Bab 2
Bab 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Zona batas lempeng Indonesia berdasarkan Hall dan Wilson (2000), area
dengan warna abu-abu muda adalah zona tabrakan lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Pasifik-Laut Filipina.
Pulau Sulawesi memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Kondisi ini
diakibatkan oleh diapitnya pulau Sulawesi oleh tiga lempeng tektonik besar, yaitu:
lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak
kearah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta
lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina (Gambar 1).
Zona terakhir adalah zona yang relatif terbatas di Dataran Pantai Pohuwato.
Dataran yang terbentang dari Marisa di timur hingga Torosiaje dan perbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Tengah di barat, merupakan aluvial pantai yang sebagain
besar tadinya merupakan daerah rawa dan zona pasang-surut.
oleh aluvium dan endapan danau. Pola aliran sungai secara umum di daerah ini
adalah subdendritik dan subparalel.
Tatanan tektonik regional pulau Sulawesi dan sekitarnya dibagi menjadi lima
daerah tektonik (Gambar 2) (Darman dan Sidi, 2000) yaitu:
Gambar 3. Peta tatanan Tektonik pulau Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000)
1. Busur Vulkanik Sulawesi Bagian Barat: Berumur Tersier, terdiri dari batuan
plutonik-vulkanik berumur Paleogen-Kuarter, batuan sedimen dan metamorf
berumur Mesozoik-Tersier.
7
zona Subduksi Sulawesi Utara mencapai 8,0 dengan periode ulang gempa bumi
sekitar 234 tahun (Kertapati, 2006).
Pada bagian utara Pulau Sulawesi, secara morfologi akan terlihat kenampakan
empat segmen sesar (Hall, dkk, 2000). Bagian tengah dari utara Pulau Sulawesi
terbagi kedalam tiga block yang kecil. Pada bagian timur dari lengan utara Pulau
Sulawesi diberi nama Block Manado, yang bebas dari pengaruh North Sula Block.
Sehingga secara geologi jelas terlihat pemisahan yang diakibatkan adanya Sesar
Gorontalo.
Bachri, S., (1989) menerangkan bahwa sesar Gorontalo yang memanjang dari
arah barat laut ke tenggara yaitu mulai dari Laut Sulawesi melewati Gorontalo
hingga perairan Teluk Tomoni. Sesar normal yang terdapat di Gunung Boliohuto
menunjukan pola memancar, sedang sesar jurus mendatar umumnya bersifat
menganan (right lateral slip fault). Sesar tersebut memotong batuan berumur tua
(Formasi Tinombo) hingga batuan yang berumur muda (Satuan Batugamping
Klastik).
Struktur lipatan hanya terdapat setempat, terutama pada Formasi Dolokapa dan
Formasi Lokodidi, dengan sumbu lipatan secara umum berarah Barat-Timur.
Kelurusan banyak terdapat di daerah ini dengan arah yang sangat beragam.
2.5. Tatanan Hidrgeologi Regional dan Model Panas Bumi Daerah Suwawa
Kabupaten Bone Bolango merupakan bagian timur Propinsi Gorontalo yang
berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Utara. Daerah ini dilalui oleh dua sungai besar,
yaitu S. Bone dan S. Bolango, yang menjadi sumber air bagi penduduk, pertanian
dan peternakan. Selain kedua sungai ini, terdapat pula sumber air permukaan dari
Danau Perintis. Danau perintis ini, meskipun pasokan airnya hanya bergantung pada
curah hujan yang terjadi sepanjang tahun, namun keberadaaanya cukup penting bagi
penduduk di sekitarnya. Potensi sumber air lain adalah air tanah dangkal dan air
tanah dalam (Tresnadi, H. 2008).
9
Berdasarkan analisis regional curah hujan yang diperoleh dari Stasiun BMG di
Bandara Jalaludin, Limboto, maka di Kabupaten Bone Bolango musim kemarau
terjadi pada bulan Juni hingga Oktopber sedang musim hujan terjadi pada bulan
November hingga bulan Mei. Dilihat pada curah hujan bulanan pada tahun 2000
hingga 2004, maka pada bulan yang sama terjadi penurunan curah hujan dari tahun
ke tahun, yang ditunjukkan pada curah hujan yang makin menurun pada tahun
berikutnya, yaitu 2003 dan 2004 (Gambar 1). Untuk mengetahui apakah hal ini
dipengaruhi oleh cuaca global atau bukan, maka harus dilihat analisis secara
crossection dan interval dengan melihat curah hujan yang tercatat pada stasiun
penakar curah hujan di daerah yang lebih luas, misalnya di propinsi Sulawesi Utara
dan Sulawesi Tengah. Perubahan curah hujan yang semakin menurun ini akan
berpengaruh pada daur hidrologi yang ada, sehingga jumlah air yang meresap
sebagai masukan air tanah akan berkurang sehingga potensi kuantitas akan
berkurang. Jika dilihat lebih jauh pada debit sungai bulanan maka akan menunjukkan
debit yang menurun, karena penurunan baseflow yang masuk sungai. Pinogu yang
merupakan hulu DAS Sungai Bone dan bagian timur Kabupaten Bone Bolango, yang
berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara (Tresnadi, H.
2008).
Daerah ini merupakan kawasan Hutan Lindung Nani Wartabone. Secara
hidrogeologi daerah kawasan hutan ini kurang memiliki potensi mata air. Namun
kawasan ini memiliki sumberdaya air permukaan yang besar, yaitu Sungai Bone,
10
yang dengan anak-anak sungainya telah dipergunakan oleh penduduk untuk air
irigasi lahan pertanian. Sehingga daerah ini telah berswasembada pangan dari hasil
pertaniannya. Namun untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya dan sekundernya
maka penduduk daerah ini melakukan perdagangan ke bagian daerah hilirnya, yaitu
kota Suwawa, yang menjadi pusat pemerintahan kabupaten Bone Bolango atau
bahkan ke Gorontalo yang hanya berjarak sekitar 15 km, untuk menjual hasil
pertaniannya. Namun akses jalan ke Pinogu ke Suwawa melalui Lombongo harus
melalui jalan dalam kawasan hutan lindung Nani Wartabone (Tresnadi, H. 2008).
Daerah panas bumi Suwawa termasuk daerah subur karena masa turun hujan
mulai dari bulan Oktober sampai bulan Juni setiap tahun dengan tingkat curah hujan
diatas 1500 mm per tahun. Air hujan yang turun langsung menyerap ke dalam tanah
melalui sesar-sesar, rekahan dan pori-pori batuan menjadi air tanah. Daerah resapan
air hujan terdapat di sekitar perbukitan bergelombangan lemah sampai kuat yang
menghuni kurang lebih 65% areal. Hal ini menyebabkan cadangan air permukaan
dan bawah tanah yang tersedia cukup banyak.
Keadaan air tanah yang terperangkap cukup dangkal, terbukti dari sungai-
sungai besar dan berair sepanjang tahun seperti sungai Bone, Lombongo, Bolango,
Tapadaa, dan Wulo yang seluruhnya bermuara ke sungai besar Bone. Daerah
pemunculan air atau discharge terdapat di sekitar dataran rendah yang terdapat di
bagian tengah.
Air bawah tanah yang lolos lebih kebawah lagi kemudian terpanaskan dari
sumber panas yang berada jauh di bawah permukaan. Akhirnya air panas ini terjebak
dalam suatu lapisan batuan yang mempunyai kesarangan cukup besar dan menjadi
reservoir panas bumi.
Curah hujan yang cukup tinggi di daerah ini langsung menyerap ke dalam
tanah melalui sesar-sesar, rekahan dan pori-pori batuan menjadi air tanah. Sebagian
air terjebak pada lapisan dangkal yang merembas dan kemudian mengalir sepanjang
sungai Bone hulu, Bolango, Lombongo, Tapadaa, dan Wulo yang seluruhnya
bermuara ke sungai besar Bone. Daerah resapan air hujan terdapat di sekitar
perbukitan bergelombang lemah sampai kuat yang menghuni kurang lebih 65% areal.
11
Hal ini menyebabkan cadangan air permukaan dan bawah tanah yang tersedia cukup
banyak.
Sebagian lagi dari air hujan itu terus meresap ke bawah melalui zona lemah
yang ada sehingga sampai pada lapisan yang dalam, air tersebut kemudian bertemu
dengan fluida yang berasal dari magma dan akhirnya membentuk suatu sistem panas
bumi. Akhirnya air panas ini terjebak dalam suatu lapisan batuan yang mempunyai
kesarangan cukup besar dan menjadi reservoir panas bumi.
Daerah pemunculan air dingin atau discharge umumnya terdapat di sekitar
dataran rendah yang terdapat di tengah, terbukti dengan aliran sungai Bone
sepanjang tahun dengan debit yang besar. Mata air panas yang merupakan
manifestasi keberadaan panas bumi muncul melalui zona lemah yang berupa rekah-
rekah dari bawah permukaan.
jaman Tersier yang sudah padam. Adapun kelompok panas bumi Pangi diduga masih
berhubungan erat dengan pembentukan sistem panas bumi Hungoyono yang berada
ke arah timur.
Pada metode tahanan jenis, sifat aliran listrik yang dipelajari adalah resistivitas
batuan. Resistivitas batuan merupakan besaran fisis yang berhubungan dengan
kemampuan suatu lapisan batuan dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan batuan
14
yang mempunyai nilai resistivitas rendah, berarti mudah menghantarkan arus listrik.
Sebaliknya lapisan batuan yang nilai resistivitasnya tinggi, berarti sulit
menghantarkan arus listrik.