Disusun Oleh:
ABSTRAK
Simpulan: Pada kasus ini, seorang istri, Ny. N sebagai Korban Kekerasan Fisik
Dalam Rumah Tangga karena kecemburuan yang dilakukan Ny. N. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga dapat dipicu oleh beberapa factor yaitu masalah ekonomi,
kecemburuan, adu mulut, dan perselingkuhan. Pasal 44 UU RI no. 23 tahun 2004
mengatur tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam Islam, apabila istri
melakukan suatu kesalahan, suami perlu memberikan pelajaran secara baik-baik
terlebih dahulu, dan tidak boleh berprasangka buruk seperti cemburu tanpa ada
bukti.
Pada kasus ini, terdapat masalah kecemburuan istri terhadap suami nya yang
terlihat sedang bermesraan dengan wanita lain yang memicu suami untuk
melakukan tindakan kekerasan fisik dalam rumah tangga. Untuk itu, perlu diteliti
lebih lanjut pengaruh yang ditimbulkan oleh kecemburuan terhadap kekerasan
fisik dalam rumah tangga.
2. DESKRIPSI KASUS
Ny. N, 44 tahun datang ke Polres Jakarta Pusat dengan keluhan telah dipukul oleh
suaminya, Tn. M karena sebelumnya terlibat cekcok mulut dirumah. Cekcok
mulut diawali karena Tn. M ketahuan oleh Ny. N berpegangan tangan dengan
seorang wanita di acara kantor. Ny. N mengaku saat membahas hal tersebut, Tn.
M marah dan berkata kasar didepan Ny. N dan kedua anaknya. Setelah beradu
mulut, Tn. M mengusir Ny. N dari rumah dan akhirnya Ny. N meninggalkan
rumah bersama tiga anaknya dengan bajaj. Saat sudah menaiki bajaj, Tn. M
mengejar dan menahan Ny. N untuk pergi dan memukul kepala Ny. N, Ny. N
sempat menangkis dengan tangan kanannya. Setelah memukul, Tn. M meludahi
Ny. N tetapi Ny. N sempat menghindar sehingga terkena anaknya, An. K. Ny. N
mengaku Tn. M sudah melakukan kekerasan fisik sejak 6 tahun yang lalu, dan
kejadian terakhir setahun yang lalu. Kekerasan Verbal telah dilakukan Tn. M
sejak mereka masih pacaran. Setelah dilakukan Visum et Repertum, didapatkan
hasil luka memar dikening dan tangan kanan. Tidak ada masalah ekonomi yang
dialami oleh Ny. N dan Tn. M.
3. DISKUSI
3.1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga dikarenakan Kecemburuan Seorang
Istri
KDRT hanya berlaku dalam perkawinan atau rumah tangga hasil perkawinan
yang diakui oleh negara. Oleh karena itu, sebuah kekerasan hanya bisa diproses
secara hukum negara jika perkawinannya pun sah menurut negara, yakni sesuai
dengan agama masing-masing dan dicatatkan dalam catatan negara yang ditandai
dengan adanya buku nikah resmi dengan nomer registrasi tercatat (Rofiah N,
2017).
Tindakan kekerasan tidak hanya berupa tindakan fisik, melainkan juga perbuatan
nonfisik (psikis).Tindakan fisik langsung bisa dirasakan akibatnya oleh korban,
serta dapat dilihat oleh siapa saja, sedangkan tindakan nonfisik (psikis) yang bisa
merasakan langsung hanyalah korban, karena tindakan tersebut langsung
menyinggung hati nurani atau perasaan seseorang. Hal ini berkaitan dengan
kepekaan hati seseorang, karena antara seseorang dengan orang lain tidak sama
karena ada yang mudah tersinggung (mempunyai sifat perasa), ada yang berusaha
mendiamkan saja menerima kata-kata atau sikap yang tidak baik (Yuliani M,
2017)
2. Faktor Ekonomi
Dari pendapat ahli di atas, dapat dilihat bahwa seorang suami terdorong
untuk melakukan kejahatan dan memberontak seperti melakukan
kejahatan KDRT terhadap isterinya dikarenakan kemewahan yang selama
ini dia peroleh, tidak diperolehnya lagi dari sang suami.
3. Faktor Kejiwaan
4. Peranan Korban
Jadi dapat dikatakan bahwa korban dalam hal ini adalah sikap dan
perlakuan isteri sangat berperan penting dalam mendorong seorang suami
untuk melakukan kejahatan KDRT terhadap isterinya tersebut.
5. Faktor Emosi
Bagi seorang lelaki dalam hal ini sebagai suami, kejahatan yang
dilakukan sering disertai dengan dorongan emosi yang sangat tinggi.
Disaat emosi sedang tinggi, mereka jarang menggunakan akal sehatnya.
Dari sekian banyak faktor penyebab, suamilah sering melakukan kejahatan
karena dendam atau jengkel inilah yang paling dominan, karena lelaki
lebih banyak menggunakan perasaan dibanding menggunakan akal
pikirannya. (Afriani T, 2014)
Cemburu adalah reaksi negatif pasangan pada keterlibatan emosional atau seksual
pasangan dengan orang lain, baik secara nyata maupun hanya imajinasi. Cemburu
dapat dikatakan emosi kompleks karena kehadirannya juga ditandai dengan
adanya pengalaman emosi-emosi yang lain. Tiga perasaan yang paling
menggambarkan cemburu adalah hurt, fear, dan anger. Terluka (hurt) timbul dari
persepsi bahwa pasangan kita tidak menghargai komitmen pada hubungan kita,
sedangkan takut (fear) dan cemas (anxiety) timbul dari ketakutan akan diabaikan
dan kehilangan. Marah (angry) timbul dari perasaan dinomorduakan dari orang
lain. (Asriana, 2012).
Kondisi perkawinan yang tidak menyenangkan dan banyaknya harapan yang tidak
terpenuhi, dapat memicu perselingkuhan. Hubungan yang intim dengan orang
ketiga dapat bermula dari pertemanan biasa tetapi kemudian berlanjut semakin
dalam ketika masing-masing membuka diri dan saling menceritakan masalah.
Perselingkuhan yang tidak diketahui oleh pasangan biasanya tidak memberikan
dampak yang negatif. Bahkan mereka yang berselingkuh memperoleh
pengalaman-pengalaman menyenangkan sehingga merasa lebih bahagia. Namun
saat perselingkuhan terungkap, mulailah masa-masa yang amat sulit dalam
perkawinan, baik bagi pasangan yang menjadi korban maupun pasangan yang
berselingkuh. ( Ginanjar A, 2009)
Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan. fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).
3.2. ASPEK DALAM AGAMA ISLAM
Islam adalah agama yang selalu menginginkan tegaknya konstruksi dan sistem
kehidupan sosial yang adil, sejahtera, aman dan menghormati martabat manusia
serta tidak menoleransi segala bentuk perendahan martabat manusia. Dengan
begitu dapat dikatakan pula bahwa keputusan syari’ah (agama) apapun bentuknya
yang melahirkan praktik ketidakadilan, diskriminasi dan mereduksi martabat
kemanusiaan bukanlah bagian dari syariah itu sendiri meskipun didukung oleh
penafsiran teks keagamaan (Sakirman, 2015)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An-
Nisa (4): 34)
Pada kasus ini, sang istri berprasangka buruk yaitu cemburu terhadap suaminya.
Padahal Islam sangat melarang umatnya bersangka buruk sesama muslim kerana
sangkaan negatif, buruk dan jahat akan mengundang malapetaka kepada
seseorang itu. Setiap bersangka hendaklah berdasarkan bukti yang kukuh dan
bukan sekadar dengar cakap, tuduhan melulu, mengikut tuduhan orang, dan fitnah
semata-mata.
4. KESIMPULAN
Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak hanya sebatas kekerasan fisik, tetapi juga
bisa psikis, verbal, dan atau penelantaran keluarga. Faktor-faktor yang dapat
memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga berupa masalah kecemburuan,
ekonomi, perselingkuhan, campur tangan pihak ketiga, bahkan adu mulut. Pada
Kasus diatas, istri sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dikarenakan
kecemburuan. Kecemburuan dapat dikatakan emosi yang dialami ketika
seseorang merasa hubungan dengan pasangannya terancam dan dapat
mengakibatkan hilangnya kepemilikan, biasanya ini akan timbul apabila ada pihak
ketiga dalam hubungan tersebut. Pada diskusi yang telah dijelaskan diatas,
seorang suami yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur dalam
Pasal 44 UU Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam Islam, sebagai seorang suami, apabila
istri melakukan suatu kesalahan baiknya diberikan pelajaran secara baik baik
terlebih dulu, apabila masih terulang lagi, suami boleh memukul dengan catatan
tidak terlalu keras dan tidak membuat cedera. Islam melarang umatnya untuk
berprasangka buruk seperti cemburu, tanpa ada bukti.
5. SARAN
1. Saran yang dapat diberikan pada pasangan suami istri adalah sebaiknya
mengikuti konseling pra-nikah sebelum memutuskan untuk menikah
2. Sebagai umat muslim sebaiknya mendekatkan diri kepada Allah SWT agar
tetap dalam lindungan Allah dan dijauhkan dari sikap-sikap tercela
6. ACKNOWLEDGMENT
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan Ridha Nya saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas ini
dengan baik. Penulis berterima kasih kepada Polres Metro Jaya Jakarta Pusat,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkunjung dan
mengumpulkan data serta informasi dari Polres Jakarta Pusat. Ucapan terima
kasih saya berikan kepada dr. Endah Purnamasari, Sp.PK sebagai tutor kelompok
2 Domestic Violence yang telah meluangkan waktunya serta memimbing kami
dengan baik dalam mengerjakan laporan kasus ini sehingga dapat terselesaikan.
Terima kasih juga kepada dr. Ferryal Basbeth, SpF. DFM, selaku dosen
pengampu serta dr. Hj. R. W. Susilowati, M.Kes dan DR. Drh. Hj. Titiek
Djannatum sebagai coordinator blok elektif. Serta kepada teman-teman kelompok
2 Domestic Violence yang selalu kompak dalam proses pembuatan laporan kasus
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Tati. 2014. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Yang
Dilakukan Suami Terhadap Istri. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 6,
Volume 2, Tahun 2014
Ginanjar, Adriana Soekandar. 2009. Proses Healing Pada Istri Yang Mengalami
Perselingkuhan Suami. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1, Juli
2009: 66-76
Sakirman. 2015. Islam Dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kajian Tafsir
Hukum Qs. An-Nisă’/4: 34). Jurnal Al-Mizan Volume 11 Nomor 1 Juni
2015 ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256
Wahed. Abd. MHI. 2009. Analisa Hukum Islam Terhadap Masalah Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT)