Anda di halaman 1dari 57

BAB IV

Analisis
Bagian Wilayah Perencanaan

4.1 Analisis Peruntukan Lahan


4.1.1 Analisis Kemampuan Lahan
Metode analisis kemampuan lahan yang dilakukan berdasarkan pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis
Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang. Dalam pedoman tersebut, unit pemetaan penilaian Satuan Kemampuan
Lahan (SKL) adalah kelas kemiringan lereng. Tiap-tiap kelas kemiringan lereng dapat
memiliki nilai yang berbeda untuk masing-masing SKL. Satuan Kemampaun Lahan yang
dimaksud meliputi SKL Morfologi, SKL Kemudahan Dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng,
SKL Kestabilan POndasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Terhadap Erosi, SKL untuk Drainase,
SKL Pembuangan Limbah, dan SKL Bencana Alam. Masing-masing SKL tersebut memiliki
bobot yang berbeda seperti disajikan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Nilai Kelas Lereng dan Bobot Satuan Kemampuan Lahan
Ketersediaan

Pembuangan

SKL Bencana
Kemudahan
Dikerjakan

Kestabilan

Kestabilan

SKL untuk
Terhadap
morfologi

Drainase
Pondasi

Limbah
Lereng

Jenis

Alam
Erosi
SKL

SKL

SKL

SKL

SKL

SKL

SKL
Air

Kelas SKL
Lereng

Bobot
5 1 5 3 5 3 5 0 5
SKL
>40% 1 1 1 1 1 1 5 1 5
Nilai Lereng

25-40% 2 2 2 2 2 2 4 2 4
15-25% 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2-15% 4 4 4 4 4 4 2 4 2
0-2% 5 5 5 5 5 5 1 5 1
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-1


Klasifikasi kemampuan lahan didapatkan berdasarkan total perkalian antara nilai
kelas lereng dengan bobot semua SKL. Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan nilai
total tersebut disajikan pada Tabel 4.2. berikut.

Tabel 4.2 Klasifikasi Kemampuan Lahan dan Pengembangannya


Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan
32-58 Kelas A Kemampuan pengembangan sangat rendah
59-83 Kelas B Kemampuan pengembangan rendah
84-109 Kelas C Kemampuan pengembangan sedang
110-134 Kelas D Kemampuan pengembangan agak tinggi
135-160 Kelas E Kemampuan pengembagnan sangat tinggi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang

Hasil analisis kemampan lahan menunjukkan bahwa kemampuan lahan di


Kecamatan Imogiri terdiri dari 3 (tiga) kelas, yaitu Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Dari
ketiga kelas tersebut, yang paling luas adalah kemampuan lahan kelas C, yaitu
mencakup 2.953,43 Ha (57,15 %). Sementara itu, kelas D mencakup luas 2.194,22 Ha
(42,46%) dan kelas B hanya mencakup luas 19,79 Ha (0,38%). Dengan demikian, secara
umum wilayah Kecamatan Imogiri memiliki kemampuan pengembangan sedang. Adapun
distribusi masing-masing kelas kemampuan lahan pada tiap desa disajikan pada Tabel
4.3 dan Gambar 4.1 berikut.

Tabel 4.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan Tiap Desa di Kecamatan Imogiri


No Desa Kelas Kemampuan Lahan Luas (Ha)
B 3.63
Wukirsari
1 C 981.48
D 535.82
B 7.31
2 Selopamioro C 1351.58
D 628.09
B 8.24
3 Sriharjo C 298.95
D 339.96
B 0.07
4 Karangtengah C 109.11
D 201.41
B 0.51
5 Girirejo C 152.54
D 137.20
B 0.02
6 Kebon Agung C 25.42
D 163.76
B 0.001
7 Imogiri
C 16.76

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-2


D 80.47
B 0.012
8 Karangtalun C 17.60
D 107.51
Sumber : Analisis Studio

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-3


Gambar 4.1. Analisa Kemampun Lahan Kecamatan Imogiri

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-4


4.1.2 Analisis Kecenderungan Perkembangan Penggunaan Lahan
Hasil interpretasi data penginderaan jauh dan survey lapangan menunjukkan
bahwa secara garis besar terdiri dari semak belukar dan rumput, kebun, permukiman
dan gedung, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, dan lainnya. Penggunaan lain
yang dimaksud meliputi sungai/air tawar, jalan, dan endapan pasir sungai. Jenis
penggunaan lahan paling luas di Kecamatan Imogiri adalah tegalan, yaitu seluas
2.035,79 Ha. Berdasarkan distribusinya, tegalan tersebut paling luas terdapat di esa
Selopamioro (988,89 Ha) dan Desa Wukirsari (746,91 Ha). Jenis penggunaan lahan
terluaas kedua adalah permukiman, termasuk gedung. Luas tersebut mencakup
1.036,04 Ha. Penggunaan lahan untuk permukiman paling luas terdapat di Desa
Selopamioro (313.93 Ha) dan Desa Wukirsari (261.67 Ha). Luas tersebut selaras
dengan luas wilayahnya yang merupakan dua desa terluas di Kecamatan Imogiri.
Secara persentase, penggunaan lahan untuk permukiman dan gedung paling tinggi
adalah Desa Imogiri (52,24%), Desa Girirejo (32,32 Ha), dan Desa Karangtalun (31,32
Ha). Kecamatan Imogiri memiliki lahan pertanian berupa sawah seluas 1.128,97 Ha.
Lahan sawah tersebut meliputi sawah irigasi seluas 862,63 Ha dan sawah tadah hujan
seluas 266.34 Ha. Menurut distribusnya, lahan sawah irigasi paling luas terdapat di
Desa Sriharjo (233,1 Ha), sedangkan sawah tadah hujan terluas terdapat di Desa
Selopamioro (187, 86 Ha). Secara lebih rinci, distribusi jenis penggunaan lahan di
Kecamatan Imogiri dapat dilihat pada Tabel 3.10 dan Gambar 3.11.

Tabel 4.4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Imogiri tahun 2014


Sawah
Belukar/ Permukiman Sawah
Kebun Tadah Tegalan Lainnya
Desa Semak/Rumput dan Gedung Irigasi
(Ha) Hujan (Ha) (Ha)
(Ha) (Ha) (Ha)
(Ha)
Selopamioro 136.12 103.71 313.93 161.5 187.86 988.89 46.89
Sriharjo 64.48 25.11 155.66 233.1 127.65 40.93
Karangtengah 3.86 65.44 63.39 56.41 22.65 93.75 5.34
Girirejo 27.67 52.53 93.39 33.47 1.99 75.55 5.63
Imogiri 2.63 50.97 38.9 1.42 3.65
Karangtalun 0.6 39.36 76.94 1.62 7.17
Kebon Agung 1.11 0.13 57.67 124.14 10.02
Wukirsari 78.61 223.6 261.67 138.17 53.84 746.91 23.54
JUMLAH 311.85 473.75 1036.04 862.63 266.34 2035.79 143.17
Sumber: Survei Lapangan dan Analisis Studio (2014)

Penggunaan lahan di Kecamatan Imogiri mengalami perkembangan.


Perkembangan yang ada pada umumnya lebih pada perubahan lahan dari lahan non
terbangun berupa lahan sawah menjadi lahan terbangun. Lahan terbangun yang
dimaksud terutama berfungsi untuk permukiman dan kegiatan perdagangan dan jasa.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-5


Perkembangan tersebut terjadi lebih banyak di daerah yang secara fisik lingkungan
memiliki topografi datar. Data terakhir tahun 2014 dari BPN menyebutkan bahwa
terdapat empat permohonan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan tersebut adalah lahan
sawah menjadi rumah, took, dan kios seluas 354,7 m2 di Pedukuhan Kerten Desa Imogiri,
lahan tegalan menjadi Stasiun Pengisian Bahan bakar Kendaraan Bermotor (SPBKB)
seluas 1.797 m2 di Pedukuhan Nawungan 2 Desa Selopamioro, serta lahan sawah menjadi
bangunan fasilitas perekonomian berupa bank seluas 42,17 m2 di Pedukuhan Gendo Desa
Wukirsari dan seluas 923,5 m2 di Pedukuhan Bandungan Desa Karangtalun.
Berdasarkan lokasinya, keempat alih fungsi lahan tersebut berada di pinggir jalan
kolektor dan tiga di antaranya terdapat di kawasan perkotaan di sekitar pusat kegiatan
utama Kecamatan Imogiri serta berada pada lingkungan bertopografi datar. Kondisi ini
dapat memberikan gambaran bahwa perkembangan penggunaan lahan di Kecamatan
Imogiri kedepannya akan banyak terjadi pada lokasi-lokasi yang memiliki karakter
tersebut.

4.2 Analisis Kawasan Lindung


4.2.1 Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Yang dimaksud kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan.
bawahannya dalam dokumen RTRW Kabupaten Bantul adalah kawasan hutan lindung dan
kawasan resapan air. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Bantul seluas 1.041,2 Ha dan
diantaranya terdapat di wilayah Kecamatan Imogiri. Kawasan resapan air di Kabupaten
Bantul seluas 1.001 Ha dan sebagian diataranya terdapat dihampir seluruh wilayah
Kecamatan Imogiri.
Rencana pengelolaan kawasan lindung bawahan adalah dengan melakukan hal-
hal sebagai berikut :
a. menyusun rencana rinci tata ruang kawasan lindung bawahan
b. memantapkan kawasan hutan lindung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
c. mengendalikan kegiatan budi daya yang telah ada
d. melarang kegiatan yang dapat merubah kondisi bentang alam
e. menyusun ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi
f. memantapkan fungsi hidroorologi kawasan hutan
g. melindungi fungsi hidrogeologi kawasan resapan air.
h. mengendalikan dan membatasi kegiatan budi daya baru.

4.2.2 Kawasan Perlindungan Setempat


Kawasan perlindungan setempat yang ada di Kecamatan Imogiri adalah kawasan
sempadan Sungai Opak dan Sungai Oyo dan kawasan Ruang Terbuka Hijau.
a. Kawasan sempadan sungai

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-6


1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagai berikut :
a) garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan
paling rendah 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul;
dan
b) garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan,
ditetapkan paling rendah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul.
2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan didasarkan pada kriteria :
a) sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas 500 (lima ratus) kilometer persegi atau lebih; dan
b) sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
kurang dari 500 (lima ratus) kilometer persegi.
3) Penetapan garis sempadan tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas
daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
4) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawsan perkotaan pada
sungai besar ditetapkan paling rendah 100 (seratus) meter, sedangkan pada
sungai kecil paling rendah 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan.
5) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan didasarkan pada kriteria :
a) sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, dari
sempadan ditetapkan paling rendah 10 (sepuluh) meter dihitung dari
tepi
sungai pada waktu ditetapkan;
b) sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai
dengan 20 (dua puluh) meter, dari sempadan ditetapkan paling rendah
15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;
c) Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua uluh)
meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
6) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan
adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi
dan penggunaan jalan harus menjamin bagi pelestarian dan keamanan
sungai serta bangunan sungai.
7) Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan
berfungsi sebagai jalur hijau.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-7


b. Kawasan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan ruang terbuka hijau ditentukan paling rendah 30% (tiga puluh persen)
dari luas kawasan perkotaan, meliputi 20% (dua puluh persen) RTH public dan
10% RTH privat. RTH kota direncanakan meliputi jalur hijau di sepanjang kiri
dan kanan jalan kolektor dan local, taman-taman di kawasan perkotaan, hutan
kota, pemakaman umum, dan lapangan olah raga.

4.2.3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya


Kawasan suaka alam di Kabupaten Bantul adalah Cagar Alam Imogiri seluas kurang
lebih 11 Ha terletak di Desa Girirejo. Sementara itu, cagar budaya di Kabupaten Bantul
salah satunya terdapat di Kecamatan Imogiri, yaitu Kompleks Makam Raja-raja di Desa
Imogiri.

4.2.4 Kawasan Rawan Bencana


Kawasan rawan bencana yang ada di Kecamatan Imogiri meliputi rawan bencana
gempa bumi, longsor, dan kekeringan.

4.3 Analisis Kawasan Budidaya


4.3.1 Analisis Daya Tampung Penduduk
Analisis daya tampung dimaksudkan untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk
di masa mendatang yang dapat ditampung di wilayah perencanaan. Analisis ini dilakukan
berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan. Kelas kemampuan lahan yang didapatkan
menjadi dasar penentuan rasio tutupan lahan.
Beberapa asumsi digunakan dalam analisis ini, yaitu :
a. Asumsi bahwa masing-masing rasio tutupan lahan dipenuhi maksimum
b. Asumsi bahwa luas lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari
luas lahan yang boleh tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan
jalan dan utilitas lainnya)
c. Asumsi bahwa setiap 1 KK terdiri dari 4 orang dan membutuhkan lahan seluas
100 m2.
Asumsi-asumsi tersebut dirumuskan sebagai berikut :

50% (𝑛% 𝑥𝑙𝑢𝑎𝑠𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 (𝑚2))


Daya tampung (n) = x 4 jiwa
100

Rasio tutupan lahan di setiap wilayah desa ditentukan berdasarkan kelas


kemampuan lahan yang paling luas di wilayah desa tersebut. Berdasarkan hasil analisis
kemampuan lahan, maka kelas kemampuan lahan dan rasio tutupan lahan masing-
masing desa adalah seperti disampaikan pada Tabel 4.5 berikut.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-8


Tabel 4.5. Kelas Kemampuan Lahan dan Rasio Tutupan Lahan Tiap Desa di
Kecamatan Imogiri
Kelas
No Desa Rasio Tutupan Lahan (%)
Kemampuan Lahan
1 Wukirsari C Rasio tutupan lahan maksimal 20%

2 Selopamioro C Rasio tutupan lahan maksimal 20%

3 Sriharjo D Rasio tutupan lahan maksimal 30%

4 Karangtengah D Rasio tutupan lahan maksimal 30%

5 Girirejo C Rasio tutupan lahan maksimal 20%

6 Kebon Agung D Rasio tutupan lahan maksimal 30%

7 Imogiri D Rasio tutupan lahan maksimal 30%

8 Karangtalun D Rasio tutupan lahan maksimal 30%

Sumber : Analisis Studio

Berdasarkan rumus dan asumsi di atas, maka daya tampung setiap desa di
Kecamatan Imogiri adalah seperti disajikan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6. Analisis Daya Tampung Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Imogiri
Tahun 2012

Luas Lahan Jumlah


Rasio Jumlah KK Jumlah
Luas Lahan yg untuk pddk
Tutupan tertampung penduduk
Desa Wilayah boleh permu- tahun Ket. DTL
Lahan setiap tertampung
(Ha) Tertutup kiman 2012
(%) 100m2 (DTL) Jiwa
(ha) (50%) Ha (jiwa)
Wukirsari 20 2.275,00 455 227,5 22.750 91.000 13.436 tertampung
Selopamioro 20 631,95 126,39 63,195 6.319,5 25.278 8.552 ung
tertampung
Sriharjo 30 187,11 56,13 28,07 2.807 11.228 3.461 tertampung
Karangtengah 30 287,77 86,33 43,17 4.371 17.484 4.636 tertampung
Girirejo 20 323,55 64,71 32,36 3.236 12.944 4.316 tertampung
Kebon Agung 30 121,20 36,36 18,18 1.818 7.272 2.889 tertampung
Imogiri 30 83,56 25,06 12,53 1.253 5.012 3.767 tertampung
Karangtalun 30 1.538,55 461,57 230,78 23.078 92.312 15.766 tertampung

Sumber : Analisis Studio

Untuk kegiatan perencanaan, diperlukan pula analisis daya tampung penduduk di


masa mendatang. Oleh karenanya, diperlukan proyeksi penduduk untuk memperkirakan
jumlah penduduk di masa mendatang yang akan menempati ruang di wilayah
perencanaan. Adapun hasil proyeksi penduduk hingga akhir tahun perencanaan di
Kecamatan Imogiri disajikan pada Tabel 4.7 berikut. Proyeksi yang dilakukan
menggunakan angka pertumbuhan penduduk yang ditentukan berdasarkan data tahun
2000 dan 2010 dengan pertimbangan bahwa data penduduk pada kedua tahun tersebut

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4-9


merupakan hasil sensus penduduk yang mendekati kondisi riil. Selanjutnya proyeksi
dilakukan menggunakan tahun 2012 sebagai tahun dasar proyeksi.

Tabel 4.7. Proyeksi Penduduk Kecamatan Imogiri Hingga Tahun 2035

Tahun Dasar (P0) Tahun Perencanaan


Desa
2012 2015 2020 2025 2030 2035
Selopamioro 13,436 14,274 15,789 17,465 19,319 21,370
Sriharjo 8,552 8,699 8,950 9,208 9,474 9,747
Kebonagung 3,461 3,506 3,582 3,659 3,739 3,820
Karangtengah 4,636 4,744 4,928 5,120 5,320 5,527
Girirejo 4,316 4,387 4,509 4,634 4,763 4,895
Karangtalun 2,889 2,926 2,987 3,051 3,115 3,181
Imogiri 3,767 3,844 3,977 4,114 4,256 4,402
Wukirsari 15,766 16,242 17,067 17,934 18,845 19,802
JUMLAH 56,823 58,622 61,790 65,186 68,829 72,743
Sumber : Analisis Studio

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk di atas, maka lahan untuk permukiman masih
dapat menampung penduduk hingga akhir tahun perencanaan. Perbandingan antara
kapasitas penduduk yang dapat ditampung dengan jumlah penduduk pada akhir tahun
perencanaan disajikan pada Tabel 4.8 berikut

Tabel 4.8. Analisis Daya Tampung Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Imogiri Tahun 2035

Luas Lahan Jumlah


Rasio Jumlah KK Jumlah
Luas Lahan yg untuk pddk
Tutupan tertampung penduduk
Desa Wilayah boleh permu- tahun Ket. DTL
Lahan setiap tertampung
(Ha) Tertutup kiman 2035
(%) 100m2 (DTL) Jiwa
(ha) (50%) Ha (jiwa)

Wukirsari 20 2.275,00 455 227,5 22.750 91.000 21,370 tertampung


Selopamioro 20 631,95 126,39 63,195 6.319,5 25.278 9,747 ung
tertampung
Sriharjo 20 187,11 56,13 28,07 2.807 11.228 3,820 tertampung
Karangtenga 30 287,77 86,33 43,17 4.371 17.484 5,527 tertampung
h
Girirejo 20 323,55 64,71 32,36 3.236 12.944 4,895 tertampung
Kebon Agung 30 121,20 36,36 18,18 1.818 7.272 3,181 tertampung
Imogiri 30 83,56 25,06 12,53 1.253 5.012 4,402 tertampung
Karangtalun 30 1.538,55 461,57 230,78 23.078 92.312 19,802 tertampung
Sumber : Analisis Studio

4.3.2 Analisis Perkembangan Kegiatan Penggunaan Lahan


Meskipun data penggunaan lahan menunjukkan bahwa pada jangka waktu lima
tahun terakhir tidak terjadi perubahan luas pada masing-masing jenis penggunaan,
hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat indikasi perkembangan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 10


penggunaan lahan. Perkembangan ini dipicu oleh perkembangan kegiatan atau
aktivitas penduduk. Perkembangan yang ada adalah adanya kecenderungan
beralihnya aktivitas pertanian menjadi aktivitas non pertanian seiring semakin
meningkatnya aktivitas ekonomi di sektor jasa dan perdagangan . Perubahan ini
tidak terlepas dari adanya upaya pengembangan kegiatan wisata yang ada di
Kecamatan Imogiri, baik wisata yang berbasis budaya maupun wisata berbasis alam.
Perubahan aktivitas ekonomi tersebut berimplikasi pada perubahan penggunaan
lahan berupa konversi lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun.
Konversi lahan tersebut pada dasarnya juga dipicu oleh semakin meningkatnya
kebutuhan akan tempat tinggal. Survei lapangan menunjukkan bahwa konversi lahan
non terbangun menjadi lahan terbangun banyak terjadi di sepanjang pinggir ruas-
ruas jalan utama di Kecamatan Imogiri. Hal ini semakin didukung dengan rencana
pemerintah pusat yang akan memperlebar ruas jalan imogiri timur mulai dari
perempatan terminal Giwangan hingga Jembatan Siluk yang pada saat ini proses
pelebaran jalan sudah memasuki tahap pertama yakni ruas jalan perempatan Jejeran
hingga utara jembatan Karangsemut. Pendirian bangunan yang akan dimanfaatkan
sebagai tempat usaha juga semakin banyak didirikan di sepanjang Jalan Imogiri
Timur yang menjadi akses masuk wilayah Kecamatan Imogiri.

Gambar 4.2. Fenomena Konversi Lahan di Kecamatan Imogiri

4.3.3 Analisis Perkembangan Bagian Wilayah Perencanaan


Wilayah perencanaan RDTR disebut sebagai BWP (Bagian Wilayah Perkotaan). BWP
adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang
akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang
ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki pengertian
yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
BWP atau wilayah perencanaan RDTR Imogiri dalam arahan pengembangan sistem
perkotaan DIY menduduki hirarki II. Dalam pengembangan sistem perkotaan dalam

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 11


sistem pelayanan kabupaten, IKK Imogiri berkedudukan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL). PKL merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten atau beberapa kecamatan.
Perkembangan BWP Imogiri tentunya tidak terlepas dari hirarki, kedudukan, dan
fungsi dari perkotaannya tersebut. Selama ini, perkembangan BWP yang paling terlihat
adalah di sekitar Desa Imogiri dan Karangtalun. Kawasan ini memiliki karakteristik
perkotaan yang lebih menonjol daripada daerah di sekitarnya yang antara lain ditandai
dengan keberadaan berbagai Sarana Pelayanan Umum (SPU) seperti fasilitas pendidikan,
kesehatan (puskesmas), dan pasar. Perkembangan kawasan perkotaan ini antara lain
didukung oleh kondisi fisik alamnya yang relative lebih datar dibandingkan daerah
lainnya serta keberadaan ruas jalan kolektor primer Yogyakarta-Imogiri-Panggang yang
menjadi akes utama dari dan menuju perkotaan Yogyakarta.
Perkembangan BWP ke depan tentunya tidak terlepas dari berbagai potensi dan
isu strategis yang ada di dalam BWP. Kecamatan Imogiri sebagai BWP dalam penyusunan
RDTR ini memiliki IKK yang ditetapkan sebagai kawasan strategis provinsi berupa
kawasan strategis pertumbuhan ekonomi. BWP Imogiri juga memiliki kawasan strategis
provinsi sebagai kawasan pelestarian sosial budaya Makam Imogiri. Di dalam Rencana
Induk Kepariwisataan DIY, BWP Imogiri memiliki tiga daya tarik wisata, yaitu Desa
Wisata Wukirsari sebagai penghasil kerajinan, Desa Wisata Kebonagung sebagai desa
wisata pertanian tradisional, serta Makam Imogiri sebagai kawasan cagar budaya dan
wisata ziarah Kerajaan Mataram. Melihat potensi tersebut, maka perkembangan BWP ke
depan sangat terkait dengan pengembangan pariwisata.
Lokasi ketiga daya tarik wisata yang tidak terlalu jauh dengan kawasan perkotaan
sangat memungkinkan adanya peleburan antara kawasan perkotaan dengan kawasan
wisata pada jangka waktu dua puluh tahun ke depan. Pada kawasan ini, selain telah
tersedianya berbagai SPU, dapat berkembang pula berbagai fasilitas penunjang kegiatan
pariwisata. Dengan demikian, sangat dimungkinkan terjadi perkembangan fisik
perkotaan yang cukup cepat. Namun demikian, kondisi fisik alam BWP Imogiri juga turut
mempengaruhi arah perkembangan fisik perkotaan. Bagian timur dan tenggara BWP
yang memiliki topografi perbukitan menjadi faktor penghambat bagi perkembangan
fisik perkotaan. Sementara itu, topografi di bagian barat daya dan selatan BWP yang
relative lebih datar memberi peluang lebih besar bagi perkembangan fisik perkotaan.
Pengembangan aksesibilitas berupa pelebaran badan jalan kolektor primer yang
melewati daerah tersebut semakin memberikan peluang perkembangan yang lebih
tinggi. Pada saat ini, gejala perkembangan fisik perkotaan tersebut telah tampak.
Ditandai dengan relative tingginya alih fungsi lahan dari lahan non terbangun (lahan
pertanian) menjadi lahan terbangun baik untuk pemanfaatan tempat tinggal maupun
jasa dan perdagangan di sepanjang ruas jalan-jalan utama.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 12


4.3.4 Analisis Perekonomian Bagian Wilayah Perencanaan
Pertumbuhan ekonomi Kecamatan Bantul pada tahun 2010 adalah sebesar 3,84%
dan pada tahun 2011 sebesar 3,03 %. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut masih di
bawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul (5,27%). Jika
dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bantul, Kecamatan Imogiri
berada pada urutan ke 15 dari 17 kecamatan.
Dilihat dari PDRB kecamatan atas dasar harga konstan, Kecamatan Imogiri
memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Bantul sebesar 5,40 pada tahun 2010
dan 5,29 pada tahun 2011. Meskipun pada tahun 2011 kontribusi Kecamatan Imogiri
terhadap PDRB kabupaten mengalami penurunan, PDRB Kecamatan Imogiri terus
mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011, seperti disajikan pada Tabel
4.9 berikut.

Tabel 4.9.
PDRB Kecamatan Imogiri Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2011 (dalam juta rupiah)
Tahun
No Lapangan Usaha
2007 2008 2009 2010 2011
1 Pertanian 48.191 51.036 53.598 54.832 52.280
2 Pertambangan dan 1.089 1.106 1.105 1.125 1.183
Penggalian
3 Industri Pengolahan 26.795 27.392 28.059 29.792 31.411
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.058 1.163 1.338 1.398 1.473
5 Bagunan 29.071 30.725 30.734 31.046 32.516
6 Perdagangan, hotel, dan 38.685 41.415 44.349 46.464 48.947
restoran
7 Pengangkutan dan 11.443 11.985 12.990 13.625 14.552
komunikasi
8 Keuangan, persewaa,dan jasa 3.594 3.683 3.904 4.115 4.525
perusahaan
9 Jasa-jasa 27.561 28.589 30.288 31.896 33.925
PDRB 187.487 197.094 206.365 214.293 22.782

Dari tabel di atas juga dapat diketahui sektor-sektor lapangan usaha yang
memberikan kontribusi besar bagi PDRB Kecamatan Imogiri. Sektor-sektor tersebut
adalah pertanian, industry pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi,serta jasa-jasa. Sektor-sektor yang memberikan
kontribusi besar tersebut dapat merupakan sektor unggulan yang berkembang di suatu
daerah. Akan tetapi, dapat juga bukan merupakan sector unggulan. Untuk menganalisis
sektor unggulan atau sektor basis berdasarkan nilai PDRB, dapat dilakukan dengan
melihat indeks Location Quotient (LQ) yang dirumuskan sebagai berikut :

(nilai sektor i kecamatan)/(nilai PDRB kecamatan)


LQ =
(nilai sektor I di kabupaten)/(nilai PDRBkabupaten)

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 13


- Jika nilai LQ > 1 berarti sektor tersebut memiliki potensi untuk diekspor ke
wilayah lain dan termasuk sektor unggulan yang bisa dikembangkan
- Jika nilai LQ = 1berarti sektor tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan
wilayahnya sendiri
- Jika LQ < 1 maka wilayah yang bersangkutan kekurangan sektortersebut dan
harus mengimpor dari wilayah lain

Hasil analisis terhadap LQ berdasarkan data PDRB tahun 2011 dapat diketahui
bahwa yang termasuk sektor unggulan di Kecamatan Imogiri adalah sektor pertanian,
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Dari sektor pertanian,
Kecamatan Imogiri memproduksi padi sawah, tanaman sayuran dan buah, serta
peternakan. Desa Kebonagung dan Desa Karangtalun merupakan wilayah Kecamatan
Imogiri yang memiliki potensi lahan pertanian sawah cukup bagus. Di Kecamatan
Imogiri juga terdapat dua Daerah Irigasi (DI) yang menopang kegiatan pertanian.
Potensi ekonomi dari sektor pertanian tersebut semakin kuat seiring dengan adanya
arahan dari RTRW Kabupaten Bantul untuk menjadikan Kecamatan Imogiri sebagai
salah satu kawasan agropolitan. Kegiatan pariwisata di Kecamatan Imogiri memiliki
potensi yang kuat, yaitu keberadaan Makam Raja-raja Imogiri, Bendung Tegal, Desa
Wisata Kebon Agung, Wisata Taman Buah dan Gardu Pandang Mangunan, Wisata
Jembatan Gantung Sungai Oyo, dan Wisata Alam Gua Cerme. Pengembangan wisata
tersebut memberikan kontribusi yang besar bagi sektor jasa serta perdagangan,
hotel, dan restoran.

4.4 Analisis Sistem Jaringan Prasarana


4.4.1 Jaringan Pergerakan
Pengembangan fungsi kawasan sebagai fungsi pelayanan sekitar maupun sebagai
fungsi pelayanan yang lebih luas, memerlukan aksesibilitas yang memadai, sehingga
kemudahan hubungan dalam kawasan maupun keluar sebagai hubungan antar kawasan
sekitarnya dapat menunjang pengembangan fungsi pelayanan kawasan tersebut.
Hubungan eksternalitas kawasan Perkotaan Imogiri dengan kawasan lain di
sekitarnya adalah dengan desa-desa di sekitarnya, baik yang terletak di dalam ataupun
di luar wilayah Kecamatan Imogiri. Aksesibilitas di kawasan Perkotaan Imogiri baik antar
desa di dalam kawasan perkotaan, dengan desa di wilayah kecamatan, serta dengan
perkotaan Yogyakarta sangat didukung oleh keberadaan ruas Yogyakarta-Imogiri-
Panggang yang memiliki fungsi sebagai jalan kolektor primer dan ruas ruas Dawung-
Makam Imogiri yang berfungsi sebagai jalan kolektor sekunder. Selain itu, keberadaan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 14


jalan lokal sekunder dan jalan lingkungan di kawasan tersebut mampu mendukung
aksesibilitas penduduk.
Pengembangan jaringan pergerakan hendaknya disesuaikan dengan kegiatan
strategis yang ada di wilayah perencanaan. Kegiatan strategis yang berada di wilayah
perencanaan adalah kegiatan pengembangan wisata, pengembangan pertanian, dan
kegiatan penopang pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan pengembangan wisata,
pengembangan jaringan jalan harus mampu meningkatkan aksesibilitas ke lokasi-lokasi
daya tarik wisata utama, yaitu Komplek Makam Imogiri, Desa Wisata Kerajianan
Wukirsari, dan Desa Wisata Pertanian Tradisional Kebonagung. Pengembangan jaringan
jalan tersebut diharapkan juga akan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan
perdesaan dengan kawasan perkotaan.

4.4.2 Jaringan Energi


Pelayanan listrik di Kecamatan Imogiri diharapkan seluruhnya terlayani oleh PLN.
Dalam mengantisipasi pengembangan wilayah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

1) Jaringan listrik atau kabel distribusi listrik ke permukiman penduduk mengikuti


jalan koridor utama maupun jalan lingkungan.
2) Perkiraan kebutuhan listrik 10 – 20 tahun mendatang
Untuk distribusi jaringan listrik, setiap kelompok 500 rumah atau 2.500
menduduk menggunakan satu gardu dengan kapasitas daya listrik sebesar 2.500 KVA.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyediaan energi listrik antara lain:
1) Kemudahan dalam mendapatkan sambungan jaringan listrik
2) Perkembangan sosial ekonomi masyarakat
3) Perkembangan teknologi yang aman dan tepat guna
4) Kebijaksanaan pemerintah dalam upaya penghematan energi
Adapun kebutuhan standar listrik yang telah digunakan adalah:

1) Penduduk (setiap jiwa): 180 watt/kapita/hari. Apabila diasumsikan 1 KK


terdapat 4 jiwa, maka setiap KK harus disediakan 900 watt/hari.
2) Fasilitas umum dan komersial: 20% dari kebutuhan listrik domestik (rumah
tangga)
3) Tingkat kebocoran diasumsikan 20% dari seluruh total pemakaian.
Jumlah kebutuhan energi listrik diperhitungkan dengan asumsi pendekatan sebagai
berikut:

1) Rumah Tangga (Domestik)


a) Rumah kavling kecil rata-rata menggunakan listrik 900 watt.
b) Rumah kavling sedang rata-rata menggunakan listrik 1.300 watt.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 15


c) Rumah kavling besar rata-rata menggunakan listrik 2.200 watt.
Hasil proyeksi jumlah penduduk tahun 2035 sebesar 72.743 jiwa. Dengan asumsi
jumlah jiwa tiap KK adalah 4 jiwa, maka perkiraan jumlah KK pada akhir tahun
perencanaan adalah sebanyak 18.186 KK, sehingga kebutuhan listrik untuk
domestik adalah sebagai berikut :

10.911 KK x 900 VA = 9.820.305 VA (kavling kecil)

5.456 KK x 1.300 VA = 7.092.540 VA (kavling sedang)

1.819 KK x 2.200 VA = 4.001.800 VA (kavling besar) +

Jumlah ----------------- = 20.914.645 VA

2) Bukan Rumah Tangga (Non Domestik)


a) Untuk kebutuhan fasilitas umum dan komersial dengan asumsi 20% dari
kebutuhan listrik rumah tangga; maka kebutuhannya adalah sebesar 20% x
20.914.645 = 4.182.929 VA
b) Untuk kebutuhan penerangan jalan dengan asumsi 10% dari kebutuhan listrik
rumah tangga; maka kebutuhannya adalah sebesar: 10% x 20.914.645 VA =
2.091.464 VA
c) Untuk kehilangan energi transmisi dengan asumsi 20% dari kebutuhan listrik
rumah tangga/domestik dan non domestik, maka kehilangannya adalah
sebesar 20% x 27.189.038 VA = 5.437.808 VA

Secara lebih jelas, kebutuhan jaringan listrik untuk Kecamatan Imogiri hingga
akhir tahun perencanaan 2034 adalah seperti pada Tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10.
Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik untuk Berbagai Pengguna Tahun 2035
Imogiri
No Deskripsi Standar Kebutuhan Satuan
2035
1 Jumlah penduduk - jiwa 72.743
Jumlah Rumah/ KK - Unit (KK) 18.186
2 Pengguna domestik
Kavling kecil 60% - kapling 10.911
Kavling sedang 30% - kapling 5.456
Kavling besar 10% - kapling 1.819
Jumlah 18.186
3 DOMESTIK

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 16


Imogiri
No Deskripsi Standar Kebutuhan Satuan
2035
Kebutuhan Kavling kecil 900 VA 9.820.305
Kebutuhan Kavling sedang 1.300 VA 7.092.540
Kebutuhan Kavling besar 2.200 VA 4.001.800
Jumlah 20.914.645
4 NON DOMESTIK
Fasilitas umum dan 20% kebutuhan domestik VA 4.182.929
komersial
Penerangan jalan 10% kebutuhan domestik VA 2.091.464
Jumlah 6.274.393
5 Kehilangan energi transmisi
Kehilangan energi transmisi 20% kebutuhan domestik dan non VA 5.437.808
domestik
Jumlah 5.437.808
6 Kebutuhan Total Energi VA 32.626.846
Listrik
Sumber : Hasil Analisis, 2014.

4.4.3 Jaringan Telekomunikasi


Berdasarkan survey lapangan, di Kecamatan Imogiri sudah terdapat jaringan
telpon kabel PT Telkom maupun telepon seluler. Oleh karenanya, rencana pengadaan
jaringan telekomunikasi di kawasan perencanaan diarahkan menggunakan kabel telepon
dan menara transmisi bagi pengguna telepon selular yang saat ini menjadi tren dalam
berkomunikasi.

Penempatan lokasi jaringan harus dilakukan melalui survey terlebih dahulu agar
dapat dicapai kondisi yang efisien. Dalam penempatan jaringan telepon dimungkinkan
dan menjadi prioritas dilakukan di kawasan terbangun, dengan jumlah populasi yang
padat. Kebutuhan telepon di wilayah perencanaan diprioritaskan terhadap permintaan
satuan sambungan untuk keperluan perdagangan dan perkantoran, pendidikan,
perumahan, dan sebagainya.

Pengembangan prasarana telekomunikasi yang hendak dilakukan perlu


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi mengikuti pola yang sama dengan


jalur supply PLN, ditambah lagi dengan beberapa titik pusat kontrol Telkom, oleh
karena itu dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menentukan letak dan jumlah titik
pusat kontrol Telkom.
Jaringan telepon merupakan jaringan yang mempunyai pola divergent
(menyebar) seperti jaringan air bersih. Jumlah dan jangkauan fasilitas ini
ditentukan oleh kapasitas dari induk jaringan, yang dikenal sebagai sentral

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 17


telepon otomat (STO). Semakin besar kapasitas STO, semakin banyak pelanggan
yang dapat dilayani. Dari STO, pelayanan didistribusikan pada instansi Boks
Utama (main box), boks sekunder (secondary box) baru ke pelanggan.

Gambar 4.3. Diagram dari Sentral Telepon Otomat Ke Pelanggan


Keterangan:
STO : Sentral Telepon Otomat (pelayanan bagian wilayah kota/distrik)
MB : Main Box (kotak utama pembagi)
(pelayanan lingkungan/cluster)
WT : warung telepon (warnet)
TU : telepon umum
TRT : telepon rumah tangga

2) Jenjang distribusi antara dapat lebih dari dua, tergantung teknologi dan batasan
kapasitas yang dilayani. Mengingat keterbatasan kapasitas STO, untuk satu
wilayah kota (perkotaan) dapat dilayani oleh lebih dari 1 (satu) STO. Dari STO
sampai pelanggan dihubungkan dengan jaringan kabel, sedang antar STO
dihubungkan dengan gelombang elektromagnetik.
3) Perlu dilanjutkan pengembangan penggunaan fasilitas komunikasi dengan tingkat
kecepatan tinggi (ISDN/Fibre Optic).Namun demikian, mengingat biaya investasi
per sambungan telepon kabel mencapai $700, maka sistem kabel lambat laun
akan ditinggalkan, karena biaya investasinya yang sangat mahal.
4) Telepon Non Kabel (Seluler)
Kebutuhan telekomunikasi di Kecamatan Imogiri kedepannya dimungkinkan akan
lebih banyak dilayani oleh jenis atau system telekomunikasi tanpa kabel, atau
seluler, baik oleh system layanan CDMA maupun GSM. Dengan demikian, hal yang
perlu diatur adalah ketentuan dalam hal pembangunan tower telekomunikasi.
Kriteria dalam penentuan penempatan Menara Terpadu :
1) Diprioritaskan menggunakan sarana site/BTS eksisting. Pemilihan BTS eksisting
adalah dengan mempertimbangkan pada posisi koordinatnya saja yang sesuai
dengan konfigurasi seluruh Menara Bersama dalam sebuah BTS di Kabupaten.
2) Kendala yang dijumpai dalam pemanfaatan BTS Eksisting sebagai Site/ Menara
Bersama adalah site-site eksisting pada umumnya tidak dipersiapkan sebagai site
dan Menara Bersama. Area site yang sempit dapat disolusikan dengan pembuatan
bangunan bertingkat untuk menampung perangkat RBS untuk 3 Telco operator.
Menara-menara bisa dilakukan penguatan atau membangun menara baru yang
dipersiapkan untuk mampu menampung minimal 3 Telco operator.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 18


3) Mengidentikasi area-area residential, mobilitas penduduk (jalan
utama/kolektor/lokal), pusat bisnis, pusat pemerintahan dan area fasilitas publik
(area wisata, sekolah, taman kota dan lain-lain) yang belum ter-cover oleh BTS
eksisting
4) Mengidentifikasi area Kecamatan yang memiliki potensi trafic tinggi (yang setara
dengan jumlah penduduk yang padat) dan belum seimbang dengan ketersediaan
BTS eksisting sehingga perlu tambahan BTS-BTS baru yang akan nantinya
dipersiapkan sebagai Menara Bersama
5) Meletakkan site-site untuk BTS baru (menara terpadu) pada area yang memenuhi
kriteria poin 3 dan 4.
6) Penempatan Menara Bersama di pinggir jalan, di dataran yang lebih tinggi dari
area sekitar lingkungan coverage dari BTS dan sudut sectoral yang lebar untuk
meng-cover tiga arah terhadap area clutter yang dikehendaki.
7) Melakukan BTS coverage prediction dengan menggunakan planning tool RadEN
2.0 untuk mendapatkan informasi coverage area dari sebuah BTS dan dari
konfigurasi seluruh BTS yang berada di titik menara terpadu.
8) Melakukan koreksi dan pergeseran titik menara guna mendapatkan coverage yang
optimal
9) Melakukan penambahan zona-zonaMenara Bersama jika masih ada area potensial
trafic yang masih belum tercover karena adanya halangan dari pola terrain bumi
(banyak terjadi pada daerah pegunungan.

Dengan menggunakan kriteria di atas selanjutnya dilakukan plotting titik menara


terpadu pada software GIS dan menggunakan digital map yang lengkap yang terdiri atas:

1) Peta kontur, untuk mendapatkan pola 3 dimensi permukaan bumi


2) Peta landuse, untuk mendapatkan informasi tata guna lahan, penyebaran area
residential, industri, pusat bisnis, agriculture dan lainnya
3) Peta vector, untuk mendapatkan informasi jalan utama, jalan kolektor, jalan
lokal dan lainnya. Sehingga akan diperoleh pola mobilitas penduduk.
4) Perkiraan kebutuhan telepon kabel, dengan menggunakan standard basic need
untuk saat ini, perlu memperhatikan adanya kecenderungan perubahan
penggunaan telepon selular dan keberadaan warung telekomunisasi/wartel.
Untuk itu dalam memprediksikan kebutuhan telepon bagi kegiatan fasilitas
perdagangan termasuk pasar perlu memperhatikan keberadaan wartel.
a) Kebutuhan sambungan ditetapkan dengan ketentuan 3,75 per 100 penduduk
b) Telepon umum disediakan untuk melayani setiap 1.000 penduduk (1 SST/
Satuan Sambungan Telepon)
c) Fasilitas Sosial: 20% dari kebutuhan sambungan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 19


d) Kebutuhan telepon untuk komersial/pasar diperkirakan adalah 20% dari
kebutuhan domestik. Berarti diperkirakan kebutuhan pasar adalah 0.2 x ((3.75
x  pengguna pasar)/100) sambungan telepon.

Tabel 4.11 Rukun Tetangga (RT) di Kecamatan Imogiri


No Desa Dusun RT
1. Selopamioro 18 112
2. Sriharjo 13 62
3. Kebonagun 5 23
4. Karangtengah 6 41
5. Girirejo 5 46
6. Karangtalun 5 23
7. Imogiri 4 32
8. Wukirsari 16 95
Jumlah 72 434

Tabel 4.12 Perkiraan Kebutuhan Sambungan Telepon untuk Berbagai


Pengguna di Kecamatan Imogiri pada Tahun 2035
Imogiri
No Deskripsi Standar Satuan
2035
1 Jumlah penduduk - jiwa 72.743
Keberadaan Warung SST -
2
Telekomunikasi
3 Keberadaan Warung Internet SST -
Perkiraan kebutuhan wartel 1 wartel melayani 1 RT (Rukun SST 434
4 Tetangga)

Perkiraan kebutuhan warnet 2 warnet melayani 1 RT (Rukun SST 434


5
Tetangga)
Perkiraan penduduk membutuhkan jiwa 72.743
6
ST
a. Domestik/ Rumah (basic need) 3,75 per 100 penduduk SST 2.728
b. Fasilitas Sosial 20 % kebutuhan domestik SST 546
c. Fasilitas komersial/pasar 20 % kebutuhan domestik SST 546
Total kebutuhan sambungan SST 4.688
7
telepon
Sumber: Tim Penyusun, 2014

SST: Satuan Sambungan Telepon


ST: Sambungan Telepon

4.4.4 Jaringan Air Bersih


Perencanaan jaringan air bersih perlu dilakukan karena sebagian Kecamatan
Imogiri termasuk rawan kekeringan terutama pada musim kemarau. Sistem penyaluran
air bersih di kawasan perencanaan hanya diperuntukan bagi kegiatan permukiman,
fasilitas umum, fasilitas sosial dan kegiatan komersial dengan lantai bangunan yang

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 20


dilayani max ± 3 lantai untuk menjaga headloss/kehilangan tekanan dari sistem
penyaluran air bersih dan tidak memerlukan energi tambahan dengan menggunakan
pompa untuk menaikkan air.
Perencanaan sistem jaringan air bersih disusun dengan mempertimbangkan
berbagai faktor yang mendukung arah pengembangan jaringan, arahan sistem distribusi,
kebutuhan/kapasitas air bersih, dan pola pengembangan jaringan air bersih.
Kriteria perencanaan untuk pengembangan jaringan air bersih di wilayah
perencanaan yang digunakan terdiri atas:
1) Kebutuhan air bersih untuk rumah tangga, tiap orang adalah 80-120
liter/orang/hari.
2) Kebutuhan air bersih untuk fasilitas sosial dan komersial = 30% - 40% dari
kebutuhan total rumah tangga.
3) Kebocoran diperhitungkan sebesar 20% dari kebutuhan seluruh wilayah.
4) Faktor pemakaian air pada hari maksimum = 1,25.
5) Faktor pemakaian pada jam puncak = 1,75.
6) Tekanan air minimum pada jaringan induk pipa distribusi di titik tengah + 10
meter kolom air.
Dalam analisa kebutuhan akan air bersih, diasumsikan bahwa yang menjadi
pelanggan fasilitas air bersih PDAM tahun 2035 adalah sebesar 60% (sebagai peningkatan
penduduk yang bisa terlayani saat ini masih 40% dari jumlah penduduk, sedangkan
sisanya diarahkan untuk menggunakan berbagai sumber air bersih yang memenuhi baku
mutu air bersih. Mengacu pada hasil proyeksi jumlah penduduk dan jumlah KK serta
kriteria di atas, maka perkiraan kebutuhan air di Kecamatan Imogiri pada tahun 2035
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.13.
Perkiraan Kebutuhan Air Bersih untuk Berbagai Pengguna Tahun 2035

Imogiri
No Deskripsi Standar Satuan
2035
1 Jumlah penduduk - jiwa 72.743
2 Jumlah Rumah Tangga 1 KK = 4 jiwa KK 18.186
3 Asumsi jumlah pelanggan 60 % terlayani KK 10.911
4 Asumsi jiwa terlayani 1 KK = 4 jiwa jiwa 43.644
DOMESTIK
5 Kebutuhan rumah tangga total 80 l/jiwa/hari liter/hr 5.819.440
Kebutuhan pelanggan/ penduduk 80 l/jiwa/hari liter/hr 3.491.520
6
terlayani
NON DOMESTIK
7 Kebutuhan hydrant umum 20% x kebutuhan total domestik liter/hr 698.304

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 21


8 Kebutuhan Komersial dan Sosial 20% x kebutuhan total domestik liter/hr 698.304
9 Jumlah domestik+non domestik liter/hr 4.259.138
Cadangan Kebocoran 20% x kebutuhan total domestik+ liter/hr 851.826
10
non domestik
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH liter/hr 5.110.964
Kebutuhan rata-rata air bersih l/dt 59,15
Kebutuhan air pada hari 1,25 x 59,15 l/dt l/dt 73,94
maksimum
Kebutuhan pada jam puncak 1,75 x 59,15 l/dt l/dt 103,51
Sumber: Tim Penyusun, 2014

Dengan peningkatan kapasitas terlayani mencapai 60% maka diperkirakan pada


tahun 2035 kebutuhan total air bersih mencapai 5.110.964 liter/hari atau 59,15
liter/detik.
4.4.5 Jaringan Drainase
Saluran drainase merupakan prasarana yang melekat dengan lingkungan
pemukiman yang berguna menjaga agar lingkungan tidak tergenang oleh air hujan.
Saluran yang membawa air menuju sungai (saluran utama) merupakan saluran
pengumpul (colector drain), baik berupa saluran terbuka maupun tertutup.
Sistem jaringan drainase (pembuangan air hujan) selain untuk menampung air
limpasan dari seluruh wilayah perencanaan juga dari limpasan jalan. Wilayah
perencanaan merupakan kesatuan daerah tangkapan air (catchment area) dengan
asumsi batas tersebut mengikuti batas fisik (topografi) dan jalan yang ada. Perencanaan
sistem drainase mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
1) Curah hujan rata-rata,
2) Karakteristik daerah aliran dan koefisien aliran permukaan,
3) Tipe saluran menurut kapasitas saluran dan klasifikasi jalan,
4) Saluran induk dengan memanfaatkan saluran alam,
5) Posisi yang berdekatan dengan jalan untuk memudahkan perawatan,
6) Titik akhir pada sungai,
7) Dimensi.
Kriteria perencanaan pola jaringan drainase mencakup:
1) Klasifikasi jalan dan arahan perletakan sesuai dengan fungsi bagian dari
instrumen jalan,
2) Arah kemiringan lahan,
3) Besaran dan sebaran wilayah yang menerima limpasan pada masing-masing
lingkungan, meliputi: Tipe I (saluran primer), Tipe II (saluran sekunder besar)
dan Tipe III (saluran sekunder kecil).
Drainase berfungsi sebagai pengatusan air terutama di pinggir-pinggir jalan
utama sehingga air tidak menggenangi jalan yang dapat mengakibatkan kerusakan jalan.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 22


4.4.6 Air Limbah
Sistem pengelolaan air limbah di Kecamatan Imogiri belum terpusat, melainkan
masih setempat. Sejauh ini, jaringan IPAL terpusat belum dapat diterapkan di
Kecamatan Imogiri karena tingkat kepadatannya masih rendah sehingga tidak efisien
jika menggunakan jaringan induk dikarenakan pembangunannya membutuhkan dana
yang cukup besar. Selain itu, kondisi fisik lahan Kecamatan Imogiri menjadi
pertimbangan tersendiri untuk pembangunan IPAL.
Dalam menentukan penyediaan jaringan sanitasi perlu diketahui jumlah air
buangan dalam tahun-tahun perencanaan. Pertimbangan yang digunakan dalam
menentukan jumlah air buangan pada tahun perencanaan adalah:
1) Pengelolaan Limbah Domestik
Karakteristik Limbah Domestik, secara umum air limbah diartikan sebagai air
buangan, yang mengandung komponen-komponen fisik seperti zat padat yang
berbentuk lumpur, komponen kimia beracun/tidak beracun, bahan organik dan
gas (H2S) dan sebagainya.
Komponen-komponen air limbah tersebut dapat bersumber dari :
a) Air buangan rumah tangga :
(1) Limbah manusia (tinja dan urine)
(2) Air bekas cucian (kamar mandi dan dapur)
b) Air buangan dari aktifitas manusia (proyek pembuangan fisik dan lain-lain)
c) Air buangan dari peternakan/pertanian, perindustrian
Khusus air limbah rumah tangga/domestik ini ditunjukkan komposisi dari tinja
dan air seni sebagai limbah rumah tangga. Dari komposisi unsur-unsur yang ada
dalam tinja atau air seni akan dapat merubah warna dan menurunkan kualitas
badan air tersebut.
Parameter utama yang harus diketahui dalam air limbah adalah :
a) Penularan oleh bakteri : penyakit typus, kholera, desentri, baksil mencret,
radang usus perut.
b) Penularan oleh virus : radang hati menular, kelumpuhan pada anak-anak,
diachea.
c) Penularan oleh cacing : cacing ascaris, cacing tambang, brilharzia
(sistomiasis).
2) Sistem Pembuangan Limbah Domestik
Pada dasarnya pembuangan air limbah domestik dibagi dalam 2 sistem, yaitu :
a) Sistem pembuangan air limbah setempat (On Site Sanitation)
b) Sistem pembuangan air limbah terpusat (Off Site Sanitation)
Dalam implementasinya pemilihan sistem pembuangan air limbah terpusat untuk
daerah dengan kepadatan penduduk atau kepadatan bangunan tinggi lebih sesuai
mengingat air tanah di kawasan tersebut pencemarannya sangat tinggi. Dengan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 23


melihat topografi, air limbah dapat dialirkan secara grafitasi, dimana jaringan
pipa saluran tertutup mengikuti pola jaringan jalan yang ada dan berakhir pada
tempat IPAL ditempat terendah. Sedangkan daerah lain yang masih bersuasana
perdesaan lebih sesuai bila dengan sistem setempat (on site sanitation).
3) Perkiraan kebutuhan (demand) Prasarana Pembuangan Air Kotor
Perkiraan kebutuhan jaringan pembuangan air limbah dapat diketahui dari
perkiraan jumlah air limbah/ kotor yang dibuang oleh pengguna pasar setiap
harinya. Menurut standarnya jumlah air kotor yang dibuang oleh pasar setiap
harinya sekitar 20% dari areal yang dilayani, dengan perkiraan perorangnya
sebagai berikut:
a) Untuk daerah dengan porositas tinggi diasumsikan banyaknya air buangan yang
dihasilkan oleh satu orang setiap hari Q air limbah = 60 % x 120 L/jiwa/hari =
72 L/jiwa/hari
b) Untuk daerah dengan porositas sedang - rendah diasumsikan banyaknya air
buangan yang dihasilkan oleh satu orang setiap hari Q air limbah = 80 % x 120
L/jiwa/hari = 96 L/jiwa/hari
4) Kriteria desain/ perencanaan sanitasi individual, komunal, on site system:
a) Debit air buangan = 70 – 80% konsumsi air bersih
b) Pengendapan lumpur tinja 0,2 – 0,3 l/j/hari
c) Sarana sanitasi individu diperuntukan 1 KK
d) Sarana sanitasi komunal diperuntukan > 1 KK
e) MCK di tempat umum diperuntukan untuk 100.000 – 250.000 orang
f) Kapasitas truk tinja @ 3 m3 untuk 10.000 KK
g) Modul IPLT yang harus disiapkan untuk pelayanan 100.000 jiwa:
(1) Kolam lumpur
(2) Oxydation dite/ ponds
(3) Sludge thickener
(4) Digister
(5) Sludge drying bed
(6) Kebutuhan lahan 2 Ha/ 100 jiwa

Tabel 4.14. Perkiraan Hasil Buangan Air Limbah dari Sumber Buangan
Domestik (dengan acuan jiwa/hari)
Kecamatan Imogiri
Deskripsi Standar Satuan
2015 2020 2025 2030 2035

Jumlah penduduk - jiwa 58.622 61.790 65.186 68.829 72.743


Konsumsi air bersih 80 l/j/hari 4.689.760 4.943.200 5.214.880 5.506.320 5.819.440

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 24


Kecamatan Imogiri
Deskripsi Standar Satuan
2015 2020 2025 2030 2035

Produksi Air Limbah

- limbah cair (80% konsumsi air


3.751.808 3.954.560 4.171.904 4.405.056 4.655.552
bersih) 64 l/j/hari

0,2 -
17.587 18.537 19.556 20.649 21.823
- lumpur tinja 0,3 l/j/hari

Jumlah total limbah l/j/hari 3.769.395 3.973.097 4.191.460 4.422.705 4.577.375

Evaporasi (20% dari total limbah) 0.2 totL l/hari 753.879 794.619 838.292 884.541 915.475

Infiltrasi (20% dari total limbah) 0.2 totL l/hari 753.879 794.619 838.292 884.541 915.475

Produksi Air Limbah Total l/hari 2.261.637 2.383.859 2.514.876 2.653.623 2.746.425

4.4.7 Jaringan Prasarana Lainnya


a. Persampahan

1) Definisi dan Jenis Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambung- an yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah terdiri atas:
a) Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 25


b) Sampah sejenis sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya.
c) Sampah spesifik meliputi:
(1) sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
(2) sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
(3) sampah yang timbul akibat bencana;
(4) puing bongkaran bangunan;
(5) sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
(6) sampah yang timbul secara tidak periodik.

2) Pengelolaan Sampah
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Setiap orang dalam
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga,
wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan
fasilitas pemilahan sampah.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri atas:
a) pengurangan sampah; dan
b) penanganan sampah.

Pengurangan sampah meliputi kegiatan:


a) pembatasan timbulan sampah;
b) pendauran ulang sampah; dan/atau
c) pemanfaatan kembali sampah.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan pengurangan
sampah melalui/ dengan:
a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 26


Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan pengurangan sampah diwajibkan
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses
alam.

Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah dengan cara


menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah
diurai oleh proses alam.

Kegiatan penanganan sampah meliputi:


a) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
c) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah;
e) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 27


Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah

Pengumpulan sampah di pemukiman dapat menggunakan kantong-kantong plastik


bekas atau tong/bak sampah yang dikumpulkan dalam satu shaft dan selanjutnya
diteruskan ke TPS. Sedangkan untuk pengumpulan di pertokoan digunakan tong
sampah (bin) berkapasitas 40 - 50 lt. Sebagai tempat penampungan sementara
(TPS) digunakan container berkapasitas 6 m3 atau 8 m3. Pengangkutan dari
tempat-tempat pengumpulan ke container menggunakan gerobak sampah
kapasitas 1 m3. Dari TPS selanjutnya dengan armada truk sampah, diangkut ke
tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA).

3) Standar Minimal Pelayanan

Berdasarkan pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar


Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan
Pekerjaan Umum (Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001) ditetapkan bahwa:

Cakupan pelayanan 80 % dari jumlah Penduduk kota/Perkotaan dilayani oleh


Sistem DK/PDK dan sisanya 20 % dapat ditangani secara saniter (on-site system).

Tingkat pelayanan (prioritas penanganan sistem persampahan) :

a) 100% u/kawasan pusat kota/CBD dan pasar


b) 100% jiwa/kawasan permukiman dgn kepadatan> 100 jiwa/ha rata-rata 80%
u/kawasan permukiman perkotaan
c) 100% u/penanganan limbah induslri
d) 100% u/ penanganan limbah B3/medicalwaste
Arahan dan upaya pengelolaan sampah permukiman perkotaan

a) Penanganan sampah on-site dilakukan secara saniter individual composting,


separasi sampah u/diambil pemulung.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 28


b) Penanganan sampah oleh sistem DKlPDK dilakukan secara terintegrasi
(pewadahan-Pengumulan-Gerobak 1 m3/Transfer penanganan Akhir);
c) Tempat Kapasitas pewadahan tersedia
d) Pengumpulan dan pengang-kutan sampah dilakukan secara reguler.
e) Tidak ada penanganan akhir sampah secara open dumping
f) Tidak ada pembuangan sampah secara liar
g) Tingkat composting dan daur ulang sampah minimal 10%
h) Penanganan akhir sampah setidaknya dengan controlled lanfill
i) Pembakaran sampah onsite harus dihindari
j) Kriteria Disain/Input Perencanaan
k) Generasi sampah 2,5 - 3 lt atau 0,5-0,6 kg/org/hari Bin sampah 50 lt/200 m
sidewalk jalan protokol atau/ 100 m ditempat keramaian umum
l) Gerobak 1 m3/200 KK
m) Kontainer 1 m3/ 200 KK
n) Transfer Depo 25-200 m2 u/4000 KK
o) Truk Sampah 6 m3/700 KK 8m3/1000 kk
p) Arm Roll Truck+kontainer 8m3/1000 KK
q) Compactor truck 8 m3/1200 KK
r) Steet Sweeper
s) Ritasi Pengangkutan 2-6 rit/hari
t) 1TPA 100.000 penduduk, peraIatan berat: buldozer, Wheel Loader, Excavetor
u) Composting : Individual, Vermi komopos, UDPK ,
v) Daur Ulang diarahkan. u/ perkuatan jarigan konsumen, pemulung, lapak dan
industri daur ulang.
w) Opsi penanganan medicasl waste incinerator.

Pengelolaan sampah kawasan perdesaan menurut standar Pelayanan Minimal


Bidang Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan Pekerjaan Umum
(Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001)
tidak ditetapkan secara khusus hanya diarahkan tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan, prosentase terlayani 60-80% produksi sampah (80-90% komersial dan
50-80% permukiman, 100% untuk permukiman dengan kepadatan 100 jiwa/Ha)
terlayani dengan asumsi: timbunan sampah 2-3,5 ltr/orang/hr untuk non
komersial dan 0,2-0,6 lt/m2/hr untuk komersial.
Tabel 4.15. Perkiraan Produksi Sampah (liter/hari)
No Deskripsi Satuan 2015 2020 2025 2030 2035
A Produksi Sampah Domestik (sampah rumah tangga)
1 Jumlah penduduk jiwa 58.622 61.790 66.186 68.829 72.743
2 Jumlah KK KK 14.656 15.448 16.297 17.207 18.186
3 Rata-rata jiwa/KK Jiwa/KK 4 4 4 4 4

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 29


4 Standar produksi/timbulan Domestik l/jiwa/hari 3 3 3 3 3
5 Produksi Sampah Domestik l/hari 175.866 185.370 198.558 206.487 218.229
B Produksi Sampah Non Domestik (sampah sejenis sampah rumah tangga)
1 Sampah pasar tradisional l/jiwa/hari 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
2 Produksi sampah pasar tradisional l/hari 35.173 37.074 39.712 41.297 43.646
3 Fasilitas Umum Lainnya l/jiwa/hari 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
4 Produksi sampah dari fasilitas umum l/hari 29.311 30.895 33.093 34.415 36.372
C Jumlah Total Timbulan Sampah l/hari 240.350 253.339 271.363 282.199 298.247
D Perkiraan kebutuhan peralatan pendukung
1 Gerobak sampah (kapasitas per gerobak
1 1 1 1 1
1m3) unit/200 KK
2 Kebutuhan gerobak sampah unit 73 77 81 86 91
3 Transfer Depo (kapasitas 10 m3) unit/400 KK 1 1 1 1 1
4 Kebutuhan Transfer Depo/TPST unit 37 39 41 43 45
5 Truk sampah (6 m3) unit/700 KK 1 1 1 1 1
6 Kebutuhan Truk Sampah unit 21 22 23 25 26
7 TPA unit/100.000
0 0 0 0 0
jiwa
Sumber: Analisis Tim, 2014

Tingkat pelayanan kawasan didasarkan kepada kepadatan penduduk, dengan


kualifikasi sebagai berikut :

a) Kepadatan penduduk > 100 Jiwa/ha, dilayani dengan system terpusat, dengan
prioritas kawasan yang telah ada pelayanan.
b) Kepadatan penduduk 50 – 100 Jiwa/ha Dilayani dengan system terpusat bila
terdapat potensi ekonomi dan kemungkinan pembayaran retribusi, sedangkan
bila tidak memiliki potensi maka dibiarkan dengan sistem setempat.
c) Kepadatan penduduk < 50 Jiwa/ha akan dilayani dengan sistem setempat.

Kriteria perencanaan persampahan:

a) Standar buangan sampah: 2,5 – 3 l/j/hari


b) Kebutuhan tempat sampah/ bin sampah disediakan setiap 200m pada jalur
pedestrian pada jalan-jalan protokol, dengan kapasitas 50 l/bin sampah.
Pada tempat-tempat keramaian umum disediakan setiap 100m.
c) Gerobak sampah disediakan untuk melayani setiap 200KK dengan kapasitas 1
m3
d) Transfer depo atau Tempat Pembuangan Sementara (TPS) disediakan untuk
melayani setiap 400 – 4.000 KK dengan luas TPS antara 25 – 200 m2 atau
transfer Depo dengan kapasitas 10 m3
e) Dump Truk atau truk sampah disediakan untuk melayani 700 KK dengan
m3
kapasitas 6 dan 1000 KK dengan kapasitas 8 m3.
f) Arm Roll Truck + container disediakan untuk setiap 1000 KK dengan kapasitas
8 m3.
g) Frekuensi pengangkutan dilakukan 2 – 6 rit/hari

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 30


h) TPA disediakan untuk setiap 100.000 penduduk dengan perlengkapan
peralatan berat mencakup: buldozer, wheet loader dan Excavator.
i) Pengangkatan dan penanganan sampah RS dilakukan secara terpisah.

Kriteria penentuan lokasi TPA sampah menyangkut aspek teknis, ekonomis,


lingkungan, serta sosial, yaitu meliputi kriteria regional, kriteria penyisih, dan
kriteria penetapan. Adapun kriteria regional meliputi :

a) Kondisi Geologi: Tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau
berdekatan dengan daerah yang mempunyai sifat bahaya geologi yang dapat
merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah
formasi batu pasir, batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar
lainnya (jointed rocks).
b) Kondisi Hidrogeologi: Lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang
mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh mempunyai kelulusan
tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter
terhadap sumber air minum di hilir aliran.
c) Lereng: Lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil
dan akan dinilai layak apabila terletak di daerah landai yang agak tinggi,
bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah
dengan depresi yang berair, lembah rendah dan tempat yang berdekatan
dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari 20%.
d) Tata Guna Tanah: TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh
terletak di radius 3.000 meter dari landasan lapangan terbang untuk pesawat
turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik
kehadiran burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi
lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar, dan pelestarian
tanaman.
e) Daerah Banjir: Lokasi TPA sebaiknya berada di daerah banjir dengan daur 25
tahun.

b. Evakuasi Bencana
Kecamatan Imogiri merupakan kawasan yang rawan terhadap bencana gempa bumi,
longsor dan kekeringan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan jaringan
prasarana evakuasi bencana sebagai salah satu bagian dari upaya mitigasi bencana.
Pasal 47 UU 24/2007 menyatakan bahwa mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi
bencana dilakukan melalui:

1) Pelaksanaan penataan ruang

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 31


a) Penetapan zona gempa sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang
b) penerapan zona instabilitas tanah sebagai dasar perencanaan permukiman dan
prasarana strategis lainnya
c) Penataan ruang pada kawasan bencana mengatur apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan dalam pemanfaatan ruang di kawasan tersebut.
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan prasarana, tata bangunan
a) Bagian dari penataan ruang tingkat detail mengatur amplop ruang, termasuk
amplop ruang pada kawasan rawan bencana. Amplop ruang mengatur
ketentuan-ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) dan sempadan antar bangunan.
b) Rekayasa konstruksi bangunan guna menahan kekuatan gerakan dan getaran
gempa bumi melalui penerapan peraturan konstruksi bangunan sipil tahan
gempa Memperkuat struktur bangunan strategis yang sudah ada dan telah
dikenali rentan terhadap gempa bumi
c) Rekayasa konstruksi bangunan untuk menahan atau mengakomodir potensi
gerakan tanah
d) Relokasi kawasan hunian dan prasarana bila diperlukan
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional
maupun modern
a) Pengetahuan tentang kebencanaan harus diajarkan dan diperkenalkan sejak
dini, agar masyarakat dari segala usia tanggap terhadap kebencanaan.
b) Pengetahuan kebencanaan dapat bersumber dari panduan-panduan tanggap
bencana maupun pengetahuan lokal tentang kebencanaan.
c) Masyarakat harus turut serta dalam kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana dapat dilakukan dengan memberikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai:
(1) Rencana penanggulangan kedaruratan bencana
(2) Pengorganisasian masyarakat tanggap bencana
(3) Sistem peringatan dini
(4) Penyediaan dan penyiapan barang/bahan pemenuhan kebutuhan dasar,
(5) Mekanisme tanggap darurat
(6) Penyiapan lokasi evakuasi
(7) Member prioritas terhadap kelompok rentan
4) Penyiapan dan peningkatan lembaga mitigasi bencana
a) Pemerintah daerah yang rawan bencana, dalam hal ini Kabupaten Bantul
termasuk pemerintahan di tingkat Kecamatan harus melakukan reformasi
kerangka kebijakan dan kelembagaan penanggulangan bencana yang

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 32


mendorong tumbuhnya budaya keselamatan sebagai tanggungjawab bersama
seluruh stakeholders dalam pembangunan daerah. Dalam hal ini, Pemerintah
Kabupaten Bantul telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (
BPBD) Kabupaten Bantul bahkan sudah membentuk Pusat Pengendalian
Operasi (Pusdalops) yang beranggotakan unsur-unsur dari PMI, SAR, Tagana,
Banser, Kokam, serta lembaga-lembaga lain yang peduli bencana.
b) Pengarusutamaan pengurangan resiko bencana dalam kerangka pembangunan,
dimana secara internasional termasuk Pemerintah Indonesia menerapkan 5
prioritas Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action Plan), yakni:
(1) Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana, termasuk pengurangan
risiko bencana berbasis komunitas, menjadi prioritas dalam proses
pembangunan di Kabupaten Bantul dan di tingkat Kecamatan dengan
dasar kelembagaan yang kuat;
(2) Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko-risiko bencana serta
meningkatkan peringatan dini;
(3) Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun
sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat;
(4) Mengurangi faktor-faktor yang mendasari risiko (ketahanan pangan,
pengelolaan ekosistem dan lingkungan yanhg berkelanjutan, kemiskinan
dan lain-lain);
(5) Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk respon yang lebih
efektif di semua tingkat
c) Penyiapan gugus tugas kelembagaan mitigasi bencana, meliputi pengelolaan
identifikasi dan data kebencanaan, serta kesiapan tanggap bencana (tahap pra
bencana, kejadian bencana, pasca bencana)
d) Berdasarkan diagram di bawah kelembagaan pengurangan Resiko Bencana
memang terlihat hanya sampai tingkat kabupaten dan rencana RPB itu sendiri
masuk dalam instrumen perencanaan pembangunan daerah. Baik jangka
panjang, menengah maupun rencana tahunan.
e) Secara otomatis program-program PRB di Kecamatan Imogiri masuk dalam
instrumen perencanaan pembangunan Kabupaten Bantul.

4.5 Analisis Tingkat Pelayanan Fasilitas


Perkotaan Imogiri memiliki kedudukan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Oleh
karena itu, keberadaan fasilitas yang ada di wilayah ini berfungsi untuk melayani skala
kabupaten atau beberapa kecamatan. Berikut ini adalah uraian dari analisis kebutuhan
pengembangan fasilitas di Kecamatan Imogiri.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 33


4.5.1 Fasilitas Pendidikan

Tabel 4.16. Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Pendidikan di


Kecamatan Imogiri Tahun 2035
Jumlah
Jumlah Jumlah Sarana
Jenis Sarana
No Penduduk Penduduk (unit)
Pendidikan
Pendukung Tahun 2035 Tahun
2035
Taman Kanak-
1.250 72.743 58
1 Kanak
2 Sekolah Dasar 1.600 72.743 45
3 SLTP 4.800 72.743 15
4 SMU 4.800 72.743 15
Total 134
Sumber : Kecamatan Imogiri Dalam Angka 2013, SNI 03-1733-2004 dan Hasil Analisis

4.5.2 Fasilitas Peribadatan


Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan
memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola
masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya.
Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut;
1) kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar;
2) kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid;
3) kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan; dan
4) kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan.
Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut:
1) Katolik mengikuti paroki;
2) Hindu mengikuti adat; dan
3) Budha dan Kristen Protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki lembaga

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 34


Tabel 4.17. Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Peribadatan di
Kecamatan Imogiri Tahun 2035
Jumlah
Jumlah
Sarana
Jumlah Penduduk Penduduk
No Jenis Sarana Peribadatan (unit)
Pendukung Tahun
Tahun
2035
2035
1 Mushollah atau Langgar 250 72.743 291
2 Masjid Warga 2.500 72.743 29
Masjid Lingkungan
3 30.000 72.743 2
(Kelurahan)
4 Masjid Kecamatan 120.000 72.743 1
Tergantung sistem
5 Sarana Ibadah Lain kekerabatan/ hirarki 72.743 -
lembaga
Total 323
Sumber : SNI 03-1733-2004 dan Hasil Analisis

4.5.3 Fasilitas Kesehatan


Kebutuhan fasilitas kesehatan berdasarkan konsep kewilayahan adalah satu desa
dilayani oleh 1 unit puskesmas atau puskesmas pembantu yang dilengkapi oleh tempat
persalinan dan supplier obat-obatan serta tenaga medis meliputi dokter, bidan dan
mantri dengan jam kerja setiap hari.

Tabel 4.18. Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Kesehatan di


Kecamatan Imogiri Tahun 2035

Jumlah Jumlah Jumlah


No Jenis Sarana Kesehatan Penduduk Penduduk Sarana (unit)
Pendukung Tahun 2035 Tahun 2035

1 Posyandu 1250 72743 58


2 Balai Pengobatan Warga 2500 72743 29
3 BKIA/Klinik Bersalin 30000 72743 2
Puskesmas Pembantu & Balai
4 30000 72743 2
Pengobatan
5 Puskesmas & Balai Pengobatan 120000 72743 1
6 Tempat Praktek Dokter 5000 72743 15
7 Apotik/Rumah Obat 30000 72743 2
Total 110
Sumber : SNI 03-1733-2004 dan Hasil Analisis

4.5.4 Fasilitas Ruang Terbuka Hijau


Penataan ruang hijau menyangkut seluruh area terbuka yang dapat dimanfaatkan
sebagai ruang hijau di wilayah perencanaan yaitu; penghijauan pada area kegiatan olah

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 35


raga, tanah pertanian, pekarangan, jalur hijau pada pinggir jalan dan sungai serta area
pemakaman.
Penataan ruang terbuka hijau di wilayah perencanaan pada dasarnya
diperuntukkan untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian lingkungan, serta
menjaga ekologi lingkungan, baik dalam aspek hidrologis sebagai kawasan resapan air,
klimatologis sebagai pengatur iklim, sebagai penyaring udara kotor, sebagai media
adaptasi satwa, dan sebagai media konservasi tanah maupun estetika wilayah
perencanaan.

Area penghijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau di Kecamatan


Imogiri masih relatif luas. Sebagian besar RTH di Kecamatan Imogiri adalah berupa lahan
hutan dan kebun, serta bentuk RTH lain seperti makam dan lapangan. Sejauh ini, jalur
hijau ataupun lahan yang ditumbuhi vegetasi masih sangat mudah ditemui di Kecamatan
Imogiri. Meski demikian, keberadaannya tetap harus dipertahankan dan dikembangkan.
Kebutuhan RTH dikaji dengan memperhatikan daya dukung penduduk, potensi lahan,
tingkat polusi kawasan dan gangguan lingkungan, tingkat kepadatan bangunan, serta
kemungkinan cara pengadaan, pemanfaatan dan pengelolaannya. Kebutuhan ruang
terbuka hijau menurut tingkat dan fungsi pelayanan dibedakan menjadi:

1) Ruang terbuka hijau binaan (pemakaman, lapangan OR, perkebunan, pertanian, dll);
2) Ruang terbuka hijau alami (sempadan sungai, hutan lindung, dll).

Tabel 4.19. Standar Baku Ruang Terbuka yang Ditetapkan


Minimum Luas Radius
Jenis Standar
No Penduduk Lokasi Tanah penca- Ket.
sarana (m2/p)
Pendukung (m2) paian
1 TTB 100 – 250 Di tengah-tengah kelompok 200 200 m 1 -
750 permukiman/ perumahan 500
2 TTB 2.500 Di pusat kegiatan RW 1.250 500 m 0,5 -
3 TTB + 30.000 Dikelompokan dengan 9.000 - 0,3 -
LOR sekolah
4 TTB + 120.000 Dikelompokan dengan 24.000 - 0,2 -
LOR sekolah
5 TTB + 480.000 Di pusat Wilayah 124.000 - 0,3 -
LOR
6 Jalur - Menyebar - 15 -
Hijau
Sumber:

 Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum.
 Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota SKBI – 2.3.51. 1987. UDC: 711.58

Berdasarkan standar di atas, maka kebutuhan fasilitas olahraga, rekreasi, ruang


terbuka dan pemakaman di Kecamatan Imogiri sampai dengan tahun perencanaan dalah
sebagi berikut.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 36


Tabel 4.20. Prediksi Kebutuhan Ruang Terbuka, Tempat Bermain dan
Lapangan Olahraga di Kecamatan Imogiri sampai dengan Tahun 2035

Taman dan

Taman dan

Taman dan

Taman dan
Olah Raga

Olah Raga

Olah Raga

Olah Raga
Penduduk

Lapangan

Lapangan

Lapangan

Lapangan
/Tempat

/Tempat
Taman/

Taman/
Tempat

Tempat
Jumlah

Taman

Taman
Jenis

Main

Main

Main

Main
sarana

Kebutuhan sarana (unit) Kebutuhan Luas lahan Min (m2)


2035
Penduduk
250 2.500 30.000 120.000 250 1.250 9.000 24.000
Pendukung
Kec. Imogiri 72.743 291 29 2 - 72.750 36.250 18.000 -

Sumber : Hasil Analisis, 2014.

Ketersediaan TTM dan lapangan olah raga masih minim, hanya berupa lapangan
olah raga dan taman halaman rumah bukan taman publik, rencana untuk 20 tahun yang
akan datang tidak hanya dalam hal pemenuhan jumlah dan luas taman namun juga
peningkatan kualita lapangan olah raga yang sudah ada.

4.5.5 Fasilitas Olahraga


Pengembangan fasilitas olahraga ruangan meliputi:
1) Pengembangan area aktivitas olahraga sesuai standar yang berlaku
2) Penyediaan ruang terbuka hijau di sekitar lapangan olahraga
3) Fasilitas jaringan utilitas pendukung, seperti air bersih, drainase, persampahan
dan sanitasi
4) Pengembangan aksesibilitas menuju jaringan jalan
Sementara itu, pengembangan fasilitas olahraga dalam ruangan dikembangkan
secara terpadu dengan bangunan pendukung dan jaringan utilitasnya

4.5.6 Fasilitas Sosial dan Budaya


a. Pengembangan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
Fungsi utama RTNH adalah fungsi sosial budaya, dimana antara lain dapat berperan
sebagai:
1) Wadah aktivitas sosial budaya masyarakat dalam wilayah kecamatan, terbagi dan
terencana dengan baik;
2) Pengungkapan ekspresi budaya/kultur lokal;
3) Merupakan media komunikasi warga masyarakat;
4) Tempat olahraga dan rekreasi; dan
5) Wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
alam.
RTNH secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan
ditumbuhi tanaman atau tumbuhan berpori, tapi bisa berupa open space dan lahan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 37


kosong yang berupa perkerasan, badan air, ataupun kondisi tertentu lainnya. Manfaat
RTNH secara langsung merupakan manfaat yang dalam jangka pendek atau secara
langsung dirasakan, seperti:
1) Berlangsungnya kegiatan komunikasi/sosialisasi antar warga dan tempat
melakukan aktivitas secara komunal, seperti olahraga, kegiatan rekreasi,
kegiatan parkir, dll.
2) Keindahan dan kenyamanan yang dapat dinikmati sekaligus mereduksi rasa lelah
setelah beraktivitas. RTNH tersebut berupa landmark, patung, monumen, atau
taman.
3) Keuntungan ekonomis seperti lahan parkir yang memberikan keuntungan dari
retribusi parkir
b. Pengembangan Kebutuhan Fasilitas Budaya
Berkaitan dengan pewadahan pengembangan seni budaya masyarakat dan cagar
budaya, dan peninggalan sejarah.

4.5.7 Fasilitas Perdagangan dan Jasa


Kegiatan perdagangan merupakan aktivitas distribusi dalam perekonomian suatu
masyarakat sehingga keberadaan dari sektor perdagangan ini cukup strategis.
Peningkatan kuantitas sektor perdagangan ini akan mempercepat arus barang dari
produsen ke konsumen di suatu kawasan. Untuk mengkaji kecukupan ketersediaan
sarana perdagangan, digunakan standar baku sebagai berikut:

Tabel 4.21.
Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Perdagangan di Kecamatan Imogiri Tahun 2035
Jumlah
Jumlah Jumlah Sarana
Jenis Sarana Perdagangan dan
No Penduduk Penduduk (unit)
Niaga
Pendukung Tahun 2035 Tahun
2035
1 Toko atau Warung 250 72743 291
2 Pertokoan 6000 72743 12
Pusat Pertokoan + Pasar
3 30000 72743 2
Lingkungan
Pusat Perbelanjaan dan Niaga
4 (toko+pasar+bank+kantor) 120000 72743 1

Total 306
Sumber : SNI 03-1733-2004 dan Hasil Analisis

4.5.8 Fasilitas Lainnya


Fasilitas umum lainnya yang perlu dikembangkan dan dimantapkan di Kecamatan
Imogiri adalah sebagai berikut :

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 38


1) Fasilitas pendukung transportasi yang diperkirakan akan berkembang secara
pesat di Kecamatan Imogiri sejalan pengembangan kegiatan pariwisata.
2) Fasilitas Tempat Sampah
Fasilitas tempat pembuangan sampah, terutama di pusat-pusat kegiatan masih
kurang memadai.
3) Pos pemadam kebakaran
Pos ini diperlukan guna menanggulangi potensi kebakaran yang bisa melanda
permukiman, lahan perkebunan dan hutan di wilayah studi.
4) Kantor pusat informasi
Melihat potensi perkembangan wilayah perencanaan yang didukung oleh
pengembangan kawasan pariwisata, maka keberadaan kantor pusat informasi
menjadi perlu untuk dibangun di Kecamatan Imogiri
5) Fasilitas pariwisata
Potensi pariwisata yang hendak dikembangkan di Kecamatan Imogiri hendaknya
dilengkapi dengan keberadaan fasilitas-fasilitas pariwisata, seperti papan
penunjuk lokasi pariwisata, tempat pemungutan retribusi, lahan parkir,
penginapan, homestay, serta rest area. Namun demikian, pengembangan
fasilitas-fasilitas ini, hendaknya tetap mengedepankan ciri khas dan potensi
lokal.

4.6 Analisis Tata Bangunan


Analisa tata bangunan meliputi kajian intensitas pemanfaatan lahan, tata massa
bangunan, dan kualitas bangunan.
4.6.1 Intensitas Pemanfaatan Lahan
Intensitas pemanfaatan ruang lahan/ berisi kajian kepadatan pembangunan yang
terdiri dari KDB, KLB, KDH, bangunan/Ha. Intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung (termasuk prasarana/ infrastruktur maupun utilitas).
Dalam penentuan intensitas pemanfaatan lahan kawasan perencanaan, harus
memperhatikan kebijakan dan strategi serta ketentuan peraturan zonasinya yang
ditetapkan oleh RTRW Kabupaten, yang meliputi ketentuan sebagai berikut:

1) Kawasan perencanaan, Kecamatan Imogiri merupakan salah satu kawasan yang


ditetapkan sebagai kawasan lindung berupa hutan lindung dan kawasan resapan
air.
Peraturan Zonasi untuk kawasan hutan lindung disusun dengan memperhatikan :
a) dibolehkan untuk wisata alam, pendidikan dan penelitian dengan syarat
tidak
mengubah bentang alam;
b) dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan;

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 39


c) dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengganggu bentang alam,
menggangu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian
flora dan fauna, serta kelestarian lingkungan hidup;
d) dilarang kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan
terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya; dan
e). kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap,
tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.
Peraturan Zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahanya sebagai kawasan resapan air, disusun dengan
memperhatikan :
a) dilarang untuk semua jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air;
b) diizinkan untuk kegiatan hutan rakyat;
c) diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki
kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
d) dibolehkan untuk wisata alam, pendidikan dan penelitian dengan syarat
tidak mengubah bentang alam; dan
e) dibolehkan dilakukan penyediaan sumur resapan atau waduk pada lahan
terbangun yang sudah ada.
2) Kawasan perencanaan juga ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya.
Peraturan zonasi untuk kawasan lindung terhadap kawasan cagar budaya disusun
dengan memperhatikan :
a) pemanfaatan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata;
b) diizinkan bersyarat pendidian bangunan yang menunjang kegiatan
pendidikan, penelitian, dan wisata;
c) dilarang kegiatan yang mengganggu atau merusak kekayaan budaya;
d) dilarang kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi; dan
e) dilarang kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat
setempat.

a. Koefisien Dasar Bangunan


KDB adalah perbandingan antara luas bangunan dengan luas lahan. Nilai KDB di
suatu kawasan menentukan berapa persen luas bangunan di suatu kawasan yang boleh
dibangun. Penentuan KDB ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk
mengendalikan luas bangunan di suatu lahan pada batas-batas tertentu sehingga tidak
mengganggu penyerapan air hujan ke tanah.

Penetapan besar KDB maksimum didasarkan pada pertimbangan:

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 40


1) Peraturan zonasi RTRW Kabupaten Bantul yang mensyaratkan bahwa
KDB permukiman perkotaan diizinkan maksimal sebesar 70% (tujuh puluh
persen) dan mengikuti rencana detil tata ruang yang ada. Sementara itu KDB
permukiman perdesaan diizinkan maksimal sebesar 50% (lima puluh persen)
dan mengikuti rencana detil tata ruang yang ada;
2) Perda No 5 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung

b. Koefisien Lantai Bangunan Minimal


Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada Perda No 5 tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung dan pertimbangan pembatasan kepadatan bangunan

c. Koefisien Dasar Hijau Minimum


Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada pertimbangan:

KDB maksimum = luas persil – % KDHmaks – % luas prasarana yang diperkeras .

- Luas prasarana yang diperkeras berkisar antara 20-50% dari KDB yang
ditetapkan
(bukan dari luas persil).
- KDB maks = 50%
- Luas prasarana yang diperkeras = 20% dari KDB
Maka KDH diperoleh dengan hitungan:

KDB maksimum = luas persil – % KDHmaks – % luas prasarana yang diperkeras

50% = 100%-KDH-20%KDBmaks

KDHmaks = 100%- (0,2(50%) +50%)

KDHmaks = 100%-60%=40% dan KDHmin= 30%

Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara bertahap diarahkan memenuhi luas RTH publik
20%

dan 10% RTH private sesuai yang digariskan mengenai RTH dalam Undang-Undang

Penataan Ruang No. 26 tahun 2007.

d. Kepadatan Bangunan (unit/Ha)


Kepadatan bangunan diarahkan dengan kepadatan maksimum adalah rumah
dengan kepadatan sedang (kepadatan sangat rendah-sedang). Zona dengan wilayah
perencanaan yang memiliki kepadatan bangunan maksimal 40 (empat puluh)-100
(seratus) rumah/hektar (kurang dari 100 unit/Ha).

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 41


4.6.2 Tata Massa Bangunan
Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan
bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai. Tata massa bangunan berkaitan
dengan tinggi bangunan, garis sempadan bangunan, jarak antar bangunan, dan luas
minimum persil bangunan.

a. Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, tempat bangunan
gedung tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan gedung
tersebut. Dengan memperhatikan faktor budaya lokal setempat maka jumlah lantai
bangunan dibatasi 2 (dua) lantai, dan batas tinggi bangunan rumah 12 meter.

b. Garis Sempadan Bangunan


GSB minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko
kebakaran, kesehatan, kenyamanan dan estetika. Faktor yang dianalisis adalah:

1) Garis sempadan bangunan;


2) Garis sempadan pagar.
3) Garis sempadan samping bangunan
Rumus dasar:

1) Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = V2 rumija;
2) Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = Y2 rumija +1 m;
3) Jarak antara bangunan gedung minimal setengah tinggi bangunan gedung.
Garis sempadan bangunan ditetapkan dengan kriteri sebagai berikut:

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 42


Tabel 4.22. Matrik Ruang Jalan Dan Garis Sempadan(Sesuai Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan)
Ruang Milik Jalan (m) Garis Sempadan (m)
Bagunan Diukur
Diukur
Pagar (dari Dari AS
No Fungsi Jalan dari AS Jalan
(dari as pagar Jalan
Jalan/m) ke
Rumaja Rumija Ruwasja Ruwasja
teritis)
1 Arteri Primer
Permukiman 9 12.5 20.5 12.5 8 20.5
Pendidikan 9 12.5 20.5 12.5 8 20.5
Perdagangan 9 12.5 20.5 12.5 8 20.5
Industri 13 14 22 14 8 22
2 Kolektor Primer
Permukiman 7 12.5 19.5 12.5 7 19.5
Pendidikan 7 12.5 19.5 12.5 7 19.5
Perdagangan 7 12.5 19.5 12.5 7 19.5
Industri 13 14 22 14 8 22
3 Lokal Primer
Permukiman 3.5 7.5 11.5 7.5 4 11.5
Pendidikan 3.5 7.5 11.5 7.5 4 11.5
Perdagangan 3.5 7.5 11.5 7.5 4 11.5
Industri 4 7.5 12.5 7.5 5 12.5
4 Lingkungan
Perumahan 2,75 5,5 5 5,5 2,25 7,75
(rumah tinggal)
Kegiatan Usaha 2,75 5,5 5 5,5 2,25 7,75
Pendidikan 2,75 5,5 5 5,5 2,25 7,75
Keterangan :
P : Primer, S : Sekunder
JALAN KABUPATEN TERDIRI ATAS :
Jalan Kolektor Primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi
Jalan Lokal Primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
ibukota kabupaten Dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan
desa dan antar desa
Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan propinsi dan jalan sekunder dalam kota
Jalan strategis kabupaten

a. Jarak Antar Bangunan


Kawasan perencanaan diarahkan dengan intensitas bangunan sedang-
rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan belakang bangunan harus
memenuhi persyaratan jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan
minimum 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat
bangunan, jarak bebas di atasnya ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di
bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan
rumah tinggal, dan sedangkan untuk bangunan gudang serta industri dapat diatur
tersendiri.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 43


Tabel 4.23. Jarak Bebas Antara bangunan Minimum

Sumber: Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor:


10/Kpts/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan
Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan

b. Luas Minimum Persil Bangunan


Berdasarkan ketentuan perhitungan daya tampung penduduk, maka untuk
permukiman luas persi minimum diarahkan 100 m2. Berdasarkan standar
kebututuhan ruang minimum luas persil bangunan untuk permukiman adalah 72 m2.
Sedangkan idealnya adalah 200 m2.
Tabel 4.24. Kebutuhan Luas Minimum bangunan dan Lahan untuk Rumah
Sederhana Sehat (RS Sehat)

Sumber: Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat

Untuk kawasan perencanaan, luas persil bangunan minimum untuk:

1) Permukiman 200 m2
2) Perdagangan dan jasa 300 m2
3) Perkantoran 300 m2
4) Faslitas umum dan sosial 200 m2

4.6.3 Kualitas Bangunan


Kualitas bangunan berkenaan dengan kondisi bangunan di wilayah perencanaan
untuk menunjang fungsi dan peran kawasan di BWP, dan juga dari aspek keselamatan
manusia.

Kualitas bangunan berkenaan dengan:

1) persyaratan penampilan bangunan gedung;

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 44


2) penataan ruang dalam;
3) keseimbangan;
4) keserasian;
5) keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya; dan
6) pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat
terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
Penampilan bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan
kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur, dan lingkungan yang ada di
sekitarnya sesuai tata ruang dengan ketentuan sebagai berikut :

1) penampilan bangunan gedung di kawasan benda cagar budaya, harus dirancang


dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian;
2) penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan
gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah
estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang
dilestarikan; dan
3) penampilan bangunan gedung pemerintahan, fasilitas umum milik pemerintahan,
dan fasilitas umum non pemerintahan dapat ditambahkan unsur-unsur arsitektur
tradisional setempat.
4) Kaidah arsitektur tertentu pada bangunan untuk suatu kawasan diatur oleh
Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis Tim Ahli Bangunan
Gedung (TABG) dan mempertimbangkan pendapat publik.
Penataan ruang dalam, harus mempertimbangkan fungsi ruang arsitektur
bangunan gedung dan keandalan bangunan gedung. Pertimbangan fungsi ruang
diwujudkan dalam efisiensi tata ruang dalam dan efektivitas tata ruang dalam.
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya,
harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung dan RTH yang
seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

Pertimbangan terhadap terciptanya ruang luar bangunan gedung dan RTH


diwujudkan dalam pemenuhan persyaratan daerah resapan, akses penyelamatan,
sirkulasi kendaraan dan manusia, serta terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di
luar bangunan gedung.

4.7 Analisis Kelembagaan


4.7.1 Definisi Kelembagaan dalam Tata Ruang
Pengertian umum kelembagaan adalah suatu bentuk organisasi yang memiliki
peran dan fungsi tertentu dan berada dalam suatu struktur organisasi yang lebih luas.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 45


Pengertian kelembagaan secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar
yakni:
1) Lembaga pemerintah (eksekutif-legislatif-yudikatif),
2) Lembaga publik (sektor publik),
3) Lembaga swasta (sektor swasta).
Lembaga pemerintah yang terkait dengan perihal penataan ruang kabupaten adalah:

1) Badan-badan, Dinas-dinas dan Kantor-kantor (Instansi Horisontal Kabupaten),


2) Badan-badan dan Kanwil-kanwil Departemen,
3) Lembaga legislatif (DPRD Kabupaten),
4) Lembaga Yudikatif,
5) Lembaga Pertahanan dan Keamanan.
Sedangkan lembaga publik yang terkait dengan penataan ruang seperti perguruan
tinggi yang berada di kabupaten setempat serta LSM dan organisasi masa lainnya.
Lembaga swasta yang berkepentingan dan dapat terlibat dalam penataan ruang
diantaranya adalah:

 KADIN Daerah,
 Asosiasi perusahaan/pengusaha bidang tertentu (PHRI, pariwisata, pengelolaan
hutan, perikanan, pertanian, dll),
 Lembaga Usaha Strategis: PLN, TELKOM, PDAM.
Lembaga-lembaga tersebut masing-masing memiliki fokus kepentingan tersendiri
terhadap keberadaan produk tata ruang.

Untuk menjamin fungsi dan efektifitas rencana tata ruang, maka diperlukan
suatu sistem atau mekanisme tertentu yang dapat memperkuat aspek kelembagaan.
Mekanisme atau sistem tersebut, diantaranya adalah suatu bentuk penguatan kegiatan
lintas lembaga atau penguatan peran dan fungsi masing-masing lembaga. Pada saat ini,
telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang berperan dalam
proses-proses penataan ruang. Keberadaan BKPRD. Dalam proses-proses penataan
ruang, diperlukan kesiapan atau kemampuan lembaga-lembaga tertentu dalam
keterlibatannya secara fungsional di BKPRD. Bentuk kesiapan dan kemampuan
kelembagaan akan tercermin diantaranya dari bentuk struktur organisasi lembaga
tersebut disertai dengan kualifikasi personil dalam struktur yang terkait dengan aspek
tata ruang dan tingkat frekuensi kegiatan pembahasan koordinasi mengenai tata ruang.

4.7.2 Kelembagaan Penataan Ruang di Kabupaten Bantul


Dalam kegiatan perencanaan, terdapat tiga elemen dasar yang mencakup
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian yang masing-masing membutuhkan
lembaga-lembaga yang mengkoordinasikan/bertanggung jawab. Pelaksanaan kegiatan

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 46


penyusunan RDTR Kecamatan Imogiri perlu didukung oleh aspek kelembagaan di daerah
yang berfungsi sebagai badan koordinasi. Koordinasi pengelolaan tata ruang dilakukan
oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul dengan bantuan dinas-dinas terkait
lainnya. Kelembagaan penataan ruang diharapkan mampu berfungsi sebagai wadah
media komunikasi antar stakeholder terkait untuk mengatasi masalah keruangan yang
ada di wilayah perencanaan. Kebutuhan pengembangan kelembagaan penataan ruang
dapat dilihat dalam diagram berikut:

Gambar 4.5. Kebutuhan Pengembangan Kelembagaan Penataan Ruang

1) Lembaga Perencanaan
Kegiatan perencanaan ruang secara umum meliputi tahapan persiapan
penyusunan materi tata ruang, tahapan penyusunan materi tata ruang, tahapan
penetapan dan pengesahan materi tata ruang yang telah tersusun sebagai
peraturan daerah dalam kegiatan pemanfaatan ruang serta sosialisasi rencana
tata ruang kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan proses penataan ruang.
Instansi di Kabupaten Bantul yang memiliki tanggung jawab dalam tahapan
perencanaan tata ruang terutama yaitu Dinas Pekerjaan Umum.
2) Lembaga Pemanfaatan Ruang
Kegiatan pemanfaatan ruang pada dasarnya meliputi kegiatan
pengoperasionalisa- sian rencana tata ruang oleh dinas/instansi terkait serta
pelaksanaan teknis lainnya. Kegiatan pemanfaatan ruang dilakukan oleh seluruh
pengguna ruang, baik dinas/instansi pemerintah maupun pihak
swasta/masyarakat luas. Sehingga dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat
memiliki tanggung jawab atas kegiatan pemanfaatan ruang.
3) Lembaga Pengendalian Pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang meliputi kegiatan koordinasi,
pengawasan, dan penertiban. Badan yang bertugas sebagai pengendali adalah
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), yaitu lembaga yang secara

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 47


hukum memiliki kewenangan dalam mengarahkan penggunaan ruang di daerah.
Alat yang digunakan oleh lembaga ini adalah rencana tata ruang yang telah
diperdakan dengan berbagai tingkat kedalaman rencana (RTRW-RDTRK-RTBL).
Penjelasan untuk masing-masing kegiatan dalam ranah pengendalian adalah
sebagai berikut:
a) Koordinasi
Kegiatan koordinasi ditujukan untuk menghindari terjadinya konflik yang
mungkin timbul di antara para pengguna ruang dalam proses pemanfaatan
ruang. Lembaga yang berperan sebagai lembaga koordinasi kegiatan penataan
ruang adalah BKPRD yang dibentuk dari beberapa instansi di tingkat
Kabupaten Bantul.
b) Pengawasan
Kegiatan pengawasan merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan untuk
menemukenali dan memperbaiki permasalahan yang ditemui dalam kegiatan
pemanfaatan ruang, menyediakan informasi tentang perkembangan situasi
yang terjadi dalam proses pemanfaatan ruang serta melakukan kegiatan
evaluasi yang dimaksudkan untuk menghasilkan umpan balik dalam rangka
penyempurnaan kegiatan penataan ruang yang sedang berjalan maupun
sebagai masukan bagi penyempurnaan rencana tata ruang. Lembaga yang
berperan dalam kegiatan pengawasan terutama juga dilaksanakan oleh
BKPRD. Selain itu, masyarakat dalam hal ini juga sangat diharapkan dapat
berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan tata ruang wilayah.
c) Penertiban
Kegiatan penertiban dimaksudkan untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya penyimpangan terhadap rencana tata ruang dalam proses
pemanfaatan ruang.

4.7.3 Identifikasi Kelembagaan Terkait


Identifikasi kelembagaan yang dilakukan merupakan identifikasi terhadap
keberadaan lembaga-lembaga di Kabupaten Bantul yang terkait dengan lingkup proses
kegiatan penataan ruang serta sektor strategis yang terkait dengan penyusunan rencana
tata ruang. Unsur kelembagaan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1) Lembaga eksekutif dari instansi vertikal (perwakilan dari lembaga pemerintah
pusat di daerah)
Lembaga eksekutif vertikal dari lembaga pemerintah pusat yang ada di
Kabupaten Bantul adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Badan Pusat
Statistik (BPS). Adapun fungsi dari kedua lembaga tersebut terkait dengan
kegiatan penataan ruang sbb:

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 48


Tabel 4.25.
Fungsi Lembaga Eksekutif Vertikal Dalam Penataan Ruang
Lembaga Eksekutif
No Fungsi
Instansi Vertikal

1 BPN Pengendalian penggunaan ruang

2 BPS Pendataan pemanfaatan ruang

Sumber: Analisis, 2014

2) Badan dan Dinas yang ada dalam struktur pemerintah Kabupaten Bantul
Berikut ini adalah beberapa Badan dan Dinas yang termasuk dalam struktur
pemerintah Kabupaten Bantul yang memiliki fungsi terkait dengan kegiatan
penataan ruang.

Tabel 4.26. Lembaga Eksekutif Pemerintah Kabupaten Bantul dan Fungsinya


dalam Penataan Ruang

No Lembaga Eksekutif Fungsi


1 Dinas Pekerjaan Umum Menyiapkan bahan perumusan kebijakan umum di bidang
penataan ruang
Koordinasi terhadap perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian tata ruang
2 Dinas Perijinan Pemanfaatan ruang untuk kegiatan investasi dan pelayanan
perijinan
3 Dinas Tanaman Pangan Pengendalian dan perlindungan dalam penatagunaan lahan
dan Hortikultura dan air, serta perlindungan tanaman
4 Dinas Pertanian dan Pengendalian dan perlindungan kawasan pertanian dan hutan
Kehutanan
5 Dinas Pekerjaan Umum Pemanfaatan ruang budidaya untuk bangunan gedung dan
perumahan, permukiman, prasarana dan infrastruktur.
6 Dinas Kebudayaan dan Pemanfaatan ruang strategis kegiatan pariwisata dan
Kepariwisataan budaya.
7 Dinas Perhubungan Pengendalian infrastruktur perhubungan
8 Dinas Perindustrian, Pemanfaatan ruang kegiatan strategis investasi industri,
Perdagangan dan pemanfaatan ruang kawasan pertambangan dan energi, serta
Koperasi pemanfaatan ruang terkait dengan geologi dan tata
lingkungan
9 Kantor Pengendalian Pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan hidup
Dampak Lingkungan
10 Dinas Sumber Daya Air Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Air
11 Badan Lingkungan Hidup Pengelolaan lingkungan hidup
12 Badan Penanggulangan Penanggulangan bencana
Bencana Daerah
Sumber: Analisis, 2014

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 49


3) Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif yang dimaksud adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bantul dimana dalam struktur kelembagaannya terdapat komisi yang
terkait dengan tata ruang yakni Komisi yang membidangi pembangunan (Komisi
C).
Tabel 4.27. Identifikasi Lembaga Legislatif
Lembaga Legislatif Identifikasi Lingkup Fungsi Utama

Komisi Bidang Pembangunan Perwakilan konsultasi publik untuk di


(Komisi C) legalitas Peraturan Daerah tentang
RTRW Kabupaten .

Sumber: Analisis, 2014

4) Lembaga publik
Kelembagaan masyarakat sebagai stakeholders seharusnya berperan cukup
penting dalam proses kegiatan pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berbagai
lembaga terkait yang harus terlibat adalah lembaga–lembaga profesi masyarakat
yang menempati ruang secara signifikan (Himpunan Tani), para kelompok
pemerhati lingkungan hidup, dan kelompok pemberdayaan masyarakat.

Tabel 4.28. Identifikasi Lembaga Masyarakat


No Lembaga Publik Identifikasi Lingkup Fungsi Utama

1 HNSI Pemanfaatan ruang budidaya


perikanan

2 HKTI Pemanfaatan ruang budidaya


pertanian

3 LPM Pemberdayaan masyarakat untuk


pemanfaatan dan pengendalian ruang

4 LSM Lingkungan Hidup Pengendalian ruang ekologis

Sumber: Analisis, 2014

5) Lembaga dari sektor Swasta


Sektor swasta berperan strategis dalam hal pemanfaatan ruang ekonomi, karena
keterlibatannya membawa dampak peningkatan perekonomian kawasan-kawasan
tertentu. Sektor Swasta berperan dalam hal peningkatan investasi untuk
pemanfaatan ruang.

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 50


Tabel 4.28. Identifikasi Lembaga Swasta
No Lembaga Sektor Swasta Identifikasi Lingkup Fungsi Utama

1 KADIN Daerah Pemanfaatan ruang kegiatan investasi


(jasa, perdagangan, industri

2 PHRI (Perhimpunan Hotel) Pemanfaatan ruang kegiatan pariwisata

3 PLN Penyediaan Energi Listrik

4 TELKOM Penyediaan Layanan Telekomunikasi

Sumber: Analisis, 2014

Sebagaimana dibagian sebelumnya dinyatakan bahwa terdapat tiga kelompok


kelembagaan yakni lembaga pemerintah, lembaga masyarakat dan lembaga swasta.
Ketiga kelompok lembaga tersebut secara terpadu harus terlibat dalam proses kegiatan
penataan ruang yang terdiri dari proses kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ruang. Masing-masing kelompok kelembagaan melaksanakan peran dan
fungsinya masing-masing yang pada akhirnya turut mewarnai proses penataan ruang.
Sehingga apabila proses keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dapat berlangsung
dengan efektif maka tujuan penataan ruang akan tercapai.

4.7.4 Perumusan Peran Serta Masyarakat


Dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah, pada prinsipnya kewenangan
yang ada tidak hanya dimonopoli oleh pemerintah, melainkan melibatkan semua
stakeholders yang terkait dengan penataan ruang tersebut. Stakeholders dimaksud salah
satunya adalah peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah.
Pandangan sederhana terhadap peran serta merupakan bentuk keterlibatan
masyarakat dalam penataan ruang wilayah, namun jika dilihat dari pengertian peran
serta masyarakat menurut pakar adalah proses komunikasi dua arah yang terus menerus
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat secara penuh atas proses penataan ruang.
Peran serta ini didefinisikan sebagai komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat
tentang suatu kebijakan dan komunikasi dari masyarakat kepada pemerintah atas
kebijakan tersebut.
Perumusan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada
prinsipnya dapat dibedakan atas dua hal, yaitu:

1) Peran serta masyarakat yang bersifat konsultatif, dimana anggota masyarakat


mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberitahu akan tetapi
keputusan akhir tetap berada ditangan pejabat pembuat keputusan;

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 51


2) Peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, dimana masyarakat dan pejabat
pembuat keputusan secara bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif
pemecahan dan secara bersama pula membuat keputusan.
Jika kedua sifat peran serta masyarakat di atas dapat dilaksanakan secara
konsisten, maka harapan yang diinginkan yaitu meningkatkan kualitas keputusan
kebijakan pemerintah serta dapat mereduksi kemungkinan munculnya konflik dapat
terlaksana, sehingga menghasilkan tingkat penerimaan keputusan yang lebih besar pada
masyarakat.

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 4
(empat) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat, yaitu:

1) Sebagai proses pembuatan suatu kebijakan, karena masyarakat sebagai


kelompok yang berpotensi menanggung konsekuensi dari suatu kebijakan
memiliki hak untuk konsultasi (rights to consult);
2) Sebagai suatu strategi, dimana melalui peran serta masyarakat suatu kebijakan
pemerintah akan mendapatkan dukungan dari masyarakat sehingga keputusan
tersebut memiliki kredibilitas (credible);
3) Peran serta masyarakat juga ditujukan sebagai alat komunikasi bagi pemerintah
yang dirancang untuk melayani masyarakat untuk mendapatkan masukan dan
informasi dalam pengambilan keputusan, sehingga melahirkan keputusan yang
responsif;
4) Peran serta masyarakat dalam penyelesaian sengketa atau konflik, dimana perlu
didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik
melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi
yang melandasi persepsi tersebut adalah dengan bertukar pikiran maupun
pandangan dapat meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa
ketidakpercayaan (mistrust) dan kerancuan (blases).
Dari uraian mengenai bentuk dan sifat peran serta masyarakat di atas, akan
memberikan gambaran lebih jelas bagaimana kebijakan peran serta masyarakat di
dalam penataan ruang di wilayah Kabupaten Bantul.
Proses, tata cara, dan peran serta masyarakat di dalam proses penyusunan
rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, peninjauan kembali rencana tata ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang, diatur didalam standar dan pedoman masing-masing
proses, misalnya:
1) Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana, penataan dan pengesahan
RTRW, terdapat dalam proses dan tata cara baku penyusunan RTRW yang
tertuang di dalam standar dan pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten;

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 52


2) Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten meliputi
peran serta masyarakat dalam penyusunan program pemanfaatan ruang,
penyusunan program pembangunan dan pembiayaan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten, yang keseluruhannya tercakup didalam proses dan tata cara baku
pemanfaatan ruang. Hal ini tertuang di dalam Pedoman Pemanfaatan RTRW ke
dalam program pembangunan sektoral dan daerah di wilayah Kabupaten;
3) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten meliputi peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pemberian
izin-izin prinsip pemanfaatan ruang, pelaporan, pemantauan dan evaluasi
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten yang keseluruhannya tercakup dalam
proses dan tata cara baku pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Hal ini tertuang di dalam Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah
Kabupaten.

4.7.5 Prinsip-prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari bentuk peran serta
masyarakat dalam penataan ruang wilayah. Untuk mengetahui bagaimana
pemberdayaan ini dapat dilaksanakan akan diuraikan sebagai berikut:

1) Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan pada dasarnya menerapkan konsep pembelajaran secara
langsung, dimana masyarakat langsung terlibat dalam proses kegiatan dan
menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Masyarakat sebagai pelaku
utama perlu menjalin hubungan sebagai mitra kerja (proses kemitraan) dalam
proses kegiatannya sekaligus merupakan proses pembelajaran, peningkatan
pengetahuan dan kemampuan.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat ini dianut azas demokratis, keadilan,


dan kooperatif dengan menerapkan prinsip-prinsip pelibatan antar pelaku, saling
belajar, transparansi dan bertanggungjawab. Demokratis adalah setiap
pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah dan mufakat oleh para
pelaku tanpa ada tekanan ataupun paksaan. Keadilan adalah setiap pelaku
mempunyai hak untuk terlibat dan menikmati manfaat dari apa yang telah
dilakukan bersama. Kooperatif adalah dalam proses pelibatan antar pelaku,
hubungan yang dibangun, menerapkan kesetaraan dan saling menguntungkan
bagi para pelaku yang terlibat.

Pelibatan antar pelaku, merupakan aktivitas keterlibatan secara aktif dari semua
unsur dalam setiap proses kegiatan. Sedangkan saling belajar, merupakan
bentuk aktivitas dalam melakukan kegiatan pada setiap tahapan hubungan antar

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 53


pelaku merupakan proses saling belajar. Transparansi merupakan aktivitas
adanya keterbukaan informasi tentang seluruh proses kegiatan dan akibat dari
proses kegiatan tersebut. Untuk akuntabilitas merupakan aktivitas seluruh
kegiatan yang dilakukan oleh semua pelaku pada setiap tahapan harus dapat
dipertanggungjawabkan.

2) Proses pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat pada pengembangan kawasan pada dasarnya untuk
mengelola potensi yang terkandung di dalamnya dapat diolah dan diberdayakan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan pola
pembinaan manusia melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan ketrampilan,
studi banding, dan kegiatan lain dalam upaya meningkatkan kemampuan.
Pembinaan usaha meliputi kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Serta pembinaan lingkungan yang terkait dengan
kesadaran masyarakat untuk melindungi lingkungan dengan tetap menjaga
kelestariannya.

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran langsung agar


proses pembelajaran tersebut perlu diawali dengan persiapan masyarakat dengan
melalui kegiatan penyuluhan, pertemuan atau sarasehan untuk berdialog
mengenai berbagai permasalahan yang ada diwilayah atau kawasan. Menampung
isu dan usulan dan selanjutnya membuat program kegiatan bersama dan untuk
selanjutnya proses pengorganisasian yang meliputi unsur masyarakat, tenaga
pendamping, serta aparat pemerintah di daerah.

4.7.6 Tata Cara Peran Serta Masyarakat


Bentuk nyata yang dilakukan masyarakat dalam keterlibatannya dalam penataan
ruang wilayah diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, secara jelas dan tegas diatur
mengenai peran serta masyarakat dalam penataan ruang atau wilayah, yang disebutkan
bahwa setiap orang berhak untuk berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sedangkan hak untuk berperan serta tersebut
dipertegas lagi adalah setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara
kualitas ruang/kawasan.
Wujud dari peran serta masyarakat tersebut dapat berbentuk bahwa setiap orang
dapat mengajukan usul, memberi saran atau mengajukan keberatan kepada pemerintah

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 54


dalam rangka penataan ruang atau kawasan. Sedangkan kewajiban untuk berperan serta
dalam memelihara kualitas ruang adalah karena hal tersebut merupakan pencerminan
rasa tanggung jawab sosial setiap orang terhadap pemanfaatan ruang.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang ini merupakan bagian yang sangat
penting, bahkan pemerintah mengeluarkan peraturan khusus mengenai peran serta
masyarakat tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang (PP Peran Serta). Definisi peran serta masyarakat menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 (PP Peran Serta) tersebut adalah berbagai
kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah
masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 (PP Peran Serta) diatur
mengenai hak masyarakat terhadap kegiatan penataan ruang, yaitu:
1) Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
2) Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata ruang
kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan;
3) Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
proses penataan ruang;
4) Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat
pelaksanaan pemanfaatan atau pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam kegiatan penataan ruang yaitu:
1) Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
2) Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Sedangkan bentuk peran serta masyarakat yang terdapat dalam penataan ruang
wilayah dapat dilakukan melalui:
1) Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah Kabupaten
termasuk kawasan strategis yang ditetapkan;
2) Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah termasuk kawasan strategis;
3) Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah Kabupaten
termasuk kawasan strategis;
4) Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan
strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang kawasan;
5) Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah Kabupaten
termasuk kawasan strategis;
6) Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 55


7) Bantuan tenaga ahli.
Bentuk peran serta masyarakat diatas berlaku sama terhadap peran serta
masyarakat di daerah. Namun, perlu digarisbawahi bahwa bentuk-bentuk peran serta
yang ditawarkan di dalam PP tersebut tidak menyangkut sama sekali peran serta
masyarakat dalam pembuatan keputusan, sehingga sifatnya masih bersifat konsultatif.
Sedangkan kewajiban Pemerintah adalah menyelenggarakan pembinaan untuk
menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran, memberdayakan dan meningkatkan
tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang melalui:
1) Memberikan dan menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan, dorongan,
pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan hukum, pendidikan dan atau
pelatihan;
2) Menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang kepada
masyarakat secara terbuka;
3) Mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;
4) Menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat;
5) Memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas kondisi yang
dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang;
6) Melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata
ruang, menikmati pemanfaatan ruang yang berkualitas dan pertambahan nilai
ruang akibat rencana tata ruang yang ditetapkan serta dalam mentaati rencana
tata ruang;
7) Memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul, atau keberatan dari masyarakat
dalam rangka peningkatan mutu penataan ruang.
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, selain
masyarakat mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dari Lembaran Daerah
Kabupaten, pemerintah kabupaten berkewajiban mengumumkan dan menyebarluaskan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan tersebut melalui penempelan/pemasangan
peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum yang mudah
diakses masyarakat dan kantor-kantor yang secara fungsional menangani rencana tata
ruang tersebut.
Adapun tata cara peran serta masyarakat dalam proses penataan ruang atau
kawasan dilaksanakan dengan pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan,
keberadaan, masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi, dan
masalah, serta rancangan rencana tata ruang. Secara lisan atau tertulis dan ditujukan
kepada menteri terkait, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan tingkatan/hierarki
muatan ruangnya. Kesemuanya tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Secara keseluruhan, prinsip-prinsip pokok dan bentuk-bentuk

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 56


peran serta masyarakat di dalam setiap proses penataan ruang wilayah diatur di dalam
Peraturan Pemerintah tentang hak warga negara dalam pemanfaatan ruang yang
menjadi dasar dalam perumusan-perumusan peran serta masyarakat dalam proses
penyusunan RTRW Kabupaten. Berikut ini adalah tata cara peran serta masyarakat
dalam penataan ruang menurut tingkat pemerintahan.

Tabel 4.30. Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
WILAYAH

NASIONAL KABUPATEN

PENATAAN RUANG

Perencanaan 1. Saran 1. Saran

2. Pertimbangan 2. Pertimbangan

3. Tanggapan 3. Tanggapan

4. Keberatan 4. Keberatan

5. Masukan 5. Masukan

(semua dilakukan secara lisan (semua dilakukan secara lisan


atau tertulis kepada Menteri) atau tertulis kepada Gubernur)

Pemanfaatan Dilakukan sesuai dengan Dilakukan sesuai dengan


ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang perundang-undangan yang
berlaku berlaku (pelaksanaan
dikordinasikan oleh Gubernur)
(pelaksanaan diatur lebih
lanjut oleh Menteri)

Sumber: Analisis, 2014

Laporan Antara - Penyusunan RDTRK dan Zonasi Kecamatan Imogiri 4 - 57

Anda mungkin juga menyukai