1. Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Berdasarkan kesadaran etis kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa
menjalankan kewajiban, tindakan tersebut akan mengarah kepada pemerasan dan
memperbudak orang lain. Dan jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak,
maka kita akan mudah diperbudak orang lain. Keadilan merupakan konsensus nasional
Indonesia seperti yang terletak pada sila ke lima Pancasila yaitu “Keadilan yang Adil dan
Beradab”. Ada berbagai macam keadilan dalam masyarakat yaitu keadilan legal, keadilan
distributif, dan keadilan komutatif. Pada hakikatnya keadilan tercipta untuk mewujudkan
masyarakat yang adil, sejahtera, dan sentosa.
Menurut Burhan M. Magenda ada dua sumber penyebab komitmen masyarakat kita yang
begitu tinggi terhadap asas keadilan. Yang pertama adalah tradisi kultural dari semua
kebudayaan dan dan pemerintahan tradisional di Indonesia dan yang kedua adalah dari
komitmen masyarakat kita terhadap keadilan adalah pengalaman rakyat selama revolusi
kemerdekaan dengan segala akibatnya. Menurut Socrates keadilan itu bilamana pemerintah
dengan rakyatnya terdapat saling pengertian yang baik, beliau menitikberatkan pada
pemerintah karena pemerintah merupakan pimpinan rakyat. Ketidakadilan dalam masyarakat
sering kali tidak dibiarkan begitu saja oleh masyarakat yang bersangkutan. Adapun teori yang
membuktikan kalau ketidakadilan merupakan akibat logis dari suatu sistem yang berlaku baik
ekonomi, sosial, maupun politik.
3. Kejujuran
Kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya. Jujur juga
berarti menghindari perbuatan yang dilarang agama dan hukum. Jujur berarti pula menepati
janji baik yang sudah dikatakan maupun yang masih diniatkan. Kejujuran mewujudkan
keadilan karena kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan
akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Dalam
kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai
cara dan sikap perlu dipupuk.
4. Kecurangan
Kecurangan berarti apa yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia
menjadi serakah dan tamak. Sebab orang melakukan kecurangan terdiri dari empat aspek jika
ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya yakni aspek ekonomi, kebudayaan,
peradaban, dan teknik. Apabila aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya
akan berjalan sesuai dengan norma moral dan hukum. Akan tetapi jika hati seseorang telah
digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka terjadilah kecurangan.
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela.
Setiap orang menjaga dengan hati hati agar namanya tetap baik. Tingkah laku atau perbuatan
yang baik dengan nama baik itu pada hakikatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu : 1)
Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral; 2) Ada aturan-aturan yang berdiri
sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral
tersebut. Pada hakikatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran modal atau tidak
sesuai dengan akhlak. Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau meminta maaf
yang tidak hanya diucapkan di bibir tapi juga melalui tingkah laku.
6. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain yang dapat berupa perbuatan yang
serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, dan tingkah laku yang seimbang.
Pembalasan dapat berupa pembalasan yang positif yang merupakan pembalasan jasa dan
pembalasan negatif. Dalam Alquran terdapat ayat yang menyatakan bahwa Tuhan juga
mengadakan pembalasan. Baik yang bertakwa maupun yang ingkar.
Masalah keadilan sosial akan terus dicari dan diperjuangkan manusia sampai kapan pun,
sebab masalah keadilan hakikatnya adalah masalah “kemanusiaan”. Keadilan menentukan
harkat dan martabat manusia, sebab masalah keadilan selalu berhubungan dengan masalah
hak. Berbuat adil berarti menghargai atau menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Dan berbuat tidak adil berarti menginjak-injak harkat dan martabat manusia.
BAB VII (MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP)
1. Cita-cita
Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Sering kali
diartikan sebagai angan, keinginan, kemauan, niat, dan harapan. Sejak bayi lahir atau dalam
kandungan orang tua telah mencita-citakan agarn anaknya kelak menjadi seperti keinginan
orang tuanya. Keinginan orang tua bergantung kepada pendidikan, pengalaman, dan
lingkungan orang tua. Setelah anak besar, bertambah pengetahuan dan pengalaman, maka
berubahlah angan-angan seorang anak atau mungkin juga tetap.
Ada tiga kategori keadaan hati seseorang. Pertama, orang yang berhati keras, dia tak berhenti
berusaha sebelum cita-citanya tercapai tanpa menghiraukan rintangan, tantangan, dan segala
kesulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati keras biasanya mencapai hasil yang gemilang
dan sukses dan sukses hidupnya. Kedua, orang yang berhati lunak, dalam usaha mencapai cita
cita dia menyesuaikan dengan situasi dan kondisi namun dia tetap berusaha. Ketiga, orang
yang berhati lemah, orang ini mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi
kesulitan ia cepat berganti haluan dan keinginan.
2. Kebajikan
Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, makhluk bermoral. Atas
dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Untuk melihat apa itu kebajikan,
kita harus melihat dari tiga segi.
Pertama, manusia sebagai pribadi, dapat menentukan baik dan buruk dari suara hati, jadi suara
hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang
baik, namun manusa seing kali tidak mau mendengarkan. Kedua, manusia sebagai anggota
masyarakat, yang menentukan baik buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia
adalah baik tapi belum tentu dianggap baik masyarakat. Ketiga, sebagai makhluk Tuhan,
manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik dan
buruk kita harus dengar pula suara Tuhan yang berbentuk hukum Tuhan dan hukum agama.
Namun, ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. Kebajikan
semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud mencari
keuntungan sendiri.
3. Sikap Hidup
Sikap hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Apa kita mempunyai sikap
negatif atau positif, optimis atau pesimis? Sikap itu ada di dalam hati kita dan hanyalah kita
yang tahu. Orang lain hanya tahu setelah kita bertindak. Sikap itu penting, setiap manusia
mempunyai sikap dan sudah tentu berbeda-beda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai
dengan kemauan yang membentuknya yang terjadi melalui pendidikan. Sikap dapat juga
berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan. Dalam menghadapi kehidupan, terdaoat
sikap etis dan non etis. Sikap etis merupakan sikan positif seperti berani, rendah hati, dan
tenang. Sedangkan sikap non etis atau negatif contohnya kasar, sombong, dan rendah diri.
Dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi bangsa Indonesia, pemerintah berusaha
menanamkan sikap-sikap positif bagi bangsa Indonesia seperti bekerja keras, tolong
menolong, dan menghargai orang lain.
T.M Newcomb mencoba membagankan hubungan sikap manusia sebagai konstruk yang
berhubungan erat dengan konstruk lain yaitu : nilai-nilai, sikap, motivasi, dan dorongan.
Dorongan adalah keadaan organisme yang menginisiasikan kecenderungan ke arah aktivitas
umum. Motivasi adalah kesiapan yang ditujukan pada sasaran. Sikap adalah kesiapan secara
umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi. Dan nilai adalah sasaran atau tujuan yang
bernilai terhadap berbagai pola sikap.
Bila kita ingat dengan kehidupan itu tidak hanya di dunia saja, namun juga di akhirat, bahkan
kehidupan disana lebih abadi. Maka sudah selayaknya harapan untuk hidup bahagia dikedua
tempat itu sudah kita niati. Dan seandainya harapan yang dicita-citakan belum berhasil kita
harus tetap sabar tanpa mengurangi usaha. Sebab Tuhan tidak akan mengubah nasib
seseorang, bila ia sendiri tidak mau berusaha menggapai cita-citanya.
No Bangku : 32
Disusun Oleh :
NIM : 180200317
Grup : E
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018