Anda di halaman 1dari 5

PENETAPAN KADAR UREA DAN PROTEIN SAAT PUASA DAN SETELAH MAKAN

Maya Aulia
12613318/E6/E

ABSTRAK

Urea dibuat di dalam hati dan disekresikan melalui ginjal di dalam bentuk urine. Kadar
urea ginjal yang tinggi di dalam darah ditemui pada pasien yang menderita penyakit ginjal,
hati, gagal jantung, serta diabetes. Menggunakan metode Urease, dilakukan penetapan
kadar urea dalam plasma. Urea diubah menjadi amonia dan karbon dioksida dengan
bantuan enzim urease. NH3 yang terbentuk akan bereaksi dengan NADH dan asam
ketoglutarat menghasilkan glutamat dan NAD +. Konsentrasi NAD+ yang terbentuk inilah
yang dapat diukur secara spektrofotometri. Pada keadaan puasa, kadar urea dalam plasma
lebih tinggi dibandingkan saat 2 jam setelah makan. Sedangkan Protein merupakan
polipeptida berbobot molekul tinggi. Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode
biuret. Prinsip dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa.
Didapatkan kesimpulan bahwa kadar protein pada probandus diet tinggi lemak lebih tinggi
dibandingkan probandus diet tinggi karbohidrat. Tujuan dari percobaan ini adalah agar
dapat menjelaskan aspek biokimia yang terjadi pada kondisi lapar dan setelah makan, dan
agar dapat melakukan pemeriksaan parameter biokimia terkait dengan metabolisme.

A. PENDAHULUAN
Proses metabolisme merupakan proses pembentukan senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana atau proses pembongkaran senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana yang terjadi dalam sel suatu organisme. Hasil metabolisme ini yang akan
menghasilkan energi untuk proses pertumbuhan, perkembangan dan perkembangbiakan.
Proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu anabolisme dan katabolisme. Pada
proses anabolisme mokelul-molekul kecil akan disusun menjadi molekul yang lebih besar
dan kompleks seperti karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan proses katabolisme
molekul besar dan kompleks dibongkar untuk melepaskan energi, contohnya adalah respirasi
seluler(1).
Pada saat puasa, asam amino mengalami katabolisme melalui tiga cara. Pertama: asam
amino yang termasuk asam amino glukogenik yaitu asam amino yang dapat diubah menjadi
glukosa seperti : alanin, serin, glisin, sistein, metionin, dan triptofan diubah menjadi piruvat.
Setelah menjadi piruvat lalu memasuki jalur metabolisme KH. Kedua: asam amino ketogenik
yaitu asam amino yang dapat diubah menjadi asam lemak antara lain: fenialanin, tirosin,
leusin, isoleusin, dan lisin diubah menjadi asetil KoA, seperti halnya asam lemak dan
kemudian memasuki jalur metabolisme KH melalui asetil KoA. Ketiga: asam amino
selebihnya diubah menjadi asam amino glutamat, dideaminase dan langsung memasuki
siklus Krebs. Dan akhirnya menghasilkan energi dalam bentuk ATP, karbon dioksida dan air
seperti halnya KH(2). Protein bisa dipakai sebagai cadangan energi terakhir apabila tidak ada
lagi asupan dan cadangan karbohidrat dan lemak, dan merupakan sumber glukosa (setelah
diubah menjadi glukosa) dalam otak selama berpuasa(3).
Pada keadaan normal cadangan glikogen akan cukup untuk memenuhi kebutuhan
energi dalam waktu 10-12 jam. Dan protein tubuh berada dalam keadaan dinamis, yang
secara bergantian dirombak dan dirakit kembali. Pada keadaan ini, Asam amino berfungsi
membentuk atau mensintesis sel-sel jaringan baru dan menggantikan sel-sel yang telah
usang. Sel-sel baru itu membentuk struktur tubuh dan menghasilkan pertumbuhan badan.
Sebagian dari asam amino hasil pencernaan protein itu di dalam sel dirakit menjadi
senyawa-senyawa lain misalnya darah, enzim, hormon dan zat kekebalan tubuh. Jadi hasil
metabolisme protein yang utama adalah pertumbuhan badan, pembangunan struktur badan
serta pemeliharaannya, sesuai dengan fungsi protein sebagai zat pembangun (4).

B. METODE
Penggunaan Alat: Penggunaan Bahan:

1. Beaker glass 1. Aquadest


2. Bluetip 2. Biuret
3. Centrifuge 3. Plasma (serum)
4. Inkubator 4. Reagen KIT pemeriksaan urea
5. Mikropipet 5. Reagen KIT pemeriksaan protein
6. Rak tabung reaksi 6. Urea
7. Tabung reaksi
8. Spektrofotometer
9. Yellow tip

Cara kerja
1) Penetapan Kadar Urea
Disiapkan 7 tabung reaksi, digunakan 1 tabung reaksi untuk larutan standar, dan
sisanya untuk tabung sampel perempuan dan laki-laki (puasa, 45 menit dan 2 jam).
Dimasukkan urea 1000 l ke masing-masing tabung reaksi. Kemudian dimasukkan 10
l sampel (serum) ke masing-masing tabung kecuali tabung standar dimasukkan
larutan standar. Dicampur dan dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada
detik 30’ dan 150’ (340 nm). (Note: serum dimasukkan satu persatu dan langsung
dibaca absorbansinya karena kadar urea akan turun jika dibiarkan lama). Dihitung
kadar dengan menggunakan rumus:

2) Penetapan Kadar Protein


Disiapkan 8 tabung reaksi, digunakan 1 tabung reaksi untuk blanko, 1 tabung reaksi
untuk standar dan sisanya untung tabung sampel perempuan dan laki-laki (puasa, 45
menit dan 2 jam). Dimasukkan reagen 1000 l pada masing-masing tabung,
ditambahkan 20 l sampel (serum) kecuali pada tabung blanko. Dicampur dan
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37C. Dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometer pada gelombang 546 nm. Dihitung kadar menggunakan rumus:

Metode yang digunakan


1) Penetapan Kadar Urea dengan Metode Urease
Urea diubah menjadi amonia dan karbon dioksida dengan bantuan enzim urease.
NH3 yang terbentuk akan bereaksi dengan NADH dan asam ketoglutarat
menghasilkan glutamat dan NAD+. Konsentrasi NAD+ yang terbentuk inilah yang dapat
diukur secara spektrofotometri

2) Penetapan Kadar Protein dengan Metode Biuret


Pembentukan kompleks Cu2+ dengan gugus –CO dan –NH dari rantai peptida dalam
suasana basa. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini
memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau
biru violet(4).

D. DISKUSI
Pada keadaan puasa, kadar protein cenderung rendah, karena banyak protein yang
diubah menjadi asam amino di hepar dandiubah menjadi kerangka karbon dan nitrogen
dalam bentuk amonia yang akhirnya dirubah menjadi urea, hal ini juga menyebabkan saat
puasa, kadar urea justru tinggi. Saat setelah makan, kadar protein menjadi tinggi, karena
saat kenyang, protein dalam makanan dicerna menjadi asam amino yang digunakan
untuk biosintesis diubah menjadi protein, sisanya digunakan untuk membentuk senyawa
bernitrogen, seperti hormon, neutransmitter serta basa pirin dan pirimidin pada DNA dan
RNA.
Dihasilkan data dari semua kelompok yaitu, blanko protein 0.081, Δ Standar protein
0.266, Δ Standar urea 30” 0.973 dan Δ Standar urea 150” 0.951. Kadar puasa (Protein)
diet tinggi karbohidrat 6.924 g/dl dan diet tinggi lemak 6.248 g/dl. Kadar puasa (Urea)
diet tinggi karbohidrat 4.545 mg/dl, dan pada diet tinggi lemak 20.454 g/dl. Kadar 45’
(Protein) diet tinggi karbohidrat 6.969 g/dl dan diet tinggi lemak 6.812 g/dl. Kadar 45’
(Urea) diet tinggi karbohidrat 31.818 mg/dl dan pada diet tinggi lemak 475 mg/dl. Kadar
120’ (Protein) diet tinggi karbohidrat 7.375 g/dl dan diet tinggi lemak 6.563 g/dl. Kadar
120’ (Urea) diet tinggi karbohidrat 31.818 mg/dl, dan pada diet tinggi lemak 2.272 mg/dl.
Dari data yang di dapatkan, dapat disimpulkan bahwa kadar protein probandus diet
karbohidrat cenderung lebih tinggi dibandingkan kadar protein probandus diet lemak.
Dan data saat puasa juga menunjukan kadar protein yang rendah dibandingkan hasil
kadar protein setelah makan. Hanya saja, terdapat hasil yang tidak sesuai dengan teori,
yaitu pada kadar protein 2 jam setelah makan yang seharusnya kembali normal. Namun
pada data yang dihasilkan menunjukan kadar yang justru lebih tinggi dibandingkan 45
menit setelah makan.
Kadar urea yang didapatkan memiliki hasil yang tidak signifikan. Hal ini mungkin
karena kesalahan pada saat pembacaan absorbansi atau karena adanya kontaminan pada
larutan yang dibaca.

E. KESIMPULAN
1. Aspek biokimia yang terjadi saat puasa adalah pemecahan protein menjadi asam
amino yang kemudian dipecah untuk kerangka karbon sebagai sumber energi dan
nitrogen dalam bentuk ammonia yang diubah menjadi urea. Sedangkan setelah makan
protein otot diubah menjadi asam amino, dimana sebagian kecil digunakan sebagai
sumber energi, sebagian besar sebagai biosintesis tubuh, contohnya urea.

2. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar protein pada probandus diet karbohidrat
lebih tinggi dibandingkan probandus pada diet tinggi lemak. Dan kadar protein saat
puasa cenderung tinggi dibandingkan kadar protein setelah makan.

3. Didapatkan kadar urea dengan nilai yang tidak signifikan atau tidak dapat disimpulkan
hasilnya. Hal ini bisa terjadi karena kesalahan dalam penelitian, seperti adanya
kontaminan pad alarutan yang dibaca pada spektrofotometri, atau kesalahan dalam
pembacaan.
F. REFERENSI

1) Subahar,T. Biologi. Yudhistira Ghalia Indonesia : Jakarta. 11

2) Fauziyati, A. Adaptasi Fisiologi Selama Puasa. Departemen Fisiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2008 ; Vol. 5(1):2.

3) Mughni,A. 2007. EFFECT OF RAMADHAN FASTING ON RISK FACTORS OF


ATHEROSCLEROSIS. Disertai Doktor pada FK UNDIP Semarang: tidak diterbitkan.

4) Muryono S. Anatomi Fungsional Sistem Lokomosi (Pengantar Kinesiologi). Bagian


Anatomi FK Universitas Diponegoro 2001 : 258

Anda mungkin juga menyukai