Anda di halaman 1dari 89

Konsep Dasar Medis

1. 1. Definisi

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di
karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh
yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison
4html)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks
adrenal (Soediman, 1996)

Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan
Suddart Edisi 8 hal 1325)

Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada
kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan
adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit
endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak
cukup.

1. 2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Gambar 1. Kelenjar Adrenal (Sumber: Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin)

Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta
berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan
membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri
berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub
atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6
cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang
8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi
perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung
jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan
ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di
sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis
superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari
aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang
arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok
pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk
jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler
medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk
bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan
medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri
kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang
ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari
medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis,
yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam

2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein

3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla
adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan
norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-
sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk
memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan
pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR)
dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon:
a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa;


peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid
disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus
anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan
glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera
jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup
kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan
pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang
buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid
merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro


intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk
mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit
dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap
adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang
cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron
juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk
mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula


adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok
hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria.
Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks
wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan
secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan
defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.

1. 3. Etiologi
2. Tuberculosis
1. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
2. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
3. Kriptokokissie
4. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
5. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
6. Adrenalitis auto imun

1. 4. Patofisiologi

Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan


kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB)
dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan
menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal
akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis.
Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak


terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap
keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi
korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada
pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

1. 5. Tanda dan Gejala


1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB
menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

1. 6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)

2) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum

5) Kadar kortisol plasma rendah

6) ADH meningkat

7) Analisa gas darah: asidosis metabolic

8) Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena


hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.

1. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.


2. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan


insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non
malignan dan hemoragik adrenal

1. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

1. Tes stimulating ACTH

Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

1. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

1. 7. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2. Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

1. 8. Komplikasi
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes melitus

1. B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Identitas

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami
krisis adrenal

b) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca


paru, payudara dan limpoma

d) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi,
rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50
mm/Hg)

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama
/ penyakit autoimun yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)

a) Sistem Pernapasan

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi

P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

b) Sistem Cardiovaskuler

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

P : Redup

A : Suara jantung melemah

c) Sistem Pencernaan

Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering

Abdomen : I : Bentuk simetris


A: Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

P : Timpani

d) Sistem muskuluskeletal dan integumen

Ekstremitas atas : terdapat nyeri

Ekstremitas bawah : terdapat nyeri

Penurunan tonus otot

e) Sistem Endokrin

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH
meningkat

Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis,
pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari,
siku dan mebran mukosa

f) Sistem Eliminasi Uri

Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin

Eliminasi Alvi

Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

g) Sistem Neurosensori

Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu,


tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)

h) Nyeri / kenyamanan

Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas

i) Keamanan

Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang
diikuti hipotermi (keadaan krisis)

j) Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu
beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang
minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

k) Seksualitas

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder
(berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido

l) Integritas Ego

Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

3. Diagnosa Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan


melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord

c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan


cairan elektrolit dan glukosa

d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan


karakteristik tubuh

e) Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

f) Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

g) Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

4. Rencana Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Kriteria hasil :

 Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)


 TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
 Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
 Turgor kulit elastis
 Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
 Membran mukosa lembab
 Warna kulit tidak pucat
 Rasa haus tidak ada
 BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

Hasil lab

 Ht : W = 37 – 47 %
 L = 42 – 52 %
 Ureum = 15 – 40 mg/dl
 Natrium = 135 – 145 mEq/L
 Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
 Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Intervensi

1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan
dari nadi perifer

R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan


hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan
kolesterol

2) Ukur dan timbang BB klien

R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan


pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan
natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois

3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler
memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan
temperaturnya

R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume


pengganti

4) Periksa adanya status mental dan sensori

R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama
jaringan otak

5) Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual
muntah dan diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan


elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6) Berikan perawatan mulut secara teratur

R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan


mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7) Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan klien

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna
tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

Kolaborasi

8) Berikan cairan, antara lain :

1. Cairan Na Cl 0,9 %

R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl


0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang
sudah terjadi

1. Larutan glukosa

R/ dapat menghilangkan hipovolemia

9) Berikan obat sesuai dosis

1. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk


24 jam

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi


natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah
jantung

1. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral

R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah


mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan
darah dan gangguan elektrolit

10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi

R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun


lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah

11) Pantau hasil laboratorium

1. Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang


akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh

1. Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung

1. Natrium

R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena


gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal

1. Kalium

R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air


sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid

Kriteria hasil :

- Tidak ada mual mutah - Nyeri kepala

- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) - Kesadaran kompos mentis

- Hb : W : 12 – 14 gr/dl - TTV dalam batas normal

L : 13 – 16 gr/dl (S : 36 – 372 oC)

Ht : W : 37 – 47 % (RR : 16 – 20 x/menit)

L : 42 – 52 % -

Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl

Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl

Bising Usus : 5 – 12 x/menit

Intervensi

1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang


mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan

2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri
kepala, sempoyongan

R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian


glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari

R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol


terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal
nutrisi

4) Berikan atau bantu perawatan mulut

R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak
sedap, tidak terlalu ramai

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan

6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi

R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak

7) Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid

R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan


merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu
penyimpanan glukosa sebagai glikogen

8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi

R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat
reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.

c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme,


ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

Kriteria hasil :

- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan


tindakan

- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi

1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh
klien

R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi


terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya
ketidakseimbangan natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung
berkurang

3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan
melakukan aktivitas

R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung

4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada
berdiri selama melakukan aktivitas

R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi
pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan

d) Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen

Kriteria hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang


 Klien tidak menyeringai kesakitan
 TTV dalam batas normal

S : 36 – 372 oC

N : 80 – 100 x/menit

RR: 16 – 20 x/menit

Intervensi

1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit

R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan

2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,
intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya

R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,


menentukan efektifitas terapi

3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal


musik yang lembut, relaksasi

R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk


mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4) Kolaborasi

Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan
kebutuhannya.

R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.

e) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan


karakteristik tubuh

Kriteria hasil :

- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada


tubuhnya

- Dapat beradaptasi dengan orang lain

- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal :


perubahan penampilan dan peran

R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien

2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :

- Teknik relaksasi

- Visualisasi

- Imaginasi

R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.

3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan


diri sendiri

R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri

4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan
pigmentasi kulit

R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan


harga diri pasien
5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol
dan gejalanya telah berkurang

R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan

6) Kolaborasi

Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg

R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien


untuk memelihara tingkah laku pasien.

f) Cemas b/d kurangnya pengetahuan

Kriteria hasil :

- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya


percaya diri

- Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan
ke dokter

- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan


terjadinya masalah

Intervensi

1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres,
diskusi teknik relaksasi

R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf


simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi

2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat

R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi
keefektifan

3) Kaji skala anxietas

R/ Mengetahui derajad kecemasan klien

4) Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan,
tidur dan latihan

R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami


bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon
5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk
sepanjang kehidupan Px.

R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk


memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup

6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam

g) Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi

Kriteria hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar

Intervensi

1) Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam

R/ menambah retensi Na+

2) Anjurkan pada klien untuk minum banyak

R/ melancarkan aliran kencing lancar

3) Pemasangan kateter

R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar

4) Obs. Input dan output

R/ Mengetahui keseimbangan cairan

5) Kolaborasi pemberian diuretik

R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

A. PENGERTIAN
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi (kerusakan)
jaringan adrenal (misalnya: respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas)
atau tindakan pembedahan.
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjer hipofisis yang menyebabkan
penurunan sekresi/kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal.
Insufisiensi dapat terjadi ketika pasien menghentikan penggunaan obat steroid,
atau karena trauma, pembedahan atau gabungan dari beberapa stres fisiologis,
penurunan cadangan glikokortikoid pada seseorang dengan hipofungsi adrenal.
Sehingga akhirnya dapat mengarah pada munculnya krisis adrenal.
B. PATOFISIOLOGI
Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks
adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon
korteks adrenal. Atrofi otoimun atau idiopatik pada kelenjer adrenal merupakan
penyebab pada 75% kasus penyakit Addison (Stern & Tuck, 1994). Penyebab lainnya
mencakup operasi pengankatan kedua kelenjer adrenal atau infeksi pada kedua
kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan infeksi yang paling
sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjer adrenal.
Meskipun kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan tuberkulosis
sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberkulosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini
kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak ade kuat dari kelenjar hipofisis
juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian
mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respons normal tubuh
terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi
dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 minggu dapat
menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu, kemungkinan penyakit Addison
harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

C. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot; anoreksia; gejala
gastrointestinal; keluhan mudah lelah; emasiasi (tubuh kurus kering); pigmentasi
pada kulit, buku-buku jari, lutut, siku serta membran mukosa; hipotensi; kadar
glukosa darah dan natrium serum yang rendah; dan kadar kalium serum yang tinggi.
Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium dapat ditandai
oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi
cepat dan lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu,
pasien apat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan
memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktivitas
jasmani yang sedikit berlebihan,terpajan udara dingin,infeksi yang akut atau
penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian
jika tidak segera diatasi. Stres pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat
persiapan untuk berbagai pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu
krisis addisonian atau krisis hipertensif.
D. EVALUASI DIAGNOSTIK
Meskipun manifestasi klinik yang disampaikan tampak spesifik, awitan
penyakit addison biasanya terjadi dengan gejala yang tidak spesifik. Diagnosis
penyakit Addison dipastikan oleh hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Mencakup
penurunan kosentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia),
peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia) dan peningkatan jumlah sel
darah putih (leukositosis).
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang
rendah dalam darah atau urin. Kadar kortisol serum menurun pada insufisiensi
adrenal. Jika korteks adrenal sudah mengalami kerusakan, nilai-nalai dasar
laboratorium tampak rendah, dan penyuntikan ACTH tidak akan mampu menaikkan
kadar kortisol plasma dan kadar 17-hidoksikortikosteroid urin hingga mencapai nilai
normalnya. Jika kelenjar adrenal masih normal namun tidak terstimulasi dengan
baik oleh kelenjar hipofisis, maka respons normal terhadap pemberian ACTH eksogen
yang berulang akan terlihat tetapi respons sesudah pemberian metyrapon yang
menstimulasi ACTH endogen tidak akan tampak.

E. PENATALAKSANAAN
Terapi darurat ditunjukan untuk mengatasi syok, memulikan sirkulasi darah,
memberikan cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid, memantau tanda-
tanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan. Hidrokortison (solu-Cortef) disuntikkan secara intravena yang
kemudian diikuti dengan pemberian infus dekstrosa 5% dalam larutan normal saline.
Preparat vasopresor amina mungkin diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.
Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita
insufisiensikronis adrenal. Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan
dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit
yang menimbulkan serangan akut.
Asupan per oral dapat dimulai segerah setelah pasien dapat menerimanya.
Secara perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral
sudah adekuat, untuk mencegah hipovolemia.
Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien memerlukan terapi
penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk
mencegah timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada
keadaan stres atau sakit. Selain itu, pasien mungkin akan memerlukan suplemen
makanan dengan penambahan garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari
saluran cerna akibat muntah diare.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tanggal MRS :
Tanggal pengkajian :
No.med Rec. :
Diagnosa medis :

II. Riwayat kesehatan


a. Riwayat kesehatan sekarang :
- Keluhan utama : anoreksia, mual dan muntah
- Keluhan yang menyertai : kelemahan otot, konstipasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan penyakit Addison kemungkinan pernah mengalami
tuberkolosis, karsinoma paru atau infeksi menahun kuman gram negatif.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit Addison bukan merupakan penyakit herediter.
d. Riwayat Psikososial
Klien dengan Addison biasanya bersifat apatis, letargi, bingung atau psikosa, dan
tidak bisa berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia (menurut Virginia Handerson)


1. Pola Pernapasan
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas : krakel, ronki.
2. Pola Nutrisi
Anoreksia, mual dan muntah.
3. Pola Eliminasi
Ditemukan adanya konstipasi
4. Pola Aktivitas
Lelah, kelemahan pada otot, dan tidak mampu beraktivitas/bekerja
5. Istirahat dan Tidur
Perasaan yang tidak enak (malaise)
6. Memilih, mengenakkan, dan melepaskan pakaian
Terdapat kelemahan secara umum, sehingga dalam memilih, mengenakkan
dan melepaskan pakaian tidak dapat dilakukan sendiri
7. Suhu tubuh
Normal 36 – 370 C
8. Personal hygine
Klien dengan penyakit Addison kadang melakukan personal Hygine
sehubungan dengan kelemahan otot.
9. Menghindar dari Bahaya
Dalam menghindar dari bahaya klien dibantu oleh keluarga.
10. Beribadah sesuai keyakinan
Didoakan oleh keluarga, sobat dan kerabat yang seiman dengan klien.
11. Komunikasi
Komunikasi lancar.
12. Melaksanakan dan mengerjakan sesuatu sesuai kebutuhan
Klien kurang dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
13. Rekreasi
Tidak dapat berekreasi sehubungan dengan kelemahan otot.
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada kesembuhan
Klien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang proses penyakit.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Somnolen
Suhu : 36-37 0C
Head to toe
V. Pemeriksaan penunjang
- Kadar kortisol dan aldosteron serum
- Kadar ACTH serum
- BUN
- Kadar glukosa darah
- Pemeriksaan leukosit
- Pemeriksaan urine terhadap 17- OHC dan 17 ketosteroid
- Pemeriksaan radiologi, anteriografi, sken-CT
- Pemeriksaan EKG (dapat dijumpai gelombang QRS yang melebar, interval PR
memanjang dan elevasi gelombang).

VI. PEMGELOMPOKN DATA


Subjektif Objektif
- pasien mengatakan - porsi makan tidak dihabiskan
kurang nafsu makan - BB menurun
- pasien mengatakan - pasien tampak lemah
lemah dan tidak bisa - tidak pernah BAB
beraktivitas - sering bertanya tentang
- pasien mengatakan penyakit dan pengobatannya
sulit BAB
- pasien mengatakan
belum mengerti tentang
penyakit dan
pengobatannya

B. ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH


S 1.
: Defisiensi mineralkortrikoid Gangguan
Pasien ↓ pemenuhan
mengatakan nafsu Hilangnya banyak ion kebutuhan nutrisi
makan kurang natrium, ion korida dan air kurang dari
O: kedalam urin kebutuhan tubuh
porsi makan ↓
tidak dihabiskan Berkurangnya volume cairan
ekstra sel

Hiponatremia, hiperkalemia

Anoreksia, mual dan
muntah

Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
2. S: Defisiensi glukokortikoid Intoleransi aktivitas
pasien ↓
mengatakan Sintesis Glokosa menurun
lemah dan tidak dan mengurangi mobilisasi
bisa beraktivitas protein, dan lemak dari
O: jarimgan sehingga akan
- BB menurun membuat banyak
- pasien tampak ↓
lemah fungsi metabolisme lain dari
tubuh

Kelemahan

Intoleransi aktivitas
3. S: Intake yang kurang dan Gangguan pola
pasien perubahan absorbsi usus eliminasi BAB
mengatakan sulit ↓
BAB Motilitas usus menurun
O: ↓
tidak pernah BAB Gangguan pola eliminasi
BAB
4. S: Kurangnya informasi Kurangnya
pasien tentang penyakit pengetahuan
mengatakan ↓ tentang penyakit
belum mengerti Pasien tidak mengerti dan pengobatan
tentang penyakit tentang penyakitnya penyakit
dan ↓
pengobatannya Kurangnya pengetahuan
O: tentang penyakit dan
sering bertanya pengobatan penyakit
tentang penyakit
dan
pengobatannya
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RAS
1 Gangguan Kebutuhan nutrisi- auskultasi bising usus dan - kekurangan korti
pemenuhan terpenuhi dengan kaji apakah ada nyeri perut menyebabkan geja
kebutuhan nutrisi kriteria hasil : mual atau muntah. berat yang mempe
kurang dari
DS: pasien mengatakan - anjurkan pasien untuk pencernaan dan a
kebutuhan tubuh nafsu makan mempertahankan kebersihan makanan
B/D anoreksia, mual meningkat mulut dan gigi - kebersihan oral y
dan muntah ditandai
DO: - porsi makan - beri porsi makan sedikit meningkatkan naf
dengan : dihabiskan tetapi sering dengan diit TKTP- makanan dalam p
DS : pasien mengantakan - berat badan - pantau pemasuan makanan diberikan akhirny
kurang nafsu makan meningkat dan timbang berat badan yang dibutuhkan
DO : - porsi makan tidak setiap hari. terpenuhi dan dap
dihabiskan mual dan muntah
- BB menurun - mengetahui keada
pasien
2 Intoleransi aktivitas Aktivitas terpenuhi - kaji tingkat kelemahan - pasien biasanya
B/D kelemahan otot dengan kriteria hasil: pasien penurunan tenaga
ditandai dengan : DS: pasien mengatakan - pantau tanda-tanda vital menjadi terus mem
DS: pasien mengatakan bisa beraktivitas sebelum dan sesudah karena proses pen
lemah dan tidak bisaDO: pasien tampak kuat melakukan aktivitas munculnya ketida
beraktivitas - observasi adanya nutrium dan kaliu
DO: pasien tampak lemah takikardia, hipotensi dan - kolabsnya sirku
periferer yang dingin sebagai akibat dar
- bantu pasien melakukan jika curah jantung
aktivitas - membantu pasie
melakukan aktivit
3 Gangguan pola Pola eliminasi BAB - kaji pola eliminasi BAB - sebagai upaya u
eliminasi BAB b/d normal dengan - jelaskan penyebab belum intervensi lanjut
penurunan respon kriteria hasil: dapat BAB dan beri - penjelasan dapa
terhadap defekasi
DS: BAB normal 1-2 pendidikan kesehatan untuk pengertian dan m
ditandai dengan: x/hari mengkonsumsi makanan dalam mengkonsu
DS: pasien mengatakan DO: dapat BAB dengan berserat berserat
sulit BAB normal - berikan makanan yang - makanan tinggi
DO: tidak pernah BAB tinggi serat dan minum air memperbaiki kons
putih 1500-2000 cc/hari merangsang peris
sehingga dapat m
BAB
4 Kurang pengertahuan Pengetahuan pasien - kaji tingkat pengetahuan - sebagai dasar da
tentang penyakit dan bertambah dengan pasien an keluarga pendidikan tentan
pengobatan penyakit kriteria hasil: pengobatannya
b/d kurangnya
DS: pasien dan keluarga - jelaskan pada pasien dan - dapat menamba
informasi tentang dapat mengerti keluarga tentang penyakit sehingga bisa koo
penyakit dan tentang penyakit dan dan pengobatannya perawat dan dokte
pengobatannya yang pengobatannya serta
ditandai dengan: dapat bekerjasama
DS: pasien mengatakan dengan baik
belum mengerti DO: pasien memahami
tentang penyakit dan tentang penyakit dan
pengobatannya proses
DO: sering bertanya pengobatannya
tentang penyakit dan
pengobatannya

PENYAKIT ADDISON

1. A. Pengertian

Penyakit addison adalah suatu penyakit insufisiensi adrenokortikal, yaitu


salah satu hormon yang disekresi korteks adrenal yang memungkinkan tubuh untuk
beradaptasi terhadap segala jenis stress.

1. B. Etiologi

Insufisienci adrenal primer yang disebut penyakit addison terjadi akibat


kerusakan korteks adrenal atau fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal, disebabkan :

- Penyakit ini biasanya autoimun, dan terjadi akibat antibodi IgG yang
ditujukan pada semua atau sebagian kelenjar adrenal.
- Penyakit addison juga dapat terjadi akibat pengangkatan kedua kelenjar atau
infeksi, misalnya TBC. Tbc kelenjar adrenal adalah penyebab umum insuficiensi
adrenal dinegara berkembang dan biasanya tidak sembuh dengan terapi infeksi.

- Tumor kelenjar adrenal destruktif juga dapat menyebabkan insufisienci


adrenal

- Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis

- Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal.

Pengangkatan total kelenjar adrenal


Autoimun
Infeksi
Sekresi ACTH tidak adekuat
Penurunan stimulasi korteks adrenal
Tumor
Difungsi hipotalamus (hipopituitarisme)
pelepasan ACTH tidak ada
Penghentian mendadak terapi kortikosteroid
INSUFISIENSI ADRENOKORTIKOL

Ketika individu mendapat kadar farmakologis kortikosteroid, sekresi ACTH oleh


hipofisis dihambat dengan cara umpan balik negatif. Apabila obat yang di
programkan dihentikan mendadak, hipofisis tetap berada dalam periode refraktori
dan tidak mensekresi ACTH selama periode yang lama. Bahkan, terapi glukokortikoid
oral dalam beberpa minggu dapat menyebabkan supresi ACTH sehingga terjadi
insufisiensi adrenal sekunder selam beberpa bulan. Terapi yang bijaksana untuk
penyakit inflamasi dengan glukokortikoid selama sekitar kurang dari 10 hari tidak
akan menyebabkan supresi hipofisis.

1. C. Patofisiologi

D. Gambaran klinis

1.
1. Depresi karena kadar kortisol mempengaruhi mood dan emosi.
2. Keletihan, yang berkaitan denagn hipoglikemia dan penurunan
glukoneogenesis.
3. Anoreksia, muntah, diare, mual.
4. Hiperpigmentasi kulit apabila kadar ACTH tinggi (insufisiensi adrenal
primer) karena ACTH memiliki efek mirip hormon perangsang melanin
(melanin stimulating hormone) pada kulit.
5. Rambu t tubuh yang tipis pada wanita apabila sel adrenal penghasil
androgen rusak atau apabila kadar ACTH sangat rendah.
6. Ketidakmampuan berespons terhadap situasi stres, mungkin
menyebabkan hipotensi berat dan syok.

Perangkat diagnostik

1.
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu mendiagnosis
defisiensi glikokortikoid.
2. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar CRH, ACTH dan
glukokortikoid yang berbeda akan memungkinkan diagnosis kondisi dan
lokalisasi masalah ditingkat SSP atau kelenjar adrenal.
3. Hiponatremia, hiperkalemia, dan hipotensi dapat terjadi apabila sel
adrenal yang menghasilkan aldosteron rusak atau apabila kadar ACTH
tidak terdeteksi.

1. F. Komplikasi

Dapat terjadi krisis adrenal setelah stres fisik atau mental pada individu yang
terkena. Hal ini dapat mengancam jiwa dan ditandai denngan deplesi volume,
hipotensi, dan kolaps vaskuler.

1. G. Penatalaksanaan
1. Penggantian glukokortikoid seperti penggunaan hidrokortison atau
kortison asetat diperlukan.
2. Pemberi perawatan kesehatan harus memantau riwayat penyesuaian
dosis glukokortikoid, kejadian merugikan yang potensial mencakup
setiap krisis sejak kunjungan terakhir, kemampuan individu untuk
mengatasi stresor setiap hari, barat badan individu, dan tanda yang
menunjukkan penggantian yang berlebihan atau penggantian yang
kurang.
3. Pemantauna tekanan darah, edema perifer, natrium serum, kalium
serum, dan aktivitas renin plasma memberi petunjuk keefektifan terapi.
4. Penggantian aldosteron (hanya pada insufisiensi adrenal primer) dapat
diperlukan.
5. Pemberian glukokortikoid mungkin perlu ditingkatkan selama periode
stres, yang mencakup infeksi, trauma, dan pembedahan. Morbiditas dan
mortalitas tinggi tanpa terapi.
6. Apabila penyebab insufisiensi adrenal berkaitan dengan tumor hipofisis,
insufisiensi adrenal dapat diobati dengan kemoterapi, radiasi, atau
pembedahan.

1. H. Proses Keperawatan
2. a. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat

 Gejala : lelah, nyeri / kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari ),
tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
 Tanda : peningkatan denyut jantung/ nadi pada aktivitas yang minimal.
Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi,
penurunan inisiatif / ide, letargi.

1. Sirkulasi

 Tanda : hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia, suara


jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang,
exstemitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan
(peningkatan pigmentasi).

1. Integritas ego

 Gejala : Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik
pembedahan, perubahan gaya hidup,ketidakmampuan mengatasi stress.
 Tanda : ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tak stabil.

1. Eliminasi

 Gejala : diare sampai dengan adanya konstipasi. Kram abdomen, perubahan


frekuensi dan karakteristik urine.
 Tanda : diuresis yang diikuti dengan oliguria.

1. Makanan / cairan

 Gejala : anoreksi berat (gejala utama), mual/ muntah, kekurangan zat garam,
berat badan menurun dengan cepat.
 Tanda : turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

1. Neorusensori :

 Gejala : pusing, sinkope (pingsan sejenak ), gemetar, sakit kepala yang


berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis. Kelemahan otot, penurunan
toleransi terhadap keadaan dingin atau stress. Kesemutan / baal/ lemah.
 Tanda : disorientasi ( waktu , tempat, ruang ) karena kadar natrium rendah,
letargi, kelelahan mental, peka rangsang, cemasa, koma( dalam keadaan
krisis), parastesia, paralisis, astenia (pada keadaan krisis). Rasa kecap/
penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran juga meningkat.

1. Nyeri / kenyamanan :

 Gejala : nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala. Nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas ( pada keadaan krisis).

1. Pernafasan
 Gejala : dispnea
 Tana : kecepatan pernafasan meningkat, takipnea, suara napas krakel, ronki (
pada keadaan infeksi)

1. Keamanan

 Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca panas.


 Tanda : hiperpigmentasi kulit yang menyeluruh atau hitam berbintik-bintik.
Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis). Otot
menjadi kurus, gangguan atau tidak mampu berjalan.

10. Seksualitas

 Gejala : adanya riwayat menopause dini, amenorea, hilangnya tanda-tanda


seks sekunder, hilangnya libido.

11. Pemnyuluhan / pembelajaran

 Gejala : adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker, tiroiditis, anemia pernisosa.

b. Diagnoa keperawatan :

1.
1. Kekurangan volume cairan b/d kelebihan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat dan saluran GI
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi
glukokortikoid, metabolisme lemak abnormal, protein dan karbohidrat,
mual/ muntah dan anoreksia.
3. Kelalahan b/d penurunan produksi energi metabolisme, perubahan
kimia tubuh, ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa.
4. Resiko tinggi terhadap penurunancurah jantung b/d menurunnya
penurunanaliran darah vena berubahnya kecepatan, irama dan
konduksi jantung, perubahan ukuran otot dan metabolisme abnormal.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan proses fikir b/d penurunan kadar
natrium, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa.
6. Resiko tinggi terhadap harga diri rendah situsional b/d adanya kondisi
fisik yang memerlukan sepanjang hidup, perubahan pigmentasi kulit,
berat badan.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang mengingat, kesalahan interpretasi informasi dan
keterbatasn kognitif.

c. Intervensi keperawatan :

1.
1. Kekurangan volume cairan b/d kelebihan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat dan saluran GI
Ditandai dengan : mual/ muntah, kelemahan, haus, kehilangan berat badan,diare,
urine banyak, takikardi lelah.

Kriterian hasil : menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan : pengeluaran urine


adekuat (batas normal), TTV stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik,
pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab.

Intervensi Rasional
1. Dapatkan riwayat tentang 1. Membantu memperkirakan
lama dan intensitas gejala penurunan volume total cairan.
dari pasien atau keluarga.
2. Pantau TTV, catat
perubahan tekanan darah
pada perubahan posisi, 1. Hipotensi postural merupakan
kekuatan nadi perifer. bagian hipovolemia akibat
kekurangan hormon aldosteron dan
penurunan curah jantung sebagai
akibat penurunan kortisol.
2. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan penggantian volume cairan dan
1. Ukur dan timbang BB keefektifan pengobatan. Kenaikan
setiap hari BB yang cepat akibat retensi cairan
2. Kaji rasa haus, kelelahan, dan natriumm akibat pengobatan
nadi cepat,pengisian steroid.
kapiler memanjang, turgor 3. Untuk mengindikasikan berlanjutnya
kulit jelek, membran hipovolemia dan mempengaruhi
mukosa kering, warna kulit kebutuhan pengobatan.
dan temperatur. 4. Dehidrasi berat menurunkan curah
3. Periksa perubahan status jantung dan perfusi jaringan otak.
mental dansensori . 5. Kerusakkan fungsi cairan cerna
4. Auskultasi bising usus. menigkatkan kehilangan cairan dan
Catat mual dan muntah . elektrolit.
5. Berikan perawatan mulut 6. Membantu menurunkan rasa tidak
secara teratur. nyaman dan pertahankan
6. Pertahankan kenyaman kerusakkan membran mukosa.
lingkungan. Lindungi 7. Menghindari panas berlebih
pasien dari cahaya atau mencegah kehilangan cairan.
sejenisnya
7. Anjurkan pasien untuk
istirahata lebi banyak.
1. Mengurangi dan membatasi
10. Anjurkan cairan oral > 3000 hipotensi ortostatik dan
ml/hr sesuai dengan kemampuan menurunkan resiko penurunan
pasien. kesadaran dan trauma.

11. Kolaborasi pemberian cairan 10. Kembalinya fungsi saluran cerna


(larutan salin dan larutan memungkinkan pemberian cairan.
glukosa)
11. Sebagai cairan pengganti untuk
mengatasi kekurangan natrium.

12. Kolaborasi pemberian obat 12. Obat pilihan untuk mengganti


(kortison) kekurangan kortison dan meningkatkan
reabsorbsi natrium.

13. Memfasilitasi pengukuran haluaran


13. Kolaborasi tentang pasang / dengan akurat.
pertahankan kateter.
14. Peningkatan kadar ureum dan kreatini
14. Pantau pemeriksaam mengindikasikan kerusakkan tingkat sel
laboratorium . karena dehidrasi.

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi glukokortikoid,


metabolisme lemak abnormal, protein dan karbohidrat, mual/ muntah dan
anoreksia.

Ditandai dengan : penurunan berat badan, kelemahan otot, kaku otot abdomen,
diare, hipoglikemia berat.

Kriteria hasil : tidak ada mual/ muntah, BB stabil atau meningkat

Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus, kaji 1. Kekurangan kortisol dapat
nyeri perut, mual/ muntah. menyebabkan gejala gangguan
2. Catat adanya kulit dingin/ gastriintestinal berat.
basah, perubahan tingkat 2. Mengindikasikan pemberian
kesadran, nadi cepat, peka glukokortikod karena hipoglikemia
rangsang, nyeri kepala,
sempoyongan. (tanda
hipoglikemia)
3. Pantau pemasukkan makanan
dan timbang BB tiap hari.
1. Anoreksia, kelemahan dan
kehilangan pengaturan
metabolisme mengakibatkan
penurunan BB. BB yang
meningkat cepat karena retensi
1. Catat muntah tentang jumlah / cairan.
karakteristik. 2. Untuk menentukan derajat
2. Berikan / bantu perawatan kemampuan pencernaan.
mulut. 3. Meningkatkan nafsu makan
3. Berikan lingkungan yang 4. Meningkatkan nafsu makan dan
nyaman untuk makan. perbaiki pemasukkan oral.
4. Berikan informasi tentang 5. Menstimulasi nafsu makan
karena menu yang disukai.
menu pilihan. 6. Glukosa untuk memperbaiki
hipoglikemia, obat untuk
meningkatkan nafsu makan dan
memperbaiki tonus otot
1. Kolaborasi pemberian obat 7. Menentukan kebutuhan kalori
(androgen ) dan glukosa yang tepat

10. Menolong/mencegah hiponatremia.

1. Kosultasi ahli gizi.

10. Kolaborasi untuk tingkatkan diet 11. Mengurangi mual muntah, dan
natrium untuk memnuhi kebuthan kalori.

11. Berikan makanan porsi kecil tapi


sering .

1. Kelalahan b/d penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia


tubuh, ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa.

Ditandai dengan : rasa tidak nyaman/bertenaga, tidak mampu pertahankan kerja,


penurunan penampilan, lelah, tidak konsentrasi.

Kriteria hasil : peningkatan tenaga, peningkatan kemampuan dan berpartisipasi


dalam aktivitas.

Intervensi Rasional
1. Kaji / diskusikan tingkat
kelemahan klien .
1. Mengurangi kelelahan dan
ketegangan jantung.
2. Pasien dapat melakukan lebih
1. Pantau TTVsebelum dan banyak kegiatan dengan
sesudah beraktivitas. penghematan energi.
2. Diskusikan kebutuhan 3. Menambahkan tingkat keyakinan
aktivitas, identifikasi aktivitas pasien.
yang menyebabkan lelah.
3. Sarankan periode antara
istirahat dan beraktivitas.
4. Diskusikan cara menghemat
energi
5. Berikan kesempatan klien
untuk berpartisipasi untuk
melakukan aktivitasnya.
6. Pasien mengalami penurunan
tenaga setiap hari karena
proses penyakit dan
ketidakseimbangan natrium
kalium
7. Kolapsnya sirkulasi akibat
stress aktivitas dan penurunan
curah jantung.
8. Memberikan harapan untuk
kembali melakukan aktivitas.

1. Resiko tinggi terhadap penurunancurah jantung b/d menurunnya


penurunanaliran darah vena berubahnya kecepatan, irama dan konduksi
jantung, perubahan ukuran otot dan metabolisme abnormal.

Ditandai dengan : tidak dapat diterapkan adanya TTV dan gejala-gejala yang
membuat diagnosa aktual.

Kriteria hasil : TTV normal, nadi perifer teraba baik, pengisian kapiler cepat, status
mental baik.

Intervensi Rasional
1. Pantau TTV,FJ, irama
jantung, adanya disritmia.

1. Lakukan pengukuran CVP

1. Pantau suhu tubuh yang


berubah tiba-tiba
2. Kaji warna kulit, suhu,
pengisian kapiler dan nadi
perifer.
3. Teliti adanya perubahan
mental dan nyeri
abdomen
4. Ukur jumlah haluaran.

1. Pantau adanya hipertensi,


edema BB meningkat.
2. Kolaborasi pemberian
cairan, O2 dan obat.
3. Peningkatan frekuensi
jantung manifestai awal
sebagai kompensasi
hipovolemia dan
penurunan curah jantung.
4. Memberikan gambaran
langsung volume cairan
dan berkembangnya
komplikasi : gagal
jantung.
5. Hiperpireksia tiba-tiba
diikuti hipotermi akibat
ketidakseimbangan
hormon, cairan elektrolit.
6. Pucat, kulit dingin,
pengisian kapiler
memanjang, nadi lambat
dan lemah, indikasi
terjadi syok.
7. Perubahan mental akibat
penurunan curah
jantung/serebral.
8. Biasanya poliuri, tapi
penurunan haluaran
urine indikasikan
penurunan perfusi ginjall
oleh curah jantung.
9. Efek pemberian
kortikostreoid dan
natrium berlebihan
menyebabkan potensial
kelebihan cairan dan
gagal jantung.
10. Perbaikan volume sirkular
dapat perbaiki curah
jantung, O2 dapat
membantu menurunkan
kerja jantung.

1. Resiko tinggi terhadap perubahan proses fikir b/d penurunan kadar natrium,
hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa.

Ditandai dengan : tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda atau gejala membuat
diagnosa aktual.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran dan mental, tidak mengalami
cedera.

Intervensi Rasional
1. Tetap mengawasi pasien pada
setiap shift .
2. Pantatu tanda vital dan status
neurologis
3. Panggil pasien dengan nama,
orientasikan pada tempat,
orang dan waktu sesuai
kebutuhan.
4. Tetapkan dan pertahankan
jadwal perawatan rutin untuk
memberikan waktu istirahat.
5. Lindungi pasien dari cedera.
6. Pantau pemeriksaan lab
7. Mengenali secara dini
perubahan SSP
8. Perbandingan terhadap
temuan abnormal (suhu tinggi
pengaruhi mental.
9. Menolong pertahankan
orientasi dan menurunkan
kebingungan.
10. Meningkatkan orientasi dan
mencegah kelelahan berlebih
11. Disorientasi akan
meningkatkan resiko
timbulnya bahaya.
12. Menanggulangi
ketidakseimbangan cairan
elektrolit dan asam basa.

1. Resiko tinggi terhadap harga diri rendah situsional b/d adanya kondisi fisik
yang memerlukan sepanjang hidup, perubahan pigmentasi kulit, berat badan.

Ditandai dengan : tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda den gejala-gejala yang
membuat diagnosa aktual.

Kriteria hasil : mengungkapkan penerimaan terhadap keadaam diri sendiri


diungkapkan secara verbal. Menunjukkan kemapuan adaptasi.
Intervensi Rasional
1. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan
2. Kurangi stimulus yang
berlebihan pada lingkungan.
3. Dorong pasien berpartisipasi
dalam perawatan diri sendiri
4. Sarankan untuk mengunjungi
seseorang yang penyakitnya
sudah terkontrol/gejala
berkurang
5. Kolaborasi untuk rujuk /
konseling kepelayanan sosial/
kelompok pendukung.
6. Membina hubungan dan
meningkatkan keterbukaan
7. Meminimalkan perasaan stress,
frustasi.
8. Membantu meningkatkan
tingkat kepercayaan diri
9. Menolong pasien melihat hasil
dari pengobatan
10. Pendekatan komprehensif
membantu memenuhi
kebutuhan untuk memelihara
tingkah laku koping.

1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


b/d kurang mengingat, kesalahan interpretasi informasi dan keterbatasn
kognitif.

Ditandai dengan : bertanya, minta penjelasan, mengungkapkan permasalahan.

Kriteria hasil : pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, prognosis


dan gejala, mengidentifikasi keadaan yang membuat stress.

Intervensi Rasional
1. Tinjau ulang keadaan
penyakit dan harapan masa
depan
2. Jelaskan alasan kehilangan
cairan yang berlebihan
3. Diskusikan mengenai diet.
4. Tekankan pentingnya
menghindari sumber infeksi
5. Diskusikan pentingnya
melihat ulang tentang
pengobatan secara teratur.
6. Memberikan pengetahuan
pasien yang dapat memilih
berdasarkan informasi
7. Pengetahuan yang dimiliki
membantu mencegah
munculnya masalah
8. Mencegah kehilangan berat
badan dan menurunkan
resiko hipoglikemia
9. Supresi respon inflamasi
meningkatkan resino
terjadinya infeksi.
10. Untuk memudahkan
pengendalian terhadap
kondisi kronis/ pencegahan
komplikasi.

BAB II

LANDASAN TEORI
1. A. DEFINISI

Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat dari
kerusakan pada korteks adrenal. (Cermin Dunia Kedokteran No. 39)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal
(Soediman,1996).

Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggu fungsi bagian dari
kelenjar adrenal disebut korteks. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua
penting bahan kimia (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan
aldosteron.

Addison Disease merupakan suatu penyakit hormonal yang disebabkan karena


sekresi hormon korteks adrenal menurun karena penyakit primer atau insufisiensi
korteks adrenal dan kekurangan sekresi ACTH.

Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik,biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

1. B. ANATOMI

Adrenals dua kelenjar, masing-masing bertengger di atas bagian dari dua ginjal.
Bagian luar dari kelenjar dikenal sebagai korteks; bagian dalam yang dikenal sebagai
medula. Masing-masing bagian dari kelenjar adrenal adalah bertanggung jawab untuk
memproduksi berbagai jenis hormon.

Kortisol adalah hormon yang sangat kuat yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hal
ini terlibat dalam mengatur fungsi yang hampir setiap jenis organ dan jaringan di
seluruh tubuh, dan dianggap sebagai salah satu dari beberapa hormon mutlak
diperlukan untuk hidup. Kortisol terlibat dalam:

1. Proses yang sangat kompleks dan pemanfaatan nutrisi banyak, termasuk gula
(karbohidrat), lemak, dan protein
2. Fungsi normal dari sistem sirkulasi dan jantung
3. Fungsi otot
4. Fungsi normal ginjal
5. Produksi sel darah
6. Proses normal yang terlibat dalam rangka mempertahankan system
7. Tepat fungsi otak dan saraf
8. Respon normal dari sistem kekebalan tubuh

Aldosteron, juga diproduksi oleh korteks adrenal, memainkan peran sentral dalam
mempertahankan proporsi yang sesuai air dan garam dalam tubuh. Ketika
keseimbangan ini marah, volume darah yang beredar di seluruh tubuh akan jatuh
berbahaya yang rendah, disertai dengan penurunan tekanan darah.
penyakit Addison juga disebut insufisiensi adrenocortical primer . Dengan kata lain,
proses beberapa mengganggu langsung dengan kemampuan korteks adrenal untuk
menghasilkan nya hormon. Tingkat kortisol dan aldosteron baik drop, dan banyak
fungsi seluruh tubuh adalah terganggu.

Penyakit Addison terjadi pada sekitar pukul empat setiap 100.000 orang. Ini
pemogokan baik laki-laki dan perempuan dari segala usia

1. C. ETIOLOGI

Penyebab paling umum penyakit Addison adalah Kerusakan dan menyusut (atrofi)
dari adrenal korteks.

Secara khusus penyebabdari penyakit addison disease adalah sebagai berikut :

1. Proses autoimun

Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita.
Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak
fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan
antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test, serta
terdapat peningkatan imunoglobulin G.

1. Tuberkulosis

Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita .
Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel
limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali
didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya
tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s
disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.

1. Infeksi lain

Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena :
histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau
meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.

1. Bahan-bahan kimia

Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan


menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya
amfenon, amino- glutetimid dll.

1. Iskemia

Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal
ini jarang terjadi.
1. Infiltrasi

Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis,


penyakit amiloid dan hemokromatosis

1. Perdarahan

Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan
dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.

1. Lain-lain

Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.

1. D. PATOFISIOLOGI

Penyakit Addison atau insufisiensi adrenokortial,terjadi bila korteks adrenal tidak


adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone-hormon korteks adrenal.

Atropi otoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75 %
kasus penyakit Addison (Stern & Tuck,1994).

Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang


menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul MSH
hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan
kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal
kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan
volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume
mengakibatkan hipotensi.

Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga terjadi karena adanya gangguan
autoimun. Dalam gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh, bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi penyerbu asing seperti virus atau bakteri dan membunuh
mereka, sengaja dimulai untuk mengidentifikasi sel-sel dari korteks adrenal sebagai
asing, dan menghancurkan mereka. Pada sekitar 20% dari semua kasus, perusakan
korteks adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. Itu sisa kasus penyakit Addison dapat
disebabkan oleh infeksi jamur, seperti histoplasmosis, coccidiomycosis, dan
kriptokokosis, yang mempengaruhi adrenal kelenjar dengan memproduksi merusak,
massa tumor seperti disebut Granuloma; penyakit amiloidosis disebut, di zat tepung
yang disebut amiloid diendapkan pada abnormal tempat seluruh tubuh, mengganggu
fungsi apa struktur itu hadir dalam; atau Invasi kelenjar adrenal oleh kanker.

Pada sekitar 75% dari semua pasien, penyakit Addison cenderung menjadi sangat
bertahap, perlahan-lahan berkembang penyakit. gejala signifikan tidak dicatat sampai
sekitar 90% dari korteks adrenal telah dihancurkan. Yang paling umum termasuk
gejala kelelahan dan hilangnya energi, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare,
sakit perut, penurunan berat badan, lemah otot, pusing ketika berdiri, dehidrasi,
tidak biasa bidang gelap (pigmen) kulit, dan freckling gelap). Sebagai dehidrasi
menjadi lebih parah, tekanan darah akan terus untuk drop dan pasien akan merasa
semakin lemah dan pusing. Beberapa pasien memiliki gejala kejiwaan, termasuk
depresi dan mudah tersinggung. Perempuan kehilangan kemaluan dan rambut
ketiak, dan berhenti setelah menstruasi normal periode.

Gejala dari krisis “Addisonian” termasuk jantung abnormal irama, rasa sakit parah di
punggung dan perut, tak terkendali mual dan muntah, penurunan drastis dalam
darah tekanan, gagal ginjal, dan pingsan. Tentang25% dari pasien penyakit semua
Addison diidentifikasi karena terhadap perkembangan krisis Addisonian.

E. FATWAY

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Hipotensi
2. Pusing
3. Hiperpigmentasi pada kulit
4. Hipoglikemia
5. Anoreksia.
6. Dehidrasi
7. Mual muntah
8. Cemas
9. Kelelahan dan kelemahan otot
10. Keringat dingin dan gemetar
11. Penurunan kesadaran

Dengan berlanjutnya penyakit yang di sertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikoisme,pasien akan mengalami krisis Addisonian yang di tandai dengan
sianosis ,panas dan tanda-tanda klasik syok:pucat,perasaan cemas,denyut nadi cepat
dan lemah,pernapasan cepat serta tekanan darah rendah.

Di samping itu ,pasien dapat mengeluh sakit kepala,mual,nyeri abdomenserta


diare,dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan
aktifitas jasmaniyang sedikit berlebihan ,terpajan udra dingin,infeksi yang akut atau
penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi,syok dan kematian
jika tidak segera di atasi. Stress pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat dari
persiapan untuk berbagai pemeriksaan diagnostic atau pembedahan dapat memicu
krisis addisonian atau krisis hipertensif (Keperawatan Medical Bedah Vol.2 : 1325 ).

G. PENATALAKSANAAN

1. Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi,


memberikan caiaran, pergantian kortikosteroid.
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Menempatkan klien pada posisi stengah duduk dengan kedua tungkai
ditinggikan.
4. Hidrokortison disuntikan IV, kemudian IVFD D5% dalam larutan normal
saline.
Antibiotic dapat di berikan jika infeksi memicu krisis adrenal paada penderita
insufisiensi kronis adrenal.

1. Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.

Pengkajian kondisi pasien harus di lakukan dengan ketatuntuk mengenali faktor-


faktor lain.

1. Bila asupan oral (+), IVFD perlahan dikurangi

Asupan peroral dapat di mulai segera setelah pasien dapat menerimanya.secara


perlahan-lahan pemberian infus di kurangi ketika asupan cairan per oral sudah
adekuat,untuk mencegah terjadinya hipovolemia.

1. Bila Kelenjar adrenal tidak berfungsi lagi, perlu dilakukan terapi penggantian
preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup.

Penggantian preparat kortilosteroid dan mineralokortikoid bertujuan untuk mencegah


timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stress
atau sakit.

1. Suplemen penambah garam untuk menghindari kehilangan cairan dari


saluran cerna akibat muntah dan diare ( Keperawatan Medical Bedah Vol.2
:1326 )

1. H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

Awitan penyakit Addison biasanya terjadi dengan gejala yang tidak sfesifik. Diagnosis
penyakit Addison di pastikan oleh hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. hasil-hasil
laboratorium mencaakup sebagai berikut :

1. Hipoglikemia
2. Hiponatremia
3. Hiperkalemia
4. Leukositosis
5. Diagnosis pasti: ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang
rendah dalam darah dan urin, kortisol serum turun.
6. Bila adrenokortikal sdh rusak: penyuntuikan ACTH tidak menaikkan kadar
kortisol (Keperawatan Medikal Bedah Vol.2 :1326)

1. I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemerisaan Laboratorium

Dari tes laboratorium, penderita mengalami penurunan eksresi dari hasil pemecahan
atau metabolit dari kortisol yaitu 17 hidrosikartikoid kadar-kadar kortisol plasma
merah, sedangkan kadar ACTH plasma meningkat.

Dalam pemeriksaan laboratorium dapat di kaji :


1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatremia)

2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum

5) Kadar kortisol plasma rendah

1. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal


2. CT Scan

Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya


dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan
dan non malignan, dan haemoragik adrenal

1. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit.

1. J. KOMPLIKASI

1. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)


2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemia
5. Sepsis

Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan


sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

K. DIAGNOSIS

Banyak pasien tidak mengakui memperlambat kemajuan gejala dan penyakit ini
akhirnya diidentifikasi ketika pemberitahuan dokter bidang pigmentasi meningkat
kulit. Setelah dicurigai, sejumlah darah tes dapat menyebabkan diagnosis penyakit
Addison. Hal ini tidak cukup untuk menunjukkan tingkat kortisol darah yang rendah,
sebagai tingkat kortisol normal bervariasi cukup luas. Sebaliknya, pasien diberi dosis
hormon lain pengujian disebut kortikotropin (ACTH). ACTH diproduksi di tubuh oleh
kelenjar hipofisis, dan biasanya bertindak dengan mempromosikan pertumbuhan di
dalam korteks adrenal dan merangsang produksi dan pelepasan kortisol. Pada
penyakit Addison, bahkan dosis ACTH sintetik tidak meningkatkan tingkat kortisol.

Untuk membedakan antara primer adrenocortical insufisiensi (penyakit Addison’s)


dan sekunder adrenocortical insufisiensi (yang disebabkan oleh kegagalan ACTH
hipofisis untuk menghasilkan cukup), tingkat ACTH dalam darah diperiksa. Normal
atau tingkat tinggi ACTH hipofisis menunjukkan bahwa bekerja dengan benar, tapi
korteks adrenal biasanya tidak menanggapi ke kehadiran ACTH. Ini
mengkonfirmasikan diagnosis Penyakit Add

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN “ADDISON DISEASE”

PENGKAJIAN

1. IDENTITAS KLIEN
2. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
2. Riwayat Kesehatan dahulu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
4. Genogram

1. PEMERIKSAAN FISIK

1) Aktivitas / istirahat

Gejala : otot- otot klien merasa lemah

2) Sirkulasi

Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg

Takikardi 110x/mnt

3) Integritas ego

Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi
stress

Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil

4) Makanan atau cairan

Gejala : Anoreksia, mual

Tanda :Kekurangan zat garam


5) Nyeri/ kenyamanan

Gejala: otot-otot melemas

6) Pernapasan

Gejala: Dipsnea

Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt

7) Keamanan

Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas

Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari)


menyeluruh atau berbintik bintik

Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)

8) Seksualitas

Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore

Tanda : Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada
tubuh terutama pada wanita)Hilangnya libido

1. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG (DIAGNOSTIC TEST)

1. Pemerisaan Laboratorium
2. Pemeriksaan radiografi abdominal
3. CT Scan
4. Gambaran EKG

ASUHAN KEPERAWATAN

1. I. Analisa Data

N SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


O
1 Data subyektif : Penyebab paling kehilangan cairan dan
umum penyakit elektrolit melalui
1. Mengeluh pusing Addison adalah ginjal,hyperpigmentasi,perubah
2. Cepat lelah Kerusakan dan an fungsi
menyusut (atrofi) fisiologi,Kelelahan,penurunan
Data obyektif : dari adrenal korteks. produksi energi metabolisme
(kadar glucosa darah).
1. Hipotensi Secara khusus
2. Hiponatrimia penyebabdari
3. Keringat dingin penyakit addison
4. Gemetar disease adalah
5. Mual-mual sebagai berikut :
6. Hiperpigmentasi
7. Kecemasan 1. Proses
8. Nampak lemah autoimun
1. Kadang-kadang 2. Tuberkulosis
terjadi 3. Infeksi lain
penurunan 4. Bahan-bahan
kesadaran kimia
5. Iskemia
6. Infiltrasi
7. Perdarahan

1. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan dan elektrolit melalui ginjal.
2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan hyperpigmentasi
4. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
dan diare
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan perubahan fungsi
fisiologi
6. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolisme (kadar glukosa darah)

III. INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan & Kreteria Intervensi Rasional


o hasil
1 Kekurangan Tujuan : a. Dapatkan riwayat a.Membantu
volume cairan Kebutuhan akan dari pasien atau orang memperkirakan volume
2 dan elektrolit cairan dan terdekat yang total airan
berhubungan elektrolit pasien berhubungan dengan
dengan lama dan intensitas
3. kehilangan terpenuhi. dari gejala yang
cairan dan muncul.
4 elektrolit Kreteria hasil:
melalui ginjal. Pasien b. Kaji pasien mengenai
5 menunjukkan rasa haus
Intoleransi adanya perbaikan kelelahan,nadi
6 aktivitas keseimbangan cepat,pengisian kapiler
berhubungan cairan,Ditandai memanjang turgor b.Untuk
7 dengan dengan:Pengeluara kulit jelek,membran mengindikasikan
kelemahan n urineyang mukosa kering.Catat berlanjutnya
otot adekuat(batas warna kulit dan hipovolemia dan
normal),tanda- temperaturnya. mempengaruhi
Harga diri tanda vital kebutuhan volume
rendah stabil,tekanan nadi c. Pantau tanda vital, pengganti.
berhubungan parifer jelas,turgor catat perubahan
dengan kulit tekanan darah pada c. Hipotensi postural
hipopigmentas baik,pengisian perubahan posisi, merupakan bagian
i kapiler baik dan kekuatan dari nadi hipovolemia akibat
membran mukosa perifer. kekurangan hormon
gangguan lembab/basah. aldosteron dan
nutrisi kurang 1. Ukur dan penurunan curah
dari Tujuan : timbang berat jantung sebagai akibat
kebutuhan badan setiap dari penurunan
berhubungan selama perawatan hari. kortisol. Nadi mungkin
dengan mual, gangguan melemah yang mudah
muntah dan mobilisasi bisa di 1.kaji tingkat dapat hilang.
diare. minimalisasi kelemahan klien dan
sampai pasien bisa identifikasi aktivitas d. Memberikan
Ansietas melakukan yang dapat dilakukan perkiraan kebutuhan
berhubungan aktifitas dengan oleh klien. akan penggantian
dengan baik. Kriteria volume cairan dan
kurangnya hasil: keefektifan pengobatan.
pengetahuan Menunjukkan Peningkatan berat
dan peningkatan klien 2.pantau TTV sebelum badan yang cepat
perubahan dan partisipasi dan sesudah disebabkan oleh
fungsi fisiologi dalam aktivitas melakukan aktivitas adanya retensi cairan
setelah dilakukan dan natrium yang
Risiko tinggi tindakan. 3.Sarana pasien untuk berhubungan dengan
terhadap menentukan massa pengobatan steroid.
penurunan tujuan : atau periode antara
curah istirahat dan
jantung. peningkatan melakukan aktivitas
kenyaman 1.pasien biasanya telah
Gangguan psikologis dan mengalami penurunan
perubahan fisiologis kreteria tenaga kelemaan otot,
nutrisi hasil: kemudian 1.Bina hubungan saling menjadi terus
berhubungan Menggambarkan percaya. memburuk setiap haRi
dengan ansietas dan karena proses penyakit
masukan 2.Catat respon verbal dan munculnya
makanan polakopingnya. nonverbal pasien. ketidakseimbangan
tidak adekuat natrium kalium.
ditandai Tujuan : 3.Berikan aktivitas
dengan rasa yang dapat 2. kolapsnya sirkulasi
mual. Intake dan out put menurunkanketeganga dapat terjadi sebagai
klien seimbang. n. dari stess, aktivitas jika
curah jantung
Kreteria hasil: 4. Jadwalkan istirahat berkurang.
adekuat dan
Klien akan periodemenghentikan 3.mengurangi
menunjukkan tidur kelelahan dan menjaga
intake makan ketenanagn pada
melalui 1. Buat jadwal jantung
keseimbangan masukan tiap jam,
diet,Menunjukkan anjurkan mengukur 1.Komunikasiterapeuti
prilaku cairan dan minum k dapat memudahkan
mempertahankan sedikit demi sedikit tindakan.
pola nutrisi yang atau makan dengan
adekuat perlahan. 2. Mengetahuiperasaan
yang sedang dialami
Tujuan : 2. Timbang berat badan klien.
setiap hari
Tingkat kecemasan 3. Kondisirileks dapat
pasien dapat 3. Berikan makanan menurunkan tingkat
berkurang. sedikit tapi sering ancietas.
sesuai indikasi
Kreteria hasil: 4.
pasien tampak 4. Berikan diet dan Mengatasikelemahan,
rileks,Pasien makanan ringan menghemat energi dan
melaporkan dengan tambahan dapat meningkatkan
ansietas berkurang makanan yang disukai kemampuan koping.
sampai tingkat bila ada kolaborasi.
dapat di atasi yang 1.mencegah terjadinya
Ditandai dengan 5. Gunakan susu biasa mual
:Mampu dari pada usus krim,
mengidentifikasi bila susu
cara hidup yang dimungkinkan.
sehat untuk
membagikan a.Observasi tingkat
perasaannya. laku yang
menunjukkan tingkat
Tujuan : ansietas 2. untuk mengetahui
meningkatkan peningkatan berat
curah jantung b.Pantau respon fisik, badan
pasien adekuat. palpitasi, gerakan yang
berulang-ulang, 3. memenuhi
Kretria hasil: hiperventilasi, kebutuhan nutrisi
Kriteria evaluasi insomnia.
yang diharapkan:
Menunjukkan c. Kurangi stimulasi 4. untuk mencegah
curah jantung yang dari luar: tempatkan terjadinya malnutrisi
adekuat ditandai pada ruangan yang
dengan:tanda vital tenang, berikan 5. untuk menanbah
dalam batas kelembutan, musik nutrisi
normal nadi perifer yang nyaman, kurangi
teraba dengan baik lampu yang terlalu a.Pengisian kapiler
pengisian kapiler terang, kurangi jumlah yang memanjang, nadi
orang yang yang lambat & lemah
Tujuan : berhubungan dengan merupakan indikasi
pasien. terjadi syok.
kebutuhan akan
keseimbangan b.Krisis addison
nutrisi pasien mungkin menyebabkan
tercukupi. a.Kaji pengisian kapiler tekanan darah
dan nasi perifer menurun. Frekwensi
Kreteria hasil : jantung yang tidak
Klien akan b. Pantau tanda vital: teratur akan
menunjukkan tensi, irama jantung. menimbulkan
intake makan penurunan curah
melalui jantung.
keseimbangan diet
dan akan c. Ukur jumlah c.Walaupun biasanya
Menunjukkan haluaran urine. ada poliuria penurunan
prilaku haluaran urine
mempertahankan d. Kolaborasi pemberi menggambarkan
pola nutrisi yang O2 penurunan perfusi
adekuat ginjal oleh penurunan
curah jantung.

1. Buat jadwal
masukan tiap jam,
anjurkan mengukur a.Pengisian kapiler
cairan dan minum yang memanjang, nadi
sedikit demi sedikit yang lambat & lemah
atau makan dengan merupakan indikasi
perlahan. terjadi syok.

2. Timbang berat badan b.Krisis addison


setiap hari mungkin menyebabkan
tekanan darah
3. Berikan makanan menurun. Frekwensi
sedikit tapi sering jantung yang tidak
sesuai indikasi untuk teratur akan
klien menimbulkan
penurunan curah
4. Berikan diet dan jantung.
makanan ringan
dengan tambahan c.Walaupun biasanya
makanan yang disukai ada poliuria penurunan
bila ada kolaborasi. haluaran urine
menggambarkan
5. Gunakan susu biasa penurunan perfusi
dari pada usus krim, ginjal oleh penurunan
bila susu curah jantung.
dimungkinkan.
d).Kadar O2 yang
6. Berikan obat sesuai maksimal dapat
indikasi : siprofeptadin membantu
(periactin) menurunkan kerja
jantung.

& ASKEP GANGGUAN KELENJAR ADRENAL

LP GANGGUAN ADRENAL

Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang


menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal:
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1. Sindrom Cushing: disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,
terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis
farmakologis kortikosteroid sintetik
2. Sindrom Adrenogenital: Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau
menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3. Hiperaldosteronisme
a. Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn): Kelaianan yang disebabkan karena
hipersekresi aldesteron autoimun
b. Aldosteronisme sekunder: Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin
primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.

b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal


Insufisiensi Adrenogenital :
1. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal): Kelainan yang terjadi karena
defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit /
stress.
2. Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison): Kelainan yang
disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah
defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3. Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder: Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom
kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh
karena atrofi adrenal.

1. Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap. (Price, 2005).
Syndrome cushing adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan
glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F.
Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar
yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis
farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)

2. Etiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang
berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal
berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga
mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor
lain yang mengeluarkan ACTH. Syndrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis
disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang
dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada
gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan,
hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab
patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price;
Patofisiologi, hal 1091)
3. Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian
kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi
klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan
glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia
adalah kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah
aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
a. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein,
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentUk protein untuk mensistesis
protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang. Secara klinis dapat ditemukan:
o Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
o Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit
berwarna ungu (striae).
o Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
o Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule
menyebabkan mudah tibul luka memar.
o Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat
dengan mudah terjadi fraktur patologis.
b. Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
o Obesitas.
o Wajah bulan (moon face)
o Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
o Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawaH yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
c. Elektrolit
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium
dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
d. Sistem kekebalan
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-
pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
o Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
o Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
o Produksi anti bodi
o Reaksi peradangan
o Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
e. Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif
mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya
tukak.
f. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
g. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid
adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini
glukokortikoid: dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel,
dan permeabilitas kapiler, menghambat pelapasan kiniin yang bersifat
pasoaktif dan menkan fagositosis.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti
inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak
mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis
farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091)

4. Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira
70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1,
wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi
ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini
menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik
lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita: pria adalah 1:3 dan tertinggi pada umur 40-
60 tahun.
c. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing.
Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada
wanita, tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih
tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 %
kasus terjadi pada orang dewasa.
d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda.
Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %),
adenoma adrenal terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada
usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan
berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia
lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

5. Manifestasi Klinis

o Amenorea
o Nyeri punggung
o Kelemahan otot
o Nyeri kepala
o Luka sukar sembuh
o Penipisan kulit
o Petechie
o Ekimosis
o Striae
o Hirsutisme (tumbuh bulu diwajah)
o Punuk kerbau pada posterior leher
o Psikosis
o Depresi
o Jerawat
o Penurunan konsentrasi
o Moonface
o Hiperpigmentasi
o Edema pada ekstremitas
o Hipertensi
o Miopati
o Osteoporosis
o Pembesaran klitoris
o Obesitas
o Hipokalemik
o Perubahan emosi
o Retensi Natrium

6. Komplikasi
a. Krisis Addisonia
b. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
c. Patah tulang akibat osteoporosis

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes supresi dexamethason
o Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah
hipofisis atau adrenal
o Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style="">  Normal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl  Sindrom Cushing
b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang
merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat  Sindrom Cushing
c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH
sebagai penyebab.
d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e. CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor
pada kelenjar adrenal.

i. Penatalaksanaa
a. Terapi Operatif
o Hipofisektomi Transfenoidalis : Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis
o Adrenalektomi : terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b. Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane,
ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut
disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan
secara tuntas.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GANGGUAN ADRENAL

A. Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh
dari hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan
korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron.
a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Data subjektif
Amenorea
Nyeri punggung
Mudah lelah / kelemahan otot
Sakit kepala
Luka sukar sembuh
2) Data objektif

a. Integumen
Penipisan - Kulit Striae
Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
Ekimosis - Edema pada ekstremitas
Jerawat - Hiperpigmentasi
Moonface
Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
b. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi
intercouste hidung, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan ronchi wheezing
d. Muskuloskeletal
Kelemahan otot
Miopati
Osteoporosis
e. Reproduktif: Pembesaran klitoris
f. Makanan dan cairan
Obesitas
Hipokalemia
Retensi natrim
g. Psikiatrik
Perubahan emosi
Psikosis
Depresi
Penurunan konsentrasi
h. Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.

B. Diagnosis
a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi
cairan
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
d. Resiko cidera b.d kelemahan
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan
kerapuhan kulit

C. Intervensi Dan Rasional


a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi
cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
Intervensi Rasional

1. Ukur intake output 1. Menunjukkan status volume sirkulasi


2. Hindari intake cairan berlebih terjadinya perpindahan cairan dan
ketika pasien hipernatremia respon terhadap nyeri
3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 22. Memberikan beberapa rasa kontrol
jam dalam menghadapi upaya pembatasan
4. Timbang BB klien 3. TD meningkat, nadi menurun dan RR
5. Monitor ECG untuk meningkat menunjukkan kelebihan
abnormalitas cairan
(ketidakseimbangan elektrolit) 4. Perubahan pada berat badan
6. Lakukan alih baring setiap 2 menunjukkan gangguan keseimbangan
jam cairan
7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit 5. Hipernatremi dan hipokalemi
: Na, K, Cl) menunjukkan indikasi kelebihan cairan
6. Alih baring dapat memperbaiki
metabolisme
7. Menunjukkan retensi cairan dan
harus dibatasi

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme


protein
Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam
1. Mengetahui tingkat perkembangan
melakukan aktifitas klien dalam melakukan aktivitas
2. Tingkatkan tirah baring 2.
/ Periode istirahat merupakan tehnik
duduk penghematan energi
3. Catat adanya respon terhadap
3. Respon tersebut menunjukkan
aktivitas seperti :takikardi, peningkatan O2, kelelahan dan
dispnea, fatique. kelemahan
4. Tingkatkan keterlibatan pasien
4. Menambah tingkat keyakinan
dalam beraktivitas sesuai pasien dan harga dirinya secar baik
kemampuannya sesuai dengan tingkat aktivitas yang
5. Berikan bantuan aktivitas ditoleransi
sesuai dengan kebutuhan 5. Memenuhi kebutuhan aktivitas
6. Berikan aktivitas hiburan yang klien
tepat seperti : menonton TV dan
6. Meningkatkan relaksasi dan
mendengarkan radi penghematan energi, memusatkan
kembali perhatian dan meningkatkan
koping

c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi


Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Adanya tanda-tanda infeksi (tumor,
2. Ukur TTV setiap 8 jam rubor, dolor, calor, fungsio laesa)
3. Cuci tangan sebelum dan merupakan indicator adanya infeksi
sesudah melakukan tindakan
2. Suhu yang meningkat merupan
keperawatan indicator adanya infeksi
4. Batasi pengunjung sesuai
3. Mencegah timbulnya infeksi silang
indikasi 4. Mengurangi pemajanan terhadap
5. Tempatkan klien pada ruang patogen infeksi lain
isolasi sesuai indikasi 5. Tehnik isolasi mungkin diperlukan
6. Pemberian antibiotik sesuai untuk mencegah penyebaran/ melindungi
indikasi pasien dari proses infeksi lain
6. Terapi antibiotik untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi nosokomial

d. Resiko cidera b.d kelemahan


Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Intervensi Rasional

1. Ciptakan lingkungan yang


1. Lingkungan yang protektif dapat
protektif mencegah jatuh, fraktur dan cedera
2. Bantu klien saat ambulansi lainnya pada tulang
3. Berikan penghalang tempat
2. Kondisi yang lemah sangat
tidur / tempat tidur dengan posisi beresiko terjatuh
yang rendah 3. Menurunkan kemungkinan
4. Anjurkan kepada klien untuk adanya trauma
istirahat secara adekuat dengan
4. Memudahkan proses
aktivitas yang sedang penyembuhan
5. Anjurkan klien untuk diet tinggi
5. Untuk meminimalkan
protein, kalsium dan vitamin D pengurangan massa otot
6. Kolaborasi pemberian obat-
6. Dapat meningkatkan istirahat.
obatan seperti sedative.
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan
kerapuhan kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
Intervensi Rasional

1. Kaji ulang keadaan kulit


1. Mengetahui kelaianan / perubahan
klien kulit serta untuk menentukan intervensi
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam selanjutnya
3. Hindari penggunaan plester2. Meminimalkan / mengurangi tekanan
4. Berikan lotion non alergik yang berlebihan didaerah yang menonjol
dan bantalan pada tonjolan serta melancarkan sirkulasi
tulang dan kulit 3. Penggunaan plester dapat
menimbulkan iritasi dan luka pada kulit
yang rapuh
4. Lotion dapat mengurangi lecet dan
iritasi

D. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
c. Infeksi tidak terjadi.
d. Cedera tidak terjadi.
e. Integritas kulit klien kembali normal.

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PENYAKIT ADDISON

I. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

- Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria – pria dan wanita – wanita sama
rata. Penyakit di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua – duanya yaitu bagian – bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
(http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

- Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks
adrenal (soediman,1996)

- Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa (baroon, 1994)

- Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks
adrenal (keperawatan medical bedah, bruner, dan suddart edisi 8 hal 1325)
- Penyakit Addison adalah kekurangan partikal ssekresi hormon korteks adrenal.
Keadaan seperti ini terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal zona
glomeruluna dan sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana
gangguan enzim menghambat sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296)

2. Etiologi

a. Tuberculosis

b. Histo plasmosis

c. Koksidiodomikosisd

d. Kriptokokissie

e. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal

f. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)

g. Adrenalitis auto imun

3. Manifestasi Klinik

a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB menurun,


hipotensi, dan hipoglikemi.

b. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih

c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar


matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku

d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan

e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)

f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

4. Patofisiologi
Terlampir

5. Komplikasi

a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)

b. Kolaps sirkulasi

c. Dehidrasi

d. Hiperkalemiae

e. Sepsis

f. Ca. Paru

g. Diabetes melitus

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)

- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

- Penurunan kadar kortisol serum

- Kadar kortisol plasma rendah

b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi diadrenal

c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya
dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi
malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal

d. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

e. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik
dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek
cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah
suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol
dalam darah dan urin.

f. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi
CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan
adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol
darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien –
pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan
cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai
penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus
sebagai penyebab.

7. Penatalaksanaan

a. Medik

1) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4


minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2) Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV

3) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol

4) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline

5) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

b. Keperawatan

1) Pengukuran TTV

2) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan waktu istirahat


pasien

3) Meniempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai


ditinggikan

4) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam

5) Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang


normal disertai regresi gambaran klinis

6) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang


menunjukan adanya krisis Addison.
PATOFISIOLOGI

Faktor etiologi

Auto imun (TB, Histoplasmosis, dll)

Destruksi kontek adrenal

Insufisiensi adrenal

Hormon kortisol menurun

Merangsang Insufisiensi primer adreno Hip


kortikal ADDIS ean
ON o

Kelemahan otot

mineral bortikoid Hiperpigmentasi


Hormon
ganadotro
berkuran
Intoleransi
aktivitas
Melanosit
HDR

GFR Kelainan ta
sek sekun

Defisit perawatan
diri
Produksi uring
meninggkat Tubulus mengalami gx Rambut pu
reabsasi berkuran
Dueresis >>
Keseimbangan air
dan garam
Glukoneogenesis terganggu

Libido
ber
a
Hipoglikemie Turunnya volume
cairan
Berlanjut oligori

Kurang
pe
ta
Resiko Gx
eliminasi uri
Sirkulasi vaskuler

Kekurangan
aldost
eron Cemas

Kekurangan
volume cairan
Meningkatnya
Penurunan suplai
O2 ke
otak
pembuangan Na

Suplai O2 berkurang Gx
perfusi
Meningkatnya K
cerebral
oleh
ginjal

Metabolik anaerob

Sistem konduksi
jantun
Enzim Hcl g

Pusing
Mual muntah Kontraksi otot
jantun
Anoreksia g Gx rasa nyaman
lemah

Jantung tidak
mampu
Pemenuhan nutrisi kurang dari memompa
kebutuhan
Kontraksi otot
jantun
g
lemah

Jantung tidak
mampu
memompa

Hipotensi

Krisis Addison

Penurunan
suplai darah ke
organ vital
(hepar
,
ginjal)
Kematian sel

Atropi

Diskontinuitas
sistem konduksi
spasme otot
abdomen

Nyeri abdomen
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami
krisis adrenal

2. Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun ca


paru, payudara dan limpama

4. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi,
rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50
mm)

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang
sama / penyakit autoimun yang lain.

6. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)

a. Sistem Pernapasan

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi


P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

b. Sistem Cardiovaskuler

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

P : Redup

A : Suara jantung melemah

c. Sistem Pencernaan

· Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering

· Abdomen : I : Bentuk simetris

A: Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

P : Timpani

d. Sistem muskuluskeletal dan integumen

Ekstremitas atas : terdapat nyeri

Ekstremitas bawah : terdapat nyeri

Penurunan tonus otot

e. Sistem Endokrin

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik
ACTH meningkat
Integumen à Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas
dingin,cyanosis, pucat, terjadi piperpigmentasi di bagian distal
ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran
mukosa

f. Sistem Eliminasi Uri

Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin

g. Eliminasi Alvi

Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

h. Sistem Neurosensori

Pusning, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi


waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan
mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)

i. Nyeri / kenyamanan

Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas

j. Keamanan

Tidak to0leran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam
yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)

k. Aktivitas / Istirahat

Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari), tidak
mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada
aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

l. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks
sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita)
hilangnya libido

m. Integritas Ego

Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit
fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord

3. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan


cairan elektrolit dan glukosa

4. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan


karakteristik tubuh

5. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

6. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

7. Gx eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi pada tubulus

IV. RENCANA KEPERAWATAN

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Tujuan japen : kebutuhan cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ± 4 jam
Tujuan japan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 7 jam

Kriteria hasil : - Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)

- TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37 oC TD : 120/80 mmHg

- Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik

- Turgor kulit elastis

- Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik

- Membran mukosa lembab

- Warna kulit tidak pucat

- Rasa haus tidak ada

- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

- Hasil lab

Ht : W = 37 – 47 %

L = 42 – 52 %

Ureum = 15 – 40 mg/dl

Natrium = 135 – 145 mEq/L

Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L

Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan
dari nadi perifer

R/ Hipotensi pastoral merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan


hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari
penurunan kolesterol

2) Ukur dan timbang BB klien

R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan


keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya
retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois

3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler
memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan
temperaturnya

R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume


pengganti

4) Periksa adanya status mental dan sensori

R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan


terutama jaringan otak

5) Ouskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat dan laporan adanya mual
muntah dan diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan


elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6) Berikan perawatan mulut secara teratur

R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan


mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7) Berikan cairan oral diatas 300 cc/hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan kx

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna
tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

Kolaborasi

8) Berikan cairan, antara lain :

a) Cairan Na Cl 0,9 %

R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian


cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi
kekurangan natrium yang sudah terjadi

b) Larutan glukosa

R/ dapat menghilangkan hipovolemia

9) Berikan obat sesuai dosis

a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam


untuk 24 jam

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan


reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan
mempertahankan curah jantung

b) Mineral kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral

R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah


mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan
tekanan darah dan gangguan elektrolit

10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun
lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah

11) Pantau hasil laborat

a) Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya


hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh

b) Ureum / kreatin

R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi


terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal
jantung

c) Natrium

R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang


berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal

d) Kalium

R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan


air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan
hiperkalemia

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid

Tujuan Japan : klien dapat mempertahankan asupan nutrisi dan mengidentifikasi


tanda – tanda perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan setelah
dilakukan intervensi selama ± 3 x 24 jam

Tujuan Japen : kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan


tindakan intervensi japen selama ± 1 x 24 jam
Kriteria hasil :

- Tidak ada mual mutah - Nyeri kepala

- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) - Kesadaran kompos mentis

- Hb : W : 12 – 14 gr/dl - TTV dalam batas normal

L : 13 – 16 gr/dl

Ht : W : 37 – 47 %
(S : 36 – 372 oC)
L : 42 – 52 %
(RR : 16 – 20 x/menit)
Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl
-
Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl

Bising Usus : 5 – 12 x/menit

Intervensi

1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

R/ Kekurangan kartisol dapat me nyebabkan fejala intestinal berat yang


mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan

2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nagi
yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan

R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu


pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad

3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hati

R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol


terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan
terjadinya mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut

R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang
tidak sedap, tidak terlalu ramai

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan

6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi

R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak

7) Berikan Glukosa intravensi dan obat – obatan sesuai indikasi seperti


glukokortikoid

R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid


akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan
membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen

8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi

R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat
reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.

c. Itoleransi aktivitas b/d penurunan O2 kejaringan otot kedalam metabolisme,


ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

Tujuan : aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil : - menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas


setelah dilakukan tindakan

- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan
oleh klien

R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot,


menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya
ketidakseimbangan natrium kalium

2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah
jantung berkurang

3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan
melakukan aktivitas

R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung


4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada
berdiri selama melakukan aktivitas

R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan


mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan

d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan


karakteristik tubuh

Tujuan Japan : Individu dapat mengontrol dan mengidentifikasi tanda – tanda Gx


harga diri

Tujuan japen : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Kriteria hasil : - Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang


terjadi pada tubuhnya

- Dapat beradaptasi dengan orang lain

- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal :


perubahan penampilan dan peran

R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh


pasien

2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :

- Teknik relaksasi

- Visualisasi

- Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan
koping.

3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan


diri sendiri

R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri

4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan
pigmentasi kulit

R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan


meningkatkan harga diri pasien

5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah


terkontrol dan gejalanya telah berkurang

R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah
dilakukan

6) Kolaborasi

Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai


pendukubg

R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan


pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.
e. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen

Tujuan Japan : Individu mampu mengidentifikasi tanda – tanda munculnya nyeri


setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam

Tujuan japen : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ±


2 jam

Kriteria hasil : - Kx mengatakan nyeri berkurang

- Kx tidak menyeringai kesakitan

- TTV dalam batas normal

S : 36 – 372 oC

N : 80 – 100 x/menit

RR: 16 – 20 x/menit

Intervensi

1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit

R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih


kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,
intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya

R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,


menentukan efektifitas terapi

3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal


musik yang lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien
untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4) Kolaborasi

Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan
kebutuhannya.

R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.

f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan

Tujuan Japan : Klien mampu menerima kondisinya dan menyatakan bahwa Kx


tidak cemas lagi.

Kriteria hasil : - Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk


mengatasi kurangnya percaya diri

- Px akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan


ke dokter

- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan


terjadinya masalah

Intervensi

1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode


stres, diskusi teknik relaksasi

R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem


saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi

2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat

R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan


mengevaluasi keefektifan

3) Kaji skala anxietas

R/ Mengetahui derajad kecemasan Kx


4) Sarankan Px tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan,
tidur dan latihan

R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk


emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan
kebutuhan hormon

5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk


sepanjang kehidupan Px.

R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk


memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup

6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam

g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi

Tujuan Japan : eliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 1 x 24 jam

Tujuan Japen : Elliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 6 jam

Kriteria hasil : - Kx tidak lagi mengeluh Bak sedikit / kencing tidak lancar

Intervensi

1) Anjurkan pada Kx agar diet tinggi garam

R/ menambah retensi Na+

2) Anjurkan pada kx untuk minum banyak

R/ melancarkan aliran kencing lancar

3) Pemasangan kateter
R/ Agar kx dapat BAK dengan lancar

4) Obs. Input dan output

R/ Mengetahui keseimbangan cairan

5) Kolaborasi pemberian diuretik

R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

Anda mungkin juga menyukai