Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANSIETAS
1.1 Definisi
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Ansietas di alami secara subjektif dan dikomunikasikan secaar
interpersonal. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap
bahaya. (Stuart & Laraia 2005).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan yang tidak di dukung oles
situasi ( Videbeck. 2008)
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan
Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik
yang sering merupakan satu fungsi emosi..
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005)
aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju
perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut
perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa petaka. Padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai
stimulus ansietas (Buku ajar keperawatan jiwa ,Comer,1992).
Jadi ansietasa atau kecemasan adalah suatu keadaan dimana seeorang
merasakan kekhawatiran yang berlebih yang dapat mengganggu kehidupan seseorang,
namun ia tidak mengerti perasaan itu bisa terjadi.

1.2 Etiologi
Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan

1
ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi,
masalah dan tujuan hidup (Videbeck, 2008).
Ansietas terjadi ketika seseorang kesulitan menghadapi situasi, masalah dan
tujuan hidup, setiap individu menghadapi stress dengan cara yang berbeda. Seseorang
dapat tumbuh dalam situasi yang menimbulkan distress berat pada orang lain.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :
a. Faktor Predisposisi
1) Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadiani yaitu id, ego dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati
nurani dan dikendalikan oleh norma budaya, sedangakan ego di gambarkan
sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super ego
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
di inginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa di temui dalam suatu keluarga.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak megandung reseptor khusus untuk
benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-
asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan ansietas.

b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).

2
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

1.3 Klasisifikasi

1. Tingkatan Ansietas :
a. Ansietas Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Menyebabkan
individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas
ini dapat memotivasi belajar dan menghasilakn pertumbuhan serta kreativitas.
b. Ansietas Sedang
Memungkinkan individu unutk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Mempersempit lapang persepsi individu.
Sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat lebih
berfokus pasda area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus ada sesuatu
yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain. Semua perilaku
ditujukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan
untuk berfokus pada hal lain.
d. Tingkat Panik dari Ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan arahan,
karena mengalami kehilangan kendali.

1.4 Maniefestasi

Manifestasi dengan gejala setiap kategori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang,
ansietas berat, dan ansietas panik.
3
1. Ansietas Ringan
a. Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
b. Lapang persepsi meluas/melebar dan individu berhati-hati serta waspada.
c. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
- Respon Ansietas Ringan
a. Fisiologis
Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut
dan bibir bergetar.
b. Kognitif
Lapang persepsi meluas/melebar, mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.
c. Perilaku dan Emosi
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang meninggi.
2. Ansietas Sedang
Pada tingkat ini lapang pandang terhadap linngkungan menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dn mengesampingkan hal lain.
Respon Ansietas Sedang
a. Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi,
gelisah
b. Kognitif
1) Lapang persepsi menyempit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
4) Perilaku dan Emosi
5) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
6) Bicara banyak & lebih cepat
7) Susah tidur
8) Perasaan tidak aman
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu
berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/ tuntunan.

4
Respon Ansietas Berat:
a. Fisiologis
Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur,
ketegangan.
b. Kognitif
 Lapang persepsi sangat sempit
 Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Perilaku dan Emosi
 Perasaan ancaman tinggi
 Verbalisasi cepat
 Blocking
4. Ansietas Panik
Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan
tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntunan
Respon Ansietas Panik:
a. Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi
motorik rendah.
b. Kognitif
 Lapang pandang persepsi sangat sempit
 Tidak dapat berpikir logis
c. Perilaku dan Emosi
 Agitasi mengamuk dan marah
 Ketakutan dan berteriak-teriak, blocking
 Kehilangan diri kendali/ kontrol diri
 Persepsi kacau

1.5 Patofiologis

Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas


menimbulkanaktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme
pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “ mengaktifkan” tanda-tanda vital pada
setiaptandabahayauntuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melep

5
as adrenalin(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen
,medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil
membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem
gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi
glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahay
a telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan
mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya
mengaktifkan kembali respons simpatis (Videbeck, 2008).
Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak
nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas
motorik,agitasi, dan peningkatan tandatanda vital. Untuk mengurangi perasaan tid
ak nyaman, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman tersebut dengan
melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif
dapat menjadi hal yang positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar,
misalnya : menggunakan teknik imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian
pada pemandangan yang indah, relaksasi tubuh secara berurutan darikepala sampai
jari kaki, dan pernafasan yang lambat dan teratur untuk mengurangiketegangan otot
dan tanda-tanda vital. Respons negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan
perilaku maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindromnyeri, dan
respons terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck,2008).

1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan


suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik),
psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Hawari, 2008) selengkapnya
seperti pada uraian berikut :
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
1. Terapi psikofarmaka

6
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan
alprazolam.
2. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
3. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
4. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial.

7
B. KEHILANGAN BERDUKA
2.1 Definisi
Kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan


adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35).

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu


dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah
suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.

Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu


selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan


merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang
menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada).

Berduka

Berduka adalah mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan
respons normal terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis,1998).

8
Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan
dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.Bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita


adalah proses kompleks yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik,
spritual, sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas, memasukan
kehilangan, yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan kedalam kehidupan sehari – hari
mereka.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2.2 Sifat-sifat kehilangan


a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada

pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,

pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.

b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang

ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984)

9
2.3 Tipe-tipe kehilangan
a. Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan

individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang,

pekerjaan, anggota keluarga.

b. Perceived Loss ( Psikologis )

Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak

dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja,

lingkungan yang berharga.

c. Anticipatory Loss

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan

perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.

Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

2.4 Kategori kehilangan


a. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah
dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan
diruma sakit.
c. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung,
guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang

10
menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi
akibat perpisahan atau kematian.
d. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat
kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh
dan konsep diri.
e. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal.
2.5 Fase-fase kehilangan berduka
Ahli Teori FASE I FASE II FASE III FASE IV
/ Klinis
Kubler- I.Penyangkalan II.Kemarahan III. IV. Tawar V. penerimaan
Ross(1969) depresi menawar
Bowlby Mati rasa Kerinduan Disorganisasi Reegonisasi
(1980) ;penyangkalan emosional kognitif; kognitif ;
terhadap orang keputusan reintegrasi
yang dicintai; emosial ; kesadaran diri
memprotes sulit
kehilangan yang melakukan
tetap ada fungsi
Harvey Syok; Intruksi pikiran, Menceritakan
1998) menangis distraksi;meninjau kepada orang
dengan keras; kehilangan secara lain untuk
menyangkal edektif meluapkan
emosi dan
secara
kognitif dan
menyusun
kembali
kehilangan
Rodebaugh Realling;syok ; Merasa (filling); Menghadapi Pemulihan
et al(1999) tidak percaya ; penderitaan yang (beradaptasi (healing);integrasi
menyangkal berat, merasa terhadap kehilangan;
bersalah , kehilangan) pendiritaan yang
keedihan akut hilang;
,kemarahan, kehilangan dapat
kurang nafsu dilupakan atau di
makan, gangguan terima atau tidak.
tidur, perubahan
nafsu makan,
keletihan ,
ketidaknyamanaan
yang umum.

11
Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:

1) Denial ( Mengingkari )

a) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak

percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan

“Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.

b) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus

menerus mencari informasi tambahan.

c) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,

mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak

tahu harus berbuat apa.

2) Anger ( Marah )

a) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya

kehilangan.

b) Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan

kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada

dirinya sendiri.

c) Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak

pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.

d) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi

cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3) Bergaining ( Tawar Menawar )

a) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

b) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa

ditunda maka saya akan sering berdoa”.

12
c) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai

berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.

d) Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat

warisan, mengunjungi keluarga dsb.

4) Depression ( Bersedih yang mendalam)

a) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di

tolak.

b) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak

mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan

menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak

berharga.

c) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur,

letih, dorongan libido menurun.

5) Acceptance (menerima)

a) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.

b) Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan

tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.

c) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang

klien ingin ditemani keluarga / perawat.

d) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-

betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau

“Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya

baik”.

2.6 Dimensi (respond dan gejala klien yang berduka)


1. Respond kognitif

13
 Gangguan asumsi dan keyakinan
 Mampertahankan dan berupaya menemukan makna kehilangan
 Berupaya mempertahankan keberadaan orang-orang yang meninggal
 Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing
2. Respon emosional
 Marah, sedih, cemas
 Kebencian
 Merasa bersalah
 Perasaan mati rasa
 Emosi yang berubah-ubah
 Penderitaan dan kesepian yang berat
 Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatandengan individu atau benda
yang hilang
 Depresi, apati, putus aa selama fase disorginaisa dan keputusasaan
 Saat fase di organisasi muncul raa mandiri dan percaya diri
3. Respon spiritual
 Kecewa dan marah kepada tuhan
 Penderitaan karna ditinggalkan atau meraa ditinggalkan
 Tidak memiliki harapan ; kehilangan berduka
4. Respon perilaku
 Melakukan fungsi secara “otomatis”
 Menangis terisak ; menangis tidak terkontrol
 Sangat gelisah ; perilaku mencari
 Iritabilasi dan sikap bermusuhan
 Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang meninggal
 Menyimpan benda berharga orang meninggal padahal ingin membuangnya
 Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alcohol
 Kemungkinan melakukan gesture atau upaya bunuh diri atau pembunuhan
 Mencari aktifitas dan refleksi personal selama fase organisasi
5. Respon fisiologis

14
 Sakit kepala , insomnia
 Gangguan nafsu makan, berat badan turun
 Tidak bertenaga
 Palpitasi , gangguan pencernaan
 Perubahan sistem imun dan endokrin

15

Anda mungkin juga menyukai