Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH CASE ANALYSIS METHOD

KEPERAWATAN ANAK II : MALFORMASI ANOREKTAL


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pembimbimbing : Eli Lusiani, S.Kep., Ns.,M.Kep

Kelompok 1

1. Fitria Kanda Putri (032016039) Presenter


2. Rizki Ahmad Fauzi (032016028) Presenter
3. Novin Nuraeny Setiawan (032016001) Pembanding
4. Irda Larasati (032016027) Pembanding
5. Nden Ayu Pratiwi (032016040) EO
6. Sintia Mustopa (032016050) EO
7. Rai Rendra Mahardika (032016052) Moderator
8. Annisa Siti Maemunah (032016015) Audience
9. Rani Fitri Anggraeni (032016014) Audience
10. Mia Kusumah (032016002) Audience

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

TAHUN AKADEMIK 2018-2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah CAM keperawatan Anak II
ini dengan judul “Malformasi Anorektal” tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita berada di zaman terang benderang ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah berikutnya. Taklupa,kami mengucapkan
terimakasih kepada rekan kelompok kami yang telah bekerjasama dalam mengerjakan
makalah ini, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 1
C. TUJUAN MASALAH ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................... 3
A. Anatomi Fisiologi Rektum dan Anus................................................................. 3
B. Definisi Malformasi Anorektal .......................................................................... 4
C. Klasifikasi Malformasi Anorektal ...................................................................... 4
D. Etiologi Malformasi Anorektal .......................................................................... 6
E. Manifestasi klinis Malformasi Anorektal .......................................................... 8
F. Patofisiologi Malformasi Anorektal ................................................................... 8
G. Komplikasi Malformasi Anorektal .................................................................... 9
H. Pemeriksaan Diagnostik Malformasi Anorektal ................................................ 9
I. Penatalaksanaan Malformasi Anorektal ........................................................... 12
BAB III PEMBAHASAN KASUS ............................................................................. 15
A. PENGKAJIAN ................................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 35
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau
dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus
imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus
ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini
lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong, 2009
).
Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari 1500-5000
kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 %
bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata
dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan. (Alpers, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari rectum dan anus ?
2. Apa yang dimaksud dengan malformasi anorectal ?
3. Apa saja klasifikasi yang terdapat pada malformasi anorectal ?
4. Apa saja etiologi dari malformasi anorectal ?
5. Bagaimana manifestasi klinis pada malformasi anorectal ?
6. Bagaimana patofisiologi malformasi anorectal ?
7. Apasaja komplikasi yang terjadi pada malformasi anorectal ?
8. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pada malformasi anorectal ?

1
2

9. Bagaimana penatalaksanaan dari malformasi anorectal ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui dasar anatomi dan fisiologi dari rectum dan anus.
2. Untuk mengetahui apa itu malformasi anorectal.
3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari malformasi anorectal.
4. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari malformasi anorectal.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada malformasi
anorectal.
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari malformasi anorectal.
7. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada malformasi
anorectal.
8. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pada
malformasi anorectal.
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari malformasi anorectal.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Rektum dan Anus


Rectum dan anus merupakan susunan saluran pencernaan yang paling
akhir. Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sakrum dan os. Koksigis. Sedangkan anus adalah bagian dari saluran
pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar).
Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter, yaitu:
Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. Sfingter
levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. Sfingter ani eksternus
(sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. (Syaifuddin, 1997).

Defekasi (buang air besar). Bila rectum bagian atas diregangkan oleh
isinya, reseptor tekanan merangsang sensasi defekasi yang mendesak. Aksi
defekasi dimulai secara voluntar: otot longitudinal rectum berkontraksi, kedua
otot sfingter anal bagian dalam dan luar dan otot puborektal relaksasi; rectum
memendek; dan isi tersebut ditekan oleh kontraksi anular dibantu oleh
peningkatan tekanan abdomen.
Frekuensi defekasi sangat bervariasi, dari tiga kali sehari, sampai tiga
kali seminggu, dan tergantung pada bagian terbesar kandungan makanan
(“serat”, terutama selulosa). Selulosa dimetabolisis oleh bakteri usus menjadi
metada dan gas lainnya yamg menimbulkan flatus menyertai, misalnya
kacang-kacangan. Diare (> 200 gr feses / hari), bila bila berlebihan dapat
mengakibatkan bahaya kehilangan air dan K, dan gangguan asam basa.

3
4

B. Definisi Malformasi Anorektal


Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital
di mana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal
atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan
memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus,
muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina ( Wong, L. Donna. 2009 ) .
Imperforata anus adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik
pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suryadi 2006 )
Malformasi anorektal adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak semputna. Anus tampat tidak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang terbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum
(purwanto,2001 ).

C. Klasifikasi Malformasi Anorektal


1. Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:
a. Pada Laki-laki
1) Fistula pirenium (kutaneus)
Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita
mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari
titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada
perempuan.
2) Fistula rektrovesika
Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan
dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.

3) Fistula rektrouretra
5

Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian


bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).
4) Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di
atas kulit perineum
5) Atresium rektum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis
kelamin. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita
mempunyai kanal anul & anus yang normal. Ada obstruksi sekitar 2
cm di atas batas kulit
b. Pada Perempuan
1) Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing
bertemu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu
lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.
2) Fistula vestibular
Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum
bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput
dara
2. Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan
otot puborektal :
a. Kelainan letak rendah (low anomalies)
Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna
dan eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan
traktus genitourinaria.
b. Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)
6

Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan


posisi spinter eksterna normal.
c. Kelainan letak tinggi (high anomalies)
Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna
dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula
rektouretra, pada perempuan rectovaginal.

Gambar Malformasi Anorektal Pada Laki-Laki

Gambar Malformasi Anorektal Pada Perempuan

D. Etiologi Malformasi Anorektal


Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang
mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Penyebab dari
penyakit ini adalah:

a. Malformasi Anus
7

Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan


embrionik.
b. Malformasi Rektum
Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital serta
gangguan perkembangan septum anorektal yang memisahkannya (terjadi
fistel). (Mansjoer, 2000)
c. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
d. Gangguan organogenesis dalam kandungan
e. Berkaitan dengan sindrom down
f. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
g. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embrionik didaerah
usus, rectum bagian distal serta traktur urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. (Nanda NIC NOC jilid 1
2015).

Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah


satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi
21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi
daribermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi
anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat
multigenik.
8

E. Manifestasi klinis Malformasi Anorektal


a. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membrane anal.
g. Perut kembung. (Nanda NIC NOC jilid 1 2015).
h. Anus tampak merah.
i. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat (hiperperistaltik)
pada auskultasi.
j. Tidak ada lubang anus.
k. Terkadang tampak ileus obstruktif.
l. Dapat terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering terjadi fistel rectovaginal,
sedangkan pada laki-laki sering terjadi fistel rektourinal. (Buku Asuhan
Neonatus Bayi Dan Anak Balita, halaman 112)

F. Patofisiologi Malformasi Anorektal


Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus
berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym
bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini
memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan
uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke
bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar;
membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan
penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai
9

proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal.


Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-
macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus
imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum.
Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula
rectourethralis atau rectovestibularis.

G. Komplikasi Malformasi Anorektal


a. Asidosis hiperkloremia
b. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
c. Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
d. Eversi mukosa anal
e. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
f. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
g. Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
h. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
i. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
j. Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )

H. Pemeriksaan Diagnostik Malformasi Anorektal


a. Pemeriksaan radiologis. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan beberapa
hal berikut :
1) Udara dalam usus terhenti tiba-tiba. Hal ini menandakan adanya
obstruksi didaerah tersebut.
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir.
10

3) Dibuat foto antero-posterior dan lateral, bayi diangkat dengan kepala


dibawah dan kaki diatas (Wangen Steen dan Rice) pada anus
diletakkan radio-opak, sehingga pada foto, daerah antara benda radio-
opak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur. (Buku
Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita, Halaman 112)
b. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang
umum dilakukan pada gangguan ini
c. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada
saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat
tinggi.

Adapun pemeriksaan khusus untuk perempuan dan laki-laki, yakni :


a. Pemeriksaan pada perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya
ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%). Kelainan letak
tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak dapat
11

masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram.
Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera
dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram
udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan
definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan
kolostomi.

b. Pemeriksaan pada laki-laki


Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk
perineum dan ada tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi
pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine
dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar
dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun
ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah
dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih,
berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan
kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada
atresia rectum tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat
kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.
12

Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya


terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya
tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak
ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin. Pada stenosis
anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila
tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu
juga segera dilakukan pertolongan bedah.

I. Penatalaksanaan Malformasi Anorektal


Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi
anorektal ada empat macam yaitu dengan (1) Tindakan sementara, (2)
Tindakan definitive, (3) Penatalaksanaan yang tergantung pada letak
ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula (leape, 1987) dan (4) Pena
dan Defries 1982 sebagai berikut:
a. Tindakan Sementara
1) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum,
bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi
transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan
dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan
sigmoidkolostomi. Khusus untuk defek tipe kloaka pada perempuan
selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika
perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun).
2) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/
diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar
perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin
yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung
rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak
13

rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti


posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.
b. Tindakan Definitif
1) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi
dan mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum
setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti
posterior sagital (PSAVURP).
2) Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada
defek
3) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal
dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani
eksternus.
4) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung
ditembus tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak
bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi
rektum.
5) Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan
mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal
atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke
muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini,
sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus,
sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo
rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa
muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat
secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan
otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti,
nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong,
kemajuan dapat dicapai
c. Menurut Leape 1987 :
14

1) Atresia ini letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi


atau TCD dahulu, setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan
definitive (PSARP).
2) Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
3) Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
4) Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
d. Pena dan Defries 1982 beberapa waktu lalu penanganan atresia ani ini
menggunakan prosedur Abdominoperineal Pullthrough, namun
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolapse
mukosa usus yang lebih tinggi. Lalu kemudian memperkenalkan
metode operasi dengan pendekatan postero sagittal anoreltoplasti
(PSARP), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter ekternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum
dan pemotongan fistel. (Nanda NIC NOC 2015, Halaman 84).
15

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KASUS ANAK 2 : MALFORMASI ANOREKTAL

An. R, usia 8 bulan, perempuan, klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang
anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan
dilakukan besok. Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada,
produksi stoma lancar, kembung tidak ada. Saat dilakukan pengkajian, klien tampak
lemas, suhu tubuh 36,9 celsius, Nadi 110 x/menit, Respirasi 30 x /menit. Orang tua
klien tampak cemas menghadapi operasi anaknya. Orang tua tampak bertanya tentang
tindakan yang akan dilakukan kepada anaknya. Anak tampak rewel, tidak mau lepas
dari gendongan ibunya. Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus
melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu). Klien lalu dirujuk
ke RSCM dan terdiagnosis Atresia Ani Fistel Rectovestibular. Klien dilakukan
kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan. Klien lahir pada usia kehamilan 39
minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, langsung
menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.

Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000 cc
+ KCL 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan Penunjang
: DPL : Hb : 9,8 gr/dl : Ht 27,9% : Leukosit : 15.000 gr/dl : Trombosit 45.000 : LED
40mm, Elektrolit : K : 2,56 meq/dl

Pengkajian fisik pasca PSARP : abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan
produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus. Pasca operasi
tampak luka jahitan di anus. Ibu memfiksasi posisi an.R dengan membedong bagian
pinggang kebawah dengan kain gendongan. BB 6,8, kg, TB 64 cm, klien tampak
rewel dan gelisah, selalu menangis ketika ada perawat yang datang untuk melakukan
tindakan. Skala nyeri (FLACC Scale) 5. Makan bubur/tim habis ½ porsi. Pasca
operasi minum bertahap. Kesadaran compos mentis, suhu 38 derajat Celsius,

frekuensi nadi 115 x/menit, RR 36 x/menit, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis,
bising usus normal, akral hangat, CRT <2 detik, suara napas ronchi, terdengar batuk
sesekali, tidak terdapat nafas cuping hidung dan retraksi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R (8 BULAN) DENGAN DIAGNOSA


MEDIS ATRESIA ANI FISTEL RECTOVESTIBULAR

A. PENGKAJIAN
1. Identitas diri
a. Pasien
Nama : An.R
Umur : 8 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pendidikian : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Bangsa : Tidak terkaji
Tanggal masuk : Tidak terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak terkaji
No RM : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Atresia Ani Fistel Rectovestibular

b. Penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji

16
17

Umur : Tidak terkaji


Jenis kelamin : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Hubungan : Tidak terkaji

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasca operasi anak menjadi rewel dan gelisah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
klien dibawa oleh orang tua untuk pembuatan lubang anus sesuai
dengan instruksi dokter sebelumnya. Kondisinya BAB lancar, flatus
ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar, kembung tidak
ada, operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum pengkajian, Pasca
operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri FLACC Scale 5
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus
melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu),
klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis Atresia Ani Fistel
Rectovestibular, klien dilakukan kolostomi sigmoid pada usia 3 bulan.
d. Riwayat Nutrisi
Tidak terkaji, kaji riwayat nutrisi pasi
e. Riwayat Imunisasi
Tidak terkaji
18

No Jenis Imunisasi Umur Pemberian Reaksi


Kaji imunisasi yang telah Kaji umur Kaji Reaksi
diberi pemberian terhadap
imunisasi imunisasi yang
diberikan

f. Riwayat Kelahiran
Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh
bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, lanngsung menangis, selama
hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan
Tidak terkaji
2) Perkembangan
a) Fase motoric kasar = tidak terkaji
b) Fase motoric halus = tidak terkaji
h. Dampak Hospitalisasi
Tidak terkaji
i. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
j. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Tidak terkaji
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
b) GCS : 15
c) Tanda-tanda Vital : Nadi = 115x/menit
RR = 36x/menit
19

Suhu = 38oC
2) Antropometri
a) Berat badan sekarang : 6,8 Kg
b) Berat badan dahulu : Tidak terkaji
c) Tinggi badan : 64 cm
d) BB/U :
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
Tidak ada penggunaan otot tambahan, tidak ada retraksi
suprasternal, retraksi intercostal, pengembangan dada simetris,
fremitus taktil seimbang kanan dan kiri, auskultasi terdengan bunyi
ronhi, batuk (+). Respirasi pasien 36x/menit
b) Sistem kardiovaskuler
Saat dilakukan pengkajian konjungtiva tidak anemis, CRT<2 detik,
saat diperkusi terdengar suara dullness, saat di auskultasi bunyi
jantung terdengar normal S1 halus daripada bunyi S2 pada bagian
dasar, tidak terdapat suara tambahan S1 dan S2, tidak ada
peningkatan JVP, turgor kulit elastis, akral hangat.
c) Sistem Integumen
Tidak ada lesi,tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan pada area
kulit, nmun nyeri dirasakan dibagiian anus. Tampak luka jahitan di
anus, terdapat kolostomi
d) Sistem musculoskeletal
Tidak terkaji. Namun data yang harus dikaji adalah : Setelah
dilakukan pengkajian pada ekstremitas atas dan bawah pasien tidak
tampak kontraktur, tidak ada deformitas, tidak ada kekakuan,
reflek bisep/trisep +/+, reflek Achiles/patella +/+, dan persepsi
sensasi sesuai stimulus.
e) Sistem Perkemihan
20

Tidak terkaji. Data yang harus dikaji adalah : Setelah dilakukan


pengkajian tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah
kuadran ke III dan IV, dan tidak teraba distensi kandung kemih,
tidak terdapat pembekakan pada ginjal, tidak terdapat masa pada
ginjal.
f) Sistem Pencernaan
Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi, tampak luka jahitan di
anus, bising usus normal, mukosa bibir lembab.
Seharusnya dikaji pula : pengkajian abdomen klien simetris, warna
abdomen klien sawo matang sesuai dengan warna integumen klien
yang lain, tidak terdapat asites, lidah klien bersih, tidak terdapat
sariawan, tidak terdapat caries, tidak terdapat lubang pada gigi.
Saat diperkusi suara pada abdomen klien timpani dan dullnes pada
bagian hati, limpa. Saat dipalpasi tidak teraba organ yang
mengalami pembesaran dan tidak terdapat masa dan tidak terdapat
mual dan muntah pada klien, gigi klien tidak bersih, adanya bau
mulut.
g) Sistem persyarafan
Tidak terkaji. Data yang seharusnya dikaji adalah :
1) N1 (Olfaktorius): Pasien memiliki fungsi penciuman yang baik
dapat membedakan bau minyak kayu putih dan minyak wangi.
2) N2(Optikus) : pasien mampu membaca papan nama perawat
dalam jarak 30 cm tanpa mengguanakan alat bantu.
3) N3, N4 , N6 (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen) : Klien
berespon terhadap cahaya dengan penlight pada pupilnya bola
mata klien dapat digerakan kesegala arah dengan normal,
respon miosis (mengecilnya pupil) normal saat diberi cahaya
sedangkan respon midriasis (membesarnya pupil) normal saat
tidak diberi cahaya.
21

4) N5 (Trigeminus) : Mata klien berkedip saat diberi pilinan


kapas yang diusapkan pada kelopak mata, klien juga
merasakan kapas yang diusapkan pada kelopak mata dengan
mata tertutup.
5) N7 (Fasialis) : klien tidak memiliki tremor/kelumpuhan
dimuka
6) N8 (Auditorius) : Klien dapat menjawab pertanyaan dari
perawat, yaitu perawat berbicara dengan suara dan intonasi
yang jelas dan agak keras agar dapat mendengar dengan baik.
7) N9 dan N10 (Glosofaringeus dan Vagus) : uvula klien bergetar
dan bergerak simetris, saat klien diperintahkan untuk
mengulang perkataan yang diucapkan perawat yaitu A, I, U, E,
O klien mampu mengulanginya.
8) N11 (Asesorius) : Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri
dengan normal.
9) N12 (Vagus) : Klien dapat menggerakan lidahnya kesegala
arah dengan bebas.

4. Pola Aktivitas
No Aktivitas Sebelum operasi Sesudah
operasi
1 Pola Nutrisi
a. Makan
Frekuensi Tidak terkaji, Kaji ½ porsi habis
Jenis Frekuensi makan, jenis dan Bubur/tim
keluhan
Keluhan
b. Minum
Frekuensi Pasca operasi
22

No Aktivitas Sebelum operasi Sesudah


operasi
Jenis Tidak terkaji, kaji minum bertahap
Keluhan frekuensi minum, jenisnya
dan keluhan
2 Eliminasi
a. BAK
Frekuensi Tidak terkaji, kaji
Warna frekuensi, warna, bau dan
Bau keluhan BAK
Keluhan
b. BAB
Frekuensi
Kosistensi
Warna
Bau
Keluhan

3 Istirahat/tidur
a. Siang Tidak terkaji, kaji istirahat
b. Malam tidur siang, malam dan
c. Keluhan keluhannya

4 Personal Hygiene
a. Mandi Tidak terkaji, kaji
b. Gosok gigi frekuensi personal hygiene
c. Keramas pasien
d. Gunting
23

No Aktivitas Sebelum operasi Sesudah


operasi
kuku

5 Aktivitas Tidak terkaji, kaji aktivitas


bermain pasien

5. Data Psikologis
Pasien rewel dan gelisah
6. Data Sosial
Klien tampak gelisah dan rewel, selalu menagis ketika ada perawat yang
datang untuk melakukan tindakan.
7. Data Spiritual
Tdak terkaji
8. Data Penunjang
No Pemeriksaan Hasil Hasil Interprestasi
Rujukan
1 Hemoglobin 9,8 gr/dl 11,5 – 13,5 Rendah
2 Hematokrit 27,9 % 34 – 40 Rendah
3 Laju Endap Darah 40 mm 3-13 Tinggi
4 Kalium 2,56 meq/dl 3,6-5,8 meq/l Rendah
5 Leukosit 15.000 gr/dl 9.000-30.000 Normal
6 Trombosit 45.000 150.000- Rendah
400.000

9. Terapi
No Terapi Dosis Kegunaan
24

1 Parasetamol 3x150 mg Sebagai antipiretik dan


analgetik
2 Cefotaxime 2x500 mg Antibiotic untuk
membunuh bakteri
3 IVFD KaEN3B + KCL 1000cc +KCL 25 Penambah cairan tubuh
meq/dl dan elektrolit pasien
4 Ventolin:Bisolvon:Nacl 1:1:1 (2x 1cc) Untuk mengurangi
batuk pasien

A. ANALISIS DATA
No. Analisa Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. Ds : Malformasi Anorektal Anxietas
Ibu klien bertanya (Pre-Operasi)
tentang tindakan apa Tindakan PSARP
yang akan dilakukan
kepada anaknya. Ketidaktahuan akan
prosedur yang akan
Do : dilakukan
Ibu klien tampak cemas
Anak klien tampak rewel Anak rewel, ibunya
dan tidak mau lepas dari tampak cemas
gendongan ibunya
Anak mengalami
hospitalisasi

Anxietas
25

No. Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan
2. DO : Malformasi Anorektal Nyeri Akut
1. Rewel dan (Post-Operasi)
Gelisah Post Operasi
2. Skala nyeri
(FLACC Scale) 5 Trauma Jaringan
DS : -
Mengeluarkan mediator
kimia

Menekan ujung saraf


bebas

Stimulasi dihantarkan

Korteks Cerebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri Akut
3. DO : Malformasi anorektal Resiko Infeksi
1. Abdomen sebelah (Post-Operasi)
kiri terdapat Post operasi
kolostomi
2. Paska operasi Adanya perlukaan
tampak luka jaringan
jahitan di anus
26

No. Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan
3. Kemerahan Adanya part entry kuman
sekitar anus
Resiko infeksi
DS : -
4. DO : Malformasi Anorektal Ketidakefektifan
1. RR : 36x/menit bersihan jalan nafas
2. Suara napas Post operasi (Post-Operasi)
ronchi
3. Terdengar batuk Efek anestesi
sesekali
DS : - Penurunan batuk efektif

Secret menumpuk

Ronhi

Ketidak efektifan bersihan


jalan nafas

5. DO : Nutrisi Kurang dari


1. IMT : BB/TB2 = Malformasi Anorektal kebutuhan tubuh
6,8/0,41 = 16,5 (Post-Operasi)
Feses tidak keluar dan
DS : - menumpuk

Dilakukan operasi PSARP


27

No. Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan

Nyeri post operasi

Tidak nafsu makan


(makan hanya ½ porsi)

Nutrisi dalam tubuh tidak


terpenuhi

BB kecil, IMT dibawah


normal

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

B. Diagnosa Prioritas
1. Anxietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
pembedahan.
2. Nyeri akut b.d trauma saraf jaringan.
3. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d nyeri pasca operasi.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrient.
28

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Anxietas b.d Setelah dilakukan 1. Jelaskan dengan 1. Agar orang tua
tindakan keperawatan istilah yang mengerti kondisi
selama 1x 24 jam dimengerti tentang klien
Kecemasan orang tua anatomi dan 2. Pengetahuan
dapat berkurang fisiologi saluran tersebut diharapkan
pencernaan normal. dapat membantu
2. Gunakan alat, media menurunkan
dan gambar Beri kecemasan
jadwal studi 3. Membantu
diagnosa pada orang mengurangi
tua kecemasan klien
3. Beri informasi pada
orang tua tentang
operasi yang akan
dilakukan.
2. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Pengkajian nyeri
tindakan keperawatan nyeri secara secara komperhensif
29

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


dalam waktu 3x24 komperhensif. efektif mengetahui
jam, nyeri klien 2. Observasi skala tingkat nyeri klien.
berkurang dengan nyeri tiap 6 jam 2. Efektif untuk
kriteria hasil: 3. Lakukan teknik mengetahui tingkat
1. Skala nyeri nonfarmakologi skala nyeri klien
berkurang seperti teknik pijat 3. Teknik pijat
2. Rewel klien punggung (back punggung atau
berkurang rub), usapan. usapan mampu
3. Cemas klien 4. Berikan lingkungan mengurangi nyeri
berkurang yang nyaman seperti secar
membawa mainan nonfarmakologi.
kesukaan anak. 4. Membawa mainan
5. Lanjutkan kolaborasi kesukaan anak,
pemberian efektif untuk
Parasetamol 3x150 mengontrol
mg lingkungan agar
lebih nyaman.
5. Paraseamol
30

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


merupakan golongan
analgetik yang
efektif untuk
menghilangkan rasa
nyeri.
3. Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda 1. Perubahan warna,
tindakan keperawatan infeksi seperti bau dan keadaan
dalam waktu 3x24 warna, bau, dan luka menjadi
jam, resiko infeksi keadaan luka klien indikator tanda-
dapat berkurang 2. Cuci tangan setiap tanda terjadinya
dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah infeksi
1. Tidak ada tindakan 2. Cuci tangan sebelum
tanda-tanda keperawatan dan sesudah
infeksi 3. Lakukan perawatan tindakan efektif
2. LED normal luka dalam mengurangi
(3-13mm) 4. Edukasi keluarga terjadinya infeksi.
tentang tanda-tanda 3. Perawatan luka
terjadinya infeksi dapat mencegah
31

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


5. Lanjutkan kolaborasi terjadinya infeksi
pemberian 4. Efektif dalam
cefotaxime 2x500 mencegah terjadinya
mg infeksi secara dini
5. Cefotaxime
merupakan obat
antibiotik yang
mampu mencegah
terjadinya infeksi
secara efektif
4. Ketidak efektifan Setelah dilakukan 1. Monitor RR klien 1. Status RR klien
bersihan jalan nafas b.d tindakan keperawatan tiap 4 jam menjadi indikator
dalam waktu 3x24 2. Auskultasi suara terganggunya jalan
jam, ketidakefektifan nafas klien tiap 4 nafas
bersihan jalan nafas jam dan catat 2. Suara napas
klien efektif dengan apabila ada suara tambahan menjadi
kriteria hasil: nafas tambahan. indikator gangguan
1. Tidak ada ronchi 3. Atur posisi tidur kepatenan jalan
32

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


2. Batuk klien tidak klien dengan cara napas
ada penambahan 3. Posisi dengan
3. RR klien dalam penggunaan bantal. penambahan bantal,
batas normal : 4. lanjutkan kolaborasi dapat
16-20x/ menit pemberian ventolin memaksimalkan
: bisolvon : NaCl = ekspansi paru dan
1:1:1 (2x1cc) menurunkan upaya
5. lakukan suction bila pernapasan.
diperlukan 4. Pemberian terapi
ventolin: bisolvon :
NaCl efektif untuk
meredakan batuk
dan mengencerkan
dahak
5. Tindakan suction
mampu
mengeluarkan secret
5. Nutrisi Kurang dari Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Efektif dalam
33

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


Kebutuhan tindakan keperawatan nutrisi klien mengetahui status
dalam waktu 3x24 2. Timbang BB tiap nutrisi klien.
jam, maslah nutrisi hari 2. Memonotor
kurang dari 3. Sajikan makanan perkembangan status
kebutuhan teratasi, dalam bentuk nutrisi klien
dengan kriteria hasil: semenarik mungkin 3. Mampu
1. Hb normal 4. Sajikan makanan meningkatkan daya
(10-16 gr/dl) selagi hangat minat klien terhadap
2. Ht normal 5. Kolaborasikan makanan
(33-38%) pemeriksaan 4. Makanan hangat
3. K normal laboratorium Hb,Ht meninghkatkan
(3,6-5,8 dan K selera makan klien
meq/l) 6. Lanjutkan kolaborasi Pemberian terapi
4. Tidak terjadi pemberian IVFD IVFD KaEN3B
penurunan KaEN3B 1000 cc+ 1000 cc+ KCL 25
berat badan KCL 25 meq meq efektif dalam
yang drastis. memenuhui
kebutuhan nutrsi
34

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


klien.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital
di mana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal
atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan
memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus,
muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina ( Wong, L. Donna. 2009 ) .
Imperforata anus adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik
pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suryadi 2006 )
Malformasi anorektal adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak semputna. Anus tampat tidak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang terbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum
(purwanto,2001 ).

35
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric. Jakatra : EGC

Nanny, Vivian. 2014. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta : Salemba

Medika

TN. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Bagian I. Jakarta : Media Aesculapius

Huda, Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medi Action.

Mendri, Ni Ketut, dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dan Bayi

Resiko Tinggi. Jogjakarta : Pustaka Baru.

Wahab, Samik. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta : EGC

M. Sacharin, Rosa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai