Anda di halaman 1dari 25

PEMERINTAH PROVINSI BALI

BADAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB III
PROFIL WILAYAH KAJIAN

3.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi


Menurut Lampiran XVI.a Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali,
sebaran dan cakupan geografis Kawasan Pariwisata Soka Kabupaten Tabanan meliputi 7 desa
dengan luas wilayah 4.695 ha (Tabel 3.1). Desa Lalanglinggah telah dimekarkan menjadi dua desa
yaitu Desa Selabih dan Desa Lalanglinggah, dengan demikian secara administratif Kawasan
Pariwisata Soka meliputi 8 desa. Desa-desa yang termasuk ke dalam Kawasan Pariwisata Soka
seluruhnya merupakan desa-desa pantai di empat kecamatan pesisir Kabupaten Tabanan. Adapun
batas-batas Kawasan Pariwisata Soka sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Belatungan, Mundeh, Lumbung Kauh, Lumbung dan Antosari
(Kecamatan Selemadeg Barat), Desa Bajera, Selemadeg dan
Serampingan (Kecamatan Selemadeg), Desa Megati dan Tangguntiti
(Kecamatan Selemadeg Timur), Desa Belumbang dan Penarukan
(Kecamatan Kerambitan).
Sebelah timur : Desa Sudimara Kecamatan Tabanan
Sebelah selatan : Samudera Hindia
Sebelah barat : Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
Tabel 3.1 Cakupan Geografis Kawasan Pariwisata Soka
No Desa Kecamatan Luas (Ha)
1 Lalanglinggah Selemadeg Barat 2.014
2 Antap Selemadeg 873
3 Berembeng Selemadeg 587
4 Beraban Selemadeg Timur 199
5 Tegalmengkep Selemadeg Timur 549
6 Tibubiyu Kerambitan 158
7 Kelating Kerambitan 315
Jumlah 4.695
Lampiran XVI.a Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali

3.2 Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidth dan Fergusson, desa-desa di Kawasan Pariwisata Soka
sebagaimana umumnya wilayah pesisir Kabupaten Tabanan dominan termasuk ke dalam tipe iklim
C, kecuali Desa Kelating termasuk tipe iklim D (Bappeda Provinsi Bali, 2006). Tipe iklim C adalah
perbandingan antara rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah berkisar 33,3 – 60,0% dan
tipe iklim C berkisar 60,0 – 100% (Gambar 3.1).
Kabupaten Tabanan dan Bali pada umumnya termasuk ke dalam daerah monsun yang
ditandai dengan pergantian arah angin permukaan sekitar enam bulan sekali. Pada musim Barat,
(Oktober s.d. Maret), cuaca di Bali dipengaruhi oleh angin Barat, baik yang melalui Laut Jawa
(disebut Monsun Pasifik), maupun yang melalui Samudra Hindia. Dua samudera ini mempengaruhi
karakteristik curah hujan di wilayah Bali, dengan pengaruh angin monsun Barat Samudra Hindia
dominan di sebelah Selatan, dan Monsun Pasifik di sebelah Utara. Hal ini dapat dilihat dari
klimatologi pola angin pada bulan Januari dan Agustus. Monsun barat umumnya menimbulkan
banyak hujan (musim hujan) yang terjadi sekitar bulan Januari, monsun timur umumnya

3.1
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau) yang terjadi sekitar bulan Agustus (Sofian,
dkk., 2008).
Pengaruh tingginya suhu permukaan laut (SPL) di Samudera Hindia dan Laut Jawa
mendorong intensifnya evaporasi dan pembentukan awan pada musim angin Barat sehingga
mendorong terjadinya curah hujan yang tinggi pada bulan November sampai Februari. Sebaliknya
pada musim angin Timur, SPL di Samudera Hindia menurun dan mencapai suhu terendah pada
bulan Agustus, menyebabkan terjadinya musim kering dengan curah hujan yang sangat rendah.

Gambar 3.1 Peta tipe iklim di Provinsi Bali


Curah hujan di Kabupaten Tabanan tahun 2011 mencapai 3.571 mm, merupakan curah
hujan tertinggi di Bali. Curah hujan tahun 2011 ini mengalami penurunan dari tahun 2010 yang
tercatat sebesar 3.669 mm. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar 124 – 452 mm yang berarti
sepanjang tahun merupakan bulan basah dengan curah hujan tertinggi di bulan September dan
terendah bulan Agustus.
Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, topografi, dan pertemuan arus
angin. Dari topografinya, Kabupaten Tabanan merupakan daerah pegunungan dan pantai. Ini
mengakibatkan perbedaan suhu di masing-masing daerah. Perbedaan suhu tersebut pada
akhirnya dapat mempengaruhi tingkat curah hujan. Jumlah curah hujan menurut stasiun pencatat
tahun 2011 berkisar 1.478 – 5.462 mm, tertinggi di Pupuan dan terendah di Kediri. Daerah yang
berada di daerah pegunungan seperti Pupuan, Baturiti dan Penebel mempunyai curah hujan yang
lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya (Tabel 2.2).
Berdasarkan Peta Isohyet di Provinsi Bali (Gambar 3.2), wilayah Kabupaten Tabanan bagian
pegunungan mempunyai curah hujan lebih tinggi dibandingkan daerah pesisir. Daerah
pegunungan di Kecamatan Pupuan memiliki curah hujan mencapai 3.500 mm, di Baturiti dan
Penebel mencapai 2.750 mm. Curah hujan di daerah pertengahan rata-rata 2.500 mm sedangkan
di daerah pesisir dekat pantai sebesar 2000 mm.

3.2
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Tabel 2.2 Curah hujan menurut stasiun pencatat di Kabupaten Tabanan tahun 2011

Stasiun Bulan (mm)


JML
Pencatat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1. Selemadeg 293 200 73 261 267 245 168 82 469 301 523 387 3269
2. Kerambitan 338 186 259 207 328 180 241 60 463 263 423 423 3371
3. Kediri 320 125 16 0 19 112 0 54 0 240 300 292 1478
4. Baturiti 445 491 365 574 303 131 87 134 278 608 391 376 4183
5. Penebel 367 347 135 412 310 158 169 141 520 307 307 358 3531
6. Pupuan 570 367 533 341 477 358 231 267 491 648 871 308 5462
7. Sel. Barat 434 220 139 284 244 315 283 189 588 361 275 308 3640
8. Sel. Timur 314 223 216 366 257 315 251 66 412 316 528 369 3633
Jumlah 3081 2159 1736 2445 2205 1814 1430 993 3221 3044 3618 2821 28567
Rata-Rata 385 270 217 306 276 227 179 124 403 381 452 353 3571
Sumber: BPS Kabupaten Tabanan (2012)

Gambar 3.2 Peta Isohyet wilayah Provinsi Bali


3.3 Fisiografi
3.3.1 Topografi dan Kemiringan Lahan
Kawasan Pariwisata Soka berada di wilayah pesisir dataran rendah dan berbukitan dengan
ketinggian 0 – 411 m dpl. Semakin kearah barat yaitu Desa Selabih dan Lalanglinggah terdapat
daerah perbukitan dimana lahan lahan tertinggi adalah Bukit Padewatan di Desa Selabih. Dari Desa
Antap kearah timur sampai Desa Kelating merupakan lahan dataran rendah dengan ketinggian 0 –
100 m dpl (Gambar 3.3).

3.3
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Konsekuensi dari fisiografi lahan yang dominan merupakan dataran rendah, kondisi
kemiringan lahan di Kawasan Pariwisata Soka didominasi oleh lahan datar dengan kemiringan 0 –
2%. Lahan dengan kemiringan 2 – 15 % dan 15 – 40% hanya tersebar di Desa Selabih dan Desa
Lalanglinggah (Gambar 3.4).

3.3.2 Geologi
Struktur batuan wilayah Kabupaten Tabanan berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia
Lembar Bali (Purbo-Hadiwidjojo dkk., 1998), tersusun oleh formasi geologi yang beragam. Batuan
tertua yang ditemukan adalah batuan hasil muntahan Gunung Api Jembrana seperti Gunung
Klatakan, Gunung Merbuk, dan Gunung Patas yang terdiri dari lava, breksi gunungapi dan tufa.
Batuan ini menyelimuti daerah sekitar Kaliukir, Munduk, Tiinggading hingga Suraberata. Juga
ditemui di Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur dan Desa Baturiti di Kecamatan
Kerambitan. Batuan ini terbentuk pada era kwarter bawah sekitar 6 juta tahun lalu. Batuan
gunungapi Jembrana terdapat di wilayah pesisir bagian barat Kabupaten Tabanan termasuk di
daerah perbukitan Desa Selabih dan Lalanglinggah.
Batuan yang lebih muda adalah batuan gunungapi kelompok Buyan-Beratan dan Batur yang
terbentuk pada era kwarter, terdiri dari tufa dan lahar. Batuan ini menutupi sekitar setengah
Kabupaten Tabanan, terutama daerah bagian selatan dan wilayah pesisir. Di Kawasan Pariwisata
Soka, jenis batuan ini terdapat mulai dari Desa Antap sampai Desa Kelating.
Di daerah dekat pantai Desa Selabih, Desa Lalanglinggah dan bagian barat Desa Antap
terdapat Formasi Palasari. Formasi Palasari yang terdiri dari konglomerat, batu pasir dan batu
gamping terumbu. Batu gamping terumbu adalah batu gamping/batu kapur yang berumur muda
(kwarter), umumnya terletak pada pesisir pantai (Gambar 3.5).

3.3.3 Jenis Tanah


Jenis tanah secara umum yang terdapat di Kabupaten Tabanan berdasarkan Uraian Tanah
Tinjau (Bappeda Provinsi Bali, 2006) terdiri dari tanah aluvial, regosol, andosol dan latosol.
Sementara itu, jenis tanah di Kawasan Pariwisata Soka terdiri dari jenis aluvial dan latosol (Gambar
3.6). Tanah aluvial terdapat di daerah dekat pantai Desa Selabih, Lalanglinggah dan Antap.
Sedangkan wilayah lainnya merupakan jenis tanah latosol. Tanah aluvial berasal dari bahan induk
endapan laut dan endapan sungai dengan fisiografi daratan pantai dan bentuk wilayah datar.
Sedangkan jenis tanah latosol yang merupakan sebagian besar dari jenis tanah di Kabupaten
Tabanan merupakan tanah yang berasal dari bahan induk abu dan tufa vulkan intermedier dengan
fisiografi lungur vulkan kerucut dan lungur vulkan dan bentuk wilayah melandai, berbukit sampai
bergunung.

3.4
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.3 Peta Topografi Kawasan Pariwisata Soka

3.5
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.4 Peta Kemiringan Lahan Kawasan Pariwisata Soka

3.6
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.5 Peta Geologi Kawasan Pariwisata Soka

3.7
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.6 Peta Jenis Tanah Kawasan Pariwisata Soka

3.8
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.4 Hidrologi
3.4.1 Sungai
Menurut Dinas PU Provinsi Bali (2011), di Kabupaten Tabanan terdapat 74 sungai dari 401
sungai di Bali. Dari 66 sungai potensial di Bali, 10 diantaranya terdapat di Kabupaten Tabanan.
Sementara itu, Kawasan Pariwisata Soka termasuk kedalam dua daerah aliran sungai (DAS) yang
relatif besar dengan luas di atas 100 km2, yaitu:
1) DAS Yeh Ho luasnya 135,76 km2, dengan Tukad Yeh Ho sebagai sungai utama dimana muara
sungai ini berada di perbatasan Desa Beraban Kecamatan Selemadeg Timur dan Desa
Tibubiyu Kecamatan Kerambitan.
2) DAS Balian luasnya 152,9 km2, dengan sungai utama Tukad Balian. Muara sungai ini berada
di Suraberata, Desa Lalang Linggah, Kecamatan Selemadeg Barat.
Sungai-sungai lainnya yang bermuara di Kawasan Pariwisata Soka, berturut-turut dari timur
ke barat yaitu:
1) Desa Tibubiyu: Tukad Yeh Abe
2) Desa Kelating: Tukad Yeh Lating, Pangkung Lipah
3) Desa Berembeng: Tukad Yeh Matan, Tukad Celagi
4) Desa Antap: Tukad Yeh Otan, Tukad Meluang, Tukad Payan, Tukad Puteh, Tukad Ibus, Tukad
Bonian, Tukad Klecung, Tukad Tireman.
5) Desa Lalanglinggah: Tukad Pedungan, Tukad Petengahan, Tukad Silah
6) Desa Selabih: Tukad Bakung, Tukad Meceti, Tukad Bukpasang, Tukad Mekayu, Tukad
Pesudangan, Tukad Selabih

3.4.2 Air Tanah


Berdasarkan Peta Hidrogeologi Bali (Sudadi dkk, 1986), di Kabupaten Tabanan terdapat
beragam karakteristik akuifer dan air tanah, meliputi aliran melalui ruang antar butir, melalui celah
dan ruang antar butir, serta produktivitas rendah dan air tanah langka. Sementara itu, karakteristik
akuifer dan air tanah di Kawasan Pariwisata Soka (Gambar 3.7) sebagai berikut:
 Akuifer produktivitas tinggi dengan penyebaran luas, muka air tanah atau tinggi pisometri air
tanah umumnya dekat muka tanah, debit sumur umumnya > 10 liter/detik. Terdapat di dekat
pantai Desa Kelating.
 Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, kedalaman muka air tanah
beragam, debit sumur umumnya > 5 liter/detik. Terdapat di Desa Kelating dan Tibubiyu.
 Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, kedalaman muka air tanah
umumnya dalam, debit sumur umumnya < 5 liter/detik. Tersebar di Desa Tibubiyu, Beraban,
Tegalmengkep, Berembeng dan Antap.
 Setempat akuifer produktif, air tanah umumnya tidak dimanfaatkan karena dalamnya muka
air tanah, setempat mata air dapat diturap. Terdapat di Desa Beraban, Berembeng dan
Antap.
 Akuifer dengan produktivitas rendah, setempat berarti, air tanah dangkal terbatas dapat
diperoleh di lembah-lembah atau zona pelapukan. Terdapat di daerah dekat pantai Desa
Selabih.
 Daerah air tanah langka, terdapat di daerah permukitan Desa Selabih dan Lalanglinggah.

3.9
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.7 Peta Akuifer dan Air Tanah Kawasan Pariwisata Soka

3.10
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.5 Satuan Geologi Lingkungan Pesisir dan Morfologi Pantai


3.5.1 Satuan Geologi Lingkungan Pesisir
Satuan geologi lingkungan pesisir merupakan perpaduan dari parameter struktur, litologi,
morfologi dan proses geologi yang terjadi di sekitar pesisir. Satuan geologi lingkungan pesisir
Kawasan Pariwisata Soka pada garis besarnya termasuk Satuan Geologi Lingkungan 1 (GL-1) yaitu
wilayah pesisir dengan morfologi pedataran rendah, kemiringan 0 – 3%, tersusun oleh endapan
aluvial pantai dan bahan rombakan gunung api, pantai berilief datar dan melengkung halus, proses
geologis dominan berupa dekresi dan akresi, serta merupakan jalur patahan dengan zona
percepatan gempa (g) = 0,80 – 1,20 dengan magnitute gempa 6,0 – 8,0.

3.5.2 Morfologi Pantai


Morfologi pantai merupakan hasil interaksi proses dinamis dari aspek-aspek geologi (meliputi
topografi, ketahanan litologi, hidrologi, aktivitas gunung api, tektonik dan proses sedementasi);
geofisika meliputi cuaca (hujan, angin, arus, gelombang dan pasang surut); dan faktor aktivitas
manusia meliputi pengambilan material baik di lepas pantai, pantai dan daratan, bangunan pantai,
serta aktivitas pembangunan di darat. Interaksi antara beberapa faktor tersebut di atas
menghasilkan karakteristik pantai yang berbeda antara pantai yang satu dengan lainnya. Ketiga
faktor tersebut mengontrol proses-proses pantai menuju keseimbangan yang ditandai dengan
adanya proses akresi dan dekresi. Kedua proses pantai ini akan mempengaruhi perubahan garis
pantai yaitu erosi yang mengakibatkan mundurnya garis pantai (dekresi), akresi yang
mengakibatkan majunya garis pantai, dan pantai stabil.
Angin yang bergerak membawa material dari tempat satu ke tempat lain, mengikis sedimen
dan kemudian mengendapkannya di suatu tempat secara kontinyu, sehingga terjadi perubahan
garis pantai. Pada saat gelombang mendekati pantai, gelombang mulai bergesekan dengan dasar
laut dan menyebabkan pecahnya gelombang di tepi pantai. Hal ini menyebabkan terjadinya
turbulensi yang kemudian membawa material dari pantai atau menyebabkan terkikisnya bukit-bukit
pasir (dunes) di pantai. Jenis-jenis atau tipe pantai berpengaruh pada kepekaan terjadinya
abrasi/erosi pantai.
Gelombang yang memecah di pantai merupakan penyebab utama proses erosi dan akresi
(pengendapan) pada garis pantai. Pada saat gelombang memecah di bibir pantai terjadi run up,
kemudian surut kembali ke laut dan membawa sedimen/material di sekitar pantai, sedimen ini
disebut littoral drift. Sebagian besar gelombang datang dengan membentuk sudut tertentu
terhadap garis pantai, dan menimbulkan arus sejajar garis pantai (longshore current), yang
menggerakkan littoral drift atau sedimen sekitar garis pantai dalam bentuk zigzag sebagai akibat
datang dan surutnya gelombang ke laut. Kemampuan air laut memindahkan material tergantung
pada kecepatannya. Gelombang besar atau gelombang dengan arus kuat mampu mengangkat
sedimen yang cukup besar dan dalam jumlah yang cukup banyak. Material sedimen ini diendapkan
ketika kecepatan air mulai menurun dan kemudian akan diambil kembali ketika kecepatan air
meningkat
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan (2012), panjang garis pantai
Kawasan Pariwisata Soka adalah 26,57 km (Tabel 3.3). Morfologi pantai di Kawasan Pariwisata Soka
dominan tipe pantai dataran dengan kondisi geologi berupa endapan aluvial, berelief datar sampai
agak bergelombang, dengan karakter pantai berpasir kelabu. Kondisi pantai tipe ini umumnya
stabil. Tipe lainnya adalah pantai dengan geologi berupa endapan aluvial, dengan relief rendah
hingga sedang, berbatuan berupa bongkah-bongkah yang berukuran mulai kerikil sampai bongkah.
Pantai tipe ini umumnya mengalami abrasi kuat seperti terdapat di beberapa ruas pantai di Desa
Selabih.

3.11
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Tabel 3.3 Panjang garis pantai dan tipologi pantai di Kabupaten Tabanan

Panjang Garis Pantai (km)


No Kecamatan/Desa Pantai Pantai Pantai Pantai Berpasir,
Jumlah
Berpasir Hitam Bertebing Kerakal & bongkah
1 Kecamatan Selemadeg Barat 7,74 0,91 0,40 9,05
1. Desa Selabih 2,77 - 0,40 3,17
2. Desa Lalanglinggah 4,97 0,91 - 5,88
2 Kecamatan Selemadeg 4,04 5,12 - 9,17
1. Desa Antap 4,04 4,92 - 8,97
2. Desa Berembeng - 0,20 - 0,20
3 Kecamatan Selemadeg Timur 2,80 0,86 - 3,66
1. Desa Tegal Mengkeb 2,01 0,42 - 2,43
2. Desa Beraban 0,79 0,44 - 1,23
4 Kecamatan Kerambitan 4,20 0,50 - 4,70
1. Desa Tibubiu 2,46 - - 2,46
2. Desa Kelating 1,74 0,50 - 2,24
Jumlah 18,78 7,39 0,4 26,57
Persentase (%) 70,68 27,81 1,51 100,00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan (2012)

Berdasarkan atas tipe paparan (shelf) dan perairan pantainya, wilayah pesisir Kawasan
Pariwisata Soka mempunyai tipe pantai kategori “Pantai Pulau” yaitu pantai yang dibentuk oleh
endapan sungai, batu gamping, endapan gunung api dan endapan lainnya. Tipe sedimen pantai ini
mempunyai kaitan dengan tipe tanah daratan pantai (di atas supralitoral). Berdasarkan Peta Tanah
Tinjau (disusun oleh Dai dan Rosman, 1970), wilayah pantai di wilayah pesisir Kawasan Pariwisata
Soka mempunyai tipe-tipe tanah pantai vulkanis, yaitu dan merupakan tanah pertanian pesisir
yang subur. Tanah-tanah pantai vulkanis dan endapan alluvial umumnya mempunyai bentuk
wilayah yang relatif datar dan melandai sampai bergelombang.
Tipologi pantai di Kawasan Pariwisata Soka dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu pantai
berpasir kelabu hitam, pantai bertebing dan pantai campuran pasir, kerikil dan bongkah. Pantai
berpasir terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang, dan pengendapan sedimen. Pantai
bertebing dicirikan dengan dinding pantai terjal yang langsung berhubungan dengan laut. Bentuk
tebing pantai dengan material lepas pada umumnya dipengaruhi oleh keadaan alam, yaitu ombak,
arus pantai, angin, atau yang diakibatkan secara tidak langsung oleh kegiatan manusia di wilayah
pantai. Pantai campuran pasir, kerikil dan bongkah merupakan material yang menyusun pantai
yang umumnya berasal dari daratan, yang selain dibawa oleh aliran sungai ataupun yang berasal
dari daratan di belakang pantai tersebut. Disamping berasal dari daratan, material yang menyusun
pantai ini juga dapat berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu sendiri.
Pantai tipe ini mudah berubah bentuk, mengalami deformasi, dan tererosi.
Dilihat dari sebarannya, pantai berpasir kelabu hitam mendominasi garis pantai Kawasan
Pariwisata Soka yaitu mencapai 18,78 km (70,68% dari total panjang garis pantai), sedangkan
pantai bertebing sepanjang 7,39 km (27,81%), dan pantai campuran pasir, kerakal dan bongkah
sepanjang 0,40 km (1,51%). Pantai berpasir kelabu hitam dengan “cell” yang cukup panjang
terdapat di Desa Selabih, Lalanglinggah, Tegal Mengkeb, Tibubiyu, dan Kelating. Beberapa
pantai berpasir hitam merupakan deposit pasir besi yang dalam Bahasa Bali disebut bias melila,
bahan baku ornamen tempat suci dan rumah tradisional Bali. Pantai berpasir hitam dengan
deposit pasir besi antara lain dijumpai di pantai-pantai di Desa Tegallinggah, Antap, Tegal
Mengkep, Kelating dan Tibubiyu.
Pantai bertebing merupakan tipologi pantai bertanjung (enjung), terdapat di sebagian pantai
Desa Lalanglinggah, Antap, Berembeng, Tegal Mengkeb, Beraban dan Kelating. Sedangkan pantai
berpasir bercampur kerakal dan bongkahan terdapat ujung barat pantai Selabih (sekitar muara
Tukad Yeh Leh) yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Tabanan dan Jembrana.

3.12
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.6 Batimetri dan Oseanografi


3.6.1 Batimetri
Perairan pesisir Kabupaten Tabanan merupakan bagian dari perairan Selat Bali yaitu perairan
antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, serta perairan Samudera Hindia. Batimetri atau gambaran (peta)
topografi dasar laut atau perairan pesisir di Kabupaten Tabanan disajikan pada Gambar 3.8.
Perairan pesisir Kabupaten Tabanan relatif dangkal dimana kedalaman maksimum pada jarak 4 mil
laut dari garis pantai berada pada isodepth maksimum 80 meter. Pola batimetri perairan laut
umumnya sejajar garis pantai, kecuali di depan Tanah Lot, Enjung Pemegalan dan pantai Selabih.
Berdasarkan analisis peta batimetri (Peta Lingkungan Pantai Indonesia 1994), kelandaian
dasar laut di wilayah Kabupaten Tabanan seperti disajikan pada Tabel 3.4. Kelandaian dasar laut
diperoleh dari perbandingan antara kedalaman laut dengan jarak horisontal. Jika kelandaian dasar
laut 5 % maka pada jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut mencapai 5 m.
Tabel 3.4 Kelandaian Dasar Laut Perairan Pesisir Kabupaten Tabanan

Kelandaian rata-rata (%) untuk Kedalaman (m)


No Lokasi
0 - 25 m 0 - 50 m 0 -100 m
1 Pantai Tanah Lot 0,69 0,67 0,50
2 Pantai Yeh Gangga 0,71 0,68 0,50
3 Pantai Pasut 1,25 0,77 0,53
4 Pantai Bebali 0,88 0,79 0,55
5 Pantai Soka 0,83 0,81 0,66
6 Pantai Balian 0,83 0,83 0,77
7 Pantai Selabih 1,09 0,96 0,76
Sumber:Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan (2012)

Berdasarkan Tabel di atas, perairan pesisir Kabupaten Tabanan sangat landai yaitu kurang
dari 5%. Diantara perairan pantai tersebut, dasar laut di pantai Pasut dan pantai Selabih di bawah
kedalaman 25 m relatif lebih curam dibandingkan perairan pantai lainnya, dimana pada kedalaman
25 m rata-rata kelandaiannya di atas 1 % sedangkan kelandaian perairan lainnya kurang dari 1 %.
Pada kedalaman 50 m, kelandaian perairan hampir sama, begitu pula pada kedalaman 100 m. Ada
kecenderungan bahwa semakin bertambah kedalaman, dasar perairan semakin landai.

3.13
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.8 Peta Batimetri Perairan Pesisir Kawasan Pariwisata Soka

3.14
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.6.2 Pasang Surut


Pasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka air laut yang hampir teratur,
yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa (terutama bulan dan matahari) terhadap
air laut di bumi. Pada saat bulan mati dan bulan purnama, dimana matahari, bumi dan bulan
berada pada satu garis, maka gaya-gaya ini mencapai maksimum dan terjadi air laut pasang dan
surut maksimum. Jika perairan mengalami satu kali pasang dan surut per hari, maka kawasan
tersebut dikategorikan bertipe pasut tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari, maka pasutnya dikategorikan bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan peralihan
antara tipe tunggal dan tipe ganda, dan dikenal sebagai pasut campuran.
Hasil dari pemodelan pasang surut menunjukkan elevasi muka laut yang diperoleh dari
perhitungan dengan metode numerik tidak jauh berbeda dengan elevasi muka laut dari prediksi
pasang surut global sehingga model numerik ini dapat dianggap telah sesuai untuk digunakan di
perairan selat Bali. Berdasarkan hasil analisi karakteristik pasang surut Selat Bali di memiliki tipe
semi diurnal dimana dalam 24 jam akan terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut (Gambar 3.9). Tipe
pasang surut semi diurnal akan berakibat pada pergantian pola arus lebih cepat dibandingkan
dengan tipe pasang surut diurnal dengan kata lain frekuensi pergantian arus lebih tinggi dibanding
dengan tipe diurnal. Kondisi ini pula yang memungkinkan bahan-bahan organik terdegradasi lebih
cepat menjadi senyawa-senyawa yang lebih cepat dapat dimanfaatkan oleh biota perairan
(Priyono, Yunanto dan Arief, 2010 - Balai Riset dan Observasi Kelautan).

Sumber: Priyono, Yunanto dan Arief, 2010 - Balai Riset dan Observasi Kelautan

Gambar 3.9 Elevasi Pasang Surut Selat Bali Hasil Pemodelan

3.6.3 Gelombang
Gelombang di laut dibedakan menjadi beberapa macam tergantung gaya pembangkitnya,
misalnya gelombang angin (ombak), gelombang tsunami, gelombang pasang surut, dan lain-lain.
Gelombang, terutama gelombang angin, dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai atau
merusak pantai, menimbulkan arus dan transport sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang
pantai.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan
bentuk. Dari bentuk sinusoidal di laut dalam, gelombang menjadi semakin tajam sementara
lembah gelombang menjadi semakin landai di laut transisi dan laut dangkal. Pada suatu
kedalaman tertentu puncak gelombang sedemikian tajamnya sehingga tidak stabil dan pecah.
Setelah pecah gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi
gelombang semakin berkurang.

3.15
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Perairan pesisir Kabupaten Tabanan umumnya memiliki tinggi gelombang mencapai 2,25 m –
3,50 m dan gelombang di laut dalam mencapai 4,84 m, dengan periode 10 – 13 detik. Gelombang
di pantai-pantai Kabupaten Tabanan dominan datangnya dari arah tenggara dimana arah
gelombang datang umumnya tegak lurus dengan garis pantai (Kanwil PU Propinsi Bali, 1993).
Pengaruh gelombang terhadap pantai dan daratan dapat dilihat dari bentuk deformasi
gelombang yaitu breaking (gelombang pecah), refraksi (memusat), difraksi (memencar), dan
refleksi (memantul). Tipe gelombang pecah di perairan pantai Kawasan Pariwisata Soka ada
berjenis plunging seperti di Balian Beach, Pantai Selabih dan Pantai Kelating. Tipe gelombang pecah
ini cocok untuk aktivitas surfing. Tipe lainnya adalah spilling.
Refraksi gelombang terjadi akibat pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah laut dalam
gelombang menjalar tidak dipengaruhi dasar laut, tetapi di laut transisi dan dangkal penjalaran
gelombang dipengaruhi oleh dasar laut. Pada daerah laut transisi dan dangkal apabila ditinjau
suatu garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang dangkal akan menjalar dengan
kecepatan yang lebih kecil daripada bagian di air yang lebih dalam sehingga puncak gelombang
akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan batimetri dasar laut. Di wilayah pantai
Kabupaten Tabanan tidak terdapat refraksi gelombang secara dominan.
Difraksi gelombang terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak
gelombang lebih besar daripada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi
sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Difraksi terjadi apabila
suatu deretan gelombang terhalang oleh suatu rintangan seperti struktur bangunan pantai
breakwater atau suatu pulau. Difraksi gelombang dapat dijumpai di sekitar Enjung Pemegalan dan
Enjung Pulungdaya.
Refleksi gelombang merupakan pantulan gelombang yang menjalar menuju suatu rintangan
(pantai atau bangunan pantai), sebagian atau seluruhnya. Besar kecilnya gelombang yang
dipantulkan tergantung pada bentuk dan jenis rintangan. Suatu bangunan dengan dinding yang
tegak dan impermeabel akan memantulkan gelombang lebih besar daripada bangunan miring dan
permeabel. Refleksi gelombang dominan terjadi di sekitar Tanah Lot.

3.6.4 Arus Laut


Arus laut merupakan fenomena berpindahnya massa air dari suatu tempat ke tempat lain.
Arus yang terjadi di pantai berasal dari : arus laut global, akibat angin, akibat pasang surut, arus
yang disebabkan oleh gelombang (wave induced current) terjadi di surf zone (antara daerah
gelombang pecah dan garis pantai), dan arus orbital gelombang.
Arus sangat berperan aktif dalam mempengaruhi proses-proses biologi, kimia dan fisika
dalam spektrum ruang dan waktu yang terjadi di laut. Perairan selat di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat dari Samudera
Pasifik menuju Samudera Hindia sepanjang tahun. Hanya pada masa peralihan musim di bulan
April-Mei dan November-Desember arus yang bergerak ke Selatan berbalik ke Utara karena
pengaruh masuknya gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia (Sprintall et al., 1999).
Arlindo menguat dengan kecepatan melebihi 70 cm/dt selama bulan Juli-September, dan
melemah pada bulan Januari-Maret, sedangkan arus pasang surut (pasut) mencapai kecepatan 350
cm/dt di daerah dangkalan (sill) (Murray and Arief, 1986). Arlindo mempengaruhi karakteristik
iklim di Selat Bali melalui mekanisme perpindahan panas antara Samudera Pasifik ke Samudera
Hindia. Sofian et al. (2008) mensimulasikan pola arus dan tinggi muka air laut rata-rata bulanan
selama 7 tahun dari tahun 1993 sampai 1999, pada bulan Januari dan Agustus menggunakan
HYbrid Coordinate Ocean Model seperti terlihat pada Gambar 3.10.

3.16
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.10 Distribusi tinggi muka air laut dan pola arus pada bulan Januari (a) dan Agustus
(b). Tinggi muka air laut dan pola arus adalah rata-rata bulanan selama 7 tahun,
dari tahun 1993 sampai 1999 (Sofian et al., 2008)

Pola arus pada bulan Januari (Gambar 3.10a) memperlihatkan bahwa arus di Selat Sunda,
mengalir ke Timur dan masuk ke Laut Jawa selanjutnya arus di Laut Jawa mengalir ke Timur, dan
arus di Selat Karimata mengalir ke Selatan. Sebaliknya pada bulan Agustus akan berubah seiring
dengan perubahan musim, menyebabkan arus di Laut Jawa mengalir menuju ke Barat dan
selanjutnya mengalir ke luar melalui Selat Sunda. Berbeda dengan pola arus di Laut Jawa dan Selat
Karimata, arus permukaan di Selat Makassar tidak mengikuti pola dan arah angin musiman. Arus
permukaan di Selat Makassar cenderung untuk begerak ke Selatan yang umumnya dikontrol oleh
perbedaan elevasi muka laut di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Kecepatan arus permukaan
di Selat Makassar lemah pada musim hujan (angin Barat Daya) , meskipun angin Utara sangat
intensif. Sebaliknya akan menguat pada musim kemarau (angin tenggara). Kuatnya arus permukaan
di Selat Makassar juga menyebabkan penurunan tinggi muka air laut di pantai Utara Pulau Bali
pada bulan Agustus, seperti yang terlihat pada Gambar 3.10b.
Sirkulasi arus sangat dipengaruhi oleh fenomena El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Pada
fase El Nino, tinggi muka laut di perairan Indonesia relatif turun sekitar 20 cm sedangkan pada fase
La Nina terjadi proses yang terbalik dengan periode El Nino, sehingga tinggi muka laut di perairan
Indonesia naik sekitar 20 cm. Kondisi kenaikan muka laut saat La Nina menyebabkan berbagai
kerawanan, terutama: abrasi, erosi dan perubahan garis pantai, yang tidak hanya disebabkan oleh
tingginya curah hujan, tapi juga disebabkan oleh aiknya tinggi muka laut. Selanjutnya pada periode
El Nino, angin Timuran lebih intensif di Laut Jawa ditandai dengan semakin tingginya transpor
massa air laut di Laut Jawa dari Laut Banda dan Selat Makassar pada bulan Agustus 1997.
Penguatan angin lokal Timuran ini terlihat juga pada makin intensifnya upwelling yang terjadi di
pantai Selatan Pulau Jawa. hal ini ditandai dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a di pantai
Selatan Pulau Jawa, sebagian Sumatra, Bali dan Lombok seperti yang terlihat pada Gambar 3.11.
Artinya ketika fase El Nino ini berlangsung, terjadi kenaikan potensi perikanan tangkap seiring
dengan naiknya konsentrasi klorofil-a. Pada periode La Nina terjadi fenomena berlawanan, angin
lokal Baratan cenderung menguat dan melemahkan arus laut yang masuk ke Laut Jawa melalui Laut
Banda, Flores dan Selat Makassar, pada bulan Agustus 1999 (KLH, 2009).

3.17
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.11 Distribusi Khlorofil-a pada Bulan Agustus Periode El-Nino Tahun 1997 (Sumber:
KLH, 2010)

Sirkulasi arus lautan, sebagaimana juga pergerakan air laut secara vertikal (upwelling dan
downwelling), dapat dipengaruhi oleh perubahan global dan lokal dari temperatur, salinitas, curah
hujan, dan medan angin yang berhembus di atas permukaan laut. Gerakan massa air secara
horizontal dan vertikal tersebut erat kaitannya dengan ekologis yang terkandung di dalam laut.
Oleh sebab itu pengetahuan tentang sirkulasi arus dalam skala ruang dan waktu menjadi sangat
penting untuk memahami implikasi perubahan iklim global terhadap dinamika dan sumber daya
hayati kelautan, khususnya perikanan tangkap. Jelaslah bahwa perubahan sistem arus yang
dipengaruhi oleh perubahan iklim global atau akibat variabilitas oseanografi berpotensi menaikkan
atau menurunkan produktivitas perikanan.
Menurut Priyono, Yunanto dan Arief (2010), secara umum pola arus di sekitar selat Bali pada
musim barat (bulan Januari) dan musim timur (bulan Juli) sedikit berbeda. Pada musim barat arus
di bagian selatan daerah model cenderung bergerak ke arah timur sedangkan pada musim timur
arus di daerah yang sama cenderung bergerak ke arah barat. Kondisi arus baik pada musim barat
maupun pada musim timur di imbangi dengan arus menyusur pantai yang bergerak turbulen
karena terhalang semenanjung blambangan dan tanjung benoa. Kondisi arus yang turbulen ini
menjadikan zat hara dan komponen lainnya tertahan hanya di selat bali. Kondisi inilah yang
kemungkinan merupakan penyebab selat Bali selalu dalam kondisi yang relatif subur, baik yang
disebabkan oleh menumpuknya zat hara maupun proses up welling yang terjadi (Gambar 3.12).

3.18
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Gambar 3.12 Pola Arus selat Bali (Priyono, Yunanto dan Arief, 2010 - Balai Riset dan Observasi
Kelautan)

2.7 Ekosistem Kawasan


Terdapat tiga pendekatan keanekaragaman hayati, yakni tingkat ekosistem, tingkat
taksonomik atau spesies dan tingkat genetik :
1) Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan susunan bentang alam,
daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme hidup (tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan fisiknya.
2) Keanekaragaman spesies: adalah keanekaan spesies organisme yang menempati suatu
ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian masing-masing organisme
mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain.
3) Keanekaragaman genetis: adalah keanekaan individu di dalam suatu spesies. Keanekaan ini
disebabkan oleh perbedaan genetis antarindividu. Gen adalah faktor pembawa sifat yang
dimiliki oleh setiap organisme serta dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya
Ekosistem merupakan hubungan antara satu kesatuan komunitas biologi dengan lingkungan
fisik yang melingkupinya. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap struktur dan karakteristik
komunitas biologi, namun sebaliknya komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik
dari ekosistem. Ekosistem suatu wilayah terbentuk sebagai hasil interaksi proses dinamis dari
lingkungan fisik (aspek-aspek geologi meliputi topografi, litologi, hidrologi, aktivitas vulkanis, erosi
dan sedimentasi; aspek-aspek geofisika meliputi suhu, cuaca, hujan, penyinaran matahari, angin,
dll) dan proses biologi. Ditinjau dari tingkatan ekosistem, Kawasan Pariwisata Soka memiliki
beberapa tipe ekosistem wilayah yaitu ekosistem hutan, ekosistem sungai, ekosistem lahan
pertanian, ekosistem pantai, ekosistem hunian manusia dan ekosistem pesisir.

3.19
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.7.1 Ekosistem Hutan


Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting di muka
bumi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di suatu wilayah. Ada tujuh
fungsi hutan yang sangat membantu kebutuhan dasar “basic needs” kehidupan manusia, yaitu:
1) Hidrologis, hutan merupakan gudang penyimpan air dan tempat menyerapnya air hujan
maupun embun yang pada khirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai melalui mata air-
mata air yang berada di hutan. Dengan adanya hutan, air hujan yang berlimpah dapat
diserap dan disimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma.
2) Melihat topografi Bali, berbukit dan bergunung-gunung, sehingga banyak lahan-lahan kritis
yang mudah tererosi apabila datang hujan. Keberadaan hutan sangat berperan melindungi
tanah dari erosi dan longsor.
3) Di dalam hutan terjadi daur unsur hara dan melalui aliran permukaan dapat mengalirkan
hara ke area sekitarnya.
4) Sebagai pengatur iklim, melalui kumpulan pohon-pohonnya dapat memproduksi oksigen
yang diperlukan bagi makhluk hidup dan penyerap carbondioksida. Sehingga perannya
sangat nyata dalam mitigasi pemanasan global. Siklus yang terjadi di hutan, dapat
mempengaruhi iklim suatu wilayah.
5) Hutan memiliki jenis kekayaan flora dan fauna sehingga fungsi hutan yang penting lagi
adalah sebagai area yang memproduksi embrio-embrio flora dan fauna yang bakal
menembah keanegaragaman hayati. Dengan salah satu fungsi hutan ini, dapat
mempertahankan kondisi ketahanan ekosistem di satu wilayah.
6) Hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam baik berupa kayu maupun non kayu.
7) Hutan memiliki jasa lingkungan bagi pariwisata serta penambah estetika alam bagi bentang
alam wilayah
Di Kawasan Pariwisata Soka terdapat sebuah kawasan hutan yaitu kawasan hutan Yeh Leh-
Yeh Lebah (RTK 12). Kawasan hutan ini luasnya 4.195,30 ha, ditetapkan fungsinya sebagai hutan
lindung. Sebaran kawasan hutan Yeh Leh-Yeh Lebah meliputi wilayah Kecamatan Selemadeg Barat
(Desa Selabih), Kecamatan Pupuan, Kecamatan Busungbiu dan Kecamatan Pekutatan.
3.7.2 Ekosistem Sungai
Sungai merupakan badan air permukaan (surface water body) yang dicirikan sebagai perairan
mengalir (lotik) dimana arus air bersifat searah, dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase.
Sungai mempunyai fungsi fisik, biologi dan kimiawi. Fungsi fisik sungai yang utama adalah
menampung sementara curah hujan, mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi pada
daerah aliran sungai (DAS) dan alurnya. Berdasarkan kondisi alirannya, sungai dapat
dikelompokkan menjadi tiga tipe aliran yaitu:
 Sungai tipe parennial, yaitu sungai yang memiliki aliran sepanjang tahun.
 Sungai tipe annual, yaitu sungai yang alirannya besar pada musim hujan akan tetapi pada
musim kemarau sangat kecil sampai tidak ada aliran air.
 Sungai tipe intermitten, yaitu sungai yang alirannya hanya ada pada saat hujan, satu jam
setelah hujan alirannya berhenti.
Fungsi biologi sungai yaitu sebagai medium kehidupan atau habitat biota perairan dan alur
migrasi biota dari air tawar ke air laut dan sebaliknya dalam siklus perkembangbiakan jenis-jenis
biota perairan tertentu. Sedangkan fungsi kimiawi sungai adalah melakukan proses perombakan
biokimia bahan-bahan pencemar dalam air. Berdasarkan fungsi-fungsi fisik, biologi dan kimia
sungai dalam sistem sumberdaya alam yang dikelola manusia, sumberdaya alam ekosistem sungai
dimanfaatkan dalam bentuk kegiatan ekonomi (pengairan tanaman, budidaya perairan,

3.20
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

penangkapan ikan, pertambangan, pariwisata, dll), sosial budaya (air minum, MCK, rekreasi,
upacara keagamaan), pembuangan ”limbah” dan lain sebagainya.
Kawasan Pariwisata Soka sebagai wilayah pesisir merupakan muara dari beberapa sungai
besar yang terdapat di Kabupaten Tabanan. Sungai-sungai besar tersebut meliputi Tukad Yeh Abe,
Tukad Yeh Ho, Tukad Yeh Matan, Tukad Yeh Otan, Tukad Yeh Balian dan Tukad Bakung. Sungai-
sungai tersebut secara biologi berperan sebagai habitat keanekaragaman jenis biota air seperti
berbagai jenis ikan dan udang air tawar dan udang air payau. Di wilayah muara, sungai-sungai
besar tersebut membentuk suatu sistem ekologi yang khas yaitu ekosistem muara sungai
(estuaria), sebagian tertutup tempat air tawar dan air laut (air asin) bertemu dan bercampur,
dimana ekosistem ini pada umumnya didominasi oleh keberadaan substrat berlumpur. Ekosistem
muara sungai secara ekologi berfungsi sebagai habitat berbagai biota laut dan biota perairan tawar
yang telah menyesuaikan diri hidup pada kondisi salinitas yang berubah-ubah sesuai dengan
kondisi pasang surut dan aliran air sungai.
Secara fisik, ekosistem sungai di Kawasan Pariwisata Soka berperan penting dalam
mempengaruhi stabilitas daerah pantai melalui proses erosi dan sedimentasi. Sungai-sungai di
kawasan ini umumnya merupakan sungai meander dimana aliran air di muara berubah-ubah ke
arah kanan dan kiri yang cenderung mengikis daratan sehingga menjadi faktor kunci terjadinya
erosi/abrasi pantai di kawasan ini.
Ekosistem muara sungai dicirikan oleh vegetasi yang rapat pada tepian atau pinggir sungai.
Di sini terdapat vegetasi mangrove dan asosiasinya. Vegetasi mangrove major yang terdapat di
muara sungai yaitu bakau (Rhizophora), prapat (Sonneratia), api-api (Avicennia) dan taruntum
(Lumnitzera racemosa) dengan kerapatan rendah. Sedangkan vegetasi mangrove minor yaitu
nipah (Nipa frusticans). Vegetasi asosiasi mangrove meliputi waru laut (Hibiscus tiliaceus), jeruju
(Acanthus ilicifolius), ketapang (Therminalia cattapa), gambir laut (Clerodendum enerme) dan buta-
buta (Excoecoria agallocha).
Biota laut yang terdapat pada ekosistem estuaria tersebut antara lain ikan belanak (Mugil
spp.), ikan pepetek (Leiognathus pauulus), ikan kerong (Terapon jarbua), udang penaeid (Penaeus
spp.) dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Sedangkan ikan air tawar meliputi ikan-ikan
jenis Tilapia.
Salah satu sumberdaya ikan ekonomi penting yang terdapat di ekosistem muara sungai
Kabupaten Tabanan yaitu “impun”. “Impun” adalah sekumpulan larva dan juvenil ikan yang
melakukan migrasi katadromos dari laut ke perairan tawar. Komunitas impun didominasi oleh
larva ikan Gobiidae. Di dalamnya juga terdapat larva sidat (Anguilla spp.) stadia elver.
Penangkapan impun telah menjadi tradisi bagi masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Tabanan.
Impun memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai bahan penganan yang khas di Kabupaten Tabanan.
Tradisi yang sama juga dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah yang memiliki sumberdaya
impum khususnya masyarakat di sekitar muara sungai dan perairan teluk yang berhadapan
dengan Samudera Hindia, sebagai contoh, di Pelabuhan Ratu, tradisi penangkapan impun disebut
“Nyalawean”.
Larva-larva ikan (impun) tersebut melakukan migrasi dari laut ke sungai bersifat musiman,
umumnya dipengaruhi oleh suhu air. Tradisi penangkapan impun terutama di muara Tukad Yeh
Empas dan Tukad Balian. Musim penangkapan impun pada bulan Mei sampai Juli. Penangkapan
impun dilakukan dengan tiga cara yaitu menggunakan seser segitiga yang didorong, seser
berkantong yang di tarik di muara sungai dan dengan menggunakan perangkap di sungai.
Penangkapan impun dengan seser di muara sungai dilakukan pada saat subuh atau sebelum
matahari terbit. Sedangkan penangkapan dengan perangkap dilakukan dengan membendung aliran
sungai (membuat rintangan) sehingga aliran air hanya terpusat di suatu celah dan impun akan
mengumpul mencari celah air tersebut untuk melewati rintangan tersebut.

3.21
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.7.3 Ekosistem Lahan Pertanian


Suatu ekosistem seringkali diberi nama berdasarkan jenis atau kelompok jenis dominan,
seperti ekosistem padang rumput, ekosistem mangrove, ekosistem hutan, dll. Dominansi jenis atau
kelompok jenis tersebut dapat dalam bentuk dominansi populasinya ataupun dominansi
peranannya dalam ekosistem. Namun demikian, pada umumnya dominansi peran sangat
ditentukan oleh dominansi populasi jenis. Ekosistem lahan pertanian dicirikan oleh lahan/tanah
yang dikelola manusia dan tanaman budidaya yang dominan beserta komponen-komponen hayati
lainnya yang berasosiasi. Berdasarkan atas kelompok komoditas pertanian utama, ekosistem
pertanian yang terdapat di Kawasan Pariwisata Soka dapat dibedakan atas ekosistem perkebunan
yaitu ekosistem pertanian yang didominasi oleh tanaman tahunan; ekosistem sawah yaitu
ekosistem pertanian yang didominasi oleh tanaman semusim lahan basah; dan ekosistem
ladang/tegalan yaitu ekosistem pertanian yang didominasi oleh tanaman semusim lahan kering.
Pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila pendekatan ekologis dalam
penggunaan dan pengelolaan sumberdaya mampu mempertahankan kualitas sumberdaya,
termasuk lahan, serta meningkatkan kemampuan agro-ekosistem (ekosistem pertanian) secara
keseluruhan, baik itu manusia, lahan, tanaman, hewan maupun organisme tanah. Gangguan pada
ekosistem menyebabkan terganggunya keseimbangan energi dan siklus materi (H2O, C, N, S, P) dan
unsur-unsur lain.
Tanah terbentuk pada berbagai landform, bahan induk, dan kondisi iklim, maka tanah
memiliki selang sifat yang sangat besar dalam menentukan kesesuaian zonasi tanaman. Faktor-
faktor yang menentukan zonasi ekosistem pertanian yaitu ketinggian tempat (dataran rendah <700
m dpl, dataran tinggi >700 dpl), curah hujan/tipe iklim (iklim basah tipe iklim A,B,C serta iklim
kering tipe iklim D,E,F menurut Oldemman), dan kemiringan lahan.
Ekosistem lahan pertanian di Kawasan Pariwisata Soka menunjukkan sistem zonasi yang jelas
sebagai cerminan variasi faktor-fektor landform, bahan induk dan kondisi iklim. Wilayah Desa
Selabih dan Lalanglinggah didominasi oleh ekosistem pertanian perkebunan. Desa Berembeng,
Tegal Mengkep, Beraban, Tibubiyu dan Kelating didominasi oleh ekosistem pertanian lahan basah,
sedangkan Desa Antap berada diantaranya (peralihan).
3.7.4 Ekosistem Pantai
Bebebrapa pantai di Kawasan Pariwisata Soka memiliki gumuk pasir yang lebar dan
membentuk suatu ekosistem pantai seperti Pantai Balian, Bantai Bebali, Pantai Klecung, Pantai
Pasut dan Pantai Kelating. Berdasarkan susunan vegetasinya, vegetasi ekosistem pantai di
Kabupaten Tabanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu formasi pes-caprae, dan formasi
Baringtonia. Fomasi pes-caprae dicirikan substrat berpasir, tumbuhan yang dominan kangkung
laut (Ipomoea pes-caprae). Tumbuhan lainnya adalah rumput lari (Spinifex littoreus), gambir laut
(Clerodendron inerme) dan biduri (Calotropis gingantea), pandan (Pandanus tectorius). Formasi
pes-caprae ini mempunyai peran penting dalam menjaga kestabilan sedimen pantai (pasir), baik
oleh pengaruh ombak, angin maupun aliran air hujan permukaan.
Formasi Baringtonia adalah vegetasi pantai yang didominasi oleh pohon Baringtonia (butun).
Vegetasi lainnya adalah nyamplung (Callophyllum inophyllum), waru laut (Thesfesia populnea),
ketapang (Terminalia catappa), bogonala (Hermandia feltata).
3.7.5 Ekosistem Pesisir
Di wilayah pesisir Kawasan Pariwisata Soka terdapat hamparan ekosistem pesisir berupa
ekosistem pantai pasang surut dan ekosistem terumbu karang. Ekosistem pantai pasang surut
merupakan tipe ekosistem pantai berbatu yang berada pada zona eulitoral (pasang surut) sampai
sublitoral merupakan habitat bagi rumput laut, hewan avertebrata seperti kelompok bulu babi dan
kerang-kerangan, kepiting, dan lobster. Di beberapa lokasi, ekosistem pantai berbatu ini

3.22
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

merupakan habitat terumbu karang, seperti pantai Klecung, pantai Klecung, pantai Soka, pantai
Batulumbang, pantai Batulumbang, pantai Bonian, Enjung Payukubaya dan pantai Balian.
Rumput laut
Rumput laut (seaweed) atau alga makro adalah tumbuhan laut golongan atau divisi
Thallophyta tanpa daun, akar, rongga, batang, baik yang susunannya tunggal/monoselular maupun
multiselular. Dengan demikian, rumput laut secara biologi sebenarnya bukan merupakan kelompok
tumbuhan ”rumput” melainkan termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan
berklorofil, dimana hidupnya bersifat bentik di daerah perairan dangkal, berpasir, berbatu,
berlumpur atau pasir berlumpur. Divisi Thallophyta ini mempunyai empat kelas besar, yaitu
Rhodophyceae (algae merah), Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau) dan
Cyanophyceae (alga biru-hijau). Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai penghasil agar-agar, algin dan karginan dengan beragam
kegunaan, seperti sebagai bahan makanan, obat-obatan dan kosmetika, dan bahan baku berbagai
industri.
Karena habitat rumput laut di wilayah pantai ini merupakan substrat keras seperti batu
karang dan batuan vulkanik dengan kondisi ombak dan arus air deras maka jenis-jenis rumput laut
yang terdapat di perairan tersebut merupakan jenis-jenis yang tumbuh melekat pada substrat
keras. Zonasi tumbuhnya rumput laut yaitu pada zona eulitotal dan zona sublitoral.
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan (2012), jenis-jenis rumput laut
yang terinventarisasi di wilayah pesisir Kabupaten Tabanan termasuk Kawasan Pariwisata Soka
sangat didominasi oleh kelompok alga koralin (coralline algae) dari Kelas Rhodophyta. Selain alga
koralin, alga dari Kelas Rhodophyta secara keseluruhan mendominasi habitat ekosistem berbatu.
Dari beberapa jenis rumput aut yang ditemukan, terdapat dua jenis yang memiliki nilai ekonomis
penting dan tinggi kelimpahan di perairan pesisir Kabupaten Tabanan yaitu jenis Gelidium sp. dan
Sargasum sp. Adapun jenis-jenis alga (rumput laut) yang ditemukan di ekosistem berbatu
Kabupaten Tabanan yaitu:
 Kelas Rhodophyta (alga merah) meliputi : Gelidium sp., Actinotrichia sp., Halymenia sp.,
Acanthophora sp., Corallina sp., Amphiroa sp., Laurencia sp., Porphyra sp., dan Rhodomenia
sp.
 Kelas Chlorophyta (alga hijau), meliputi: Caulerva sp., Velonia sp., Codium sp., dan Hamineda
sp.
 Kelas Phaeophyta (alga coklat), meliputi: Dictyota sp., Laminaria sp., Sargasum sp.,
Turbinaria., dan Padina sp.

Avertebrata
Ekosistem pantai berbatu merupakan habitat bagi berbagai jenis avertebrata yang bersifat
sesil atau mempunyai organ melekat pada substrat atau menghuni lubang dan celah-celah pada
batuan sebagai adaptasi terhadap kondisi oseano-grafi ekstrim khususnya aksi ombak. Hewan
avertebrata yang terdapat di habitat pantai berbatu yang ditemukan di Kabupaten Tabanan
meliputi kelompok krustase (kepiting dan udang barong), moluska (tiram, siput dan siton), dan
(bulu babi).
Ekosistem pantai berbatu merupakan habitat khas bagi kepiting jenis Gapsus tenuicristatus.
Kepiting ini termasuk jenis edible (dapat dikonsumsi) yang umumnya menghuni zona eulitoral dan
supralitoral pada habitat pantai berbatu dengan kelimpahan yang tinggi. Jenis kepiting lainnya yang
menghuni zona eulitoral dan sublitoral yaitu kelompok kepiting batu (famili Xanthidae). Kepiting
batu menghuni lubang dan celah-celah batu, jenis-jenis yang ditemukan meliputi jenis Pilodius sp.,
Eriphia sp., Atergatis sp. dan Lophozozymus sp

3.23
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Ekosistem pantai berbatu di Kabupaten Tabanan merupakan habitat bagi udang barong
(lobster). Nelayan di desa-desa pantai biasanya menangkap lobster pada ekosistem pantai berbatu
dengan memasang jaring klitik dan bubu bambu. Bubu ditempatkan pada celah-celah batuan
sedangkan jaring klitik biasanya dipasang di rataan batuan.
Jenis-jenis moluska yang ditemukan pada ekosistem berbatu di pesisir Kabupaten Tabanan
yaitu siton, tiram dan siput. Siton (Acantholeura spinosa) hidup menempel pada celah-celah dan
lubang dinding tebing pantai yang masih tergenangi air pada saat pasang dan dijumpai pula sampai
zona sublitoral. Siton termasuk komoditi bernilai ekonomis penting akan tetapi belum
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Jenis kerang-kerangan ekonomis penting yang cukup
tinggi kelimpahannya pada habitat pantai berbatu khususnya pada zona dinding-dinding pantai
bertebing dan bongkah-bongkah di pantai yaitu tiram (Crassostrea sp.) dan kerang bercangkang
satu (Siphonaria atra). Komoditi inipun belum dimanfaatkan.
Jenis-jenis siput yang dinventarisasi pada ekosistem pantai berbatu yang menghubi zona
eulitoral dan supralitoral yaitu Monodonta labio. Jenis ini merupakan siput yang dapat dikonsumsi
tetapi belum dimanfaatkan. Sedangkan jenis-jenis siput pada zona eutlitoral yaitu lola (Trochus
spp.), Cypraea spp., dan mata bulan (Turbo spp.).
Terumbu karang
Terumbu karang merupakan endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh
organisme (hewan) karang. Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai jenis biota laut
sehingga berperan penting dalam pengawetan keanekaragaman hayati termasuk mendukung
produktivitas perikanan laut dangkal. Struktur terumbu karang juga merupakan benteng alamiah
yang melindungi pantai dari ancaman abrasi karena dapat meredam energi gelombang sebelum
menghantam pantai.
Berdasarkan hasil survei, terumbu karang yang berkembang di perairan pesisir Kabupaten
Tabanan merupakan terumbu tepi yang merupakan kelanjutan ekosistem pantai berbatu. Kondisi
perairan pesisir Kabupaten Tabanan memiliki gelombang tinggi dan ombak yang ekstrim serta
tingkat turbulensi yang tinggi menyebabkan terumbu karang yang berkembang di wilayah ini
umumnya merupakan terumbu karang kerak (encrusting coral), karang masif (massive coral) dan
karang lunak (soft coral). Faktor pembatas lainnya bagi perkembangan terumbu karang adalah
tingkat kekeruhan perairan yang tinggi dan bahkan seringkali terjadi pelumpuran pada saat musim
hujan karena banyaknya sungai-sungai besar yang bermuara di daerah pantai. Pantai-pantai yang
menjadi habitat terumbu karang adalah pantai-pantai berbatu yang umumnya mempunyai
berombak ekstrim. Sebaran terumbu karang yang teridentifikasi di pesisir Kabupaten Tabanan yaitu
Tanah Lot, Pantai Kedungu, pantai Kelecung (Desa Tegal Mengkep), pantai Soka, pantai Bonian,
pantai Batulumbang, Enjung Payukubaya (Desa Antap) dan pantai Balian (Desa Lalanglinggah).
Pemetaan terhadap luas sebaran terumbu karang tidak memungkinkan dilakukan karena pantai-
pantai tersebut berombak ekstrim dan arus yang kuat.
Struktur komunitas ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Kabupaten Tabanan terdiri
dari beberapa jenis karang Scleractinia dengan penutupan yang sangat jarang yang didominasi tipe
karang kerak dan karang masif. Karang bercabang yang dijumpai hanya jenis Pocillopora. Terumbu
karang umumnya berasosiasi dengan hamparan alga merah dan alga koralin, sponge dan berbagai
jenis gorgonian.

3.24
PEMERINTAH PROVINSI BALI
BADAN LINGKUNGAN HIDUP

3.25

Anda mungkin juga menyukai