nyeri saat berkemih, retensi urin, nyeri
pada daerah pelvic. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan
palpasi. Inspeksi daerah meatus uretra eksterna, lihat pembengkakan atau
fistel di sekitar area genitalia, kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di
ventral penis, rasakan ada jaringan parut atau nanah. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi,
uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri.
Jika pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat
pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika
dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah businasi
(dilatasi), uretrotomi interna, uretrotomi eksterna, dan uretroplasty .
4.2. Saran
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari laporan
kasus ini sehingga dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan
tambahan.
2. Kerjasama antar keluarga dan pasien perlu ditingkatkan untuk membantu
proses penyembuhan pasien. Diupayakan agar meminum obat dan
kontrol rutin, serta mematuhi saran dari dokter yang merawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki.B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta :


Sagung Seto.
2. Shenoy, K. Rajgopal. Nileshwar, Anitha. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah
Ilustrasi Berwarna Edisi Ketiga Jilid Satu. Tangerang : Karisma Publishing
Group.
3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2010. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Staf Pengajar Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tangerang : Bina
Rupa Aksara Publisher.
5. Smith, Donald R. General Urology. 2008. Lange Medical Publication.
Drawer L, Los Altos. California.
6. Snell, Richard S. Perineum. 1998. Anatomi Klinik Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
7. Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta : Media Aesculapius.
8. Stricture Urethra. http://www.strictureurethra.com, diakses tanggal 04
Oktober 2018.
9. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. 1995. Uretra Pria dalam:
Penatalaksanaan Bedah Umum di Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
10. Urethral Stricture Disease. http://www.urologyhealth.org/
adultconditionsbledder/urethralstricturedisease.html, diakses tanggal 02
Oktober 2018.
11. Urethral Stricture. http://www.drrajmd.com/urology/urethral-stricture,
diakses tanggal 04 Oktober 2018.
12. Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Retensi Urin, dalam: Kedaruratan
Medik, “Pedoman Penatalaksanaan Praktis”. Ed Revisi. Jakarta : Binarupa
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai