Makalah Halusinasi
Makalah Halusinasi
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam memberikan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan: Halusinasi Pendengaran dengan
Menggunakan pendekatan proses keperawatan jiwa di ruang Pavilliun VI B
Rumkital dr. Ramelan Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengkajian pada penderita Halusinasi Pendengaran.
2. Dapat menganalisa data yang diperoleh selama pengkajian.
3. Dapat menyusun rencana keperawatan pada penderita dengan halusinasi
pendengaran.
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada penderita dengan
halusinasi pendengaran.
5. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan pada penderita dengan
halusinasi pendengaran.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Utama Perubahan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran Diagnosa Medis Skizofrenia Hebefrenik di Ruang
Rawat Pavilliun VI Rumkital dr. Ramelan Surabaya.
1.4.2 Praktis
a. Bagi Pelayanan Kesehatan
b. Bagi Pasien
TINJAUAN TEORITIS
2.2.2 Etiologi
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu
2. Endokrin
3. Metabolisme
7. Eugen Bleuler
8. Teori lain
9. Ringkasan
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya
perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik
atau stupor katatonik.Skizofrenia Paranoid
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan
mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan
seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-
akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
e. Skizofrenia Residual
Obat psikosis akut dengan obat anti psikotik, lebih disukai dengan anti
psikotik atypical baru (kisaran dosis ekuivalen = chlorpromaxine 300-600
mg/hari). Ketidak patuhan minum obat sering terjadi, oleh karena itu perlu
diberikan depo flufenazine atau haloperidol kerja – lama merupakan obat
terpilih. Penambahan litium, benzodiazepine, atau diazepam 15-30 mg/ hari
atau klonazepam 5-15 mg/hari sangat membantu menangani skizofrenia yang
disertai dengan kecemasan atau depresi. Terapi kejang listrik dapat bermanfaat
untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut. Sangat sedikit pasien
b. Metode psikoterapi
1. Psikoterapi suportif
2. Psikoterapi re edukatif
3. Psikoterapi rekonstruksi
Adalah terapi yang bersumber dari teori psikologi tingkah laku (behavior
psichology) yang mempergunakan stimulasi dan respon modus operandi
dengan pemberian stimulasi yang positif akan timbul proses positif.
5. Terapi keluarga
Bentuk terapi yang menggunakan media sebagai titik tolak terapi karena
keluarga selain sebagai sumber terjadinya gangguan tingkah laku juga
sekaligus sarana terapi yang dapat mengembalikan fungsi psikis dan
sosial melalui komunikasi timbal balik.
Halusinasi Pendengaran
Halusinasi adalah merupakan reaksi terhadap stress dan usaha dari alam
tidak sadar untuk melindungi egonya/ pernyataan simbolik dari gangguan
psikotik individu. Halusinasi adalah gejala sekunder dari schizophrenia dank
lien dengan skizofrenia 70% mengalami halusinasi pendengaran dan 30%
mengalami halusinasi campuran yaitu halusinasi pendengaran dan
penglihatan (Stuart and Sundeen.1995).
a. Faktor predisposisi
1. Biologis
1) Gangguan perkembangan dan fungsi otak/SSP.
2) Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar
berbicara, daya ingat dan perilaku kekerasan.
2. Psikologis
1) Sikap dan keadaan keluarga juga lingkungan.
2) Penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien.
3) Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya:
tidak ada kasih sayang diwarnai kekerasan dalam keluarga.
3. Sosial budaya
1) Kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerawanan,dan
ketidakamanan).
2) Kehidupan yang terisolir disertai stress yang menumpuk.
4. Faktor presipitasi
1) Kurangnya sumber daya/ dukungan social yang dimiliki.
2) Respon koping yang maladaptive.
3) Komunikasi dalam keluarga kurang.
4. FASE HALUSINASI
a. Fase pertama/ comforming (ansietas sedang)
Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan kesepian yang
memuncak dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan tentang hal-hal yang
menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.
b. Fase kedua/ condemning (ansietas berat)
Kecemasan meningkat, melamun, berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai diresahkan oleh bisikan yang tidak jelas.
Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrol.
c. Fase ketiga/ controlling (ansietas sangat berat)
Bisikan suara,isi halusinasi makin mengontrol, menguasai dan
mengontrol klien.
Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Fase keempat/ conquering (panik)
Halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan
memarahi klien.
Klien menjadi patut,tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan scara nyata dengan orang lain dilingkungan.
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Curiga dan bermusuhan.
20. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
21. Ketakutan.
22. Tidak dapat mengurus diri.
23. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
RENTANG RESPON
(STUART & LARAIA, 2001)
Disorganisasi
Menarik Diri
POHON MASALAH
Risiko perilaku mencederai diri (Affect) Gangguan pemeliharaan
kesehatan
Perubahan persepsi/sensori:
halusinasi dengar (Core Problem)
1. SP 1.
a. Bina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien mengenal halusinasinya (isi, waktu, frekuensi,
situasi yang menyebabkan dan respon pasien).
c. Membantu pasien mengontrol halusinasinya (menghardik halusinasi)
Tujuan SP 1:
2. SP 2
a. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Tujuan SP 2:
Tujuan SP 3:
4. SP 4
a. Melatih pasien minum obat secara teratur
Tujuan SP 4:
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. Y (L/P) Tanggal Pengkajian : 6-12-2011
Umur : 28 Tahun No. Rekam Medik : 20.20.53
Informan : keluarga pasien dan pasien sendiri
pasien mengatakan saat di rumah jarang minum obat bahkan pernah tidak
diminum obatnya dengan alasan ingin coba-coba bagaimana rasanya kalau
tidak minum obat.
V. FISIK
1. Tanda vital TD:120/80 N: 80x/mnt S: 36,5oC RR: 20x/mnt
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ket:
: Perempuan
: Laki- laki
Px
: Tinggal serumah
Penjelasan: pasien menikah dengan istrinya pada bulan september tahun 2011
dan belum dikaruniai anak. Pasien tinggal serumah dengan istrinya.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh : pasien mengatakan tidak ada bagian tubuhnya yang
tidak dia sukai.
b. Identitas : pasien merupakan anggota TNI AL dengan pangkat
PRATU dan pasien kurang puas dengan posisinya.
c. Peran : pasien di rumah sebagai suami dan bekerja sebagai TNI
AL.
d. Ideal diri : pasien ingin segera cepat sembuh dan keluar dari rumah
sakit agar bisa kembali bekerja.
e. Harga diri : pasien merasa bahwa istrinya berselingkuh dengan
seniornya yang pangkatnya lebih tinggi dari pasien .
Masalah Keperawatan : gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Pohon Masalah
ANALISA DATA
DO:
Saat diajak bicara Px tampak
gelisah, tampak khawatir, px
terlihat agitasi (sering
menggerak-gerakkan tangan
dan kakinya), dan
distaktibiliti.
Px lebih sering menyendiri di
dalam kamarnya.
2.
2. membant
Pasien mampu a. mengidentifik Tingkah laku
u pasien
mengenal asi isi px terkait
mengenal
halusinasinya halusinasi. halusinasiny
Agar px 3. Perlawanan
3. membantu mampu a. Mengajari dari dalam
pasien mengetahui cara diri px
mengontro cara menghardik terhadap
l menghardik halusinasi. halusinasi
halusinasi dan b. Menyuruh merupakan
dengan mempraktekka pasien cara yang
cara n cara mempraktekk paling tepat
pertama menghardik an cara untuk
(menghard halusinasi. menghardik menghilangk
ik halusinasi di an halusinasi
halusinasi) depan yang
. mahasiswa dirasakan.
c. Menganjurka
SP 4:
Agar px 1. Identifikasi Putus minum
Membantu
mampu dg px obat obat
melatih px
mengetahui yg biasa di merupakan
minum obat.
keguanaan minum px. salah satu
obat dan akibat 2. beritahukan faktor
dari tidak kegunaan penyebab
minum obat, dan akibat kekambuhan
serta px dapat tidak minum pada pasien
meminum obat. dengan
obatnya secara 3. Anjurkan px gangguan
teratur baik untuk jiwa.
saat di RS atau meminum
ketika sudah obatnya
pulang ke teratur baik
rumah. saat di RS
maupun
ketika
berada di
rumah.
S:
Px
mengatakan” saya di
bawa ke sini setelah
mendengar suara
wanita yang
Mengenal meneriaki saya”
halusinasi Px
Kalau boleh saya mengatakan” iya”
tahu apa alasan Px
bapak di bawa ke mengatakan” sering,
sini? biasanya suara itu
jadi pak yusuf sering muncul pada
mendengar suara- malam hari sampai
suara yang menjelang subuh”
meneriaki pak Px
yusuf? mengatakan “ suara
kapan biasanya itu menyuruh saya
pak mendengar memukul senior
suara-suara itu? saya”
Berupa apa suara- Px
suara itu? mengatakan”say
Bagaimana a terganggu”
perasaan pak yusuf Px mengatakan”
ketika mendengar saya
suara-suara itu? menghampiri
SP 2:
Mengontrol S:
halusinasi (bercakap- Px mengatakan”
cakap dengan orang tolong, saya
lain). mulai dengar
“pak yusuf..., cara suara-suara.
kedua untuk Ayo ngobrol
mencegah/ dengan saya!”
mengontrol Px mengatakan”
halusinasi adalah tolong, saya
dengan bercakap- mulai dengar
cakap dengan orang suara-suara.
lain. Jadi jika pak Ayo ngobrol
yusuf mulai dengan saya!”.
mendengar suara- O:
suara, langsung saja Px menatap
SP 3:
Melatih px S:
mengontrol Px mengatakan”
halusinasi dengan saya biasanya
melaksanakan bangun tidur jam
aktivitas terjadwal. 3, menunggu
“pak yusuf, adzan, dan pintu
biasanya apa saja kamar dibuka,
yang dik yusuf kemudian saya
lakukan di mandi, shalat
sini?biasanya subuh dan
bangun tidur jam mendengarkan
berapa?setelah ceramah di tv.
bangun tidur apa Setelah saya ikut
yang pak yusuf kegiatan
lakukan?setelah membersihkan
itu?setelah itu?” kamar dan
“wah ternyata halaman rumah
banyak sekali sakit. Setelah itu
kegiatan pak yusuf saya tidur di kamar
ya?pagi ini apa kalau enggak
yang pak yusuf maen ke kamarnya
lakukan dari pak imam. Saya
semua kegiatan biasanya duduk di
itu? Bagus sekali depan kamar untuk
“pak yusuf. merokok dan
sebaiknya bercakap-cakap
kegiatan tersebut dengan pasien lain.
terus pak yusuf Lalu saya makan
lakukan secara di kamar.”
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pada pengkajian penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
kasus. Pada etiologi di teori disebutkan faktor predisposisi dari gangguan
sensori/persepsi: halusinasi pendengaran yaitu faktor perkembangan, faktor
sosial budaya, faktor biologi, faktor psikologis. Pada pengkajian Tn. Y, faktor
predisposisi di temukan adanya faktor biologis yaitu pamannya yang
mengalami gangguan jiwa. Faktor psikologis pasien yaitu halusinasi datang
ketika pasien mengalami stresor psikologis berupa kecemburuan terhadap
seniornya. Pada perencanaan berdasarkan core problem pada teori adalah
gangguan persepsi/sensori: halusinasi pendengaran. Sedangkan pada kasus core
problem yang digunakan adalah gangguan persepsi/sensori: halusinasi
pendengaran. Dapat di simpulkan bahwa core problem pada teori dan kasus
tidak ada perbedaan.
Diagnosa yang digunakan adalah diagnosa tunggal yaitu gangguan
persepsi/sensori: halusinasi pendengaran. Sehingga rencana keperawatan yang
digunakan adalah strategi pelaksanaan atau SP. SP untuk halusinasi terdiri dari
dua SP yaitu Sp pasien dan SP keluarga. SP pasien terdiri dari empat SP.
Pada evaluasi keperawatan belum teratasi seluruhnya karena waktu untuk
memberikan asuhan keperawatan terbatas. Untuk pelaksanaan SP keluarga
tidak dilakukan karena waktu untuk memberikan asuhan keperawatan terbatas
dan keluaraga tidak mengunjungi pasien saat penulis melakukan implementasi.
4.2 Saran
Sehubungan dengan kesimpulan diatas maka penulis dapat menuliskan
saran untuk pendidikan diharapkan untuk melengkapi perpustakaan tentang