Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR PARU

DISUSUN OLEH :

NAILA FITRIAH

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
TUMOR PARU

A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya
didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan,
meliputi SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell Lung
Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar ).
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain
adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik.
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor
ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan
Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan
yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.

B. Etiologi

Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan
karsinogen merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status
imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok

1. Pengaruh Rokok

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat


karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat
karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M)
yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat
karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.

Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok yang
dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya
Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke
jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif,
dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang
penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin
yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar,
mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan
menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak
polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar
dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah
pembengkakan selaput mucus.

2. Pengaruh paparan industri

Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :

a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos


dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis

Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker


paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari
tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator
mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del)
atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini
sel paru berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang
otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)

3. Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi


terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
4. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain

Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor


paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari
karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9%
dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff&mukty, 2002).

C. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur
kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan
merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya
diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan
sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar
(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel
kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar
dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
D. Pathway
-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru


Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas

Pola nafas tidak efetkif

Bersihan jalan nafas tidak efektif malaise


Intoleran aktivitas
E. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2
minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea,
hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang
sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi
(vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2
– 5 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah
metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien
dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.
F. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi
pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
G. Studi Diagnostik
a. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada
dan CT scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan


juga untuk menilai doubling time-ny*.Dilaporkan bahwa, kebanyakan
kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari.Bila
doubling time > 18 bulan, berarti tumoraya benigna.Tanda-tanda
tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid
dan adanya kalsifikasi yang tegas.

Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat


menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto
dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan
penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah
bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi,
ventilation/perfusion scanning, ultrasound sonography.

Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan


foto dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan
diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan
sebesar itu mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan,
pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua
setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai
kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal,
mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.

Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan


torak. Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat
yakni Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan
tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam
metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat
Cootoh zat yang dipakai: methionine 11C dari F-18
Jluorodeoxyglucose (FD6).

Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil
tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan
spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90%
spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga
pada iesi inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis.
Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui pemeriksaan PET
mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.

b. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke
tulang.Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang
dilaporkan sebesar 15%.
c. Tes laboratorium
i. Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan
biopsi, hapusan dan perkutaneus biopsy
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila
pasien ada kehihan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak
selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari:

Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor, Teknik


mengeluarkan sputum, Jumlah sputum yang diperiksa.
Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu
pemeriksaan sputum (sputum harus segar).

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum


yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada
karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum
dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk
diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan
diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining
dengan MAb dengan antibodi 624H untuk antigen SCLC
(small cell lung cancer) dan antibodi 703 D. untuk antigen
NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan dari National
Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91%
sensitif dan 88% spesifik..

Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat


dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening
servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada
bronkoskopi.

ii. Mediastinoskopi

H. Manajemen medis
a. Manajemen umum : terapi radiasi
Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil
yang tidak bisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang
bersifat lokal dan hanya menyembuhkan sedikit diantaranya.
Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri
lokal
b. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun
hanya < 25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya
( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat
mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor
secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini
biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru
yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru
jenis SCLS. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya
pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor
agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian
kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut
jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumoktomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas
tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta
diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
c. Terapi obat : kemoterapi
Kemoterapi, digunakan pada kanker paru sel kecil, karena
pembedahan tidak pernah sesuai dengan histologi kanker jenis ini.
Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil belum jelas.

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma


sel kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai
terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah
mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh
perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK
sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal
maupun bersama modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan.
Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru ialah:

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau


dengan gejala.
2. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating
kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA
dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.
Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus


menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut (Yusuf et al,. 2005)

1). Diagnosis hispatologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh


karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan.

2). Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:

Leukosit > 4.000/mm3

Trombosit > 100.000/mm3

Hemoglobin> 10 g%. bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum


pemberian obat.Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika
nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa obat masih dapat
diberikan dengan penyesuaian dosis

3). Sebaiknya faal hati dalam batas normal

4). Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70
ml/menit)

Evaluasi hasil pengobatan

Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikus, bila penderita


menunjukkan respon yang memadai. Evaluasi respon terpai dilakukan
dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto thorax PA setelah
pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan
menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian (PDPI, 2003).

d. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan


stent dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan
penyakit endobronkial yang signifikan.
e. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
dispnea. Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan
memperbaiki selera makan.

I. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Ø Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaansebagai berikut :
· Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat
diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan
kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh
meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan
bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma
di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
· Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba.
Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk,
kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-
lain.
· Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai
alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah
paru-paru pada pneumonia.
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah
jantung, perkusi daerah hepar.
Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga
kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
· Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-
saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus,
sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada
fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut,
asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti
suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan
peradangan pleura.
1). Aktivitas/ istirahat.
· Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnea karena aktivitas.
· Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
· Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan
pericardial (menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
3). Integritas ego.
· Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi
yang berat/ potensi keganasan.
· Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
· Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
· Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan
cairan.
· Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
· Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
· Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan,
debu industri, Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau
ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8). Keamanan.
· Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
9). Seksualitas.
· Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel besar). Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
· Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru),
tuberculosis, Kegagalan untuk membaik.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang
berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen

c. Intevensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC:
1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
efektifan - respiratory status:
2. Berikan O2....l/menit, metode.....
bersihan ventilation 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas
jalan - respiratory status: dalam
airway patency 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas b.d
- aspiration control vantilasi
produksi Setelah dilakukan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sputum asuhan keperawatan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara
yang 1x24 jam pasien
tambahan
berlebih menunjukkan 8. Berikan bronkodilator
keefektifan jalan nafas 9. Monitor status dinamik
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
dengan kriteria hasil:
- mendemonstrasikan lembab
11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan
batuk efektif dan suara
keseimbangan
nafas yang bersih, 12. Monitor respirasu dan status O2
tidak ada sianosis dan 13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk

dyspneu mengencerkan sekret


- menunjukkan jalan 14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang

nafas yang paten penggunaan peralata: suction, o2, inhalasi


- saturasi O2 dalam
batas normal

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Nyeri NOC : NIC : PAIN MANAGEMENT
akut b.d - Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
agen - pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
- comfort level
injury kualitas dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(fisik)
tindakan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
keperawatan selama 1 x menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
24 jam nyeri dapat
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
berkurang, dengan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
kriteria hasil: 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

- Mampu intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
mengontrol nyeri
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
(tahu 8. Tingkatkan istirahat
- penyebab nyeri, 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
mampu nyeri
menggunakan Kolaborasi :
tehnik 1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila perlu
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
- Tanda vital dalam
rentang normal
- Tidak mengalami
gangguan tidur

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC: NUTRITION MANAGEMENT
seimbang - Nutritional status: 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
an nutrisi adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori yang di butuhkan
kurang - Nutrional status: food pasien
and fluaid intake 2. Monitor adanya penurunan berat badan
dari
- Weight control 3. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
kebutuha
Setelah dilakukan protein, Hb dan kadar Ht
n tubuh 4. Monitor mual dan muntah
tindakan keperawatan 5. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
b.d faktor
selama.... nutrisi kuran jaringan konjungtiva
biologis
teratasi dengan kriteria 6. Monitor intake nutrisi
7. Atur posisi semi fowler atau fowler selama
hasil:
- Albumin serum makan
8. Anjurkan banyak minum
- Albumin serum
9. Pertahankan terapi iv line
- Hematokrit 10. Beri makan sedikit tapi sering
11. Kolaborasi pemberian antiemetik: Ranitidin
- Hemoglobin
- Total iron binding
capasity
- Jumlah limfosit
- Tidak terjadi penurunan
berat badan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Intoleran NOC: NIC:
- Self care: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
aktivitas
- Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
b.d - Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
ketidaksi Setelah dilakukan
kelelahan
mbangan asuhan keperawatan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
antara selama 3x24 jam. adekuat
Pasien bertoleransi 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
suplai
5. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
dan terhadap aktivitas
aktivitas
kebutuha dengan kriteria hasil: 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
- Berpartisipasi dalam
n oksigen pasien
aktivitas fisik tanpa 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
disertai peningkatan yang mampu dilakukan
tekanan darah, nadi, 8. Bantu untuk memiih aktivitas konsisten yang

dan RR sesuai dengan kemampuan fisik


- Mampu melakukan 9. Bantu kien/keluarga untuk mengidentifikasi

aktivitas sehari-hari kekurangan dalam aktivitas


10. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
secara mandiri
- Keseimbangan spiritual

aktivitas dengan
istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati
S, volume 1, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai