Disusun Oleh:MIRNAWATI
NIM :20161420146011
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan
proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar
membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan
bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan..
Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai terapi
serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan.
Dengan bekerja, seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan
melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal
ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan
yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk
melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan
Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media terapi
yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan
bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.
Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara
sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai pengalihan
perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang normal dan
dapat meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang
dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.
Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan
ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan
dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan
kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational
therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam
fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut
mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan
dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri
adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal
ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil,
gunting, ketrampilan, dan lain-lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat,
naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-lain
2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian,
mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas
Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi okupasi :
a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan tidak
rata tebal tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin
Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja, yaitu
sebagai berikut :
Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi
total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam
pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya
sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan terpadu.
PERANAN TERAPI OKUPASI / PEKERJAAN DALAM PENGOBATAN
Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui aktifitas
manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba ketrampilan
atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi,
mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup. Potensi
tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi
penderita fisik maupun mental.
Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi, diagnosis,
terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan
suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah terapi dan rehabilitasi
selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa aktifitas dalam terapi okupasi
tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskiusi yang teraarah setelah
penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan tersebut terapis
dapat mengarahkan pasien dan pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.
Aktifitas yang di lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi
lebih bai dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh
terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien. Alat – alat
atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas, pasien akan didekatkan
dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya. Aktivitas dalam
kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi diantara anggota yang berguna dalam
meningkatkan sosialisasi dan menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal
keefisiensianya untuk berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat dipengaruhi oleh konteks-
konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh
kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan kreatifitasnya). Adapun
hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi antara lain sebagai berikut
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :
a. Latihan gerak badan
b. Olahrga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
g. Praktik pre- vokasional
h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)
i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)
j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio, atau
keadaan lingkungan)
k. Dan lain-lain
l.
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang,
sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya
dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa
kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi pasien, bahkan harus dapat
meningkatkan atau setidak – tidaknnya memelihara kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga
dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
kemampuan pasien.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktifitas adalaah sebagai berikut
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah di kontrol, ulet, kasar,
kotor, halus, dsb.
b. Apakah aktifitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu di persiapkan sebelum di laksanakan
d. Cara pemberian instruksi bagaimana
e. Bagaimana kira – kira setelah hasil selesai
f. Apakah perlu pasien membuat keputusan
g. Apakah perlu konsentrasi
h. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
i. Apakah di perlukan kemampuan berkomunikasi
j. Berapa lama dapat di selesaikan
k. Apakah daqpat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat di sesuaikan dengan
kemampuan dan ketrampilan pasien. Dsb.
3. Analisis aktifitas.
Untuk dapat menegenal karakteristik maupun potensi atau aktifitas dalam rangka
perencanaan terapi, maka aktifitas tersebut harus di analaisis terlebih dahulu. Hal –
hal yang perlu di analaisis adalah sebagai berikut.
a. Jenis aktifitas
b. Maksud penggunaan aktifitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi).
c. Bahan yang digunakan
Khusus atau tidak
Karakteristik bahan :
1) Mudah di tekuk atau tidak
2) Mudah di kontrol atau tidak
3) Meni,mbulkan kekotoran atau tidak
4) Licin atau tidak
Rangsangan yang dapat di timbulkan :
1) Taktil
2) Pendengaran
3) Pembahuan
4) Pengelihatan
5) Perabaan
6) Gerakan sendi
Warna
Macam – macamnya dan namanya
Banyaknya
d. Bagian – bagian aktifitas
Banyaknya bagian
Rumit atau sederhana
Apakah membutuhkan pengulangan
Apakah menbutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan
Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
Apakah bahan sudah tersedia tau harus dicari terlabih dahulu
Apakah ruangan untuk melaksanakan harus di atur.
f. Pelaksanaan, apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
Konsentrasi
Ketangkasan
Rasa sosial di antara pasien
Kemmpuan mengatasi masalah
Kemapuan bekerja sendiri
Toleransi terhadap frustasi
Kemampuan mengikuti instruksi
Kemampuan membuat keputusan
g. Apakah aktifitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksidi antara mereka
h. Apakah aktifitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,
penilaian, ingatan, komprehensi, dll
i. Apakah aktifitas tersebut melibatkan imaginasi, kreatifitas, pelampiasan emosi dll
j. Apakah ada kontraindikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus bertindak
hati – hati karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya (misalnya
untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam).
k. Hal yang penting lagi apakah di sukai oleh pasien.
Peran Terapi
1. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada pasien dan
meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada pasien tentang
kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan pada pasien akan sukses.
PELAKSANAAN
1. Metode
Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.
a. Metode individual dilakukan untuk:
Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi
dan sekaligus untuk evaluasi pasien.
Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup
baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu
kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan dalam kelompok tersebut.
Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis
dapat mengevaluasi pasien leih efektif.
b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah
atau hampir bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan
tertentu bagi beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai kegiatan baik secara
individual maupun kelompok, maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu
segala sesuatu yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu
diperkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan
berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan
dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis mengawasi.
2. Waktu
Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang individu maupun
kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi,
tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu ½-1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan dan 1- 1 ½ jamuntuk diskusi.
Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain
kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai
tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan
dasar bahwa pasien:
Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya
Dianggap tidak akan berkembang lagi
Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.