Health
Health
org)
Home > Adolescent Reproductive Health in Indonesia Toolkit
Pada tahap perdana ini, K4Health Reproductive Health Indonesia akan menyajikan topik yang
menarik yaitu Kesehatan Reproduksi untuk Remaja (Adolescent Reproductive Health) di mana
telah menjadi perhatian khusus di negara kita oleh karena kasusnya yang terus meningkat dari
ke tahun. Selain itu, dalam wadah ini dapat ditemui berbagai informasi yang penting terkait
dengan perundang-undangan, problematika yang dihadapi sampai pada saran-saran
penangannya.
K4Health yang berpusat di Amerika Serikat adalah wadah internasional yang juga sudah
diselenggarakan di negara-negara Afrika, Asia danTimur Tengah. Jejaring ini juga
memungkinkan Anda untuk mengakses informasi dari negara-negara tsb.
The Indonesia K4Health Toolkit is a collection of carefully selected information resources for
reproductive health policy makers, program managers, and service providers. Partners with
expertise and experience in the topic joined together in the Technical Working Group and
developed the toolkit collaboratively.
A key feature of the Indonesia K4Health Toolkit is its collaborative nature. The Technical Working
Group, composed of various international and local health organizations with expertise,
experience, and interest in the topic, collaboratively selected and reviewed the information
resources included in the toolkit.
Kebijakan dan Peraturan Perundang-
Undangan
Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu
kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Untuk pertama kalinya,
perjanjian internasional mengenai kependudukan memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-
hak perempuan sebagai tema sentral.
Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Tantangan yang dihadapi
para pembuat kebijakan, pelaksana-pelaksana program serta para advokator adalah mengajak
pemerintah, lembaga donor dan kelompok-kelompok perempuan serta organisasi nonpemerintah
lainnya untuk menjamin bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut di Kairo secara penuh dapat
diterapkan di masing-masing negara.
Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan reproduksi serta diadopsi oleh
banyak negara di dunia di antaranya adalah Tujuan Pembangunan Milenium /Milenium
Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga (goal 3) adalah kesepakatan untuk
mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang
peningkatan kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan bahwa salah satu
kesepakatan indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat
pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia 15 ? 24 tahun.
Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita menikah pada usia 15 ? 49 tahun juga
merupakan salah satu indikatornya.
Banyak pula kebijakan regional yang memperhatikan upaya kesehatan reproduksi remaja
terutama kesehatan reproduksi wanita seperti Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi
(Sri Lanka), Young Inspirers (India), Youth Advisory Centre (Malaysia), Development and Family
Life Education for Youth (Filipina). Implementasi di Indonesia tentang kebijakan dan peraturan
perundang ? undangan yang ada dapat dilihat pada tulisan di dalam website ini.
Konvensi Internasional
Kebijakan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja juga dicantumkan dalam sejumlah Konvensi
Internasional di bawah ini:
Resources:
Konferensi Dunia Perempuan ke empat diselenggarakan pada tahun 1995 di Beijing. Tujuan
dari konferensi ini adalah untuk mengakses kemajuan dari konferensi Nairobi di Tahun 1985
dan untuk mengadopsi kerangka aksi, fokus pada isu-isu kunci yang diidentifikasi sebagai
penghalang bagi kemajuan perempuan di dunia.
Konferensi ini berfokus pada 12 bidang kritis (area of concerns) dan diadopsi dengan
Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing untuk mengatasi isu ini. Isu Kekerasan terhadap
Perempuan, termasuk kekerasan terhadap anak dan remaja perempuan, mendapatkan
perhatian yang besar dari konferensi ini. Telah dilakukan pula review terhadap kemajuan
pelaksanaan Deklarasi dan Kerangka Aksi ini, melalui Beijing plus 5, Beijing plus 10 maupun
Beijing plus 15
https://unwomen.org.au/Content%20Pages/Resources/beijing-platform-action
Pada konverensi Kependudukan Dunia yang dilangsungkan di cairo, pada tahun 1994 di
Cairo, 179 negara menyetujui bahwa kependudukan dan pembangunan tersambung dan
bahwa pemberdayaan perempuan pemenuhan kebutuhan penduduk terhadap pendidikan
dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, adalah penting untuk kemajuan individu dan
keseimbangan pengembangan.
Konferensi ini sangat penting dalam menseting kerangka internasional yang jelas tentang
kesehatan dan hak reproduksi. Dalam kesempatan ini pemimpin-pemimpin dunia, badan-
badan PBB dan wakil-wakil NGO menyepakati Plan of Aksi (Rencana Aksi) yang
memasukkan bab tentang kesehatan dan hak reproduksi (Bab VII).
Dalam bab VII ini juga ada satu bagian khusus tentang Adolescent/ Remaja kelompok umur
yang selama ini masih diabaikan khususnya dalam pelayanan kesehatan reproduksi
https://www.unfpa.org/icpd
Peraturan Nasional
Peraturan sekitar permasalahan remaja sehubungan dengan kesehatan reproduksi diatur dalam
beberapa perundangan dan hukum sebagaimana terkandung dalam dokumen tersebut di
bawah:
Resources:
Peraturan Daerah
(1) Rancangan Perda DKI tentang Perlindungan Perempuan dan Anak tahun 2011 (2) Perda
Bogor Kawasan Tanpa Rokok di kawasan Sekolah
Resources:
Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 2009
Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
reproduksi, sering kali berakar dari kurangnya informasi, pemahaman dan kesadaran untuk
mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan hal ini,
mulai dari pemahaman mengenai perlunya pemeliharaan kebersihan alat reproduksi,
pemahaman mengenai proses-proses reproduksi serta dampak dari perilaku yang tidak
bertanggung jawab seperti kehamilan tak diinginkan, aborsi, penularan penyakit menular seksual
termasuk HIV.
Topik Program Kesehatan Reproduksi Remaja merupakan topik yang perlu diketahui oleh
masyarakat khususnya para remaja agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai
proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar,
diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi. Dalam hal ini Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat
disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat
secara mental serta sosial kultural.
Informasi Program Kesehatan Remaja ini juga akan memberikan pelayanan informasi tentang
Kesehatan Remaja yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh
lembaga non pemerintah serta implementasinya di kalangan masyarakat khususnya para remaja.
Program Pemerintah
Resources:
Sejak tahun 2003 model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga
kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien
dalam memenuhi kebutuhan dan selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
PKPR dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung Puskesmas termasuk Poskestren,
menjangkau kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah, seperti kelompok anak
jalanan, karang taruna, remaja mesjid atau gereja, dan lain-lain yang dilaksanakan oleh
petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat.
Jenis kegiatan PKPR meliputi penyuluhan, pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan
penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan pendidik
sebaya (yang diberi pelatihan menjadi kader kesehatan remaja) dan konselor sebaya
(pendidik sebaya yang diberi tambahan pelatihan interpersonal relationship dan konseling),
serta pelayanan rujukan.
Jumlah Puskesmas PKPR dari 33 Provinsi yang melaporkan sampai dengan bulan
Desember 2010 sebanyak 2190 puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih PKPR
sampai Desember 2008 sebanyak 2232 orang.
Unit Kesehatan Sekolah (UKS)
Resources:
Dirintis pada tahun 1979 oleh Prof. DR. M. Haryono Sudigdomarto di Jawa Timur, konsep BA
mengangkat potensi keluarga dan masyarakat untuk mengembangkan pendidikan pra
sekolah (3 ? 6 tahun) yang memberikan wadah tumbuh kembang bagi anak sehingga
menjadi anak yang sehat, cerdas, ceria, kreatif, dan berbudi pekerti tinggi. Pada saat yang
sama, BA juga menjangkau orangtua dalam bidang KB, kesehatan reproduksi, kesehatan
diri, kebersihan lingkungan, hingga peningkatan ekonomi keluarga.
Melalui program ini PKBI mengajak masyarakat untuk menganalisa kebutuhan mereka dalam
hal kesehatan reproduksi yang entry point-nya pendidikan usia dini bagi anak-anak dan
pendidikan kesehatan bagi ibu atau orang tua. Masyarakat diharapkan menyediakan tempat
untuk sekolah dan tenaga pengajar serta mengelola program. Saat ini program ini tersebar
di 41 sekolah di Bengkulu DKI Jakarta , Jawa Timur , Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah ,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu PKBI juga mengembangkan Program Pendidikan Kecakapan Sosial Anak usia 4-6
tahun untuk Meningkatkan Kecakapan Sosial dan Emosi Anak dan Mencegah Kekerasan
Seksual terhadap Anak. Melalui program ini PKBI telah mengembangkan media-media
pendidikan penunjang seperti boneka yang bisa melahirkan , buku cerita seperti ?Tubuhku?
untuk anak-anak dan buku pedoman bagi orang tua dan guru.
penyebaran informasi bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren
training tentang kesehatan dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer
educator, konselor, wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru
seminar, panel diskusi, diskusi kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon),
radio program, surat kabar, pelayanan medis, on the spot clinic
serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu Kesehatan Reproduksi Remaja
Pendekatan yang dilakukan Youth Center adalah dari, untuk dan oleh remaja. PKBI secara
rutin merekrut remaja untuk diseleksi dan dilatih menjadi peer educator atau peer
counselors. Youth Center ini sepenuhnya dikelola oleh remaja.
Saat ini PKBI memiliki 28 Youth Center yang tersebar di 24 propinsi di seluruh Indonesia,
yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah, dan Papua.
Sejak tahun 1993, di Indonesia telah berdiri berbagai Women?s Crisis Center. Di antaranya
Rifka Annisa di Jogjakarta (www.rifka.annisa.or.id), Mitra Perempuan di Jakarta, Sahabat
Perempuan di Magelang, dsb.
http://rifka-annisa.or.id/wp-content/uploads/2010/08/tema-poster-youth-camp.pdf
yang paling rentan terinfeksi HIV/AIDs dan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Bahkan,
dalam jangka waktu tertentu, ketika perempuan remaja menjadi ibu hamil, maka kehamilannya
dapat mengancam kelangsungan hidup janin/bayinya.
Pada dasarnya, kerentanan perempuan, bukan hanya karena faktor biologisnya, namun juga
secara sosial dan kultural kurang berdaya untuk menyuarakan kepentingan/haknya pada
pasangan seksualnya demi keamanan, kenyamanan, dan kesehatan dirinya. Kepasifan dan
ketergantungan sebagai karakter feminin yang dilekatkan pada perempuan juga melatari
kerentanan tersebut. Faktor ekonomi juga mengkondisikan kerentanan perempuan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkompilasi, masalah kesehatan reproduksi remaja
yang telrjadi di seluruh dunia, yang dapat menjadi bahan pembanding untuk masalah yang sama
di Indonesia, atau asumsi kejadian di Indonesia bila belum tersedia datanya.
Problem Internasional
Adolescence has been described as the period in life when an individual is no longer a child, but
not yet an adult. It is a period in which an individual undergoes enormous physical and
psychological changes. In addition, the adolescent experiences changes in social expectations
and perceptions. Physical growth and development are accompanied by sexual maturation, often
leading to intimate relationships. The individual?s capacity for abstract and critical thought also
develops, along with a sense of self-awareness when social expectations require emotional
maturity. It is important to keep this in mind for a more complete understanding of the behaviours
of adolescents.
Problem Nasional
(1) Analisis Penyakit Remaja (2) Data Kuantitatif KTD, HIV AIDS, Umur Perkawinan Remaja,
Kehamilan Usia Muda (data PKBI), Upaya Mengakhiri Kehamilan, Hubungan Seksual Pra-nikah
Resources:
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 merupakan salah satu wujud pengejawantahan
dari 4 (empat) grand strategy Departemen Kesehatan, yaitu berfungsinya sistem informasi
kesehatan yang evidence-based melalui pengumpulan data dasar dan indikator kesehatan.
Indikator yang dihasilkan berupa antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan
yang bertumpu pada konsep Henrik Blum, merepresentasikan gambaran wilayah nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja. Penelitian yang diup-load disini tidak
hanya merupakan penelitian kesehatan atau medis, tetapi juga penelitian yang terkait dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kesehatan reproduksi, perilaku seksual dan faktor
risiko lainnya.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010 Kementrian Kesehatan, juga melakukan penelitian
berkaitan kesehatan reproduksi remaja, antara lain mengenai usia dini pernikahan, hubungan
seksual pertama. Institusi lain yang juga melakukan penelitian mengenai kesehatan reproduksi
remaja antara lain BKKBN, PKBI, Pusat Studi Wanita dan Seksualitas.
Selain hasil penelitian dari Indonesia, juga dapat diakses penelitian-penelitian terkait dari negara
lain di Asia Tenggara atau negara lain yang relevan untuk Indonesia. Hasil dari penelitian-
penelitian tersebut, dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan, strategi
ataupun program yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.
Regional
1. Regional Health Forum Volume 11 No 2 2. Accelerating Implementation of Adolescent Friendly
Health Services (AFHS)
Resources:
Nasional/Lokal
1 Laporan Nasional - Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007 2 Pelaksanaan Pengajaran
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)
Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) di Kabupaten
Majalengka Tahun 2005 3 Pemetaan Model Kepribadian dan Pola Asuh dari Orang Tua pada
Remaja dengan Gangguan Depresi di Surabaya
Resources:
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 merupakan salah satu wujud pengejawantahan
dari 4 (empat) grand strategy Departemen Kesehatan, yaitu berfungsinya sistem informasi
kesehatan yang evidence-based melalui pengumpulan data dasar dan indikator kesehatan.
Indikator yang dihasilkan berupa antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan
yang bertumpu pada konsep Henrik Blum, merepresentasikan gambaran wilayah nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial (PKRE) di Kabupaten Majalengka
Tahun 2005
10 - 19 tahun). Dari jumlah tersebut tentunya akan banyak permasalahan yang dihadapi.
Beberapa masalah remaja antara lain kehamilan yang tidak diinginkan (33,79%) remaja siap,
untuk melakukan aborsi (PKBI, 2005). Pada penelitian lain didapatkan, dari 2,4 juta aborsi 21%
(700 ? 800 ribu) dilakukan oleh remaja (BBKBN-LDFEUI, 2000). Sedangkan PMS pada remaja
4,18%, HIV/AIDS 50%, terjadi pada umur 15 ? 29 tahun (Jabar, 2001).
Masa remaja merupakan masa peralihan (transisi) dari anak-anak ke masa dewasa. Pada masa
transisi, remaja sering menghadapi permasalahan yang sangat kompleks dan sulit ditanggulangi
sendiri. Tiga risiko yang sering dihadapi oleh remaja (TRIAD KRR) yaitu risiko-risiko yang
berkaitan dengan seksualitas (kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan terinfeksi Penyakit Menular
Seksual), penyalahgunaan NAPZA, dan HIV/AIDS.
Masa transisi kehidupan remaja dibagi menjadi lima tahapan (Youth Five Life Transitions
), yaitu melanjutkan sekolah (continue learning), mencari pekerjaan (start working), memulai
kehidupan berkeluarga (form families), menjadi anggota masyarakat (exercice citizenship
), dan mempraktekkan hidup sehat (practice healthy life). Remaja yang berhasil mempraktekkan
hidup sehat, diyakini akan menjadi penentu keberhasilan pada empat bidang kehidupan lainnya.
Dengan kata lain apabila remaja gagal berperilaku sehat, maka kemungkinan besar remaja
tersebut juga akan gagal pada empat bidang kehidupan lainnya.
Dalam rangka menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat bagi remaja, maka perlu kepedulian
dalam bentuk pelayanan dan penyediaan informasi yang benar serta kesepahaman bersama
akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat membantu mereka dalam
menentukan pilihan masa depannya.
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), menurut DITREM-BKKBN adalah suatu kondisi sehat
yang menyangkut sistem reproduksi (fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja
baik secara fisik, mental, emosional dan spiritual.
Jenis Pelayanan
1. Konseling
Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan
pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah
tersebut. (Saefudin, Abdul Bari: 2002)
Asuhan kehamilan remaja merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan
terhadap kesehatan kandungan remaja serta remaja itu sendiri, baik akibat kehamilan yang
merupakan perilaku seksual disengaja (sudah menikah), maupun tidak disengaja (belum
menikah).
3. Pendampingan
Upaya memberikan dukungan moril, bimbingan, dan pengawasan kepada klien dengan tujuan
mencapai derajat kesehatan yang optimal.
4. Pemeriksaan
Proses penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan
alat seperti laboratorium, foto, dan klinik
6. Pengobatan
Upaya penatalaksanaan penyakit yang didapati melalui proses penegakan diagnosis meliputi
tata laksana dengan obat, tindakan, tanpa obat dan tanpa tindakan.
7. Pelayanan Kontrasepsi
8. Shelter
9. Penjaringan
Isu-Isu
Pada bagian ini bisa didapatkan informasi mengenai masalah kesehatan reproduksi remaja
yang langsung , seperti mengenai kehamilan pada usia remaja, hubungan seksual pada usia
remaja, kehamilan tak diinginkan, maupun yang tidak langsung berkaitan seperti masalah
narkoba dan menggunakan zat adiktif lainnya.
Kondisi kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual remaja tidak bisa dilepaskan dengan
berbagai faktor terkait, baik itu: psikologis, sosial-kultural, gender dan seksualitas, ekonomi,
HAM, globalisasi, dan lain-lain. Deklarasi UNGASS telah memberikan perhatian khusus pada
perempuan, remaja dan anak, khususnya anak perempuan, sebagai kelompok yang paling
rentan. Deklarasi juga menegaskan bahwa kerentanan mereka hanya akan bisa direduksi
melalui upaya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UN 2001). Seperti diketahui,
kualitas hidup (derajat kesehatan) perempuan merupakan salah satu penentu capaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM/HDI), juga Indeks Pembangunan Gender (IPG/GDI).
Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang
dalam memperoleh kesempatan dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses
pelayanan. Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan keadilan pendistribusian
manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi
dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender
muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-nilai
sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).
Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak
menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat
kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya
kematian ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga
dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya,
kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Mengingat masih tingginya ?4 TERLALU? ( Terlalu Muda, Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu
Sering untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan dengan penyebab kematian ibu dan anak
kondisi ini sesungguhnya dapat dicegah, dan tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu
masalah ksehatan lainnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian
informasi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya
remaja mempunyai pandangan dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan
penularan HIV/AIDS, pencegahan kehamilan tidak diharapkan.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka
panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga,
masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman
dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu
dan bayi
c. Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks
komersial
Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan bayi 2 hingga 4
kali lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 ? 35 tahun. Pusat penelitian Kesehatan
UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997), menunjukkan bahwa 6% dari 400
pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan
seksual.Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di
Bali (922) mendapatkan 7% dan 5 % remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah
terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981
pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki
dan telah melakukan tindakan pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar
2% diantaranya berusia kurang dari 22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan
bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakui
kebanyakan melakukannya pertama kali pada usia antara 15 ? 18 tahun.
Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja bahwa KEK
remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995), merokok berusia
kurang dari 14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas : 1995), Remaja Putri Perokok
sebanyak 1% ? 8%, peminum minuman keras 6%, pemakai napza 0,3 ? 3% (LDFE-UI). Sekitar
70.000 remaja putri kurang dari 18 tahun terlibat dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23
propinsi, seks sebelum menikah 0,4 ? 5% (LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21%
diantaranya terjadi pada remaja, 11% kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan
melahirkan anak pertama dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan.
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan
kebanyakan baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes : 2001). Dari
berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) di
Indonesia cukup tinggi, diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB di Jakarta Utara (1998)
angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamidia yang tertinggi yaitu 10,3%, kemudian
trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan
infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%, klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan
sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 Puskesmas di Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung
KIA/BP diperoleh proorsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia
3,6%. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelaynan dasar masih jauh yang
diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa propinsi. Hambatan
sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pengobatanya, sehingga
menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan janin
Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230 dan kasus
AIDS sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%) adalah laki-laki dan
1529 kasus (18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus (0,7%). Dari segi usia
rebanyak pada usia 20 - 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%), usia 30 ? 39 tahun sebanyak
2226 kasus ( 27,2%), usia 40 ? 49 sebannyak 647 kasus (7,9%), usia 15 ? 19 tahun sebanyak
222 kasus (2,7%),usia 5 ? 14 tahun 22 kasus (0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di
DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo
biseksual 4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%. Jumlah
penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan..
Strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan bahwa pencegahan dan
penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Masih banyak isu gender
lainnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, diantaranya sunat pada perempuan,
kekerasan terhadap perempuan/dalam rumah tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan,
perdagangan manusia/perempuan.
Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan berbasis
gender yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang pendidikan,
partisipasi politik dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena dampak dari
ketidaksetaraan ini diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada laki-laki maka data
yang akan di sajikan akan lebih banyak mengenai keterlibatan perempuan.
Temuan menarik menyangkut pemahaman remaja adalah masih banyaknya mitos-mitos seputar
menstruasi yang direproduksi dan diajarkan pada remaja, antara lain: tidak boleh memakan
nanas dan ketimun, meminum air es, tidak boleh memakan makanan yang pedas, tidak boleh
tidur siang karena darah menstruasi akan naik menuju mata, dan lainnya. Kecenderungannya
orang tua atau saudara perempuan ketika mengajari atau menasehati responden dan informan
penelitian ini mereproduksi mitos-mitos budaya seputar menstruasi yang tidak berkaitan dengan
kesehatan reproduksi. Misalnya paparan sejumlah remaja/informan berikut ini:
?Ngga boleh gunting kuku dan rambut, ngga boleh mandi lewat dari jam empat sore? (Rita, 16
tahun, lajang, Tasikmalaya)
Untuk kasus Tasikmalaya yang merupakan kota santri, nasehat seputar mestruasi yang
diberikan Ibu untuk anak perempuannya cenderung berkait dengan pemahaman keagamaan.
Hal ini ditunjukkan melalui informan berikut:
?Nggak boleh sholat, ngga boleh ngaji, ngga boleh pegang Quran, ngga boleh masuk
masjid, karena nanti
darahnya berceceran gimana (Yayah, 24 tahun, janda, Tasikmalaya)
Temuan studi tersebut setidaknya menunjukkan bagaimana sebagian besar remaja perempuan
khususnya, terkesan tidak siap untuk mengalami perubahan-perubahan fisik dan hormonal
seiring dengan pubersitas yang dialaminya. Terkesan bahwa lingkungan sosial terdekat,
khususnya keluarga dan komunitas, belum menanamkan nilai-nilai yang positif dan konstruktif
berkenaan dengan pubersitas remaja, termasuk bagaimana mereka menyikapi hasrat
seksualnya. Ketidaksiapan remaja akan pubersitasnya ini terkait dengan faktor budaya, yang
terefleksi dari mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, juga tradisi yang telah dipraktekkan
turun temurun. Selain itu, tafsir agama juga ikut berkonstribusi atas cara pandang masyarakat
tentang tubuhnya, seksualitasnya, yang langsung atau tidak langsung terkait dengan kesehatan
reproduksi dan seksualnya. Hal ini mengingat seksualitas merupakan konstruksi sosial atas nilai,
orientasi, dan perilaku yang berkaitan dengan seks.
Selain merujuk pada pada kondisi fisik dan biologis, juga merujuk pada identitas pribadi maupun
sosial (Nuriyah, 2002).
Seksualitas
Persoalan seksualitas tidak bisa dilepaskan dengan konstruksi sosial budaya, yang justru
dimungkinkan mengakari berbagai persoalan, misalnya HIV/AIDS, kekerasan dalam rumah
tangga, perdagangan perempuan dan anak, dan lainnya. Implikasinya dalam merancang
kebijakan dan program kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, perlu mengaitkan dengan
persoalan gender dan seksualitas.
Hal ini sejalan dengan Deklarasi Kairo tahun 1994 pasal VII butir 7.34 yang secara jelas
menyatakan bahwa seksualitas dan relasi gender adalah saling berkait dan mempengaruhi
kemampuan laki-laki dan perempuan untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan seksual
dan mengelola kehidupan reproduksi mereka. Komitmen Kairo tersebut diperkuat dalam
Deklarasi dan Rencana Aksi Beijing tahun 1995 ? yaitu Konferensi Perempuan Internasional --
dalam paragraf 96 yang menyatakan bahwa ?hak asasi perempuan meliputi hak mereka untuk
menguasai dan secara bertanggung jawab memutuskan soal-soal yang menyangkut
seksualitasnya termasuk kesehatan seksual dan reproduksinya, bebas dari pemaksaan,
diskriminasi dan kekerasan?.
Komitmen terbaru dunia internasional dalam pertemuan UNGASS tahun 2006 menelurkan
Deklarasi Politik tentang HIV/AIDS yang dalam paragraf 30 menyatakan bahwa negara-negara
berjanji untuk menghapuskan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender serta meningkatkan
kapasitas perempuan untuk melindungi dirinya dari resiko terinfeksi HIV melalui kebijakan
pelayanan kesehatan khususnya kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.
NAPZA
Berdasarkan proses pembuatannya, ada yang alami seperti ganja, opium, kafein, nikotin. Ada
yang semi sintetis yang dibuat melalui proses fermentasi seperti morfin, heroin. Dan ada yang
sintesis seperti metadon, petidin, dipipanon, amfetamin dan ekstasi. NAPZA menurut efek yang
ditimbulkan digolongkan sebagai depresan yang berfungsi mengurangi fungsional tubuh seperti
morfin putau atau opium.
Stimulan atau sebagai obat yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan fungsi kerja serta
kesadaran seperti kokain, nikotin atau sabu-sabu. Dan halusinogen atau zat yang menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat mengubah perasaan dan fikiran seperti ganja, jamur masrum dan
LSD. Pengguna NAPZA terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu seseorang yang menggunakan hanya
sesekali (user), orang yang menggunakan karena alas an tertentu (abuser) dan orang yang
memakai atas dasar kebutuhan (addict). Pada tingkat addict, bila kebutuhan NAPZA tidak
terpenyhi akan menimbulkan efek secara fisik maupun psikis. Apakah seseorang yang
kecanduan Narkotika dapat tertular HIV? Bukan narkotikanya yang menyebabkan orang tertular
HIV tetapi perilaku penggunaannya yang beresiko seperti penggunaan satu jarum suntik yang
bergantian dengan teman pakainya. Atau dalam kondisi mabuk, control seorang pecandu akan
menyempit sehingga memungkinkan terjadinya hubungan seksual yang tidak aman.
Dampak penyalahgunaan NAPZA dapat bersifat jasmani seperti gangguan pada system syaraf
dan kesadaran, kejang sampai gangguan pada jantung dan peredaran darah. Dampak yang
bersifat kejiwaan seperti gejala putus zat atau sakau, ketergantungan seseorang untuk selalu
membutuhkan zat tertentu, dan meningkatnya kebutuhan zat lebih banyak untuk memperoleh
efek yang sama setelah pemakaian berulang. Serta perilaku agresif baik bersifat fisik maupun
psikis dari para pecandu yang mendorong pada tindakan kriminal dalam keluarga maupun di
masyarakat.
Resources:
NAPZA
Modul NAPZA
Modul NAPZA
Topik-topik materi tersebut antara lain mencakup: Reproduksi sehat, Kehamilan tak diinginkan,
pendewasaan usia pernikahan, Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS dan lain-lain.
Resources:
1) Link to : http://pkbi.or.id/?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=39
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah,
kantor, maupun tempat pribadi seperti rumah.
Dalam peristiwa pelecehan seksual, biasanya terdiri dari kata-kata pelecehan (10%), intonasi
yang menunjukkan pelecehan (10%), dan non verbal (80%).
Lelucon seks, menggoda secara terus menerus mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
seks, baik secara langsung maupun melalui media seperti surat, SMS, maupun e-mail.
Secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan dan badan
antar orang.
Secara berulang meminta seseorang untuk bersosialisasi (tinggal, ikut pergi) di luar jam
kantor walaupun orang yang diminta telah mengatakan tidak atau mengindikasikan
ketidaktertarikannya.
Memberikan hadiah atau meninggalkan barang-barang yang dapat merujuk pada seks.
Membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau material lainnya yang terkait
dengan seks dan dirasa melanggar etika/ batas.
Di luar jam kerja memaksakan diri mengajak pada suatu hal yang terkait dengan seks yang
berpengaruh pada lingkup kerja.
Pencegahan
Secara umum sebaiknya hindari berpergian sendirian pada malam hari dan tidak bekerja lembur
sendirian pada malam hari. Juga dianjurkan untuk memastikan bahwa keberadaan diri diketahui
oleh orang lain.
Walaupun tidak ada jaminan bahwa berpakaian tertutup akan aman dari perilaku pelecehan
seksual, namun berpakaianlah yang pantas dan sopan untuk mengurangi risiko terjadinya
pelecehan seksual.
- http://kesrepro.info/?q=node/279
- http://psikologi-online.com/kekerasan-seksual
Kesehatan Reproduksi Remaja, silakan hubungi badan bantuan atau kontak tsb di bawah ini:
1. Puskesmas dengan tanda PKPR terdekat (subdir Remaja)
2. POKDISUS HIV-RSCM
Informasi Pelayanan UPT HIV RSCM (POKDISUS)
Klik http://www.pokdisusaids.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=49&Itemid=69
3. Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan
terhadap perempuan dan anak, berlokasi di lantai 2 yang mana pengelolaan tersendiri dan
tidak termasuk ke dalam Unit Gawat Darurat RSCM
Email: pkt_rscm@yahoo.co.id
Sekretariat:
email : ypkp_2003@yahoo.com
5. PKRE
Sekretariat :
www.pkre.org
email : sekretariat@pkre.org
8. Hotline PKBI: Centra Mitra Muda 021-421 4778 atau hubungi cabang PKBI terdekat
itu secara institusional atau pribadi, K4Health Indonesia menyediakan sebuah forum di mana
dapat disampaikan berbagai macam hal yang terkait.
Silakan kirim tulisan anda atau pertanyaan ke K4Health Indonesia, dengan cara membuka
account pada K4Health dan menyampaikannya melalui media yang tersedia, sbb:
2. Twitter
3. Email
4. SMS