Ini Yang Bener Lah Pik (Isi)
Ini Yang Bener Lah Pik (Isi)
PENDAHULUAN
1
Oleh karena itu, pemimpin juga harus selalu mengembangkan Cara-cara untuk
meningkatkan hubungan dengan pegawainya menjadi hubungan yang menyenangkan
sehingga pegawai mendapatkan kepuasan kerja dalam lingkungan kerja yang
interaktif. Pada dasarnya pegawai yang puas terhadap pekerjaanya akan cenderung
memiliki kinerja yang tinggi pula. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah tentang apa
yang membuat seseorang bahagia dalam pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan adalah
faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri, dengan kondisi kerja,
dengan pimpinan, dengan rekan kerja, dengan pengawasan, dengan promosi jabatan
dan dengan gaji (Baihaqi, 2010).
Dengan tercapainya kepuasan kerja tenaga pegawai, akhirnya diharapkan
peningkatan produktifitas kekuatan pemasaran dapat dicapai melalui hubungan yang
telah dibina dengan baik. Penggunaan dasar-dasar kekuasaan sosial yang efektif
merupakan salah satu pendekatan dimana para manajer dapat mencapai tingkat
hubungan yang lebih baik dengan para personilnya. Lima dasar kekuasaan (leader
power) yang dinyatakan oleh Frech dan Raven (dalamAfzalur, 1989) melandasi
penelitian ini, yaitu : (1) coercive power, yang bersumber pada persepsi bahwa atasan
mempunyai kekuasaan untuk member tekanan/hukuman pada bawahan, (2) reward
power bersumber pada persepsi bahwa atasan dapat memberilcan imbalan seperti
yang diharapkan, (3) legitimated power bersumber pada persepsi bahwa atasan
mempunyai hak untuk menetapkan keputusan karena jabatan atau statusnya, (4)
expert power yang bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai pengetahuan
atau keahlian khusus yang diperlukan, dan (5) referent power, yang bersumber pada
persepsi bahwa atasan memiliki karakteristik kepribadian yang dikagumi bawahan.
2
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja tinjauan umum mengenai faktor yang dihubungkan dengan
kekuasaan ?
1.2.2. Apa saja jenis-jenis kekuasaan ?
1.2.3. Apa saja karakter kekuasaan ?
1.2.4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kultur organisasi ?
1.2.5. Bagaimana proses pembentukan kultur organisasi ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Menjelaskan tinjauan umum mengenai faktor yang dihubungkan dengan
kekuasaan.
1.3.2. Menjelaskan apa saja jenis-jenis kekuasaan.
1.3.3. Menjelaskan apa saja karakter kekuasaan.
1.3.4. Menjelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi kultur organisasi.
1.3.5. Menjelaskan bagaimana proses pembentukan kultur organisasi.
1.3.6. Sebagai syarat nilai mata kuliah komunikasi bisnis.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Teori Dasar
2.1.1. Definisi Kekuasaan
4
A untuk mempengharuhi B, sehingga B melakukan sesuatu yang mau tidak mau
harus dilakukan (Solichin, 2010).
5
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu komponen penting untuk dibahas dalam kepemimpinan adalah masalah
kekuasaan. Kekuasaan merupakan bagian yang melekat dalam kepemimpinan. Jika
kepemimpinan adalah aktivitasnya, maka kekuasaan adalah sebagai sumber
inspirasinya (Sulistiyani, 2008).
6
yang memberikan ruang bagi seseorang pemimpin untuk melakukan langkah-langkah
yang lebih pasti dalam konteks implementasi kepemimpinan. Power merupakan
sebuah prasyarat bagi seseorang pemimpin tersebut menjadi eksis. Bahkan kadang-
kadang dengan power maka eksistensi seseorang pemimpin menjadi lebih diakui.
3.1.3 Kinerja
Kinerja adalah hasil yang dicapai atau prestasi yang dicapai pegawai dalam
melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Mangkunegara
(2000; dalam Fatimah,2012), kinerja merupakan prestasi atau kemampuan yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk
mecapai suatu tujuan di dalam organisasi.
7
Gibson melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja individu. Variabel-variabel tersebut adalah variabel individu,
organisasi, dan psikologis. Kepemimpinan merupakan bagian dari variabel organisasi
yang mempunyai efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu, dimana
sebelumnya pula telah dijelaskan power merupakan komponen penting dalam
kepemimpinan dan bahkan dapat menentukan suksesnya sebuah kepemimpinan
dalam organisasi.
Menurut French dan Raven Kekuasan dapat dibedakan menjadi lima tipe berdasarkan
sumbernya sebagai berikut (Shobari,2010):
a. Reward Power
Reward power merupakan kemampuan seseorang pemimpin dalam memberikan
janji-janji. Atau dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin dalam mempengaruhi
bawahan agar berperilaku tertentu atau melakukan tindakan tertentu, melalui janji-
janji yang menarik. Kemampuan untuk memberikan janji-janji yang menarik kepada
bawahan agar bawahan mengikuti apa yang diinginkan oleh pemimpin merupakan
reward power.
Janji-janji tersebut seolah merupakan jaminan bagi bawahan, jika bawahan mengikuti
kehendak pemimpin nantinya akan mendapatkan hadiah tertentu. Tentu saja
pemimpin dalam menggunakan reward power ini perlu dukungan pemimpin untuk
dapat mengungkapkan pengaruhnya dalam bentuk bujukan-bujukan yang
mengandung janji-janji manis sehingga merangsang bawahan untuk mengikuti.
b. Legitimate Power
Legitimate power merupakan sumber kekuasaan yang diperoleh melalui kekuatan
formal. Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan karena mendapatkan legitimasi
dan kekuatan formal yang absah. Dengan demikian Ia mempunyai posisi yang sah
dan kuat untuk melakukan sesuatu sebatas kekuasaan yang diniiliki secara sah
tersebut.
8
Biasanya pemimpin seperti ini merupakan pemimpin formal yang mendapatkan SK
(Surat Keputusan) untuk melakukan kepemimpinan di suatu organisasi/instansi
tertentu. Kekuasaan yang sah ini semata-mata bersumber dari jabatan yang
dipegangnya, atas dasar pengangkatan dengan surat keputusan, yang di dalamnya
telah disebutkan secara eksplisit baik status, kedudukan, wewenang dalam organisasi.
Pada umumnya kekuasaan sema cam ini terkait dengan hirarkhi dalam struktur
orgamsasi. Oleh karena itu kekuasaan semacam ini akan semakin besar legitimasinya
ketika kedudukan seseorang semakin tinggi dalam birokrasi tersebut.
Jenis kekuasaan ini menempatkan pihak pemegang kekuasaan mempunyai kekuatan
formal dan kuat secará hukum, sehingga kepadanya setiap anak buahnya harus taat
dan patuh. Dengan demikian pemegang sah atas kekuasaan punya wewenang untuk
memerintah anak buahnya. Setiap anak buah sendiri memiliki konsekuensi untuk
selalu patuh menjalankan tugas yang diperintahkannya.
c. Coercive Power
Coercive power atau kekuasaan paksaan adalah kekuasaan pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain dengan kekuatan memaksa, karena ia memunyai
kedudukan dan posisi yang sangat kuat. Dengan posisi kuat tersebut maka seorang
pemimpin dapat memberikan perintah, dapat memaksa orang lain untuk bertindak
tertentu.
Bekerja di bawah tekanan kekuasaan orang lain tentu kurang menarik bahkan
membuahkan sebuah resistensi. Hanya lantaran anak buah ketakutan, anak buah
bersedia melaksanakan perintah-perintah pemimpin. Suasana tersebut menjadi sangat
tidak sehat dan tidak efektif, meskipun pekerjaan rutin tetap berjalan seperti
sediakala.
d. Referent power
Tipe kekuasaan ini di dasarkan pada satu hubungan kesukaan atau liking dalam arti
ketika seseorang mengidentivikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang di inginkannya. Dalam uraiannya seorang pimpinan akan
9
mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan.
e. Expert Power
Kekuasaan yang berdasarkan pada keahlian ini memfokuskan diri pada suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki
pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.
10
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu
hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan.
Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya sendiri yang dibentuk dan
dipengaruhi oleh nilai- nilai, persepsi, kebiasaan, kebijakan pendidikan dan perilaku
orang yang ada didalamnya. Sebagai suatu organisasi, sekolah s kekhasan sesuai
dengan cure bisnis yang dijalankan yaitu pembelajaran. Budaya sekolah seharusnya
menunjukkan kapabilitas yang sesuai dengan tuntunan pembelajaran yaitu menumbuh
kembangkan peserta didik sesuai dengan prinsip- prinsip kemanusiaan. Budaya
sekolah harus disadari oleh seluruh konstituen sebagai asumsi dasar yang dapat
membuat sekolah tersebut memiliki citra yang membanggakan stakeholders. Oleh
sebab itu, semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat citra melalui
performance yang merujuk pada budaya sekolah yang efektif.
11
1. Komunikasi
2. Motifasi
Dalam suatu lembaga harus memiliki motivasi yang sangat kuat untuk mencapai
lembaga yang maju. Dan motivasi ini harus mampu mendorong anggota organisasi
agar lebih kerja keras dalam lembaga. Jangan sampai suatu organisasi tidak memiliki
motivasi yang dibutuhkan dalam lembaga.
3. Karakteristik organisasi
Karakter merupakan watak atau sifat yang ada dialam suatu organisasi. Karakter
sangat berpengaruh untuk kemajuan dan perkembangan dalam suatu organisasi.
Karakter dalam suatu organisasi tidak boleh individual, karena dalam suatu organisasi
harus memiliki sifat yang memasyarakat antar anggota.
4. Proses administrasi
5. Struktur organisasi
sturktur organisasi sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi.
Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan
12
mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan. Pada struktur
organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan,
hubungan tasan dan bawa han, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen
dan saluran komunikasi.
6. Gaya manajemen
1. Pendiri organisasi
2. Pemilik organisasi
3. Sumber daya manusia asing
4. Luar organisasi
5. Orang yang berkepentingan dengan organisasi
6. Masyarakat
13
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara:
1. Kontak budaya
2. Benturan budaya
3. Penggalian budaya
Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun
memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-
nilai baru dalam organisasi.
Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau
“buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok” . Jika dalam
suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus
pada upaya pemeliharaan nilai-nilai- yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan.
Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak
terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin diperlukan.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makala ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kami sebagai penulis makalah ini mengahrapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini agar
menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah ke depannya.
15