Anda di halaman 1dari 5

2.

1 Filosofi Mengajar
Nampaknya sudah sangat sering saya terlibat dalam penerimaan dosen di sebuah
universitas mulai tahun 1999. Setiap kali saya termasuk dalam tim yang melakukan
wawancara kepada calon dosen, salah satu pertanyaan yang selalu saya ajukan adalah:
mengapa memilih menjadi dosen? Pertanyaan favorit saya.

Beragam jawaban saya dapatkan. Mulai dari yang sangat filosofis sampai dengan yang
terkesan asal dan baru dipikirkan ketika mendapatkan pertanyaan yang saya
sampaikan. Beberapa jawaban filosofis yang saya sangat senang mendengarnya adalah
keinginan untuk berbagi ilmu dan mendapatkan tempat untuk terus belajar.

Ada banyak alasan mengapa orang yang dengan sadar ingin berbagi ilmu. Pertama, ilmu
yang dibagikan tidak akan pernah berkurang. Berbeda dengan harta yang setiap kali
kita ambil dan berikan kepada orang lain, secara lahiriah akan berkurang. Bahkan
dengan berbagi ilmu di kampus, ilmu kita dapat bertambah dengan sangat signifikan.
Ada dua alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Pertama, karena sebelum mengajar, sebagai
dosen, kita harus belajar, mengembangkan pengetahuan; dan kedua, tidak jarang
mahasiswa jauh lebih pintar daripada yang kita duga, dan melalui diskusi di kelas,
dosen pun dapat belajar sangat banyak dari mahasiswa.
Kedua, berbagi ilmu adalah investasi masa depan: investasi akhirat. Bukankah,
menurut ajaran agama, salah satu amal yang terus mengalirkan pahala ketika pelakunya
sudah meninggal adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat akan terus
mempunyai dampak kepada pribadi yang mempunyai ilmu dan lingkungan sekitarnya.
Dampak positif inilah yang membuat berbagi ilmu adalah sebuah amal jariyah, amal
yang mengalir pahalanya.
Ketiga, sebuah kebahagiaan yang tiada tara ketika mengetahui mantan mahasiswa
kita menjadi orang sukses atau memahami sesuatu dan kita mempunyai andil di
dalamnya. Seorang mantan mahasiswa saya pernah menulis pesan dalam dinding
Facebook saya, “Tanpa Anda, saya sama sekali tidak mengerti pemrograman. Anda-lah
yang membuat saya paham akan inti informatika via Algoritma dan Pemrograman I
semester pendek 2006.” Sebuah komentar dari mantan mahasiswa hampir sepuluh
tahun yang lalu dalam blog saya: “Ingat sekali, waktu kuis Algoritma dan Pemrograman
I & II siapa yang dapat nilai sempurna dikasih uang.” Bahkan saya sendiri pun sudah
lupa kalau pada tahun 2006 saya pernah mengajar Algoritma dan Pemrograman, dan
lupa pernah menyemangati mahasiswa dengan uang untuk makan siang di kampus.
Sangat mungkin apa yang kita ajarkan adalah sesuatu yang biasa atau sudah seharusnya
kita lakukan. Tetapi, bagi mahasiswa seringkali menjadi sesuatu yang luar biasa. Nanum
demikian, pada prinsipnya hal tersebut bukanlah tujuan mengajar. Ungkapan langsung
mantan mahasiswa adalah hanya efek samping.
Guru sekolah dasar (SD) saya pernah bertanya kepada saya ketika saya hampir lulus
pada tahun 1986. Sebuah pertanyaan yang sangat mungkin tidak bisa jawab pada saat
berusia 12 tahun. Pada saat ini, Pak Suratman, nama guru saya tersebut mengatakan
kepada saya, “Kamu harus menjadi doktor!”. Ungkapan yang pada saat itu saya belum
tahu benar apa artinya.

Kemudian sebuah pertanyaan lain diajukan dalam kesempatan berbeda: apa beda guru
SD dan dosen? Beliau menjawab sendiri. Kalau seseorang sukses, seringkali yang
dihubungi pertama kali adalah dosennya, dan jarang sekali guru SD-nya. Padahal kita
tahu, dari guru SD-lah kita belajar calistung pertama kali: membaca, menulis, dan
berhitung. Alhamdulillah, ketika buku ini ditulis, takdir Allah membawa saya ke dalam
proses mewujudkan do’a dari Pak Suratman untuk menjadi seorang doktor.

Semua filosofi di atas bersifat internal. Filosofi eksternal yang mendasari seseorang
memilih menjadi pengajar juga sangat beragam. Pertama, menjadi pengajar telah
membuka pintu untuk berkontribusi terhadap proses pencerdasan anak bangsa.
Idealisme ini nampaknya bisa jadi mulai tertelan zaman. Sebagai warga negara yang
baik, tentu amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dirumuskan dengan sangat
apik dengan visi jauh ke depan para pendiri bangsa perlu disimak ulang. Dengan
manjadi pengajar, kita telah menjadikan diri kita terlibat dalam proses mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Kedua, sebagai dampaknya, dengan menjadi pengajar, kiat pun telah berandil dalam
membentuk manusia yang lebih merdeka, manusia yang terbebaskan. Untuk inilah Nabi
Muhammad diutus, sebagai sang pembebas, the liberator (Engineer, 1990). Nabi telah
diutus untuk membebaskan manusia dari paham atau ideologi yang membelenggunya
untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan telah
tergadaikan kepada “tuhan” yang tidak berhak mendapatkannya.
Mungkin Anda akan mengaitkan ini dengan ide besar yang dibawa oleh Paulo Freire
(1985), cendekiawan Brazil yang mengembangkan teori pedagogik kritis. Baginya,
pendidikan harusnya membebaskan. Bukunya yang berjudul Pedagogy of the
Oppressed telah memberikan warna baru dalam dunia pendidikan. Buku ini sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul Pendidikan untuk Kaum
Tertindas. Kondisi masyarakat pada saat itu dianggap tidak adil, dan Freire membagi
masyarakat ke dalam dua kelompok yang saling berhadapan: kaum penindas (the
oppressor) dan kaum tertindas (the oppressed).
Anda mungkin juga mengaitkan folosofi eksternal dengan pendidikan yang
membebaskan dengan ide-ide besar Ivan Illich (1972). Illich memberikan kritik yang
sangat tajam untuk lembaga sekolah yang gagal dalam proses pendidikan, karena anak
didik (termasuk mahasiswa dalam konteks pendidikan tinggi) tidak menjadi
terbebaskan. Salah satu konsep penting yang ditawarkan sebagai solusi adalah
pembentukan learning web, jejaring pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
memacu motivasi menjadi self-learner dan menjadikan pengajar sebagai motivator
dan guide. Dalam konteks kekinian, ide besar Illich dapat diterjemahkan dengan
membuka pintu seluas-luasnya ke untuk mengakses materi pembelajaran di luar
kurikulum yang sangat dibatasi kredit semester dan waktu pertemuan. Teknologi
informasi sangat membantu dalam hal ini.
Anda mungkin ingin menambahkan filosofi atau alasan eksternal lain menjadi seorang
pengajar.

DAFTAR PERTANYAAN

1. Ceritakan Tentang Diri Anda?


2. Mengapa anda memutuskan untuk melamar pekerjaan di Universitas ini?
3. Apa yang membuat anda menjadi tertarik dengan Universitas ini?
4. Jurusan apa yang anda ambil saat kuliah?
5. Prestasi Apa yang Pernah Anda Dapatkan?
6. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja? Jika pernah, kenapa anda keluar dari
pekerjaan sebelumnya?
7. Mengapa anda ingin mengubah karir?
8. Sebutkan dua hal yang memotivasi anda dalam bekerja?
9. Masalah terbesar apa yang pernah anda hadapi? Bagaimana anda mengatasinya?
10. Bagaimana anda menyikapi kritik yang diberikan kepada anda?
11. Tanggung jawab apa yang anda anggap penting dalam pekerjaan?
12. Tantangan apa yang anda cari dalam pekerjaan?
13. Seandainya anda dihadapkan dengan dua tugas yang harus diselesaikan pada
saat yang bersamaan, apa yang akan anda lakukan?
14. Masalah terbesar apa yang pernah anda hadapi? Bagaimana anda mengatasinya?
15. Jika anda diterima, berapa gaji yang anda harapkan?

Setidaknya setelah anda mengetahui Pertanyaan Wawancara Kerja Dosen di atas anda
sudah memiliki persiapan untuk wawancara yang akan anda hadapi. Semoga sukses.
Tahapan Tes Wawancara Calon Dosen

Bagi teman-teman yang berminat mengikuti tes calon dosen, saya akan membagi
pengalaman saya mengikuti tes ini. Kira-kira seminggu yang lalu saya mengikuti tes
calon dosen di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Dua hari sebelumnya saya
mendapat telepon dari pihak universitas kalau saya lulus administrasi dan berhak
mengikuti tes selanjutnya yaitu wawancara. Saya pikir tes wawancara cuma sebentar.

Tes wawancara dimulai pukul 09.00. Kemudian ada salah seorang panitia
mengumumkan mekanismenya dan ini dia mekanisme yang terjadi sesungguhnya :

1. Wawancara Universitas

Disini teman-teman akan ditanya mengenai "mengapa ingin menjadi dosen?", dan pada
waktu itu saya kebagian pertanyaan "Anda tahu tentang Tri Dharma dosen, tolong
sebutkan?" dan jawabannya adalah "Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat". Pertanyaan mengenai wawasan kebangsaan ini berbeda-beda setiap
peserta. Waktu wawancara sekitar 5-7menit. Kemudian lanjut antri lagi untuk
wawancara program Studi.

2. Wawancara Program Studi

Setelah menunggu kira-kira 1 jam, akhirnya giliran saya untuk wawancara program
studi. Ada 4 pewawancara yaitu dosen dan kepala jurusan. Pertanyaan yang diajukan
kira-kira seperti ini :

- Keinginan untuk melanjutkan S3, universitas dan jurusan apa yang dituju.

- Motivasi untuk menjadi dosen

-Cara anda menghadapi mahasiswa

-Mikroteaching, pada tahap ini teman-teman diminta untuk menerangkan materi apa
yang paling dikuasai menggunakan bahasa inggris. Tips-nya : sebaiknya teman-teman
mempersiapkan materi dulu sebelumnya, karena saat ditelpon, pihak universitas tidak
menyebutkan akan ada tes mikroteaching.

3. Tes Bahasa Inggris


Tepat jam 14.15 saya mendapat giliran untuk mengikuti tes ini. Pada tahapan ini,
teman-teman diminta menjelaskan gambaran umum tentang thesis saudara dalam
bahasa inggris.

Anda mungkin juga menyukai