Anda di halaman 1dari 15

PEMAKAIAN BIOGAS DALAM PEMANFAATAN ENERGI TERBARUKAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Konservasi

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sudarman, M.Pd

oleh:
1. Fatkur Rohman (0501518006)
2. Agus Rudianto (0501518007)

Program Studi Pendidikan Kejuruan, S2

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Pemakaian Biogas Dalam Pemanfaatan Energi Terbarukan” dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Wawasan Konservasi. Kami berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
2.1 Pembahasan ....................................................................................................3
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................9
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Energi memiliki peranan penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan
manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.
Manusia telah terbiasa menggunakan energi listrik, energi minyak bumi dan gas, serta
energi mineral dan batu bara untuk kebutuhan sehari-hari dan industri. Pada dasarnya,
pemanfaatan energi tersebut oleh manusia memang sudah dilakukan sejak dahulu.
Pemanfaatan energi yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan
masalah krisis energi. Salah satu gejala krisis energi yang terjadi akhir-akhir ini yaitu
kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), seperti minyak tanah, bensin, dan solar. (Wahyuni,
2011 dalam Putri, 2015).
Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak
dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi
masalah energy bersama-sama. Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah
maupun miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang
memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena digunakan
untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah
di pasar (Meylinda, 2015 dalam Oktarina, 2017).
Energi alternatif yang dinamakan biogas, ini dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala
besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan
sumber energy alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi Biogas yang
utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda (Wahyu, 2009 dalam Oktarina,
2017).
Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi,
sehingga dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan
baik. Limbah dapat berasal dari berbagai sumber hasilbuangan dari suatu proses produksi
salah satunya limbah peternakan. Limbah tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan,
pengolahan produksi ternak, dan hasildari kegiatan usaha ternak. Limbah ini dapat berupa
limbah padat, cair, dan gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk
pada lingkungan (Salundik, 2015).

1
Limbah yang berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi apabila
diolah dengan perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah
limbah peternakan tersebut. Salah satunya pengolahan kotoran menjadi pupuk kandang, cara
ini merupakan cara yang paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu kotoran ternak
dibiarkan hingga kering. Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut belum bisa
dikatakan ramah lingkungan, karena kotoran ternak yang diolah dengan cara dikeringkan
akan menimbulkan pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat yang
ditimbulkan dari kotoran ternak akan mengganggu pernafasan yang menyebabkan gangguan
kesehatan (Salundik, 2015).
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan
menimbulkan pemikiran untuk mengolah kotoran ternak tersebut menjadi suatu produk yang
lebih bermanfaat. Permasalahan pengelolaan sampah tersebut dapat diminimalkan dengan
menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu (Integrated Solid Waste Management/ISWM),
diantaranya waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi (Damanhuri 2010 dalam
Salundik, 2015). Kotoran ternak diolah dengan cara yang lebih baik akan bernilai ekonomi
tinggi seperti pemanfaatan kotoran tersebut sebagai bahan pembuatan biogas, pupuk padat,
dan pupuk cair. Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas pupuk pada ataupun pupuk cair
akan menambah nilai ekonomis dari kotoran ternak tersebut (Salundik, 2015).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan biogas?
2. Bagaimana proses pembuatan biogas?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi produksi biogas?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian secara luas dan manfaat pengunaan biogas.
2. Mengetahui proses pembuatan biogas.
3. Mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi produksi biogas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembahasan
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahanbahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam
kondisi kedap udara). Pada umum-nya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk
menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti
kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana
(Sugi dkk, 2015 dalam Oktarina, 2017).
Arti lain yaitu Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-
bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen
biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi berupa gas Methan (CH4) sekitar 54-70%,
Karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%, Nitrogen (N2) 3% - 5%, Hidrogen (H2) sebesar 1%,
0,1% Karbonmonoksida (CO), 0,1% Oksigen (O2), dan sedikit Hidrogen Sulfida (H2S). Gas
Methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar
yangberguna karena mempunyai nilai kalor yangcukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai
6700kkal/m3, sedangkan gas metana murnimengandung energi 8900 Kcal/m3. Karena nilai
kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat digunakan untuk keperluan penerangan,
memasak, menggerakan mesin dan sebagainya (Sunaryo, 2014).
Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah lingkungan
merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu memanfaatkan alam tanpa
merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga. Manfaat lain mengolah kotoran sapi
menjadi energi alternatif biogas adalah dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga
keuntungan yang dapat diperoleh adalah:
1. Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan pestisida.
2. Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan
pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM.
3. Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan pestisida
organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan ekosistem untuk
menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan (Putro, 2007).

3
Proses pembentukan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya
gas metana dalam kondisi anaerob di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas
Metana (CH4) dan gas Karbondioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas Hidrogen
(H2), gas Nitrogen (N2), dan gas Hidrogen Sulfida (H2S). Proses fermentasi memerlukan
waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum 350C dan pH
optimum pada range 6,4-7,9. Bakteri pembentuk biogas yang digunakan yaitu bakteri
anaerob seperti Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus, dan Methanosarcina.
Reaksi pembentukan CH4 :
Reaksi kimia pembentukan biogas (gas metan) ada 3 tahap, yaitu :
1. Reaksi Hidrolisis (Tahap Pelarutan): Pada tahap ini bahan yang tidak larut seperti
selulosa, polisakarida, dan lemak diubah menjadi bahan yang larut dalam air seperti
karbonhidrat dan asam lemak. Tahap pelarutan berlangsung pada suhu 250C di digester.
2. Reaksi Asidogenik (Tahap Pengasaman): Pada tahap ini, bakteri asam menghasilkan
asam asetat dalam suasan anaerob. Tahap ini berlangsung pada suhu 250C di digester.
3. Reaksi Metagonik (Tahap Gasifikasi): Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas
metana secara perlahan secara anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan
suhu 250C di dalam digester. Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30% CO2, sedikit
H2 dan H2S (Priyadi, 2016).

Gambar 1. Reaksi Kimia Pembentukan Biogas


4
Proses anaerob dikendalikan oleh dua golongan mikroorganisme (hidrolitik dan
metanogen). Bakteri hidrolitik terdapat dalam jumlah yang besar dalam kotoran karena
reproduksinya sangat cepat. Organisme ini memecah senyawa organik kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Senyawa sederhana diuraikan oleh bakter penghasil asam
acid-forming bacteria menjadi asam lemak dengan berat molekul rendah seperti asam asetat
dan asam butirat. Selanjutnya bakteri metanogenik mengubah asam-asam tersebut menjadi
metana. Metanogenesis merupakan tahapterakhir dari keseluruhan proses dalam tahap
konversi anaerobik dari bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Mikroba
menggunakan substrat sederhana berupa asetat atau komponen komponen karbon tunggal
seperti CO2, H2, asam format, metanol, metilamin dan CO. Kurang lebih 70% produksi gas
metana dihasilkan oleh spesies bakteri metanogenesis dengan substrat metalasetat
(Yulistiawati, 2008).
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama
bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-500C, dimana pada suhu
tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan-bahan organik secara optimal. Hasil
perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat pada
tabel di bawah ini:
Table 1. Komposisi Biogas (%) Kotoran Sapi dan Campuran Kotoran Ternak dengan Sisa
Pertanian.

Jenis Gas Kotoran Campuran Kotoran + Sisa


Sapi Pertanian
Metan (CH4) 65,7 54 – 70
Karbon dioksida (CO2) 27,0 45 – 57
Nitrogen (N2) 2,3 0,5 – 3,0
Karbon monoksida (CO) 0 0,1
Oksigen (O2) 0,1 6,0
Propena (C3H8) 0,7 -
Hidrogen sulfide (H2S) - Sedikit
Nilai kalori (kkal/m2) 6513 4800 – 6700
Sumber: Harahap, dkk 1978 dalam Simamora, dkk 2008.

5
Kotoran dari 1 ekor ternak sapi dapat menghasilkan kurang lebih 2 m3 biogas per
hari. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain:
Tabel 2. Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lain
0,46 kg LPG
0,62 liter minyak tanah
3
1 m biogas 0,52 liter minyak solar
0,08 liter bensin
3,50 kg kayu bakar
Sumber: Wahyuni, 2011.

Berikut adalah tabel yang berisi nilai kesetaraan biogas dan energi yang
dihasilkannya.
Tabel 3. Nilai Kesetaraan Biogas Dan Energi yang Dihasilkannya.
Aplikasi 1m3 biogas untuk Aplikasi 1m3 biogas setara dengan
60 - 100 watt lampu bohlam selama
Penerangan
6 jam
Dapat memasak tiga jenis bahan
Memasak
makanan untuk keluarga (5-6 orang)
Pengganti bahan Bakar 0,7 liter minyak tanah
Dapat menjalankan satu motor
Tenaga
tenaga kuda selama 2 jam
Pembangkit tenaga listrik Dapat menghasilkan 1,25 kwh
Sumber: Kristoverson dan Bokalders, 1991 dalam Hambali, 2007.

Komponen reaktor bangunan untuk biogas skala rumah tangga yaitu:


a. Inlet adalah tempat mencampur kotoran hewan dan air.
b. Pipa inlet adalah saluran campuran kotoran hewan dan air masuk ke reaktor.
c. Tangki reaktor adalah tempat campuran kotoran hewan dan air berfermentasi dan
menghasilkan gas.
d. Kubah adalah gas yang dihasilkan ditampung disini dan dialirkan ke atas melalui pipa
utama.
e. Manhole adalah lubang penghubung tangki dan outlet.
f. Penampung limbah biogas/slurry pit adalah limbah biogas yang bermanfaat sebagai
pupuk organik.
g. Outlet adalah limbah biogas yang terdorong keluar dari reaktor.
h. Pipa gas utama adalah pipa yang mengalirkan gas dari reaktor kerumah.
i. Katup gas utama adalah katup yang mengatur aliran gas.
6
j. Water drain adalah saluran pembuangan air dari pipa.
k. Kompor biogas adalah kompor yang digunakan untuk memasak dengan biogas.
l. Manometer adalah meteran yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan gas yang
masih bisa digunakan.
m. Kebutuhan bahan baku berupa kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi.

Gambar 2. Reaktor biogas

Adapun cara pengoperasian reaktor biogas skala rumah tangga:


1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian selanjutnya akan
berlangsung proses produksi biogas ke dalam reaktor.
3. Setelah kurang lebih 10 hari air yang ada di dalam manometer akan terlihat naik karena
adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar,
kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Sekali-sekali water drain dibuka untuk membuang air yang ada di dalam reaktor agar
terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas
tanpa ada penghalang.
5. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap pagi dan sore. Sisa
pengolahan bahan biogas berupa slurry (lumpur) secara otomatis akan keluar dari
reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan
7
biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan
basah maupun kering.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor pendukung
untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang optimal bagi
pertumbuhan bakteri perombak. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi biogas
sebagai berikut (Simamora dkk, 2006), yaitu:
1. Kondisi anaerob atau kedap udara
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme
anaerob. Karena itu, intalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan anaerob).
2. Bahan baku isian
Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian,
sisa dapur, dan sampah organik. Bahan baku isian ini harus terhindar dari bahan anorganik
seperti pasir, batu, plastik, dan pecahan kaca.
Bahan isian ini harus mengandung bahan kering sekitar 7-9%. Keadaan ini dapat
dicapai dengan melakukan pengenceran menggunakan air yang perbandingannya 1:1
(bahan baku:air).
3. Imbangan C/N
Imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik
sangat menetukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C/N yang ptimum
bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran (feses dan urine) sapi perah,
mempunyai kandungan C/N sebesar 18. Karena itu, perlu ditambah dengan limbah
pertanian lain yang mempunyai imbanganC/N yang tinggi (lebih dari 30).
Tabel 4. Rasio C/N dari beberapa bahan organic
Bahan Rasio C/N
Kotoran bebek 8
Kotoran manusia 8
Kotoran ayam 10
Kotoran kambing 12
Kotoran babi 18
Kotoran domba 19
Kotoran kerbau/sapi 24
Eceng gondok 25
Kotoran gajah 43
Batang jagung 60
Jerami padi 70
Jerami gandum 90
Serbuk gergaji Di atas 200
Sumber: Karki dan Dixit, 1984 dalam Wahyuni, 2011.

8
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap mikroorganisme, derajat keasaman
yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,4-7,9. Pada tahap awal fermentasi
bahan organik akan terbentuk asam (asam organik) yang akan menurunkan pH. Mencegah
terjadinya perunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca (OH)2)
atau kapur (CaCO3).
5. Suhu
Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan suhu yang mendadak
di dalam instalasi pengolah biogas. Upaya praktis untuk menstabilkan suhu adalah dengan
menempatkan instalasi biogas di dalam tanah. Biasanya, suhu optimum untuk produksi
biogas adalah 32-37 º C. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan digester rentan
mengalami kerusakan, sehingga dibutuhkan pemeliharaan yang saksama. Penggunaan
digester yang kedap udara seperti fiber glass dapat membantu mengatasi perubahan suhu
karena selama proses fermentasi tidak akan terpengaruh oleh suhu udara luar.
6. Loading rate (laju pengumpanan)
Loading rate adalah jumlah bahan pengisi yang harus dimasukkan ke dalam
digester per unit kapasitas per hari. Agar fermentasi berlangsung dengan optimal, perlu
pengisian bahan organik yang kontinu setiap hari dengan memperhitungan waktu tiggal
dan volume digester. Jumlah bahan pengisi yang terlalu banyak dapat mengganggu proses
akumulasi asam dan produksi metana, sebaliknya bila terlalu sedikit maka produksi biogas
menjadi rendah.
7. Zat toksin
Zat toksin yang terkandung dalam bahan organik atau alat produksi biogas dapat
menjadi penghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan produksi
biogas. Zat toksin tersebut di antaranya ion mineral dan logam berat, seperti tembaga,
detergen, pestisida, kaporit, dan antibiotik yang bersifat racun. Ion mineral dibutuhkan
untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme dalam digester. Namun, jika terlalu
banyak dapat menjadi racun bagi mikroorganisme tersebut. Untuk mengurangi
pencampuran bahan baku organik dengan zat toksin, sebaiknya tidak menggunakan air
campuran yang mengandung toksin, seperti air sawah yang telah disemprot pestisida,
campuran air sabun, dan sumber air yang tercemari oleh bahan kimia lainnya.

9
8. Pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan bahan baku pembutan biogas.
Pengadukan dilakukan sebelum bahan tersebut ke dalam digester dan setelah berada di
dalam digester. Selain untuk mencampur bahan, pengadukkan juga berfungsi untuk
mencegah terjadinya pengendapan di dasar digester yang dapat menghambat pembentukan
biogas. Pengendapan terjadi jika bahan yang digunakan berasal dari kotoran kering.
Setelah ditambahkan air sampai kekentalan yang diinginkan, pengadukan mutlak
diperlukan agar kotoran tidak mengendap.
9. Waktu retensi
Waktu retensi adalah rata-rata periode saat bahan masukan masih dalam digester
dan selama proses fermentasi oleh bakteri metanogen. Waktu retensi sangat dipengaruhi
oleh faktor lainnya, seperti suhu, pengenceran, dan laju pemasukan bahan. Waktu retensi
atau waktu tinggal yang dibutuhkan di dalam digester sekitar 29-60 hari, tergantung pada
jenis bahan organik yang digunakan. Waktu retensi akan semakin singkat jika suhu lebih
dari 35ºC.
10. Starter
Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga
menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang telah dijual komersial.
Bisa juga menggunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Biogas bersifat flameable atau mudah terbakar oleh karena itu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar atau pengahasil energi alternatif.
2. Biogas merupakan salah satu alternatif bahan bakar ramah lingkungan yang berbahan
dasar sampah organik atau kotoran hewan ternak.
3. Energi biogas dapat mengurangi pencemaran atau polusi terhadap lingkungan dan
pengembangan alternatif biogas ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hambali, Erliza dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Oktarina, Nita,. Dkk. 2017. Pembuatan Gasbio Sederhana Dari Kotoran Sapi. Jurnal Nasional
Ecopedon. JNEP. Vol. 4 No 1.

Priyadi, F. 2016. Studi Potensi Biogas dari Kotoran Ternak Sapi sebagai Energi Alternatif untuk
Penerangan. Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945.

Putri Herriyanti Andhina. 2015. Pengelolaan Limbah Ternak Sapi Menjadi Biogas. Majalah
Ilmiyah Pawiyatan. Vol 212, No 1.

Putro, Sartono. 2007. Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Energi
Biogas di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo.Warta. Vol 10,
No 2 Hal 178-188.

Salundik, dkk.2015.Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara Sederhana di Desa Pattalassang


Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Produksi Teknologi Hasil Peternakan.
Vol. 03 No.3. hal 171-177.

Salundik, dkk. 2015. Produksi Gas Metana (CH4) dari Feses Sapi FH Laktasi dengan Pakan
Rumput Gajah dan Jerami Padi, Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.
Vol.03 No.1 Hal 40-45.

Simamora, S. et al. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak Dan Gas Dari
Kotoran Ternak. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Simomara, S., Salundik, Sri Wahyuni, dan Sarajudin. 2008. Membuat Biogas Pengganti Bahan
Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Sunaryo.2014. Rancang Bangunan Reaktor Biogas Untuk Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak
Sapi di Desa Limbangan Kabupaten Banjarnegara. Jurnal PPKM UNSIQ. Vol 1 Hal
21-30.

Yulistiawati. 2008. Pengaruh Suhu dan C/Nrasio terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku
Sampah Organik Sayuran. Institut Teknologi Bandung

Wahyuni, Sri. 2009. Biogas. Jakarta: Penebar Swadaya.

-------------- . 2011. Menghasilkan Biogas Dari Aneka Limbah. Jakarta: PT ArgroMedia Pustaka.

12

Anda mungkin juga menyukai