Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling


berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan visi dan misi yang
ingin dicapai. Setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut
secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi
pedoman dan prinsip di dalam organisasi tersebut.
Dalam situasi persaingan yang sangat kompetitif serta berubah dengan sangat
cepat,organisasi memerlukan pegawai yang mampu mengerahkan kemampuan
terbaiknya untuk mencapai tujuan perusahaan. Kinerja pegawai yang demikian
dimiliki oleh pegawai yang memiliki kepuasan kerja sehingga mampu meningkatkan
motivasi kerjanya. Dengan kata lain kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja
pegawai dan meningkatkan motivasi kerja (Begley, dan M. Czajka, 1993).
Namun, dimana-masa yang sulit diperlukan superior leader yang mampu
mempengaruhi dan mengkoordinasikan segala sumber daya sehingga organisasi akan
tetap bertahan bahkan berkembang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, yang
dibutuhkan adalah pemimpin yang dapat bertahan pada kondisi sesulit apapun serta
dapat menjadi transformator untuk mengubah organisasi menuju ke sasaran yang
lebih baik. Transformational leader adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi
bawahannya sehingga bawahan masih percaya padanya, kagum dan loyal serta
senantiasa menghargai kepemimpinannya. Keadaan yang demikian dapat
mengakibatkan para bawahan menjadi termotivasi untuk melakukan tugasnya, bahkan
terkadang melakukan tugasnya lebih dari yang diinstruksikan (Indi Djastuti dan Ika
Yudayanti, 2005).

1
Oleh karena itu, pemimpin juga harus selalu mengembangkan Cara-cara untuk
meningkatkan hubungan dengan pegawainya menjadi hubungan yang menyenangkan
sehingga pegawai mendapatkan kepuasan kerja dalam lingkungan kerja yang
interaktif. Pada dasarnya pegawai yang puas terhadap pekerjaanya akan cenderung
memiliki kinerja yang tinggi pula. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah tentang apa
yang membuat seseorang bahagia dalam pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan adalah
faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri, dengan kondisi kerja,
dengan pimpinan, dengan rekan kerja, dengan pengawasan, dengan promosi jabatan
dan dengan gaji (Baihaqi, 2010).
Dengan tercapainya kepuasan kerja tenaga pegawai, akhirnya diharapkan
peningkatan produktifitas kekuatan pemasaran dapat dicapai melalui hubungan yang
telah dibina dengan baik. Penggunaan dasar-dasar kekuasaan sosial yang efektif
merupakan salah satu pendekatan dimana para manajer dapat mencapai tingkat
hubungan yang lebih baik dengan para personilnya. Lima dasar kekuasaan (leader
power) yang dinyatakan oleh Frech dan Raven (dalamAfzalur, 1989) melandasi
penelitian ini, yaitu : (1) coercive power, yang bersumber pada persepsi bahwa atasan
mempunyai kekuasaan untuk member tekanan/hukuman pada bawahan, (2) reward
power bersumber pada persepsi bahwa atasan dapat memberilcan imbalan seperti
yang diharapkan, (3) legitimated power bersumber pada persepsi bahwa atasan
mempunyai hak untuk menetapkan keputusan karena jabatan atau statusnya, (4)
expert power yang bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai pengetahuan
atau keahlian khusus yang diperlukan, dan (5) referent power, yang bersumber pada
persepsi bahwa atasan memiliki karakteristik kepribadian yang dikagumi bawahan.

2
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja tinjauan umum mengenai faktor yang dihubungkan dengan
kekuasaan ?
1.2.2. Apa saja jenis-jenis kekuasaan ?
1.2.3. Apa saja karakter kekuasaan ?
1.2.4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kultur organisasi ?
1.2.5. Bagaimana proses pembentukan kultur organisasi ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Menjelaskan tinjauan umum mengenai faktor yang dihubungkan dengan
kekuasaan.
1.3.2. Menjelaskan apa saja jenis-jenis kekuasaan.
1.3.3. Menjelaskan apa saja karakter kekuasaan.
1.3.4. Menjelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi kultur organisasi.
1.3.5. Menjelaskan bagaimana proses pembentukan kultur organisasi.
1.3.6. Sebagai syarat nilai mata kuliah komunikasi bisnis.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Teori Dasar
2.1.1. Definisi Kekuasaan

Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan,


kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak
yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Menurut Davis dan Newstroom (1994) Kekuasaan (Power) adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang merupakan cara seorang pemimpin
memperluas pengaruhnya kepada orang lain. Sedangkan menurut Afzalur (1989)
Kemampuan yang dimiliki oleh seorang di satu pihak untuk mengendalikan perilaku,
sikap, nilai, pendapat, tujuan dan kebutuhan dari kelompok/ organisasi dengan pihak
lain.
MF Rogers (1979) mengatakan kekuasaan sebagai potensi untuk mempengaruhi,
sebagai potensi maka kekuasaan merupakan sumberdaya yang tersedia yang dapat
digunakan atau tidak dapat digunakan.
David dan Newstroom (1989), membedakan antara kekuasaan dan kewenangan,
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sedangkan wewenang
merupakan pendelegasian dari manajemen yang lebih tinggi.
Kekuasaan diperoleh dan diperjuangkan menurut basis kepribadian, aktivitas dan
situasi dimana seseorang beroperasi, sedangkan wewenang merupakan hak yang
diperoleh dari orang lain yang lebih tinggi posisinya. Stephen P Robbins (1996),
mengatakan bahwa kekuasaan ( power) mengacu pada suatu kepastian yang dimiliki

4
A untuk mempengharuhi B, sehingga B melakukan sesuatu yang mau tidak mau
harus dilakukan (Solichin, 2010).

2.1.2. Definisi Kultur Organisasi


Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan sebagai :
pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi
kebiasaan yang sukar diubah. Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya
mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition). Dalam hal ini tradisi
diartikan sebagai idea-idea umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak
dalam perilaku sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat
tertentu.
Edward B. Tylor mengatakan bahwa budaya adalah suatu keseluruhan yang
kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta
kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Kata organisasi berasal dari bahasa inggris, organization yang berarti
organisasi atau hal yang mengatur. Dalam kamus bahasa Indonesia organisasi
merupakan susunan atau aturan dan berbagai bagian sehingga merupakan satu
kesatuan yang teratur.
Istilah organisasi memiliki dua arti secara umum. Pertama, organisasi
diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah
perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan dan badan-badan pemerintahan.
Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan
dialokasikan diantara apra anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai
secara efektif. Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja dalam tugas-tugas
yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan
kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya serta mengkoordinasikannya
dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Umum Mengenai Faktor yang Dihubungkan Dengan


Kekuasaan
3.1.1 Kepemimpinan

Salah satu komponen penting untuk dibahas dalam kepemimpinan adalah masalah
kekuasaan. Kekuasaan merupakan bagian yang melekat dalam kepemimpinan. Jika
kepemimpinan adalah aktivitasnya, maka kekuasaan adalah sebagai sumber
inspirasinya (Sulistiyani, 2008).

Kepemimpinan merupakan suatu proses atau tindakan untuk mempengaruhi


aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan (Stogdill, 1977 dalam Sulistiyani, 2008).

Menurut Wahono (2003) hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat


gula dengan manisnya, ibarat garam dengan asinnya. Selanjutnya dia menyampaikan
bahwa ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dan satu sumber,
kepemimpinan yang efektif bisa dianalogkan sebagai movement untuk memanfaatkan
genesis (asal-usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat. Dan
pendapat ini jelas bahwa genesis kekuasaan dapat diaktualisasikan melalui proses
kepemimpinan seseorang.

Adapun jelmaan dan genesis kekuasaan sesungguhnya sangat tergantung dan


kemampuan seseorang pemimpin untuk berkreasi serta mendefinisikan fungsinya
serta menjiwai dan setiap sumber kekuasaan yang dimilikinya yang dimanfaatkan
untuk tujuan positif.

Power sesungguhnya bukan merupakan satu-satunya hal yang menentukan


seseorang pemimpin mencapai sukses. Tetapi power merupakan salah satu modal

6
yang memberikan ruang bagi seseorang pemimpin untuk melakukan langkah-langkah
yang lebih pasti dalam konteks implementasi kepemimpinan. Power merupakan
sebuah prasyarat bagi seseorang pemimpin tersebut menjadi eksis. Bahkan kadang-
kadang dengan power maka eksistensi seseorang pemimpin menjadi lebih diakui.

Kendati power menjadi sebuah modal seorang pemimpin untuk memanfaatkan


ruang serta media kepemimpinan, namun tidak semua kondisi dapat sesuai dengan
semua jenis power. Faktor kondisional tersebut memerlukan kreativitas dan
pendekatan pemimpin dalam mengimplementasikan power itu sendiri.

3.1.2 Kepuasan Kerja

Para pemimpin seharusnya peduli akan tingkat kepuasan kerja pegawainya,


karena pegawai yang tidak terpuaskan berdasarkan beberapa studi berakibat kepada
perbuatan merugikan seperti kemangkiran atau kemungkinan mengundurkan diri
(Robbins, 1997). Dengan tercapainya kepuasan kerja pada akhirnya pemimpin
berharap untuk dapat tercapainya peningkatan produktivitas kerja pegawainya.
Penggunaan dasar-dasar kekuasaan sosial yang efektif merupakan salah satu
pendekatan dimana para pemimpin dapat mencapai tingkat hubungan yang lebih baik
dengan bawahannya. Indi Djastuti dan Ika Yudayanti (2005) telah melakukan
penelitian dan menemukan bahwa Kekuasan yang dimiliki oleh pemimpin yaitu :
reward power, expert power; referent power, legitimated power dan coercive power
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.

3.1.3 Kinerja

Kinerja adalah hasil yang dicapai atau prestasi yang dicapai pegawai dalam
melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Mangkunegara
(2000; dalam Fatimah,2012), kinerja merupakan prestasi atau kemampuan yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk
mecapai suatu tujuan di dalam organisasi.

7
Gibson melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja individu. Variabel-variabel tersebut adalah variabel individu,
organisasi, dan psikologis. Kepemimpinan merupakan bagian dari variabel organisasi
yang mempunyai efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu, dimana
sebelumnya pula telah dijelaskan power merupakan komponen penting dalam
kepemimpinan dan bahkan dapat menentukan suksesnya sebuah kepemimpinan
dalam organisasi.

3.2. Jenis-Jenis Kekuasaan

Menurut French dan Raven Kekuasan dapat dibedakan menjadi lima tipe berdasarkan
sumbernya sebagai berikut (Shobari,2010):
a. Reward Power
Reward power merupakan kemampuan seseorang pemimpin dalam memberikan
janji-janji. Atau dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin dalam mempengaruhi
bawahan agar berperilaku tertentu atau melakukan tindakan tertentu, melalui janji-
janji yang menarik. Kemampuan untuk memberikan janji-janji yang menarik kepada
bawahan agar bawahan mengikuti apa yang diinginkan oleh pemimpin merupakan
reward power.
Janji-janji tersebut seolah merupakan jaminan bagi bawahan, jika bawahan mengikuti
kehendak pemimpin nantinya akan mendapatkan hadiah tertentu. Tentu saja
pemimpin dalam menggunakan reward power ini perlu dukungan pemimpin untuk
dapat mengungkapkan pengaruhnya dalam bentuk bujukan-bujukan yang
mengandung janji-janji manis sehingga merangsang bawahan untuk mengikuti.
b. Legitimate Power
Legitimate power merupakan sumber kekuasaan yang diperoleh melalui kekuatan
formal. Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan karena mendapatkan legitimasi
dan kekuatan formal yang absah. Dengan demikian Ia mempunyai posisi yang sah
dan kuat untuk melakukan sesuatu sebatas kekuasaan yang diniiliki secara sah
tersebut.

8
Biasanya pemimpin seperti ini merupakan pemimpin formal yang mendapatkan SK
(Surat Keputusan) untuk melakukan kepemimpinan di suatu organisasi/instansi
tertentu. Kekuasaan yang sah ini semata-mata bersumber dari jabatan yang
dipegangnya, atas dasar pengangkatan dengan surat keputusan, yang di dalamnya
telah disebutkan secara eksplisit baik status, kedudukan, wewenang dalam organisasi.
Pada umumnya kekuasaan sema cam ini terkait dengan hirarkhi dalam struktur
orgamsasi. Oleh karena itu kekuasaan semacam ini akan semakin besar legitimasinya
ketika kedudukan seseorang semakin tinggi dalam birokrasi tersebut.
Jenis kekuasaan ini menempatkan pihak pemegang kekuasaan mempunyai kekuatan
formal dan kuat secará hukum, sehingga kepadanya setiap anak buahnya harus taat
dan patuh. Dengan demikian pemegang sah atas kekuasaan punya wewenang untuk
memerintah anak buahnya. Setiap anak buah sendiri memiliki konsekuensi untuk
selalu patuh menjalankan tugas yang diperintahkannya.
c. Coercive Power
Coercive power atau kekuasaan paksaan adalah kekuasaan pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain dengan kekuatan memaksa, karena ia memunyai
kedudukan dan posisi yang sangat kuat. Dengan posisi kuat tersebut maka seorang
pemimpin dapat memberikan perintah, dapat memaksa orang lain untuk bertindak
tertentu.
Bekerja di bawah tekanan kekuasaan orang lain tentu kurang menarik bahkan
membuahkan sebuah resistensi. Hanya lantaran anak buah ketakutan, anak buah
bersedia melaksanakan perintah-perintah pemimpin. Suasana tersebut menjadi sangat
tidak sehat dan tidak efektif, meskipun pekerjaan rutin tetap berjalan seperti
sediakala.
d. Referent power
Tipe kekuasaan ini di dasarkan pada satu hubungan kesukaan atau liking dalam arti
ketika seseorang mengidentivikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang di inginkannya. Dalam uraiannya seorang pimpinan akan

9
mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan.
e. Expert Power
Kekuasaan yang berdasarkan pada keahlian ini memfokuskan diri pada suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki
pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.

3.3. Karakter Kekuasaan

Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik.


Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan
seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan
interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm (dalam Basri, 2011) adalah:

1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar


tindakan acak.

2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan.

3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi


atau dideteksi kemunculannya.

4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor


kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan
kekuasaan.

5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu


dimiliki.

6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan


yang kita miliki.

10
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu
hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan.

8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda


sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaannya.

3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kultur Organisasi

Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya sendiri yang dibentuk dan
dipengaruhi oleh nilai- nilai, persepsi, kebiasaan, kebijakan pendidikan dan perilaku
orang yang ada didalamnya. Sebagai suatu organisasi, sekolah s kekhasan sesuai
dengan cure bisnis yang dijalankan yaitu pembelajaran. Budaya sekolah seharusnya
menunjukkan kapabilitas yang sesuai dengan tuntunan pembelajaran yaitu menumbuh
kembangkan peserta didik sesuai dengan prinsip- prinsip kemanusiaan. Budaya
sekolah harus disadari oleh seluruh konstituen sebagai asumsi dasar yang dapat
membuat sekolah tersebut memiliki citra yang membanggakan stakeholders. Oleh
sebab itu, semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat citra melalui
performance yang merujuk pada budaya sekolah yang efektif.

Pembentukan dan Manajemen Budaya sekolah yang Efektif, Pada awal


kemunculanya, budaya organisasi mengacu pada visi pendirinya yang dipengaruhi
oleh cita- cita internal dan tuntutan eksternal yang meliputinya. Pada hakekatnya
suatu budaya adalah sebuah fenomena kelompok. Oleh sebab itu, dalam menelaah
proses terbentuknya budaya organisasi tidak dapat lepas dari proses kelompok. Selain
itu, proses kemunculan budaya organisasi memakan waktu yang cukup lama yang
pada umumnya melibatkan seorang tokoh yang mengintroduksikan visi dan misi
kepda stafnya, yang kemudian dijadikan sebagai acuan anggota kelompok.

Disamping itu pengelolaan kultur organisasi perlu diketahui faktor yang


mempengaruhinya yaitu :

11
1. Komunikasi

Komuniaksi merupakan proses pengintegrasian tujuan terhadap anggota-anggota


yang lainnya. Komunikasi ini sangat penting sekali untuk menyatukan dalam sebuah
organisasi, karena dengan adanya komunikasi diharapkan terjadi saling mengisi
secara yang baik dan lancar yang akan mengurangi timbulnya konflik yang terjadi
secara internal.

2. Motifasi

Dalam suatu lembaga harus memiliki motivasi yang sangat kuat untuk mencapai
lembaga yang maju. Dan motivasi ini harus mampu mendorong anggota organisasi
agar lebih kerja keras dalam lembaga. Jangan sampai suatu organisasi tidak memiliki
motivasi yang dibutuhkan dalam lembaga.

3. Karakteristik organisasi

Karakter merupakan watak atau sifat yang ada dialam suatu organisasi. Karakter
sangat berpengaruh untuk kemajuan dan perkembangan dalam suatu organisasi.
Karakter dalam suatu organisasi tidak boleh individual, karena dalam suatu organisasi
harus memiliki sifat yang memasyarakat antar anggota.

4. Proses administrasi

proses administrasi ini behubungan dengan mekanisme kerja untuk


mengkoordinasikan perkerjaan dalam suatu kesatuan yang harmonis. Pada saat setiap
orang dan setiap bagian melaksanakan pekerjaan, kemungkinan timbul konflik
diantara anggota, dan mekanisme administrasi ini untuk mengkoordinasikan
memungkinkan setiap anggota organisasi untuk tetap bekerja secara efektif.

5. Struktur organisasi

sturktur organisasi sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi.
Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan

12
mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan. Pada struktur
organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan,
hubungan tasan dan bawa han, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen
dan saluran komunikasi.

6. Gaya manajemen

melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk


mempertahankan dan mneingkatkan manajemen. Gaya untuk mengatur dalam suatu
organisasi harus menarik dan mampu membuat anggota agar bias bekerja dengan baik
dan benar. Gaya menajemn yang baik dan menarik akan menghasilkan potensi atau
hasil yang sangat memuaskan untuk suatu organisasi, namun jika manajemen suatu
organisasi rusak, maka organsisasi itu juga akan mengalami kerusakan dan tidak akan
mencapai target atau tujuan yang diinginkan.

3.5. Proses Pembentukan Kultur Organisasi

Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam


suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perorangan atau
kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997)
menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya :

1. Pendiri organisasi
2. Pemilik organisasi
3. Sumber daya manusia asing
4. Luar organisasi
5. Orang yang berkepentingan dengan organisasi
6. Masyarakat

13
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara:

1. Kontak budaya
2. Benturan budaya
3. Penggalian budaya

Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun
memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-
nilai baru dalam organisasi.

Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau
“buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok” . Jika dalam
suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus
pada upaya pemeliharaan nilai-nilai- yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan.
Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak
terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin diperlukan.

Karena budaya ini telah berevolusi selama bertahun-tahun melalui sejumlah


proses belajar yang telah berakar, maka mungkin saja sulit untuk diubah. Kebiasaan
lama akan sulit dihilangkan

14
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau


kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh
atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain.

Kultur organisasi ialah suatu kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang


diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat yang memiliki aturan-aturan atau
susunan dan berbagai bagian sehingga menjadi satu kesatuan yang teratur untuk
mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

4.2. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makala ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kami sebagai penulis makalah ini mengahrapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini agar
menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah ke depannya.

15

Anda mungkin juga menyukai