Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI
BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Di susun Oleh :
Dwi Kurniawati (294045)
Oktifa Erlina Sari (294056)
Latif Abdurohman (284046)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. SP dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Bangsal Flamboyan IV RSUD Salatiga.
Penyelesaian laporan kasus ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu
kami menguncapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu :
1. Sri Sanjayaningsih, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor mata
kuliah KDM.
2. Chori Elsera, S.Kep. Ns selaku pembimbing akademik mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
3. Rekan-rekan mahasiswa program studi keperawatan STIKES
Muhammadiyah Klaten, yang senantiasa mendukung kami.
Mengingat terbatasnya kemampuan kami dalam menyelesaikan analisa laporan
kasus ini tentunya masih ada kekeurangan didalam makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang mebangun dari pembaca agar nantinya dalam
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga analisa jurnal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Salatiga, 30 Februari 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi ......................................................................................... 3
B. Etiologi ......................................................................................... 3
C. Manifestasi klinik ......................................................................... 3
D. Patofisiologi ................................................................................. 5
E. Pathway ........................................................................................ 8
F. Pemeriksaan penunjang ................................................................ 9
G. Komplikasi ................................................................................... 11
H. Penatalaksanaan ........................................................................... 11
I. Kebutuhan Dasar Oksigenasi
1. Pengertian ................................................................................ 16
2. Fisiologi/pengaturan ................................................................ 16
3. Pathway ................................................................................... 17
4. Faktor yang mempengaruhi ..................................................... 17
5. Nilai-nilai normal .................................................................... 18
6. Jenis gangguan ......................................................................... 19
J. Pengkajian Keperawatan .............................................................. 21
K. Diagnosa Keperawatan ................................................................. 24
L. Rencana Keperawatan .................................................................. 25

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian .................................................................................. 30
B. Analisa Data ............................................................................... 36
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................ 36
D. Rencana Keperawatan ................................................................ 37
E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 38
F. Evaluasi ...................................................................................... 44

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 47
B. Saran ............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA

iii
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI
BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Di susun Oleh :
Dwi Kurniawati
Oktifa Erlina Sari
Latif Abdurrohman

Makalah ini telah dilakukan konsultasi dengan pembimbing klinik sebagai


salah satu tugas akhir stase Kebutuhan Dasar Manusia (KDM)

Salatiga, 30 Juni 2014

Mengetahui,
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Sri Sanjayaningsih, S.Kep Chori Elsera, S.Kep., Ns

Mahasiswa

Dwi Kurniawati Oktifa Erlina Sari Latif Abdurrohman

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum
terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang
menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)
tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup
lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka
kesakitan dengan urutan teratas. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah
India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk
dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan
kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang
kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat
diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara
berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita
TB akan meningkat.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3
penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah
sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum
terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 per tahun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses gangguan oksigenasi?
2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari gangguan
oksigenasi?
3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gangguan oksigenasi?
4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan oksigenasi?

1
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan
gangguan oksigenasi.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar oksigenasi.
b. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan
oksigenasi, meliputi :
1. Pengkajian gangguan oksigenasi.
2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan
gangguan oksigenasi.
3. Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan gangguan
oksigenasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB
berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
B. Etiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.
C. Manifestasi Klinik
Diagnosa TB berdasarkan gejala dibagi menjadi 3, diantaranya:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar

3
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain :
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
3. Gejala Tuberkulosis ekstra Paru
Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis
tuberkulosa. Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.
4. Gejala klinis Hemoptoe :
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2) Darah berbuih bercampur udara
3) Darah segar berwarna merah muda
4) Darah bersifat alkalis
5) Anemia kadang-kadang terjadi
6) Benzidin test negatif
b. Muntah darah
1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2) Darah bercampur sisa makanan
3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4) Anemia sering terjadi
5) Benzidin test positif

4
c. Epistaksis
1) Darah menetes dari hidung
2) Batuk pelan kadang keluar
3) Darah berwarna merah segar
4) Darah bersifat alkalis
5) Anemia jarang terjadi
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC.
Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai
seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua
kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya.

D. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan
bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap
akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga
alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut
fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan
limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan
menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh
tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Percabangan bronkhus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak
langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus
dan menimbulkan tuberkulosis milier.

5
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini
dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,
kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan
menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat
sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu
lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang
disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat
terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-
primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke
tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ
paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks
paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,
dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai
kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi,
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

6
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan
meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25
% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.

7
E. Pathway Bersin, batuk

Percikan dahak

Kuman TB (Mycrobacterium
Tuberculosis)

Mencapai lobus paru

Tuberculosis paru

Bakteri sampai pada bagian alveoli

Proses peradangan
peradangan

Stimulasi sel-sel
Aktivitas seluler
Granulasi goblet dan sel
Merangsang meningkat mukosa
Chemorection pengeluaran
bradikinin,
prostaglandin, dan Pengeluaran batuk Sel mucus
Peningkatan droplet meningkat berlebihan
histamine
suhu tubuh

Peningkatan
hypertermia Reseptor nyeri produksi mucus
Pemecahan KH,
lemak, protein
Akumulasi secret
pada saluran
Hypotalamus Nutrisi kurang pernapasan
dari kebutuhan
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
nyeri Kehilangan
otot/lemak dan
protein Respon batuk

kelemahan
Pengeluaran
droplet
Gangguan ADL
Resiko penularan

8
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan
pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat
dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang
non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan
melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-
obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara
bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka
sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-
kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang
terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan
3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000
kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+)
di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum,
sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan
diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur
memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti
18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
Ditemukan 10-99 BTA : 1+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
2. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium
tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas

9
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun
75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan
48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.
3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan
rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai
TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.
Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang
ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur
dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau
suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian
kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan
respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di
beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari
tingkat eksudatif yang besar.
4. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan
bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan
pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum
yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan

10
sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan
lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
5. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan
TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi
primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara
masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering
disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan
rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-
nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi
parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa
klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang
sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat
lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies
Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat
koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis
antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang
diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap
darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
imunoglobulin terutama IgG dan IgA.
G. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, diantaranya :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2. Komplikasi lanjut :
- Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca
Tubercolosis)
- Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan

11
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif,
maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah
sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-
siswi pesantren.
- Vaksinasi BCG
- Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau
utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan
remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang
menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi
positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
- Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia –
PPTI).
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
a. Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat
bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat,
terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien
yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar

12
pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2
bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5
mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan
Etambutol 15 mg/kgBB.
b. Fase lanjutan (4-7 bulan).
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu
yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat
selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi
selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan
Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi.
Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara
obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk
itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif
tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu ( tahap lanjutan ).
2. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum
tetap positif, diberikan kepada :
a. Penderita kambuh
b. Penderita gagal terapi

13
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam
kategori I.
4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan
rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
Obat-obatan anti tuberkulostatik
1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga
murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap
regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang
sering terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada
faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal
ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan
peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek
samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.
2. Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen
pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu
diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama
pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada
fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak
memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan
fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama
pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi
enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti
estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan.
Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu
dipilih cara KB yang lain.
3. Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel
yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya
nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat
untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak
aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-
kadang terjadi.
4. Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada
resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.
Untuk pengobatan yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis
25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau
15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah

14
pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu
atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering
terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta
warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering
bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan
awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka
etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya
fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan
ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya.
Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau
lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan.
Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.
5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk
berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan
500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi,
streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi
750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak
diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu
untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur
terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping
akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder
diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau
bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi.
Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid
generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin
dan ofloksasin) dan protionamid.
Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB (mg/kgBB)
Aksi Potensi
esensial Per minggu
Per hari
3x 2x
Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

15
I. Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem
(kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan
dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak,
2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism
sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi
tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan
oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap
perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada
klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tesebut.
2. Fisiologi
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer ,
kemudian masuk melalui organ pernafasan bagian atas selanjutnya masuk
ke organ pernafasan bagian bawah seperti trakea, bronkus, bronkiolus dan
selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara e organ
pernafasan bawah, organ pernafasan atas juga berfungsi untuk pertukaran
gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernafasan bagian
bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas sedangkan fungsi

16
organ pernafasan bagian bawah selain sebagai tempat untuk masuknya
oksigen, juga dalam proses difusi gas.
3. Pathway
Oksigen (O2)

Organ pernafasan

Mekanisme proses pernafasan

Batuk, sesak Peningkatan CO2 Sekret, batuk


Penurunan CO2

Gangguan pola Gangguan Gangguan


nafas pertukaran gas bersihan jalan
nafas

Gangguan pola nafas

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :
1. Penurunan kapasitas membawa oksigen
2. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi
b. Faktor perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru
yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada
yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu
bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang
dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada
bentuk thorak dan pola napas.

17
c. Faktor lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2
yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah
ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga
kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan
berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah
panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah
jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat.
Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh
darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan
menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan
akan oksigen.
d. Gaya hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga dapat meningkatkan
suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner
5. Nilai-Nilai Normal Dan Cara Yang Mempengaruhi
Keterangan Nilai normal
pH 7,35-7,45
PO2 10 – 13 kpa
PCO2 4-6 kpa
SPO2 >95%
Alat untuk pemberian O2 :
a. Kanula nasal, O2 dengan aliran 1-5 L/menit, konsentrasi 24 - 44%.
b. Sungkup muka, O2 selang seling 6-8 L/menit, konsentrasi 40-60%.
c. Sungkup muka dengan kantong rebrething : O2 dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 L/menit.

18
d. Sungkup muka dengan kantong non rebrething, konsentrasi O2 mencapai
99% dengan aliran 8-12 L/menit, dimana udara inspirasitidak bercampur
dengan udara respirasi.
6. Jenis Gangguan
a. Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang
diinspirasi ke jaringan.
Penyebab terjadinya hipoksia :
1. gangguan pernafasan
2. gangguan peredaran darah
3. gangguan sistem metabolism
4. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
b. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi
elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh,
yang berarti bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi →
menyebabkan peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala :
a. pusing
b. nyeri kepala
c. henti jantung
d. koma
e. ketidakseimbangan elektrolit
c. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah.
Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi
jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat.
Tanda dan gejala:
a. napas pendek
b. nyeri dada

19
c. sakit kepala ringan
d. pusing dan penglihatan kabur
d. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang
sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung
kongestif, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis
maupun pathologis.
Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi
Pathologis :
a. gagal jantung
b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
e. Kussmaul’s ( hyperventilasi )
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per
menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
f. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
g. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan
gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan
sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.

J. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama

20
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru
meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a) Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya
berupablood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan
jumlah darah yang dikeluarkan:
- Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24
jam.
- Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
- Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250
cc/24 jam.
b) Keluhan sistematis, meliputi:
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala
secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang
sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi),
kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

21
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru,
keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antitusif.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
2. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
apakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman beralkhohol,
apakah melakukan pemeriksaan rutin, persepsi pasien tentang berat
ringannya sakit, persepsi tentang tingkat kesembuhan, pendapat asien
tentang keadaan kesehatan saat ini.
2) Pola aktivitas dan latihan
Rutinitas mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, kemampuan
perawatan diri.
3) Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur, waktu, lama dan kualitas tidur, insomnia.
4) Pola nutrisi metabolik
Pola kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, adakah
suplemen makanan yang dikonsumsi, jumlah makan yang masuk, adakah
nyeri telan, fluktuasi BB 6 Bulan terakhir naik atau turun, diit khusus.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan BAB (Frekuensi, kesulitan, ada/tidak ada darah, penggunaan
obat pencahar). Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK :
disuria, nokturia, inkontenesia)
6) Pola kognitif dan perceptual
Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nyeri),
fungi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa,alat bantu), kemampuan bicara, kemampuan membaca.
7) Pola konsep diri
Bagaimana klien memandang dirinya, hal-hal apa yang disukai klien
mengenai dirinya, apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara
kelemahan yang ada pada dirinya, hal-hal apa yang dapat dilakukan klien
secara baik.

22
8) Pola koping
Masalah utama selama masuk RS, Kehilangan/perubahan yang terjadi
sebelumnya, takut terhadap kekerasan, pandangan terhadap masa depan,
koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah.
9) Pola seksual reproduksi
Masalah menstruasi, papsmear terakhir, perawatan payudara setiap bulan,
apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual, apakah penyakit
sekarang menggagu fungsi seksual.
10) Pola peran hubungan
Peran pasien dalam keluarga dan mayarakat, apakah klien punya teman
dekat, siapa yang dipercaya untuk membantu, klien jika ada kesulitan,
apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat, bagaimana keterlibatan
klien?
11) Pola nilai kepercayaan
Apakah klien menganut suatu agama, menurut agama klien bagaimana
hubungan manusia dengan penciptanya, dalam keadaan sakit apakah
klien mengalami hambatan dalam ibadah.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, kondisi pasien secara umum, tanda-tanda
vital, pertumbuhan fisik, keadaan kulit.
b. Pemeriksaan secara fisik
1. Kepala : bentuk dan ukuran, pertumbuhan rambut, kulit kepala, mata,
telinga, hidung, mulut.
2. Leher, bentuk, gerakan, peningkatan JVP, Pembesaran tyroid,
kelenjar getah bening, tonsil, nyeri wakyu menelan.
3. Dada :
Paru :
Inspeksi : bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada, jenis
pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan, kedalaman.
Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri tekan,
massa, taktil fremitus
Perkusi : bunyi paru
Auskultasi : suara paru
Jantung
Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis
Palpasi : pulsasi aorta.
Perkus : batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung
4. Abdomen
Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas.

23
Auskultasi : frekuensi peristaltik usus
Perkusi : adanya udara, cairan.
Palpasi : adanya masa, kekenyalan, nyeri tekan.
5. Genetalia
Terpasang alat bantu, kelainan genitalia, kebersihan
6. Anus dan rektum
Pembesaran vena/hemoroid, atresia ani, peradangan, tumor.
7. Ekstremitas
4. Pemeriksaan penunjang
5. Terapi yang diberikan.

K. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret
darah, upaya batuk buruk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal,
dan edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,
penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang
harus diminum.
6. Hipertermi

24
L. INTERVENSI
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau obstruksi dari patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
saluran pernafasan untuk mempertahankan  Aspiration Control suctioning.
kebersihan jalan nafas.  Informasikan pada klien dan keluarga
Kriteria Hasil : tentang suctioning
Batasan Karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk efektif  Minta klien nafas dalam sebelum suction
- Dispneu, Penurunan suara nafas dan suara nafas yang bersih, tidak dilakukan.
- Orthopneu ada sianosis dan dyspneu (mampu  Berikan O2 dengan menggunakan nasal
- Cyanosis mengeluarkan sputum, mampu untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) bernafas dengan mudah, tidak ada  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
- Kesulitan berbicara pursed lips) tindakan
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Menunjukkan jalan nafas yang  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
- Mata melebar paten (klien tidak merasa tercekik, dalam setelah kateter dikeluarkan dari
- Produksi sputum irama nafas, frekuensi pernafasan nasotrakeal
- Gelisah dalam rentang normal, tidak ada  Monitor status oksigen pasien
- Perubahan frekuensi dan irama nafas suara nafas abnormal)  Ajarkan keluarga bagaimana cara
 Mampu mengidentifikasikan dan melakukan suksion
Faktor-faktor yang berhubungan: mencegah factor yang dapat  Hentikan suksion dan berikan oksigen
- Lingkungan : merokok, menghirup menghambat jalan nafas apabila pasien menunjukkan bradikardi,
asap rokok, perokok pasif-POK, peningkatan saturasi O2, dll.
infeksi
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular, Airway Management
hiperplasia dinding bronkus, alergi  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
jalan nafas, asma. atau jaw thrust bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas, sekresi tertahan, banyaknya ventilasi

25
mukus, adanya jalan nafas buatan,  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
sekresi bronkus, adanya eksudat di jalan nafas buatan
alveolus, adanya benda asing di jalan  Pasang mayo bila perlu
nafas.  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam  Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
oksigenasi dan atau pengeluaran  Vital Sign Status atau jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam membran kapiler Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
alveoli  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Batasan karakteristik : adekuat jalan nafas buatan
 Gangguan penglihatan  Memelihara kebersihan paru paru  Pasang mayo bila perlu
 Penurunan CO2 dan bebas dari tanda tanda distress  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Takikardi pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Hiperkapnia  Mendemonstrasikan batuk efektif  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Keletihan dan suara nafas yang bersih, tidak
tambahan
 somnolen ada sianosis dan dyspneu (mampu
 Lakukan suction pada mayo
 Iritabilitas mengeluarkan sputum, mampu
 Berika bronkodilator bial perlu

26
 Hypoxia bernafas dengan mudah, tidak ada  Barikan pelembab udara
 kebingungan pursed lips)  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Dyspnoe  Tanda tanda vital dalam rentang keseimbangan.
 nasal faring normal  Monitor respirasi dan status O2
 AGD Normal
 sianosis Respiratory Monitoring
 warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
 Hipoksemia usaha respirasi
 hiperkarbia  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 sakit kepala ketika bangun penggunaan otot tambahan, retraksi otot
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
Faktor faktor yang berhubungan :  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 perubahan membran kapiler-alveolar
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
 auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal : Rabu, 23 Januari 2013


Jam : 21.00 WIB
Ruang : Flamboyan 4
Perawat : Latif, Oktifa, Dwi

I. IDENTITAS
A. PASIEN
Nama : Tn. SP
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 33 Th
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : petani
Alamat : Kali kendel
No.CM : 266481
Tanggal masuk RS : 23 Januari 2014, 11.00
Diagnosa medik : TB PARU
B. PENAGGUNG JAWAB
Nama : Yusriyadi
Umur : 28 tahun
Alamat : Kali kendel

II. RIWAYAT KEPERAWATAN


A. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, pasien mengatakan
bertambah seseg bila melakukan aktivitas, klien tampak lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan awalnya datang dipuskesmas tengaran dan disuruh
mondok, pasien mondok dipuskesmas selama 2 hari. Setelah 2 hari
mondok dipuskemas pasien disuruh pulang untuk melakukan rongten di
BP4 untuk mendapatkan surat rujukan dipuskesmas, setelah
mendapatkan surat rujukan dari puskesmas pasien datang di IGD rumah
sakit RSUD Salatiga. Pasien datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga
pada tanggal 23 januari 2014 jam 12.09 WIB dengan keluhan sesak
nafas, batuk berdahak. Pasien mengatakan badannya lemas, pasien
tampak lemah lalu di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pasien

28
mendapatkan terapi infus RL+amynophilin 20 tetes/menit, cefotaxime 1
gram/iv, ranitidin 50 mg/iv.
3. Riwayat penyakit masa lalu
Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, pasien baru 1x
dirawat dirumah sakit. Pasien tidak mempunyai alergi dengan obat-
obatan ataupun makanan. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi.

B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


1. Genogram

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal bersama

C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


1. Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
Pasien mengatakan kesehatanya sangat penting. Pasien jika sakit
memeriksakanya dipuskesmas. Pasien saat dirumah tidak merokok.
2. Pola nutrisi metabolik
Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 kali, habis 1 porsi setiap kali
makan. Saat dirumah pasien makan sayur, lauk, dan nasi.
Untuk minum pasien minum ±5 gelas perhari (±1000 cc),
minum yang biasanya diminum pasien adalah air putih dan
teh.
Selama sakit : pasien makan sehari 3 kali habis 1 porsi, saat dirumah
sakit pasien makan nasi dan sayur. Untuk minum pasien
minum ± 4 gelas perhari (± 800 cc), minum yang biasa
diminum air putih dan teh.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien dirumah BAB sehari 1x, kadang 2 hari 1 kali
konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, tidak ada
lendir darah.

29
Pasien BAK sehari ± 4 kali/hari, warna urine kuning
jernih, jumlah ± 950 cc. Tidak ada kesulitan saat BAK,
tidak ada disuria, hematuri, retensi urin.
Selama sakit : selama dirumah sakit pasien belum BAB.
Pasien BAK sehari sehari ± 7 kali/hari, urin kuning jernih,
jumlah ± 2000 cc. Tidak ada kesulitan sat BAK, tidak ada
hematuri, tidak terpasang kateter.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri mulai
dari makan/minum, berpakaian, mandi, toileting, mobilisasi.
Saat sakit : aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai berikut :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Mobilisasi di TT √
Pindah √
Ambulasi √
Makan/minum √
Keterangan :
Score 0 : mandiri Score 3 : perlu bantuan orang
Score 1 : dibantu sebagian lain dan alat
Score 2 : perlu dibantu orang Score 4 : tergantung,tidak
lain mampu
5. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : pasien tidur ± 8 jam/hari dari jam 21.00 - 05.00, kadang
tidak tidur siang.
Selama sakit : pasien selama dirumah sakit saat malam hari pasien
kadang tidak bisa tidur, karena ramai tetapi kalau siang
pasien bisa tidur ± 1 jam pukul 13.00-14.00.
6. Pola kognitif dan perceptual
Pasien bisa berkomunikasi dengan baik, penglihatan pasien masih baik,
pasien tidak memakai alat bantu kaca mata, pasien juga bisa membedakan
bau teh, kopi dll.
7. Pola konsep diri
Pasien mengatakan selama dirumah sakit tidak dapat melakukan aktivitas
serta mncarai nafkah untuk anak dan istri. Ia merasa keluarga dan
tetangganya sayang dan peduli dg klien. Ia menyadari bahwa di rumah
sakit hanya menyusahkan keluarga, tidak bisa bertanggung jawab untuk
mencari nafkah.

30
8. Pola koping
Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu didiskusikan dengan istri,
keluaraga ataupun anak-anaknya.
9. Pola seksual-reproduksi
Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga sebagai ayah
dan istri.
10. Pola peran berhubungan
Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga berperan
sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien ditunggu oleh istrinya.
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik.
Klien selalu menghadiri rapat dan gotong royong bersama-sama.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : pasien beribadah, sholat 5 waktu dan berdoa
Selama sakit : saat sakit klien tidak mampu menjalankan
kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa
ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan
dan kesehatan.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)


A. KEADAN UMUM
1. Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik
2. Kondisi pasien secara umum : pasien tampak lemah, tidak ada sianosis,
batuk produktif, ada sputum.
3. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg
S : 36,7 oC
N : 92 x/menit
RR : 30x/menit
B. PEMERIKSAAN SECARA SISTEMIK
1. Kepala
a. Bentuk mesocepal, rambut terlihat bersih, warna rambut hitam, kulit
kepala tidak ada lesi, tak ada benjolan.
b. Mata : kelopak mata tidak ada pembengkakan, konjungtiva berwarna
merah muda, tidak ada konjungtivitis, mata bersih.
c. Telinga : tidak ada serumen, tidak bengkak, tidak ada gangguan
dipendengeran dan tidak memaka alat bantu.
d. Hidung : tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada nyeri tekan,
terpasang alat bantu O2 nasal kanul 3 L/menit
e. Mulut : bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris. Mukosa lembab,
tidak ada pendarahan, tidak ada stomatitis.

31
2. Leher
Tidak ada pembesaran limfe dan kelenjar tiroid, serta peningkatan JVP
3. Dada : paru dan jantung
PAYUDARA :
Inspeksi : simetris, tidak ada edema, tidak ada benjolan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
PARU :
Inspeksi : gerak dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada,
tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat retraksi dinding
dada.
Auskultasi : terdapat bunyi nafas ronchi basah di paru kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara krepitasi,
Perkusi : resonan
JANTUNG :
Inspeksi : tidak tampak adanya ictus cordis
Auskultasi : terdengar bunyi S1 lup – S2 dup
Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke 5,6
Perkusi : redup
4. Abdomen
Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada jejas
Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit
Palpasi : tympani
Perkusi : tidak ada nyeri tekan
5. Genetalia
Tidak terpasang kateter
6. Anus dan Rektum
Tidak benjolan pada rectum dan tidak ada pembesaran hemoroid, tidak
ada peradangan.
7. Ektremitas
Atas : anggota gerak lengkap, terpasang iv kateter RL 20 tpm di vena
dorsalis dextra.
Bawah : kedua kaki tidak ada edema, tidak ada varices, tidak ada
kelemahan otot.
Kekuatan otot :

5 5
5 5

32
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan hematologi, tgl 23 Januari 2014
Keterangan Nilai Nilai normal
Lekosit 10,8 x 103 /µL 4,5-10 x 103 /µL
Eritrosit 5,10 x 106 /µL 4,5-5,5 x 106 /µL
HB 13,2 g/dL 14-18 g/dL
Hematokrit 39,8 % 40 – 54 %
MCV 77,9 FL 85-100 FL
MCH 26,0 Pg 28-31 Pg
MCHC 33,3 g/dL 30-35 g/dL
Trombosit 376 x 103 /µL 150-450 x 103 /µL
Golongan darah A -
Kimia Klinik
Gula Sewaktu 66 mg/dl <144 mg/dl
Ureum 18 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinin 1,4 mg/dl <1,4 mg/dl
SGOT 24 u/e <37 u/e
SGPT 16 u/e <42 u/e

V. TERAPI YANG DIBERIKAN


Tanggal 23 Januari 2014
Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi cefotaxime 1 gram/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/8 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
Tanggal 24 Januari 2014
Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
FDC 1.III tablet Jam 12.00
Tanggal 25 Januari 2014
Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
FDC 1.III tablet Jam 12.00

33
VI. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS : Pasien mengatakan Penumpukan Ketidakefektifan
sesak nafas, Pasien Sputum, penyakit jalan nafas
mengatakan batuk TB paru
berdahak
DO : Tidak ada sianosis,
Tidak ada cuping
hidung, Batuk
produktif, Ada
sputum, ronchi
basah
TD:110/80 mmHg
S: 36,7ºC
N: 92 x/menit
RR: 30x/menit
2 DS : Pasien mengatakan Keletihan/kelemahan Intoleransi aktifitas
bertambah sesag
jika melakukan
aktivitas.
DO : Pasien tampak
lemes, Aktifitas
terlihat terbatas,
Terpasang kanul O2
3 L/menit

VII. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan Penumpukan Sputum
ditandai dengan Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan batuk
berdahak, Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping hidung, Batuk produktif,
Ada sputum, ronchi basah.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Keletihan/kelemahan ditandai
dengan Pasien mengatakan bertambah sesag jika melakukan aktivitas,
Pasien tampak lemes, Aktifitas terlihat terbatas, Terpasang kanul O2 3
L/menit.

34
VIII. RENCANA KEPERAWTAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam di harapkan klien Airway Management
menunjukkan jalan nafas yang paten dengan 1. Berikan terapi oksigen (O2)
Penumpukan Sputum ditandai kiteria hasil : 2. Keluarkan sekret dengan batuk
dengan Pasien mengatakan - Suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
sesak nafas, Pasien sianosis dan dyspneu (mampu 4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
mengatakan batuk berdahak, mengeluarkan sputum, mampu bernafas nafas.
dengan mudah) 5. Monitor respirasi dan status O2
Tidak ada sianosis, Tidak ada - irama nafas, frekuensi pernafasan dalam 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
cuping hidung, Batuk rentang normal, tidak ada suara nafas tambahan
produktif, Ada sputum, ronchi abnormal) 7. Atur intake untuk cairan untuk mengencerkan
basah, penurunan suara nafas. sekret.
8. Berikan bronkodilator
2 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam di harapkan klien Energy Management
menunjukkan jalan nafas yang paten dengan 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
Keletihan/kelemahan ditandai kiteria hasil :
dengan Pasien mengatakan melakukan aktivitas
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
bertambah sesag jika tanpa disertai peningkatan tekanan 2. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
darah, nadi dan RR 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
melakukan aktivitas, Pasien
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
tampak lemes, Aktifitas terlihat (ADLs) secara mandiri emosi secara berlebihan
terbatas, Terpasang kanul O2 3 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
L/menit, RR : 30x/menit

35
IX. IMPLEMENTASI
Tanggal 23 Januari 2014
Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama
1,2 20.00 1. Menerima operan jaga
1 20.05 2. Mengganti cairan infus
1 20.10 3. Berikan terapi O2 dengan nasal kanul
1 20.45 4. Memposisikan pasien semi fowler. S : pasien mengatakan seseg berkurang
O : RR : 30x/menit
2 21.00 5. Mengobservasi adanya pembatasan S : -
klien dalam melakukan aktivitas O : anjurkan untuk membatasi aktivitas
6. Mengkaji adanya factor yang S :
menyebabkan kelelahan. O : anjurkan untuk menghemat energi
21.00 7. Memberikan terpai farmakologi S : pasien mengatakan tangan kemeng.
cefotaxime 1 gram. O : Obat masuk melalui IV Cateter

1 21.30 8. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -


suara tambahan O : terdengar suara ronchi basah di paru
sebelah kanan
1,2 21.45 9. Memantau kondisi pasien S:-
O : kondisi pasien lemah
1 22.00 10. Memonitor tetesan infus
1,2 23.00 11. Memantau kondisi pasien S:-
O : Pasien tidur
1 02.00 12. Monitor tetesan infus
1 04.00 13. Mengganti cairan intravena
05.00 14. Menyediakan air hangat untuk
kebersihan personal higiene (mandi)
2 15. Memonitor pasien akan adanya S : -
kelelahan fisik secara berlebihan O : tidak ada kelelahan fisik secara berlebihan
2 16. Memonitor respon kardivaskuler S : - Latif

36
terhadap aktivitas O : Nadi 90x/menit
1,2 06.00 17. Memantau Vital Sign S:-
O : TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S :
36,5 oC
2 06.20 18. Menganjurkan pasien untuk makan S : pasien mengatakan makan habis 1 porsi
secara teratur O : makan habis 1 porsi
1 06.30 19. Monitor kondisi umum, respirasi dan S : Pasien mengatakan batuk, lemes
status O2 O : keadaan umum sedang, SPO2 97%
1 06.45 20. Menganjurkan pasien untuk minum air
hangat untuk membantu mengeluarkan
sekret
1 07.00 21. Memberikan terapi Ambroxol 30 mg 1 S : -
tablet. O : Obat masuk peroral tidak dimuntahkan.
07.00 22. Melakukan operan jaga pada perawat
jaga pagi

Tanggal 24 Januari 2014


Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama
07.00 1. Menerima operan jaga
07.30 2. Memberikan lingkungan yang nyaman
dengan membersihkan tempat tidur
pasien
1 08.15 3. Memposisikan pasien semi fowler. S : Klien mengatakan seseg berkurang
1 08.15 4. Memberikan terapi oksigen O2 3 Lpm O:-
2 08.30 5. Memonitor pasien akan adanya S : klien mengatakan seseg setelah beraktivitas
kelelahan fisik secara berlebihan O:-
2 09.00 6. Memberikan terapi farmakologi S : pasien mengatakan tangan kemeng saat
Ceftriaxone 1 gram, ranitidin 50 mg obat masuk
O : Obat masuk melalui IV Cateter
1 09.45 7. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -

37
suara tambahan O : masih terdengar bunyi ronchi basah
1 10.00 8. Mengganti cairan intravena S:-
O : amynophilin 24 mg drip infus
1 10.30 9. Monitor respirasi dan status O2 S : klien mengatakan sesek berkurang
O : O2 3 Lpm, RR : 32x/menit, SPO2 96%
1,2 10.45 10. Memantau Vital Sign dan kondisi S : pasien mengatakan batuk, seseg.
umum. O : TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S :
36,8 oC
2 11.30 11. Memonitor pasien akan adanya S : -
kelelahan fisik secara berlebihan O : tidak ada kelelahan fisik yang berlebihan
1 12.00 12. Memberikan terapi farmakologi S:-
Ambroxol 30 mg dan FDC III Tablet O : obat masuk peroral tidak dimuntahkan
2 12.15 13. Memantau intake nutrisi S : klien mengatakan makanan habis 1 porsi
O : makanan habis 1 porsi
1 13.00 14. Memantau cairan intravena S:-
O:- Oktifa
1,2 14.00 15. Melakukan operan jaga
14.00 1. Menerima operan jaga
1 14.15 2. Memantau O2 S:-
O : O2 3 Lpm
1 14.30 3. Memposisikan pasien semi fowler. S : klien mengatakan sesek berkurang
O:-
1 15.00 4. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -
suara tambahan O : masih terdengar bunyi ronchi basah di paru
sebelah kanan
16.01 5. Menyediakan air hangat untuk
kebersihan personal higiene (mandi)
2 16.30 6. Memonitor pasien akan adanya S : -
kelelahan fisik secara berlebihan O : tidak ada kelelahan fisik secara berlebihan
2 16.35 7. Memonitor respon kardivaskuler S : -
terhadap aktivitas O : Nadi 90x/menit

38
1,2 16.45 8. Memantau Vital Sign S:-
O : TD : 110/90 mmHg, N : 102x/menit R :
30x/menit, S : 37 OC
2 17.00 9. Monitor kondisi umum, respirasi dan S : klien mengatakan masih sesek
status O2 O : RR : 30x/menit, SPO2 97%
1 17.45 10. Mengganti cairan intravena
2 18.00 11. Memantau intake nutrisi S : klien mengatakan makan habis 1 porsi
O : makanan tampak habis.
19.00 12. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -
suara tambahan O : terdengar bunyi paru ronchi basah. Dwi Kurniawati
20.00 13. Melakukan operan jaga
1,2 20.00 1. Menerima operan jaga
1 20.10 2. Memposisikan pasien semi fowler. S : pasien mengatakan seseg berkurang
O:-
1 20.10 3. Memantau terapi oksigen O2 S:-
O : Oksigen 3 Lpm
2 20.15 4. Mengobservasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
5. Menganjurkan pasien untuk menghemat
tenaga dalam aktivitas
1,2 21.00 6. Memberikan terpai farmakologi
cefotaxime 1 gram.

1 21.30 7. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -


suara tambahan O : terdengar bunyi nafas ronchi basah di paru
kanan
1,2 21.45 8. Memantau kondisi pasien S : klien mengatakan sesek sudah berkurang
O : O2 3 Lpm
1 22.00 9. Memonitor tetesan infus Latif
1,2 23.00 10. Mengganti cairan intravena

39
1 02.00 11. Monitor tetesan infus S:-
O : amynophilin 24 mg drip infus
1 04.00 12. Menyediakan air hangat untuk
05.00 kebersihan personal higiene (mandi)
13. Memonitor pasien akan adanya
kelelahan fisik secara berlebihan
14. Memonitor respon kardivaskuler S : klien mengatakan masih sesek setelah
terhadap aktivitas aktivitas
O:
1,2 06.00 15. Memantau Vital Sign S : pasien mengatakan batuk berkurang, seseg
berkurang
O : TD : 100/90 mmHg, R 29x/menit, S 37 oC
2 06.20 16. Menganjurkan pasien untuk makan S : klien mengatakan makan habis 1 porsi
secara teratur O : makanan habis 1 porsi
1 06.30 17. Monitor kondisi umum, respirasi dan S : -
status O2 O : RR : 30x/menit, SPO2 97%
1 07.00 18. Memberikan terapi Ambroxol 30 mg 1 S :
tablet. O : Obat masuk peroral tidak dimuntahkan
07.00 19. Melakukan operan jaga pada perawat
jaga pagi

Tanggal, 25 Januari 2014


Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama
07.00 1. Menerima operan jaga
07.00 2. Mengganti cairan intravena
07.15 3. Memberikan lingkungan yang nyaman
dengan merapikan dan membersihkan
tempat tidur
1 08.00 4. Memposisikan pasien semi fowler. S : Klien mengatakan seseg berkurang
O:-

40
1 08.00 5. Mengkaji suara nafas, catat adanya S:-
suara tambahan O : masih terdengar bunyi ronchi basah
1 09.00 6. Memberikan terapi farmakologi S:-
Ceftriaxone 1 gram, ranitidin 50 mg O : obat masuk melalui iv cateter Oktifa
1 11.00 7. Monitor kondisi umum, respirasi dan S : klien mengatakan masih sesek, tapi sudah
status O2 berkurang
1 O : RR : 28x/menit, SPO2 96%
1,2 11.15 8. Monitor vital sign S:
O : TD : 110/90 mmHg, 98x/menit, S : 37,3 oC
2 11.45 9. Memonitor pasien akan adanya S : masih sesek setelah beraktivitas
kelelahan fisik secara berlebihan O:-
2 12.00 10. Memonitor respon kardivaskuler S : -
terhadap aktivitas O : Nadi 98x/menit
1 12.00 11. Memberikan terapi farmakologi S : -
ambroxol 30 mg dan FDC III tablet O : obat masuk peroral dan tidak dimuntahkan
2 13.00 12. Memonitor intake nutrisi S : klien mengatakan makan habis 1 porsi.
O : makanan habis 1 porsi
1 14.00 13. Mengganti cairan infus
14.00 14. Melakukan operan jaga
20.00 1. Menerima operan jaga
1 20.30 2. Memposisikan pasien semi fowler S : Klien mengatakan masih seseg
O : RR 36x/menit
1 20.50 3. Memantau oksigen (O2) S:-
O : O2 3 Lpm
1 21.00 4. Memberikan terapi farmakologi S :-
Ambroxol 30 mg dan ranitidin 50 mg O : Ambroxol 30 mg masuk peroral, ranitidin
50 mg masuk perintravena cateter
2 05.30 5. Mengkaji suara nafas, catat adanya S : -
suara tambahan O : terdengar suara nafas ronchi basah di paru
sebelah kanan
1 05.35 1. Memonitor respon kardivaskuler S : setelah berjalan merasa seseg

41
terhadap aktivitas O:-
2 05.40 2. Monitor kondisi umum, respirasi dan S:-
status O2 O : SPO2 94%, N : 103, RR : 40x/menit
2 05.45 3. Memonitor pasien akan adanya S:- Dwi Kurniawati
kelelahan fisik secara berlebihan O : tidak ada otot bantu pernafasan
2 07.00 4. Memonitor nutrisi dan sumber energi S : Makan habis 1 porsi
yang adekuat. O : Diit lunak
2 07.00 5. Memberikan Ambroxol 30 mg S : Obat sudah diminum setelah makan
O : Obat masuk peroral
X. EVALUASI

Tanggal DK Evaluasi TTD, Nama


23 Januari 2014 1 S : Pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas
Jam 07.00 O : - Pasien masih tampak sesak TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S : 36,5 oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1.Berikan terapi oksigen (O2)
2.Keluarkan sekret dengan batuk Latif
3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5.Monitor respirasi dan status O2
6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8.Berikan bronkodilator
2 S : pasien mengatakan masih sesak setelah beraktifitas
O : nafas tampak cepat RR : 30x/m TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S : 36,5 oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Latif
3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

42
4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan
5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

24 Januari 2014 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang


Jam 14.00 O : RR: 32x/menit, SPO² 96% TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S : 36,8 oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan Intervensi
1.Berikan terapi oksigen (O2) Oktifa
2.Keluarkan sekret dengan batuk
3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5.Monitor respirasi dan status O2
6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8.Berikan bronkodilator
24 Januari 2014 2 S : Pasien mengatakan masih sesak nafas setelah beraktifitas
Jam 14.00 O : RR 30x/menit TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S : 36,8 oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Oktifa Erlina Sari
3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan
5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
25 Januari 2014 1 S : Pasien mengatakan sesak sudah berkurang
Jam 07.00 O : O2 3 Lpm, TD : 110/90 mmHg, S : 37,3 oC, SPO2 94%, N : 103, RR : 40x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.Berikan terapi oksigen (O2)

43
2.Keluarkan sekret dengan batuk
3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5.Monitor respirasi dan status O2
6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Dwi Kurniawati
8.Berikan bronkodilator
25 Januari 2014 2 S : Pasien mengatakan masih sesek setelah beraktivitas
Jam 07.00 Pasien mengatakan makanan habis
O : N : 103, RR : 40x/menit, Makanan habis 1 porsi
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat Dwi Kurniawati
4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan
5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

44
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yang berarti bagi tubuh, salah
satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik.
Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan
perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan
manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.

B. Saran
1. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala
adanya gangguan oksigenasi.
2. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita gangguan kebutuhan
oksigenasi.

45
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A aziz. 2006. Pengantar KMB aplikasi konsep dan proses


keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Jackson, Marilyn. 2011. Seri panduan praktis keperawatan klinis. Jakarta :
Elangga
Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian fisik keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Tarwoto dan wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Taylor, Cynthio M. 2010. Diagnosa keperawatan dengan rencna asuhan. Jakarta :
EGC
Wilkinson, Judith. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

46
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Kelompok 16
Dwi Kurniawati
Latif A
Oktifa Erlina
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.

Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara


menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah
Tarwanto, 2006).
Alat untuk pemberian O2 :
• Kanula nasal, O2 dengan aliran 1-5 L/menit,
konsentrasi 24 - 44%.
• Sungkup muka, O2 selang seling 6-8 L/menit,
konsentrasi 40-60%.
• Sungkup muka dengan kantong rebrething : O2 dengan
konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12
L/menit.
• Sungkup muka dengan kantong non rebrething,
konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8-12
L/menit, dimana udara inspirasitidak bercampur
dengan udara respirasi.
Jenis Gangguan Oksigenasi
• Hipoxia
• Hyperventilasi
• Hypoventilasi
• Cheyne Stokes
• Kussmaul’s ( hyperventilasi )
• Apneu
• Biot’s
Pengkajian keperawatan pada
gangguan oksigenasi
• Identitas
• Keluhan utama
• Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat penyakit dahulu
• Pengkajian pola fungsi gordon
• Pemeriksaan fisik head to toe
• Pemeriksaan penunjang
• Terapi
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada gangguan oksigenasi
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret
kental / sekret darah, upaya batuk buruk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
kental, tebal, dan edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan
dengan pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia /
statis sekret, penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi,
malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat
yang harus diminum.
6. Hipertermi
Asuhan Keperawatan

Pengkajian tanggal 23 Januari 2014


• PASIEN
Nama : Tn. SP
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 33 Th
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : petani
Alamat : Kali kendel
No.CM : 266481
Tanggal masuk RS : 23 Januari 2014, 11.00
Diagnosa medik : TB PARU
Keluhan Utama
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak,
pasien mengatakan bertambah seseg bila melakukan
aktivitas, klien tampak lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Mendapatkan surat rujukan dari puskesmas pasien
datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga. Pasien
datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pada
tanggal 23 januari 2014 jam 12.09 WIB dengan
keluhan sesak nafas, batuk berdahak. Pasien
mengatakan badannya lemas, pasien tampak lemah
lalu di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pasien
mendapatkan terapi infus RL+amynophilin 20
tetes/menit, cefotaxime 1 gram/iv, ranitidin 50
mg/iv.
• Riwayat penyakit masa lalu
Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit
sebelumnya, pasien baru 1x dirawat dirumah sakit.
Pasien tidak mempunyai alergi dengan obat-obatan
ataupun makanan. Pasien tidak mempunyai riwayat
hipertensi.
Pengkajian pola fungsi gordon

1.Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen


kesehatan
Pasien mengatakan kesehatanya sangat penting.
Pasien jika sakit memeriksakanya dipuskesmas.
Pasien saat dirumah tidak merokok.
• PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)
• KEADAN UMUM
• Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik
• Kondisi pasien secara umum : pasien tampak lemah,
tidak ada sianosis, batuk produktif, ada sputum.
• Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
S : 36,7 oC
N : 92 x/menit
RR : 30x/menit
2. Pola nutrisi metabolik
• Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 kali, habis 1
porsi setiap kali makan. Saat dirumah pasien makan sayur,
lauk, dan nasi. Untuk minum pasien minum ±5 gelas
perhari (±1000 cc), minum yang biasanya diminum pasien
adalah air putih dan teh.
• Selama sakit : pasien makan sehari 3 kali habis 1
porsi, saat dirumah sakit pasien makan nasi dan sayur.
Untuk minum pasien minum ± 4 gelas perhari (± 800 cc),
minum yang biasa diminum air putih dan teh.
3. Pola eliminasi
• Sebelum sakit : pasien dirumah BAB sehari 1x, kadang 2
hari 1 kali konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan,
tidak ada lendir darah. Pasien BAK sehari ± 4 kali/hari,
warna urine kuning jernih, jumlah ± 950 cc. Tidak ada
kesulitan saat BAK, tidak ada disuria, hematuri, retensi
urin.
• Selama sakit : selama dirumah sakit pasien belum
BAB.Pasien BAK sehari sehari ± 7 kali/hari, urin kuning
jernih, jumlah ± 2000 cc. Tidak ada kesulitan sat BAK,
tidak ada hematuri, tidak terpasang kateter.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri mulai dari makan/minum, berpakaian, mandi, toileting,
mobilisasi.
Saat sakit : aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai
berikut :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi V
Berpakaian V
Mobilisasi di TT V
Pindah V
Ambulasi V
5. Pola istirahat dan tidur
• Sebelum sakit : pasien tidur ± 8 jam/hari dari jam
21.00 - 05.00, kadang tidak tidur siang.
• Selama sakit : pasien selama dirumah sakit saat malam
hari pasien kadang tidak bisa tidur, karena ramai tetapi
kalau siang pasien bisa tidur ± 1 jam pukul 13.00-14.00.
6. Pola kognitif dan perceptual
• Pasien bisa berkomunikasi dengan baik, penglihatan pasien
masih baik, pasien tidak memakai alat bantu kaca mata,
pasien juga bisa membedakan bau teh, kopi dll.
7. Pola konsep diri
• Pasien mengatakan selama dirumah sakit tidak dapat
melakukan aktivitas serta mncarai nafkah untuk anak dan
istri. Ia merasa keluarga dan tetangganya sayang dan
peduli dg klien. Ia menyadari bahwa di rumah sakit hanya
menyusahkan keluarga, tidak bisa bertanggung jawab untuk
mencari nafkah.

8. Pola koping
• Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu didiskusikan
dengan istri, keluaraga ataupun anak-anaknya.
9. Pola seksual-reproduksi
• Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga
sebagai ayah dan istri.
10. Pola peran berhubungan
• Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga
berperan sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien
ditunggu oleh istrinya. Keluarga mengatakan hubungan
pasien dengan masyarakat sekitar baik. Klien selalu
menghadiri rapat dan gotong royong bersama-sama.
11. Pola nilai dan kepercayaan
• Sebelum sakit : pasien beribadah, sholat 5 waktu dan
berdoa
• Selama sakit : saat sakit klien tidak mampu
menjalankan kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa
ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan dan
kesehatan.
III. Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)
A. KEADAAN UMUM
• Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi
baik
• Kondisi pasien secara umum : pasien tampak
lemah, tidak ada sianosis, batuk produktif, ada
sputum.
• Tanda-tanda vital :
– TD : 110/80 mmHg S: 36,7 oC
– N : 92 x/menit RR: 30x/menit
B. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

1. Kepala
• Bentuk mesocepal, rambut terlihat bersih, warna rambut
hitam, kulit kepala tidak ada lesi, tak ada benjolan.
• Mata : kelopak mata tidak ada pembengkakan, konjungtiva
berwarna merah muda, tidak ada konjungtivitis, mata
bersih.
• Telinga : tidak ada serumen, tidak bengkak, tidak ada
gangguan dipendengeran dan tidak memaka alat bantu.
• Hidung : tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada nyeri
tekan, terpasang alat bantu O2 nasal kanul 3 L/menit
• Mulut : bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris.
Mukosa lembab, tidak ada pendarahan, tidak ada stomatitis.
2. Leher : Tidak ada pembesaran limfe dan kelenjar
tiroid, serta peningkatan JVP
3. Dada
• PARU :
• Inspeksi : gerak dada simetris, tidak ada kelainan
bentuk dada, tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat
retraksi dinding dada.
• Auskultasi : terdapat bunyi nafas ronchi basah
di paru kanan
• Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara
krepitasi,
• Perkusi : resonan
JANTUNG :
• Inspeksi : tidak tampak adanya ictus cordis
• Auskultasi : terdengar bunyi S1 lup – S2 dup
• Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke 5,6
• Perkusi : redup
4. Abdomen
• Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada jejas
• Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit
• Palpasi : tympani
• Perkusi : tidak ada nyeri tekan
7. Genetalia
• Tidak terpasang kateter
8. Anus dan Rektum
• Tidak benjolan pada rectum dan tidak ada
pembesaran hemoroid, tidak ada peradangan.
9. Ektremitas
• Atas : anggota gerak lengkap, terpasang iv
kateter RL 20 tpm di vena dorsalis dextra.
• Bawah : kedua kaki tidak ada edema, tidak ada
varices, tidak ada kelemahan otot.
Pemeriksaan penunjang,tgl 23 Januari 2014
Keterangan Nilai Nilai normal

Lekosit 10,8 x 103 /µL 4,5-10 x 103 /µL

Eritrosit 5,10 x 106 /µL 4,5-5,5 x 106 /µL

HB 13,2 g/dL 14-18 g/dL

Hematokrit 39,8 % 40 – 54 %

MCV 77,9 FL 85-100 FL

MCH 26,0 Pg 28-31 Pg

MCHC 33,3 g/dL 30-35 g/dL

Trombosit 376 x 103 /µL 150-450 x 103 /µL

Golongan darah A -

Kimia Klinik

Gula Sewaktu 66 mg/dl <144 mg/dl

Ureum 18 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 1,4 mg/dl <1,4 mg/dl

SGOT 24 u/e <37 u/e


Terapi yang diberikan

Tanggal 23 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi cefotaxime 1 gram/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/8 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
Tanggal 24 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
FDC 1.III tablet Jam 12.00
Tanggal 25 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit
Infus RL + Aminhophilin 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00
Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00
FDC 1.III tablet Jam 12.00
ANALISA DATA

No Symptom Etiologi Problem


1 DS : Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien Penumpukan Sputum, penyakit Ketidakefektifan jalan nafas
TB paru
mengatakan batuk berdahak
DO : Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping hidung,
Batuk produktif, Ada sputum, ronchi basah
TD:110/80 mmHg
S: 36,7ºC
N: 92 x/menit
RR: 30x/menit
2 DS : Pasien mengatakan bertambah sesag jika Keletihan/kelemahan Intoleransi aktifitas

melakukan aktivitas.
DO : Pasien tampak lemes, Aktifitas terlihat terbatas,
Terpasang kanul O2 3 L/menit
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan


Penumpukan Sputum ditandai dengan Pasien
mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan batuk
berdahak, Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping
hidung, Batuk produktif, Ada sputum, ronchi basah.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan


Keletihan/kelemahan ditandai dengan Pasien
mengatakan bertambah sesag jika melakukan
aktivitas, Pasien tampak lemes, Aktifitas
terlihat terbatas, Terpasang kanul O2 3 L/menit.
Intervensi
Implementai
Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai