Analisis
Bagian Wilayah Perencanaan
Tabel 4.1 Nilai Kelas Lereng dan Bobot Satuan Kemampuan Lahan
Ketersediaan
Pembuangan
SKL Bencana
Kemudahan
Dikerjakan
Kestabilan
Kestabilan
SKL untuk
Terhadap
morfologi
Drainase
Pondasi
Limbah
Lereng
Jenis
Alam
Erosi
SKL
SKL
SKL
SKL
SKL
SKL
SKL
Air
Kelas SKL
Lereng
Bobot
5 1 5 3 5 3 5 0 5
SKL
>40% 1 1 1 1 1 1 5 1 5
Nilai Lereng
25-40% 2 2 2 2 2 2 4 2 4
15-25% 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2-15% 4 4 4 4 4 4 2 4 2
0-2% 5 5 5 5 5 5 1 5 1
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang
Berdasarkan rumus dan asumsi di atas, maka daya tampung setiap desa di
Kecamatan Imogiri adalah seperti disajikan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6. Analisis Daya Tampung Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Imogiri
Tahun 2012
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk di atas, maka lahan untuk permukiman masih
dapat menampung penduduk hingga akhir tahun perencanaan. Perbandingan antara
kapasitas penduduk yang dapat ditampung dengan jumlah penduduk pada akhir tahun
perencanaan disajikan pada Tabel 4.8 berikut
Tabel 4.8. Analisis Daya Tampung Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Imogiri Tahun 2035
Tabel 4.9.
PDRB Kecamatan Imogiri Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2011 (dalam juta rupiah)
Tahun
No Lapangan Usaha
2007 2008 2009 2010 2011
1 Pertanian 48.191 51.036 53.598 54.832 52.280
2 Pertambangan dan 1.089 1.106 1.105 1.125 1.183
Penggalian
3 Industri Pengolahan 26.795 27.392 28.059 29.792 31.411
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.058 1.163 1.338 1.398 1.473
5 Bagunan 29.071 30.725 30.734 31.046 32.516
6 Perdagangan, hotel, dan 38.685 41.415 44.349 46.464 48.947
restoran
7 Pengangkutan dan 11.443 11.985 12.990 13.625 14.552
komunikasi
8 Keuangan, persewaa,dan jasa 3.594 3.683 3.904 4.115 4.525
perusahaan
9 Jasa-jasa 27.561 28.589 30.288 31.896 33.925
PDRB 187.487 197.094 206.365 214.293 22.782
Dari tabel di atas juga dapat diketahui sektor-sektor lapangan usaha yang
memberikan kontribusi besar bagi PDRB Kecamatan Imogiri. Sektor-sektor tersebut
adalah pertanian, industry pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi,serta jasa-jasa. Sektor-sektor yang memberikan
kontribusi besar tersebut dapat merupakan sektor unggulan yang berkembang di suatu
daerah. Akan tetapi, dapat juga bukan merupakan sector unggulan. Untuk menganalisis
sektor unggulan atau sektor basis berdasarkan nilai PDRB, dapat dilakukan dengan
melihat indeks Location Quotient (LQ) yang dirumuskan sebagai berikut :
Hasil analisis terhadap LQ berdasarkan data PDRB tahun 2011 dapat diketahui
bahwa yang termasuk sektor unggulan di Kecamatan Imogiri adalah sektor pertanian,
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Dari sektor pertanian,
Kecamatan Imogiri memproduksi padi sawah, tanaman sayuran dan buah, serta
peternakan. Desa Kebonagung dan Desa Karangtalun merupakan wilayah Kecamatan
Imogiri yang memiliki potensi lahan pertanian sawah cukup bagus. Di Kecamatan
Imogiri juga terdapat dua Daerah Irigasi (DI) yang menopang kegiatan pertanian.
Potensi ekonomi dari sektor pertanian tersebut semakin kuat seiring dengan adanya
arahan dari RTRW Kabupaten Bantul untuk menjadikan Kecamatan Imogiri sebagai
salah satu kawasan agropolitan. Kegiatan pariwisata di Kecamatan Imogiri memiliki
potensi yang kuat, yaitu keberadaan Makam Raja-raja Imogiri, Bendung Tegal, Desa
Wisata Kebon Agung, Wisata Taman Buah dan Gardu Pandang Mangunan, Wisata
Jembatan Gantung Sungai Oyo, dan Wisata Alam Gua Cerme. Pengembangan wisata
tersebut memberikan kontribusi yang besar bagi sektor jasa serta perdagangan,
hotel, dan restoran.
Secara lebih jelas, kebutuhan jaringan listrik untuk Kecamatan Imogiri hingga
akhir tahun perencanaan 2034 adalah seperti pada Tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10.
Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik untuk Berbagai Pengguna Tahun 2035
Imogiri
No Deskripsi Standar Kebutuhan Satuan
2035
1 Jumlah penduduk - jiwa 72.743
Jumlah Rumah/ KK - Unit (KK) 18.186
2 Pengguna domestik
Kavling kecil 60% - kapling 10.911
Kavling sedang 30% - kapling 5.456
Kavling besar 10% - kapling 1.819
Jumlah 18.186
3 DOMESTIK
Penempatan lokasi jaringan harus dilakukan melalui survey terlebih dahulu agar
dapat dicapai kondisi yang efisien. Dalam penempatan jaringan telepon dimungkinkan
dan menjadi prioritas dilakukan di kawasan terbangun, dengan jumlah populasi yang
padat. Kebutuhan telepon di wilayah perencanaan diprioritaskan terhadap permintaan
satuan sambungan untuk keperluan perdagangan dan perkantoran, pendidikan,
perumahan, dan sebagainya.
2) Jenjang distribusi antara dapat lebih dari dua, tergantung teknologi dan batasan
kapasitas yang dilayani. Mengingat keterbatasan kapasitas STO, untuk satu
wilayah kota (perkotaan) dapat dilayani oleh lebih dari 1 (satu) STO. Dari STO
sampai pelanggan dihubungkan dengan jaringan kabel, sedang antar STO
dihubungkan dengan gelombang elektromagnetik.
3) Perlu dilanjutkan pengembangan penggunaan fasilitas komunikasi dengan tingkat
kecepatan tinggi (ISDN/Fibre Optic).Namun demikian, mengingat biaya investasi
per sambungan telepon kabel mencapai $700, maka sistem kabel lambat laun
akan ditinggalkan, karena biaya investasinya yang sangat mahal.
4) Telepon Non Kabel (Seluler)
Kebutuhan telekomunikasi di Kecamatan Imogiri kedepannya dimungkinkan akan
lebih banyak dilayani oleh jenis atau system telekomunikasi tanpa kabel, atau
seluler, baik oleh system layanan CDMA maupun GSM. Dengan demikian, hal yang
perlu diatur adalah ketentuan dalam hal pembangunan tower telekomunikasi.
Kriteria dalam penentuan penempatan Menara Terpadu :
1) Diprioritaskan menggunakan sarana site/BTS eksisting. Pemilihan BTS eksisting
adalah dengan mempertimbangkan pada posisi koordinatnya saja yang sesuai
dengan konfigurasi seluruh Menara Bersama dalam sebuah BTS di Kabupaten.
2) Kendala yang dijumpai dalam pemanfaatan BTS Eksisting sebagai Site/ Menara
Bersama adalah site-site eksisting pada umumnya tidak dipersiapkan sebagai site
dan Menara Bersama. Area site yang sempit dapat disolusikan dengan pembuatan
bangunan bertingkat untuk menampung perangkat RBS untuk 3 Telco operator.
Menara-menara bisa dilakukan penguatan atau membangun menara baru yang
dipersiapkan untuk mampu menampung minimal 3 Telco operator.
Tabel 4.13.
Perkiraan Kebutuhan Air Bersih untuk Berbagai Pengguna Tahun 2035
Imogiri
No Deskripsi Standar Satuan
2035
1 Jumlah penduduk - jiwa 72.743
2 Jumlah Rumah Tangga 1 KK = 4 jiwa KK 18.186
3 Asumsi jumlah pelanggan 60 % terlayani KK 10.911
4 Asumsi jiwa terlayani 1 KK = 4 jiwa jiwa 43.644
DOMESTIK
5 Kebutuhan rumah tangga total 80 l/jiwa/hari liter/hr 5.819.440
Kebutuhan pelanggan/ penduduk 80 l/jiwa/hari liter/hr 3.491.520
6
terlayani
NON DOMESTIK
7 Kebutuhan hydrant umum 20% x kebutuhan total domestik liter/hr 698.304
Tabel 4.14. Perkiraan Hasil Buangan Air Limbah dari Sumber Buangan
Domestik (dengan acuan jiwa/hari)
Kecamatan Imogiri
Deskripsi Standar Satuan
2015 2020 2025 2030 2035
0,2 -
17.587 18.537 19.556 20.649 21.823
- lumpur tinja 0,3 l/j/hari
Evaporasi (20% dari total limbah) 0.2 totL l/hari 753.879 794.619 838.292 884.541 915.475
Infiltrasi (20% dari total limbah) 0.2 totL l/hari 753.879 794.619 838.292 884.541 915.475
Produksi Air Limbah Total l/hari 2.261.637 2.383.859 2.514.876 2.653.623 2.746.425
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambung- an yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
2) Pengelolaan Sampah
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Setiap orang dalam
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga,
wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan
fasilitas pemilahan sampah.
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri atas:
a) pengurangan sampah; dan
b) penanganan sampah.
a) Kepadatan penduduk > 100 Jiwa/ha, dilayani dengan system terpusat, dengan
prioritas kawasan yang telah ada pelayanan.
b) Kepadatan penduduk 50 – 100 Jiwa/ha Dilayani dengan system terpusat bila
terdapat potensi ekonomi dan kemungkinan pembayaran retribusi, sedangkan
bila tidak memiliki potensi maka dibiarkan dengan sistem setempat.
c) Kepadatan penduduk < 50 Jiwa/ha akan dilayani dengan sistem setempat.
a) Kondisi Geologi: Tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau
berdekatan dengan daerah yang mempunyai sifat bahaya geologi yang dapat
merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah
formasi batu pasir, batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar
lainnya (jointed rocks).
b) Kondisi Hidrogeologi: Lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang
mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh mempunyai kelulusan
tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter
terhadap sumber air minum di hilir aliran.
c) Lereng: Lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil
dan akan dinilai layak apabila terletak di daerah landai yang agak tinggi,
bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah
dengan depresi yang berair, lembah rendah dan tempat yang berdekatan
dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari 20%.
d) Tata Guna Tanah: TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh
terletak di radius 3.000 meter dari landasan lapangan terbang untuk pesawat
turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik
kehadiran burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi
lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar, dan pelestarian
tanaman.
e) Daerah Banjir: Lokasi TPA sebaiknya berada di daerah banjir dengan daur 25
tahun.
b. Evakuasi Bencana
Kecamatan Imogiri merupakan kawasan yang rawan terhadap bencana gempa bumi,
longsor dan kekeringan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan jaringan
prasarana evakuasi bencana sebagai salah satu bagian dari upaya mitigasi bencana.
Pasal 47 UU 24/2007 menyatakan bahwa mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi
bencana dilakukan melalui:
1) Ruang terbuka hijau binaan (pemakaman, lapangan OR, perkebunan, pertanian, dll);
2) Ruang terbuka hijau alami (sempadan sungai, hutan lindung, dll).
Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum.
Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota SKBI – 2.3.51. 1987. UDC: 711.58
Taman dan
Taman dan
Taman dan
Taman dan
Olah Raga
Olah Raga
Olah Raga
Olah Raga
Penduduk
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
/Tempat
/Tempat
Taman/
Taman/
Tempat
Tempat
Jumlah
Taman
Taman
Jenis
Main
Main
Main
Main
sarana
Ketersediaan TTM dan lapangan olah raga masih minim, hanya berupa lapangan
olah raga dan taman halaman rumah bukan taman publik, rencana untuk 20 tahun yang
akan datang tidak hanya dalam hal pemenuhan jumlah dan luas taman namun juga
peningkatan kualita lapangan olah raga yang sudah ada.
Tabel 4.21.
Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Perdagangan di Kecamatan Imogiri Tahun 2035
Jumlah
Jumlah Jumlah Sarana
Jenis Sarana Perdagangan dan
No Penduduk Penduduk (unit)
Niaga
Pendukung Tahun 2035 Tahun
2035
1 Toko atau Warung 250 72743 291
2 Pertokoan 6000 72743 12
Pusat Pertokoan + Pasar
3 30000 72743 2
Lingkungan
Pusat Perbelanjaan dan Niaga
4 (toko+pasar+bank+kantor) 120000 72743 1
Total 306
Sumber : SNI 03-1733-2004 dan Hasil Analisis
- Luas prasarana yang diperkeras berkisar antara 20-50% dari KDB yang
ditetapkan
(bukan dari luas persil).
- KDB maks = 50%
- Luas prasarana yang diperkeras = 20% dari KDB
Maka KDH diperoleh dengan hitungan:
50% = 100%-KDH-20%KDBmaks
Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara bertahap diarahkan memenuhi luas RTH publik
20%
dan 10% RTH private sesuai yang digariskan mengenai RTH dalam Undang-Undang
a. Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, tempat bangunan
gedung tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan gedung
tersebut. Dengan memperhatikan faktor budaya lokal setempat maka jumlah lantai
bangunan dibatasi 2 (dua) lantai, dan batas tinggi bangunan rumah 12 meter.
1) Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = V2 rumija;
2) Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = Y2 rumija +1 m;
3) Jarak antara bangunan gedung minimal setengah tinggi bangunan gedung.
Garis sempadan bangunan ditetapkan dengan kriteri sebagai berikut:
1) Permukiman 200 m2
2) Perdagangan dan jasa 300 m2
3) Perkantoran 300 m2
4) Faslitas umum dan sosial 200 m2
KADIN Daerah,
Asosiasi perusahaan/pengusaha bidang tertentu (PHRI, pariwisata, pengelolaan
hutan, perikanan, pertanian, dll),
Lembaga Usaha Strategis: PLN, TELKOM, PDAM.
Lembaga-lembaga tersebut masing-masing memiliki fokus kepentingan tersendiri
terhadap keberadaan produk tata ruang.
Untuk menjamin fungsi dan efektifitas rencana tata ruang, maka diperlukan
suatu sistem atau mekanisme tertentu yang dapat memperkuat aspek kelembagaan.
Mekanisme atau sistem tersebut, diantaranya adalah suatu bentuk penguatan kegiatan
lintas lembaga atau penguatan peran dan fungsi masing-masing lembaga. Pada saat ini,
telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang berperan dalam
proses-proses penataan ruang. Keberadaan BKPRD. Dalam proses-proses penataan
ruang, diperlukan kesiapan atau kemampuan lembaga-lembaga tertentu dalam
keterlibatannya secara fungsional di BKPRD. Bentuk kesiapan dan kemampuan
kelembagaan akan tercermin diantaranya dari bentuk struktur organisasi lembaga
tersebut disertai dengan kualifikasi personil dalam struktur yang terkait dengan aspek
tata ruang dan tingkat frekuensi kegiatan pembahasan koordinasi mengenai tata ruang.
1) Lembaga Perencanaan
Kegiatan perencanaan ruang secara umum meliputi tahapan persiapan
penyusunan materi tata ruang, tahapan penyusunan materi tata ruang, tahapan
penetapan dan pengesahan materi tata ruang yang telah tersusun sebagai
peraturan daerah dalam kegiatan pemanfaatan ruang serta sosialisasi rencana
tata ruang kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan proses penataan ruang.
Instansi di Kabupaten Bantul yang memiliki tanggung jawab dalam tahapan
perencanaan tata ruang terutama yaitu Dinas Pekerjaan Umum.
2) Lembaga Pemanfaatan Ruang
Kegiatan pemanfaatan ruang pada dasarnya meliputi kegiatan
pengoperasionalisa- sian rencana tata ruang oleh dinas/instansi terkait serta
pelaksanaan teknis lainnya. Kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan oleh seluruh
pengguna ruang, baik dinas/instansi pemerintah maupun pihak
swasta/masyarakat luas. Sehingga dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat
memiliki tanggung jawab atas kegiatan pemanfaatan ruang.
3) Lembaga Pengendalian Pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi kegiatan koordinasi,
pengawasan, dan penertiban. Badan yang bertugas sebagai pengendali adalah
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), yaitu lembaga yang secara
2) Badan dan Dinas yang ada dalam struktur pemerintah Kabupaten Bantul
Berikut ini adalah beberapa Badan dan Dinas yang termasuk dalam struktur
pemerintah Kabupaten Bantul yang memiliki fungsi terkait dengan kegiatan
penataan ruang.
4) Lembaga publik
Kelembagaan masyarakat sebagai stakeholders seharusnya berperan cukup
penting dalam proses kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berbagai
lembaga terkait yang harus terlibat adalah lembaga–lembaga profesi masyarakat
yang menempati ruang secara signifikan (Himpunan Tani), para kelompok
pemerhati lingkungan hidup, dan kelompok pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 4
(empat) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat, yaitu:
1) Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan pada dasarnya menerapkan konsep pembelajaran secara
langsung, dimana masyarakat langsung terlibat dalam proses kegiatan dan
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Masyarakat sebagai pelaku
utama perlu menjalin hubungan sebagai mitra kerja (proses kemitraan) dalam
proses kegiatannya sekaligus merupakan proses pembelajaran, peningkatan
pengetahuan dan kemampuan.
Pelibatan antar pelaku, merupakan aktivitas keterlibatan secara aktif dari semua
unsur dalam setiap proses kegiatan. Sedangkan saling belajar, merupakan
bentuk aktivitas dalam melakukan kegiatan pada setiap tahapan hubungan antar
2) Proses pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat pada pengembangan kawasan pada dasarnya untuk
mengelola potensi yang terkandung di dalamnya dapat diolah dan diberdayakan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan pola
pembinaan manusia melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan ketrampilan,
studi banding, dan kegiatan lain dalam upaya meningkatkan kemampuan.
Pembinaan usaha meliputi kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Serta pembinaan lingkungan yang terkait dengan
kesadaran masyarakat untuk melindungi lingkungan dengan tetap menjaga
kelestariannya.
Tabel 4.30. Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
WILAYAH
NASIONAL KABUPATEN
PENATAAN RUANG
2. Pertimbangan 2. Pertimbangan
3. Tanggapan 3. Tanggapan
4. Keberatan 4. Keberatan
5. Masukan 5. Masukan