Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[2] dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah
yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat[3] kemudian buatkanlah untukku
bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku
benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun
atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam
bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun).
Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau
atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang
pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-
Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan
dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibn Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah di
edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam.
Beliau mengatakan :
Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi
tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah
mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang
menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki
berbagai sifat yang maha indah dan agung
1. Ilmu Tauhid,
2. Ilmu Kalam,
3. Ilmu Ushuluddin,
4. Ilmu Syari’at,
5. Ilmu Tariqat,
6. Ilmu Hakekat,
7. Ilmu Ma’rifat.
1. lmu Tauhid
• Etimologis: menyatukan, menunggalkan, mengesakan.
• Terminologis: suatu ilmu yang menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang wajib dipercayai
dan dimakrifati.
2. Ilmu Kalam
• Etimologis: pembicaraan, perkataan.
• Terminologis: ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyyah
(rasional/ilmiah) dan sebagai perisai terhadap segala tantangan dari para kaum penantang.
3. Ilmu Ushuluddin
• “Ushul”: pokok,fondamen,prinsip,aqidah, peraturan. “addiin”: agama. Ushuluddin: pokok-
pokok atau dasar-dasar agama.
• Ilmu tauhid dapat pula dikatakan ilmu ushuluddin karena menguraikan pokok-pokok
kepercayaan dalam agama islam.
4. Ilmu Syari’at
• Syari’at: peraturan-peraturan atau undang-undang yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad SAW,seperti sholat, puasa, zakat, haji, hubungan sesama manusia, hubungan
antar negara dan bangsa dll.
• Syari’at juga dinamakan Ilmu Fiqih yang mengandung masalah-masalah pokok dan cabang.
5. Ilmu Tarikat
• Etimologis: jalan.
• Terminologis: ilmu yang mengajarkan uraian-uraian tentang metode dan sistem menghadap,
menghadirkan diri dihadapan Allah dengan amalan-amalan yang sistematis bersumber dari
dari prinsip wahyu Allah dan amalan rutin Rasulullah yang shahih dan para sahabat yang
masyhur ketaatannya.
6. Ilmu Hakikat
• Etimologis: benar,kebenaran.
• Terminologis: ilmu untuk membimbing manusia menuju kepada kebenaran.
7. Ilmu Ma’rifat
• Etimologis: pengetahuan, pengenalan terhadap sesuatu dengan seyakin-yakinnya.
• Terminologis: ilmu bagaimana cara mengenal dan mencintai Allah