2) Komite Lainnya, terdiri dari namun tidak terbatas pada Komite Pemantau
Manajemen Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan Komite
Pengembangan Usaha.
b) Peraturan BI
1) Komite Audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris
Independen yang merangkap sebagai Ketua, 1 (satu) orang Pihak
Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi,
dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang
hukum atau perbankan.
2) Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang
Komisaris Independen yang merangkap sebagai Ketua, 1 (satu) orang
Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan, dan 1
(satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang
manajemen risiko.
3) Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari
1 (satu) orang Komisaris Independen merangkap sebagai Ketua, 1 (satu)
orang Komisaris, dan 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang
membawahkan sumber daya manusia atau 1 (satu) orang perwakilan
pegawai.
C. Peraturan Bapepam LK
Peraturan Bapepam-L KVIII.C.7 mewajibkan perusahaan mengungkapkan jenis
saham dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK). Ketentuan ini
memungkinkan calon investor mengetahui jenis dan karakteristik saham
perusahaan sebelum melakukan pembelian saham.
D. KNKG
Pedoman umum GCG Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) juga mengatur beberapa hal terkait Pemegang
Saham yang dinyatakan sebagai berikut:
a) Pedoman Pelaksanaan 1.1.a, tentang prinsip one-share-one-vote, merupakan
wujud perlakuan yang sama kepada seluruh kelompok pemegang saham
yang memiliki hak suara.
b) Pedoman Pelaksanaan 1.1.e, tentang hak pemegang saham dalam hal
terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam perusahaan.
Pemegang saham berhak:
• Mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham
yang dimiliki; dan
• Setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan
jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
Salah satu yang mengandung potensi tindakan yang bersifat abusive dari suatu
kelompok pemegang saham-saham tertentu (yaitu pemegang saham pengendali) kepada
kelompok pemegang saham lainnya (yaitu pemegang saham non-pengendali) adalah
transaksi pihak berelasi/mengandung benturan kepentingan.
Menurut prinsip OECD ke-3, sub-prinsip A.2, terdapat beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk menangani transaksi pihak berelasi yang berpotensi abusive, yaitu
sebagai berikut:
Jadi dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM)
pasal 95 melarang bagi orang dalam yaitu komisaris, direktur, atau pegawai Emiten
atau Perusahaan Publik untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten
atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwa
kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan
Publik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak
menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.
Selain itu juga, orang dalam dari suatu Emiten atau Perusahaan Publik yaitu
para pemegang saham utama yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga
dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain
tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain
tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya
diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan
transaksi dengan perusahaan lain tersebut
One-tier systems banyak dipakai di negara anglo-saxon seperti US, UK, Canada
dan Australia. Sedangkan two-tier system banyak dipakai di negara Eropa daratan
seperti Jerman, Belanda. Indonesia termasuk menganut sistem two-tier.
Dalam one-tier system, peran dewan komisaris (pengawas) dan peran dewan
direksi (pelaksana/eksekutif) dijadikan dalam satu wadah. Wadah ini disebut board of
director (BOD). Penyatuan ini membuat tidak jelasnya peran dari pengawas dan
pelaksana. Sedangkan di dalam two-tier system, peran dewan komisaris dan dewan
direksi dipisah secara jelas. Dewan komisaris akan mengawasi kerja dewan direksi.
Di dalam one-tier corporate governance system, ada empat tipe struktur board:
1. Semua direktur eksekutif adalah anggota board. Top managers adalah juga
anggota board. ini banyak ditemukan pada perusahaan kecil, perusahaan
keluarga dan start-up business.
2. Mayoritas anggota board adalah direktur eksekutif. Di struktur ini ada
direktur non-eksekutif dalam board namun jumlahnya sedikit (minoritas)
3. Mayoritas adalah direktur non-eksekutif. Sebagian besar dari direktur non-
eksekutif ini adalah direktur independen.
4. Semua non-eksekutif direktur adalah anggota board. Banyak ditemukan
dalam organisasi non-laba. Struktur ini hampir mirip dengan struktur two-
tier Eropa.
Untuk two-tier corporate governance system, struktur yang ada ialah terdiri dari
dua board:
1. Dewan pengawas (supervisory board). Ini terdiri dari direktur non-eksekutif
independent dan direktur non-eksekutif tidak independent (connected).
2. Dewan pelaksana (executive board). Ini terdiri dari semua direktur
pelaksana spt. CEO, CFO, COO, CIO (C-level management).
Audit laporan keuangan tahunan harus dilakukan oleh auditor independen yang
kompeten dan berkualitas, dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif
kepada dewan dan pemegang saham bahwa laporan keuangan yang cukup mewakili
posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang material. Auditor
eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan berutang tugas untuk
perusahaan dalam melaksanakan pemeriksaan profesional karena dalam pelaksanaan
audit.