Anda di halaman 1dari 20

1

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Definisi
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/ bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik maupun histerik (Maramis, 2000 dalam Trimelia,
2011).

Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak


terdapat stimulus (Varcarolis, 2006 dalam Trimelia, 2011).

Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanda stimulus
dari luar. Halusinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan,
suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi
pada pasien skozofrenia (Stuart & Sundeen, 1995 dalam Trimelia, 2011).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami perubahan dalam


jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara
internal/eksternal disertai dengan suatu pengurangan/berlebih, distorsi atau
kelainan berespons terhadap stimulus (Townsend, 1998 dalam Trimelia, 2011).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang


nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsang dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang
muncul dari berbagai indera (Stuart & Laraia, 2005 dalam Trimelia, 2011).
2

II. Rentang Respons


Respons neurobiologis merupakan berbagai respons perilaku klien yang terkait
dengan fungsi otak. Gangguan respons neurobiologis ditandai dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi (Trimelia, 2011). Gangguan respons
neurobiologis atau respons neurobiologis yang maladaptif terjadi karena
adanya:
a. Lesi pada ara frontal, temporal dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c. Ketidakmampuan antara dopamin dan neurotransmiter lainnya.(Trimelia,
2011).

Respons neurobiologis individu daapt diidentifikasi sepanjang rentang respons


adaptif sampai maladaptif, menurut Stuart dan Laraia (1998) dalam Trimelia
(2011) adalah sebagai berikut:

Respons Adaptif Respons Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan proses


 Persepsi akurat menyimpang pikir/delusi/waham
 Emosi konstan  Ilusi  Etidakmampuan
dengan  Reaksi untuk mengalami
pengalaman emosional emosi
 Perilaku sesuai berlebih/kurang  ketidakteraturan
 Hubungan  Perilaku ganjil  Isolasi sosial
sosial harmonis  Menarik diri  halusinasi

Respons maladaptif:
 Perubahan proses pikir adalah waham/delusi adalah suatu bentuk kelainan
pikiran (adanya ide-ide/ keyakinan yang salah).
 Halusinasi adalah persepsi yang salah, meskipun tidak ada stimulus tetapi
klien merasakannya.
3

 Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah terjadi karena klien


berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu, kalau tidak, hal ini akan
menimbulkan kecemasan.
 Perilaku tidak terorganisir/ ketidakteraturan adalah respons neurobiologis
yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama dari Sistem Syaraf
Pusat, sehingga tidak ada koordinasi antara isi pikiran, perasaan dan
tingkah laku (kataton, meringis, stereotipik, avolisi).
 Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk menjalin hubungan, kerja
sama dan saling tergantung dengan orang lain.

III Faktor predisposisi dan faktor presipitasi menurut Trimelia (2011):


3.1 Predisposisi
1) Faktor biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Faktor perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
individu tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress adalah merupakan
salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
3) Faktor sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
4

5) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang
pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak
adekuat, konflik perkawinan, koping tidak adekuat juga
berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari alam nyata menuju alam nyata.
6) Faktor genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.

3.2 Faktor Presipitasi


1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik
yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik
otak yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Pemicu gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku individu.
a) Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi,
obat SSP, gangguan proses informasi, kurang olah raga, alam
perasaan abnormal dan cemas.
b) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,
tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan
5

pola aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan


tekanan pekerjaan.
c) Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusasaan, kehilanagn
motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak
berbeda dengan orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku
agresif dan amuk.

Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Trimelia, 2011), penyebab


halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut:

a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapt berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut, sehingga
klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Bahwa individu dengan hausinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang
akan mengontrol semua prilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan
6

halusinasinya seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi


kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpesonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadiannya terganggu karena sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

IV Manifestasi klinis / tanda dan gejala


Proses terjadinya halusinasi menurut Trimelia (2011):
a. Tahap 1 (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi
Karakteristiknya:
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
7

Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi


(misal : putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah
dikamous dan lain-lain)
Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk.

Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal

Klien menganggap lamunan-lamunan itu awal tersebut sebagai upaya


pemecahan masalah

b. Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristiknya:
Individu mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.

Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya


kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan
tersebut.

Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang


dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa
diatasi. (dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman
dengan halusinasi bisa bersifat sementara).

Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak


sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan
mata cepat, respon verbal lambat, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.
8

c. Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu, dan
secara umum halusinasi menjijikkan
Karakteristiknya:
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami
bias.

Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikan dan menakutkan.

Mulai merasa kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi


mengontrolnya.

Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
sumber yang dioersepsikan oleh individu.

Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut


dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Perilaku yang muncul adalah terjadi peningakatan sistem saraf otonom


yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti: pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, konsentrasi
menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan
realita.

d. Tahap IV (Controling Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguas.
Karakteristiknya:
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu
9

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang


datang.

Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi,


sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya.

Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori


atau halusinasinya tersebut berakhir ( dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik)
Perilaku yang muncul : cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti:
berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

e. Tahap V (Concuering Panic Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
klienmengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristiknya:
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu

Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan


menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai
terasa terancam.

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri.
10

Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau
bisa juga bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau
selamanya/kronis (terjadi gangguan psikotik berat).

Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri,


atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi
halusinasi(amuk, agitasi, menarik diri). Tidak mampu berespon
terhadap petunjuk yang komplek dan lebih dari satu orang.

V Pohon Masalah

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosal

Harga Diri Rendah Kronis

Pohon masalah perubahna persepsi sensori: Halusinasi (Fitria, 2014)

VI Jenis/Tanda Gejala
a. Jenis Halusinasi:
Jenis halusinasi menurut Fitria (2014):
- Halusinasi Dengar
Pasien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata/lingkungan.
- Halusinasi Penglihatan
11

Pasien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus


yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya.
- Halusinasi penciuman
Pasien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata.
- Halusinasi pengecapan
Pasien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak.
- Halusinasi Perabaan
Pasien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
- Halusinasi Kinestetik
Pasien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak.
- Halusinasi Viseral
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.
b. Tanda Gejala Halusinasi:
Munurut Stuart & Sundeen (1998) dan Carpenito (1997) dalam Trimelia
(2011), data subjektif dan objektif pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
- Menyerinagi atau tertawa yang tidak sesuai
- Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
- Gerakan mata cepat
- Respons verbal lamban atau diam
- Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
- Terlihat bicara sendiri
- Menggerakkan bola mata dengan cepat
- Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
- Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba lari keruangan lain
- Disorientasi (waktu, tempat, orang)
- Perubahan kemampuan dan memecahkna masalah
- Perubahan perilaku dan pola komunikasi
- Gelisah, ketakutan, ansietas
12

- Peka rangsang
- Melaporkan adanya halusinasi.

VII Proses Keperawatan

7.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan halusinasi menurut Fitria
(2014):
- Subjektif
o Pasien mengatakan mendengar sesuatu
o Pasien mengatakan melihat bayangan putih
o Pasien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
o Pasien mencium bau bauan yang tidak sedap, seperti feses
o Pasien mengatakan kepala nya melayang diudara
o Pasien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda
pada dirinya.

- Objektif
o Pasien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
o Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
o Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
o Disorientasi
o Konsentrasi rendah
o Pikiran cepat berubah-ubah
o Kekacauab alur pikiran

7.2 Diagnosa keperawatan


Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
13

7.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana Tindakan Keperawatan menurut Fitria (2014):

Nama Klien : Ruangan :


No CM : Dx Medis :

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Ungkapan dari
klien mengenali
Setelah ...”
jenis halusinasi
Perubahan SP 1: Klien dapat interaksi, klien
yang menunjukan
persepsi sensori : mengidentifikasi dapat Identifikasi jenis halusinasi klien
apa yang
Halusinasi jenis halusinasi mengidentifikasi
dibutuhkan dan
jenis halusinasi
dirasakan oleh
klien.
Ungkapan dari
Setelah ...” klien mengenali isi
SP 1: Klien dapat interaksi, klien halusinasi yang
mengidentifikasi isi dapat Identifikasi isi halusinasi klien menunjukan apa
halusinasi mengidentifikasi isi yang dibutuhkan
halusinasi dan dirasakan oleh
klien.
SP 1: Klien dapat Setelah ...” Identifikasi waktu halusinasi klien Ungkapan dari
14

mengidentifikasi interaksi, klien klien mengenali


waktu halusinasi dapat waktu halusinasi
mengidentifikasi yang menunjukan
waktu halusinasi apa yang
dibutuhkan dan
dirasakan oleh
klien.

Ungkapan dari
klien mengenali
Setelah ...” frekuensi
SP 1: Klien dapat interaksi, klien halusinasi yang
mengidentifikasi dapat Identifikasi frekuensi halusinasi klien menunjukan apa
frekuensi halusinasi mengidentifikasi yang dibutuhkan
frekuensi halusinasi dan dirasakan oleh
klien.

Ungkapan ari klien


Setelah...” interaksi, mengenai situasi
SP 1: Klien dapat
klien dapat halusinasi
mengidentifikasi
mengidentifikasi Identifikasi situasi yang menimbulkan menunjukan apa
situasi yang dapat
situasi yang halusinasi pada klien yang dibutuhkan
menimbulkan
menimbulkan dan dirasakan oleh
halusinasi
halusinasi klien

Setelah...” interaksi,
SP 1: klien dapat klien dapat Ungkapan dari
mengindentifikasi mengidentifikasi Identifikasi respon yang menimbulkan klien mengenai
respon klien respon yang halusinasi pada klien respon halusinasi
terhadap halusinasi menimbulkan menunjukan apa
halusinasi yang dibutuhkan
15

dan dirasakan oleh


klien

Tindakan
Setelah...” interaksi, menghardik
SP 1: klien dapat
klien dapat Latih klien untuk mampu menghardik merukan salah satu
menghardik
menghardik halusinasinya upaya mengontrol
halusinasi
halusinasi halusinasi

Memasukan
kegiatan
SP 1: klien dapat Setelah...” interaksi, menghardik
memasukan cara klien dapat halusinasi kedalam
menghardik memasukan cara memasukan cara menghardik dalam jadwal jadwal harian klien
halusinasi dalam menghardik dalam kegiatan harian membantu
jadwal kegiatan jadwal kegiatan mempercepat klien
harian harian dapat mengontrol
halusinasi

Setelah ...” interasi Evaluasi akan


SP 2: klien dapat
klien dapat membantu untuk
mengevaluasi
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan harian klien merencanakan
jadwal kegiatan
jadwal kegiatan selanjutnya.
harian klien
harian klien
Bercakap-cakap
Setelah ...” interasi
SP 2: klien dapat dengan orang lain
klien dapat
mengendalikan Latih klien untuk mengendalikan halusinasi merupakan salah
mengendalikan
halusinasi dengan dengan cara bercakap-cakap dengan orang satu tindakan yang
halusinasi dengan
cara bercakap-cakap lain dapat
cara bercakap-cakap
dengan orang lain mengendalikan
dengan orang lain
halusinasi
16

Memasukan
kegiatan
menghardik
Setelah ...” interasi halusinasi kedalam
SP2 : klien dapat
klien dapat Masukan bercakap-cakap dengan orang lain jadwal harian klien
memasukan jadwal
memasukan jadwal kedalam jadwal kegiatan harian klien. membantu
kegiatan harian
kegiatan harian mempercepat klien
dapat mengontrol
halusinasi

Setelah ...” interasi Evaluasi akan


SP 3: klien dapat
klien dapat membantu untuk
mengevaluasi
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan harian merencanakan
jadwal kegiatan
jadwal kegiatan selanjutnya.
harian
harian
Melakukan
Setelah ...”
kegiatan di RSJ
SP 3 : klien dapat interaksi, klien
yang sesuai
mengendalikan dapat
dengan kegiatan
halusinasi dengan mengendalikan
Latih klien mengendalikan halusinasi dengan biasa dilakukan
melakukan kegiatan halusinasi dengan
melakukan kegiatan d RSJ yang sesuai dirumah
d RSJ yang sesuai melakukan kegiatan
dengan kegiatan yang biasa dilakukan klien merupakan salah
dengan kegiatan d RSJ yang sesuai
dirumah satu tindakan yang
yang biasa dengan kegiatan
dapat
dilakukan klien yang biasa
mengendalikan
dirumah dilakukan klien
halusinasi
dirumah
SP 3 : klien Setelah ...” interaksi
Masukan kegiatan yang dilakukan klien di
memasukan klien memasukan Masukan kegiatan
RSJ ke dalam jadwal kegiatan harian
kegiatan di atas ke kegiatan di atas ke yang dilakukan
17

dalam jadwal dalam jadwal klien di RSJ ke


kegiatan harian kegiatan harian. dalam jadwal
kegiatan harian
klien membantu
mempercepat klien
dapat mengontrol
halusinasi
Setelah...” interaksi Evaluasi akan
SP 4: Klien dapat
Klien dapat membantu untuk
mengevaluasi
mengevaluasi Evaluasi jadwal kegiatan klien merencanakan
jadwal kegiatan
jadwal kegiatan selanjutnya.
hariannya
hariannya

Menggunakan obat
Setelah...” interaksi secara teratur
SP 4: Klien dapat
Klien dapat Dorong klien untuk menggunakan obat merupakan salah
menggunakan obat
menggunakan obat secara teratur satu tindakan yang
secara teratur
secara teratur dapat
mengendalikan
halusinasi

Setelah...” interaksi Masukan kegiatan


SP 4: Klien dapat
Klien dapat mengunakan obat
memasukan
memasukan secara teratur
kegiatan
kegiatan Masukan kegiatan mengunakan obat secara kedalam kegiatan
menggunakan obat
menggunakan obat teratur kedalam kegiatan jadwal harian jadwal harian klien
secara teratur
secara teratur dapat membantu
kedalam jadwal
kedalam jadwal mempercepat klien
kegiatan harian
kegiatan harian mengontrol
halusinasi.
18

VIII Strategi Pelaksanaan Tindakan

Strategi pelaksanan tindakan menurut Fitria (2014).


a. SP Klien:
1) SP 1
- Mengidentifikasi jenis halusinasi
- Mengidentifikasi isi halusinasi
- Mengidentifikasi waktu halusinasi
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respons pasienterhadap halusinasi
- Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
- Mengajarkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
2) SP 2
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3) SP 3
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang bisa dilakukan dirumah).
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) SP 4
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. SP Keluarga:
1) SP 1
- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
halusinasi.
- Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi.
2) SP 2
- Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan
halusinasi.
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien.
19

3) SP 3
- Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
- Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
20

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta: TIM.

Banjarmasin, September 2018

Preseptor Akademik

( )

Anda mungkin juga menyukai