Makalah Ibadah Akhlak
Makalah Ibadah Akhlak
Disusun oleh :
TAUFIQURRAHMAN 1601025276
JAKARTA
2017
PENDAHULUAN
Era kehidupan yang terus berkembang sangat dinamis, membutuhkan tuntunan yang
mengarahkan dan menyadarkan perilaku manusia untuk lebih dekat dengan kehendak Sang
Maha Kuasa. Kehendak itu dalam bentuk ibadah mengabdi kepada-Nya dalam seluruh
aktivitas kehidupan. Jika tidak, dikhawatirkan semakin berat beban kehidupan yang harus
dipikul karena kemaksiatan dan ketidakpatuhan yang semakin menggejala.
Kehidupan serbabebas, liar, dan tanpa kendali merupakan fakta nyata semakin jauhnya
kehidupan manusia dari rel yang telah digariskan oleh Sang Maha Pencipta. Akibatnya,
kehidupan ini kerap dihantui dengan bencana, musibah, dan malapetaka yang datang silih
berganti, sebagai buah dari pengingkaran dan keengganan manusia mengikuti petunjuk dan
kehendak Allah SWT.
Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar
menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa.
Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid
terlebih dahulu. Mengapa ? keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid
tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat
dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.”
(Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah suatu istilah
yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan
maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).
Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di
antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan
(maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut,.
1. Pengertian Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-
khudlu). Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah
tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.[1]
Ini sesuai dengan pengertian yang di kemukakan oleh al-syawkani, bahwa ibadah itu adalah
kepatuhan dan perendahan diri yang paling maksimal.
Secara etimologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun.
‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya
sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk
memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” jiwa raga hanya milik Allah, hidup matinya di
tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau
menghamba kepada-Nya:
2. Jenis-jenis ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk
dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya:
1. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara
hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah saw Salah satu tujuan diutus rasul
oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin
Allah.” (QS. An-Nisa’: 64)
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara mengada-ada, yang
populer disebutbid’ah. Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum
Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah
Rasul-rasul mereka.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d). Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan
salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi. Jenis ibadah yang
termasuk mahdhah, adalah:
1. Wudhu 7. Membaca al-Quran
2. Tayammum 8. I’tikaf
3. Mandi hadats 9. Shiyam ( Puasa )
4. Adzan 10. Haji
5. Iqamat 11. Umrah
6. Shalat 12. Tajhiz al- Janazah
Pada suatu risalah, Al-Ghazali menyatakan bahwa hakikat ibadah adalah mengikuti Nabi
Muhammad Saw. Pada semua perintah dan larangannya. Sesuatu yang bentuknya seperti
ibadah, tapi diperbuat tanpa perintah, tidaklah dapat disebut sebagai ibadah. Shalat dan puasa
sekalipun hanya menjadi ibadah bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk syara’. Melakukan
shalat pada waktu-waktu terlarang atau berpuasa pada pada hari raya, sama sekali tidak
menjadi ibadah, bahkan merupakan pelanggaran dan pembawa dosa. Jadi, jelaslah bahwa
ibadah yang hakiki itu adalah menjujung perintah, bukan semata-mata melakukan shalat dan
puasa, sebab shalat dan puasa itu akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.
Akan tetapi, sesungguhnya ibadah dengan pengertian yang hakiki itu merupakan tujuan dari
dirinya sendiri. Dengan melakukan ibadah, manusia akan selalu tahu dan sadar bahwa betapa
lemah dan hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari
benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah.
haji dan shadaqah. Akan tetapi lebih dari itu, ibadah itu mencakup seluruh perbuatan yang
disebutma’ruf. Rasulullah bersabda,
“Setiap perbuatan baik itu adalah shadaqah.”
`Di antara perbuatan ma’ruf adalah berbuat baik di dalam masyarakat, menyelesaikan
pekerjaan mubah dengan sempurna dan berusaha mencari karunia Allah di muka bumi.
Bahkan area ibadah itu lebih banyak lagi daripada itu, seperti dengan cara mengubah amalan
yang mubah menjadi bernilai ibadah dengan menyertakan niat yang baik di dalam amalnya.
Sebagiamana Rasulullah bersabda,
“Niat seorang mukmin itu lebih baik daripada amalannya.”
Setiap amal untuk dunia dan akhirat yang kita kerjakan, pada hakikatnya semua
adalah untuk kepentingan akhirat.
ْل َمن
َْ ِعم َ ْط ِِّي َب ْةً َح َياْة ً فَلَنُح ِي َينَّ ْهُ ُمؤمِ نْ َوه َُْو أُنثَى أَوْ ذَكَرْ مِ ن
َ صا ِل ًحا َ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl
(16): 97)
3. Meninggalkan Ibadah adalah gerbang kesengsaraan
Jika melaksanakan ibadah adalah jalan kebahagiaan maka meninggalkannya merupakan gerbang
kesengsaraan, hal tersebut sesuai dengan firman Allah ta’ala di dalam surat Tahaa ayat ke 124:
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah
maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa,
diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa.
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih
banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan dari pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.