Anda di halaman 1dari 40

KKN PROFESI ANGKATAN 59

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 3 Desember 2017

LAPORAN P
DIARE AKUT

Oleh :
Sitti Aisyah Jusmadil
110 2014 0095

Supervisi/Dokter Pembimbing Klinik :


dr. Ida Royani, M.Kes/dr. Erna Mempron

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR 2017
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Dg. Mamasa
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Pakksalo
Tanggal periksa : 2 Juni 2018
Waktu : 10.00 WITA
Nama PKM : Puskesmas Pattiro Mampu
No.RM : 03-00-66
Dokter Jaga : dr. Andi Gusnawati Marti

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lesi putih pada kaki dan tangan
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke Puskesmas mengeluh bercak pada dada sejak 2 bulan yang lalu.
Awalnya terdapat bercak kemerahan kecil di daerah dada, semakin lama bercak
putih tersebut semakin meluas dan menyebar ke perut, paha dan bokong sebelah
kiri. Pasien tidak mengeluh gatal ataupun nyeri pada bercak-bercak tsb, pasien
hanya merasa tebal dan kurang rasa pada daerah bercak putih tersebut, tidak
demam dan BAK : warna kuning

Riwayat penyakit sebelumnya :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat asma, kencing manis,
darah tinggi di sangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Mengonsumsi susu lactogen dan bubur promina
Riwayat Keluarga :
Pasien menyangkal ada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat atau makanan
Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang petani yang bertempat tinggal di lingkungan padat
penduduk, pasien mengaku di tetangganya ada yang mempunyai keluhan yang
sama seperti dirinya. Pasien akrab dengan tetangganya tersebut, setiap hari
kalau pasien ke sawah pasien melewati rumah tetangganya tersebut dan
seringkali pasien mampir ke rumahnya.
Riwayat Pengobatan :
Pasien mengaku selama ini tidak pernah mengobati penyakitnya.

B. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis : Sakit ringan/ Compos mentis
GCS 15 (E4M6V5)
BB = 58 kg
TB = 160 cm
Status Vitalis : T = 90/80
P = 18x/menit
N = 84x/menit
S = 36°C, axilla
Status dermatologi :
1. Lokasi : Region thoracal
2. Efluoresensi :
1) Pada region pedis tampak patch hipopigmentasi, batas tegas, ukurannya
± 10x15 cm, permukaan halus berkilat, skuama (-), erosi (-).
2) Pada region manus terdapat plaq eritematosa, batas tegas, dengan
ukuran 6x4 cm, permukaan agak kasar, skuama (-), erosi (-).
3) Pada regio femoralis sinistra patch eritematosa, batas tegas, ukuran 5x3
cm, permukaan agak kasar, skuama (-), erosi (-).makula hipopigmentasi
batas tegas, ukuran 7x5 cm, permukaan halus berkilat, skuama (-), erosi
(-).
3. Pemeriksaan :
1) Pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi (+) dari pada
kulit normal.
2) Pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi (+) dari pada
kulit normal
3) emeriksaan suhu panas dingin pada lesi, tidak bisa membedakan suhu
panas dingin pada tempat lesi.
4) N.Auricularis magnus sinistra mengalami pembesaran, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (+)
5) N. Ulnaris sinistra mengalami pembesaran konsistensi kenyal, nyeri
tekan (+)
C. DIAGNOSA BANDING
1. Lepra
2. Vitiligo

3. Tinea korporis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan bakterioskopis BTA
2) Tes sensitivitas kulit
3) Lepromin tes
E. DIAGNOSA
Morbus Hansen Multibasilar
F. PENATALAKSANAAN
1) Non medikamentosa
a. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan, tetapi
pengobatan akan berlangsung lama, antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus
rajin mengambil obat di puskesmas dan tidak boleh putus obat.
b. Penyakit ini mengganggu saraf, sehingga pasien akan merasakan mati rasa,
oleh karena itu disarankan agar pasien menghindari trauma agar tidak
memungkinkan terjadinya infeksi lain
2) Medikamentosa

MDT MH multibasiler WHO selama 1 tahun yang terdiri dari:

1. Rifampisin 600 mg 1x1 / bulan


2. Metilprednisolon 3x1 / bulan
3. Lamprene (klofazimin) 300 mg 1x1/bulan kemudian dilanjutkan dengan 50
mg 1x1 / hari
4. CTM 3x1
G. PROGNOSIS
1. Qua ed vitam : Bonam
2. Qua ed sanationem : Bonam
3. Qua ed funcionam : Malam
H. RENCANA TERAPI
Rujuk ke Spesialis Kulit dan Kelamin
I. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas mengeluh bercak pada dada sejak 2 bulan yang lalu.
Awalnya terdapat bercak kemerahan kecil di daerah dada, semakin lama bercak
putih tersebut semakin meluas dan menyebar ke perut, paha dan bokong sebelah
kiri. Pasien tidak mengeluh gatal ataupun nyeri pada bercak-bercak tsb, pasien
hanya merasa tebal dan kurang rasa pada daerah bercak putih tersebut, tidak
demam dan BAK : warna kuning
Pasien adalah seorang petani yang bertempat tinggal di lingkungan padat
penduduk, pasien mengaku di tetangganya ada yang mempunyai keluhan yang
sama seperti dirinya. Pasien akrab dengan tetangganya tersebut, setiap hari kalau
pasien ke sawah pasien melewati rumah tetangganya tersebut dan seringkali
pasien mampir ke rumahnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek /cair bahkan dapat berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih)
dan berlangsung kurang dari 7 hari.

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya. Di
dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, di mana
sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Penyakit diare adalah
salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia,
yang menyebabkan 1 miliar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya.
(Parashar,2003).
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2
episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan
Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan usia
kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%.
Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan(19,4%), 12-
23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat statistik, 2003).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara
berkembang telah turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada
tahun 2003. Di Indonesia angka kematian diare juga telah turun tajam dari 40%
tahun 1972 menjadi 24,9 pada tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga 7,4 % tahun
1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian karena diare telah
turun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun di
negara berkembang.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.

C. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare)
 Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo
bacter,yersinia, aeromonas, dan sebagainya
 Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-
lain
 Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia
lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis
Media Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya (sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
 Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
 Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
 KKP (Kurang Kalori Protein)
 Kesehatan pribadi dan lingkungan
 Sosioekonomi

D. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu
diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
- Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat
diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan
osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan.
- Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi
cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.
- Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan
pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi, post
reseksi usus serta hipertiroid.
Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah:
1. Rusaknya vili-vili di sekitar daerah brush boarder usus halus, yang
menyebabkan malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan
osmotik.
2. Kuman yang melepaskan toxin yang berikatan dengan enterosit reseptor
yg spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida kedalam membran
intestinal sehingga menyebabkan gangguan absorbsi sehingga
menyebabkan diare.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi
dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru
yang fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat
mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP,
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli
agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga
depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini
dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

E. Manifestasi kinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja
makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan, daerah anus dan
sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat
laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang
atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai
gejala dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun cekung (bayi), selaput lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila
keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan gejala
takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan
daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, karena kurang cairan,
deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan
tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).
F. Komplikasi Diare
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan cairan (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak dari pada input air.
Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare yaitu :

Penilaian Dehidrasi Menurut MTBS

Kriteria Dehidrasi menurut WHO 2000


2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal.
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan
intraselular.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan,
pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan kuszmaull.
Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk
mempertahankan pH darah.
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini
terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia
tersebut berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok,
kejang sampai koma.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan
karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat
mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan turunnya kesadaran
(soporokomatusa) dan bila tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.

G. Kriteria Diagnosis
a. Anamnesis
 Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan
konsistensi tinja, lendir dan atau darah dalam tinja
 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air
kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
 Jumlah cairan yang masuk selama diare
 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
 Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum
b. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
 Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulu, dan lidah
 Berat badan
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas
cepat dan dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia)
 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tandda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat

 Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)


 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kurang, akral hangat
 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih
tanda tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi, atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering
 Turgor sangat kurang dan akral dingin
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada saat diare
akut :
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan kepekaan terhadap antibiotika.
Feses :
PH asam  diare osmotic
Leukosit > 5 / LPB  disentri
Hal yang dinilai pada pemeriksaan feses:
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

Bentuk klinis diare berdasarkan penyebabnya :


H. Pengobatan Diare
Prinsip penatalaksanaan penderita diare adalah:
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Mencegah
terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan
minum lebih banyak dengan rumah tangga yang dianjurkan, seperti air tajun,
kuah sayur, air sup, air teh. Bila tidak memberikan cairan rumah tangga yang
dianjurkan, berikan air matang. Jangan diberikan cairan yang osmolaritasnya
tinggi, yaitu yang terlalu manis sepeti soft drink.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak balita, penderit harus segera dibawa ke
petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus
segera diberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan
terapi oral.
c. Pemberian ASI / makanan
Pemberian ASI / makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan.
d. Pemberian Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari
90 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk
enzim superoksida dismutase (Linder,1999). Enzim ini berfungsi untuk
metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam
tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida
meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan termasuk jaringan
epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).
Zinc yang ada dalam tubuh akan hilang dalam jumlah besar pada saat seorang
anak menderita diare. Dengan demikian sangat diperlukan pengganti zinc yang
hilang dalam proses kesembuhan seorang anak dan untuk menjaga kesehatannya
di bulan-bulan mendatang.
Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc untuk
terapi diare karena suplementasi zinc telah terbukti menurunkan jumlah hari
lamanya seorang anak menderita sakit, menurunkan tingkat keparahan penyakit
tersebut, serta menurunkan kemungkinan anak kembali mengalami diare 2-3
bulan berikutnya.
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat bermanfaat
untuk membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya diberikan sampai 10-14
hari, walaupun diarenya sudah sembuh. 11 Sayangnya suplemen Zinc ini belum
banyak beredar di apotek di Indonesia. Di beberapa RS besar di Indonesia telah
menggunakan suplemen Zinc dalam bentuk suspensi untuk penatalaksanaan diare
akut.
Adapun cara pemberian Tablet Zinc yaitu :
 Untuk bayi usia di bawah 6 bulan berikan setengah tablet zinc (10mg) sekali
sehari selama sepuluh hari berturut-turut.
 Untuk anak usia 6 bulan ke atas berikan satu tablet zinc (20 mg) sekali sehari
selama sepuluh hari berturut-turut.
 Larutkan tablet tersebut dengan sedikit (beberapa tetes)air matang atau ASI
dalam sendok teh.
 Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit
 Tablet harus diberikan selama sepuluh hari penuh (walaupun diare telah
berhenti sebelum 10 hari)
 Apabila anak muntah sekitar setelah jam setelah pemberian tablet zinc,
berikan lagi tablet zinc dengan cara memberikan potongan lebih kecil dan
berikan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,tetap
berikan tablet zinc segera setelah anak dapat minum atau makan.
e. Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau jamur
yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia, yang bila
diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat
memberikan keuntungan bagi kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi
bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa
usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh
Rotavirus maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare
yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
(antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare
akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman
dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya
diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke
dua pemberian sebanyak 1-2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam
pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi
bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah
adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik
pada mukosa usus dan imunno modulasi.
Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering digunakan
sebagai suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan adalah Lactic Acid
Bacteria (LAB). Golongan LAB dapat mengubah gula dan karbohidrat menjadi
asam laktat, yang berfungsi menurunkan kadar pH saluran gastrointestinal,
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Contoh strain golongan
LAB adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli Metchnikoff,
pada awal abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat ini banyak dilakukan
untuk menguji kemanfaatannya pada populasi anak. Produk komersial yang
mengandung probiotik sebagai suplemen banyak tersedia di pasaran.
Kemanfaatan probiotik terutama banyak dilihat dari aspek pencegahan dan terapi
penyakit, terutama penyakit alergi dan infeksi.
Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi yang paling
banyak dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik. Secara teoritis,
probiotik dapat mengurangi keparahan diare melalui efek kompetisi dengan
patogen, imunomodulator, meningkatkan sekresi IgA mukosa usus, dan
mengurangi kejadian intoleransi laktosa.
Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut. Meta-
analisis yang dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa pemberian
suplemen Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari lebih cepat
dibandingkan plasebo (95% CI) dengan level of evidence 1a. Efektivitasnya
terutama lebih baik pada mereka dengan etiologi rotavirus, yang merupakan
penyebab terbanyak diare akut pada anak.
f. Pemberian Antibiotik
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika
oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotik hanya
diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella, karena
penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada
bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena
bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi
yang menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis.
Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan paralisis
obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
 Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin
12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
 Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
 Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada
kasus berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg
(maks 90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
 Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
g. Mengobati masalah lain
Obat-obatan “anti diare” dan anti muntah tidak boleh diberikan pada anak dengan
diare. Anti diare tidak dianjurkan karena belum adanya bukti mengenai diare yang
berdaya guna, sehingga penggunaan anti diare hanya menimbulkan beban biaya.
h. Pemberian nasehat
Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk segera membawa
anaknya kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut:
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah berulang-ulang
 Rasa haus yang nyata
 Makan atau minum sedikit
 Demam
 Tinja berdarah

DIARE TANPA DEHIDRASI


- Cairan rehidrasi oralit diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau
berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ml, umur 1-5
tahun sebanyak 100-200 ml, dan umur di atas 5 tahun semaunya. Dapat
diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus tetap
diberikan.
- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)
DIARE DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG
- Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar deberikan sebanyak 75 ml/kgBB
dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare cair
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi
minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau
melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer
laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung
berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
- Berat badan 3-10 kg: 200 ml/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg: 175 ml/kgBB/hari
- Berat badan > 15 kg: 135 ml/kgBB/hari
- Pasien dipantau selama proses rehidrasi sambil memberikan edukasi
kepada orangtua

DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT


- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer
asetat 100 ml/kgBB, dengan cara pemberian:
- Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
- Umur di atas 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum
dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi
Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi
Anak-anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan
garam untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak
diberikan, tanda-tanda dehidrasi dapat terjadi. (1)
Ibu harus diajarkan cara untuk mencegah dehidrasi di rumah dengan
memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, bagaimana mencegah
kekurangan gizi dengan terus memberi makan anak, dan mengapa tindakan-tindakan
ini penting. Mereka harus juga tahu apa tanda-tanda menunjukkan bahwa anak harus
dibawa ke petugas kesehatan. Langkah-langkah tersebut dirangkum dalam empat
aturan Rencana Terapi A.
Aturan 1 : Memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, untuk
mencegah dehidrasi
Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung garam (oralit), dapat
juga diberikan air bersih yang matang.
Komposisi larutan oralit baru :
 Natrium klorida 2,6 gram/liter
 Glukosa 13,5 gram/liter
 Kalium klorida 1,5 gram/liter
 Trisodium sitrat 2,9 gram/liter
Komposisi larutan oralit lama :
 Natrium klorida 3,5 gram/liter
 Glukosa 20 gram/liter
 Kalium klorida 1,5 gram/liter
 Trisodium sitrat 2,55 gram/liter
Dengan menurunkan osmolaritas dengan mengurangi konsentrasi glukosa dan
garam (NaCl) dimaksudkan untuk menghindari hipertonisitas cairan selama absorpsi
cairan oralit.
Cairan yang mengandung garam, seperti oralit, minuman asin (seperti
minuman youghert), atau sayuran dan sup ayam dengan garam. Ajari ibu untuk
memasukan garam (kurang lebih 3g/L) pada minuman yang tidak bergaram (seperti
air matang, air teh, jus buah-buahan yang tidak diberi gula) atau sup selama diare.
Larutan oralit yang dapat dibuat dirumah mengandung 3g/L garam dapur (1
sendok teh penuh garam) dan 18g/L dari gula dapur (sukrosa) sangat efektif namun
tidak dianjurkan karena seringkali lupa resepnya.
Minuman yang tidak boleh diberikan ialah minuman bersoda, teh manis, jus
buah-buahan yang manis. Minuman tersebut dapat menyebabkan diare osmotik dan
hipernatremia. Sedangkan kopi tidak boleh diberikan karena bersifat diuretik.
Umur (tahun) Jumlah Cairan Yang Harus
Diberikan
<> 50-100 ml cairan
2-10 100-200 ml
> 10 > 200 atau sebanyak yang mereka mau

Aturan 2 : Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap hari selama
10 –14 hari
Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana formulasinya tersedia
dan terjangkau. Dengan memberikan zinc segera setelah mulai diare, durasi dan
tingkat keparahan episode serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian
zinc selama 10 sampai 14 hari, zinc yang hilang selama diare diganti sepenuhnya dan
risiko anak memiliki episode baru diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat
berkurang. (1)
Pada pedoman penatalaksanaan diare sebelumnya tidak ada anjuran untuk
memberikan zinc, namun pada pedoman penatalaksanaan diare WHO 2005 ada
anjuran seperti ini.
Aturan 3 yaitu berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa tidak boleh
diencerkan. pemberian ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan
makanan yang kaya nutrisipada anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare cair
mendapatkan kembali nafsu makan mereka setelah dehidrasi diperbaiki, sedangkan
orang-orang dengan diare berdarah seringkali nafsu makan tetap buruk sampai
penyakitnya sembuh. Anak-anak ini harus didorong untuk mau makan secara normal
sesegera mungkin.
Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk
mendukung pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat
pemulihan fungsi usus normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap
berbagai nutrisi. Sebaliknya, pada anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan
yang diencerkan dapat menurunkan berat badan, menyebabkan diare lebih lama dan
lebih lambat memulihkan fungsi usus.
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama
dengan yang diperlukan oleh anak-anak yang sehat.
o Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk menyusui
sesering dan selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui lebih dari biasanya
dan ini harus didukung.
o Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau susu
formula) sekurang-kurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan cangkir.
o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain harus
diberikan ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan meningkatnya
pasokan ASI, makanan lain harus diturunkan.
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus
diberi sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan
makanan tersebut belum diberikan, maka harus dimulai selama episode diare atau
segera setelah diare berhenti. Daging, ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia.
Makanan kaya akan kalium, seperti pisang, air kelapa hijau dan jus buah segar akan
bermanfaat.
Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan
porsi kecil yang Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang. Setelah
diare berhenti, dapat terus memberi makanan dengan energi yang sama dan
membrikan satu lagi makan tambahan daripada biasanya setiap hari selama
setidaknya dua minggu. Jika anak kekurangan gizi, makanan tambahan harus
diberikan sampai anak telah kembali berat badan normal-untuk-height.
Aturan 4 Bawa anak ke petugas kesehatan jika ada tanda-tanda dehidrasi atau
masalah lainnya
Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
• Buang air besar cair sering terjadi
• Muntah berulang-ulang
• Sangat haus
• Makan atau minum sedikit
• Demam
• Tinja Berdarah
• Anak tidak membaik dalam tiga hari.
Pedoman diare yang sebelumnya hanya mempunyai 3 aturan saja. Namun
WHO 2005 menambahkan pemberian zinc pada rencana terapi A ini.

Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi


ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk
menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan
(Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak diketahui maka penentuan jumlah
cairan ditentukan berdasarkan usia anak. Seperti yang terlihat pada tabel 2.5.
Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 Jam Pertama
Usiaa <> 4 – 11 12 – 23 2–4 5 – 14 > 15
bulan bulan tahun tahun tahun
Berat <> 5–7.9 kg 8-10.9 kg 11-15.9kg 16-29.9kg > 30 kg
Badan
Jumlah 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200- 2200-
(ml) 2200 4000
a
Digunakan apabila tidak diketahui berat badan pasien
Tabel 2.5 Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan Dehidrasi
Sedang
• Jika pasien menginginkan lebih banyak oralit, maka dapat diberikan.
• Dorong ibu untuk terus menyusui anaknya.
• Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak menyusui, jika menggunakan larutan oralit
WHO yang lama yang mengandung 90 mmol / L natrium, juga memberi 100-
200ml air bersih selama periode ini. Namun, jika menggunakan larutan oralit
osmolaritas rendah yang baru mengandung 75mmol / L natrium, hal ini tidak perlu
menambah air bersih.
Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda dari over-hidrasi. Jika hal ini
terjadi, hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan makanan.
Jangan beri diuretik. Bila edema telah hilang, lanjutkan pemberian oralit atau cairan
rumah sesuai dengan Rencana Terapi A.
Keluaraga harus diajarkan cara memberikan larutan oralit. Larutan dapat
diberikan pada anak-anak menggunakan sendok atau cangkir. Botol minum tidak
boleh digunakan. Untuk bayi dapat digunakan pipet atau syringe. Untuk anak <>(1)
Jika tanda-tanda dehidrasi parah telah muncul, terapi intravena (IV) harus
dimulai sesuai Rencana Terapi C.
Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi beberapa,
teruskan terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi B. Pada saat yang
sama dimulai pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti yang dijelaskan dalam
Rencana Terapi A, dan terus menilai kembali anak.
Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, harus dipertimbangkan rehidrasi telah
lengkap. Bila rehidrasi adalah lengkap:
 Turgor kulit normal
 Tidak haus
 Urin
 Anak menjadi tenang, tidak lagi mudah marah dan seringkali tertidur.
Ajarkan ibu cara untuk merawat anaknya di rumah dengan larutan oralit dan
makanan seperti pada Rencana Terapi A.
Dengan larutan oralit yang sebelumnya, tanda dehidrasi dapat menetap atau
muncul kembali selama pemberian oralit pada 5% anak-anak. Namun dengan larutan
oralit osmolaritas rendah yang baru, diperkirakan kegagalan pengobatan sebelumnya
dapat berkurang menjadi 3%, atau kurang.
Penyebab kegagalan tersering ialah:
 Intake larutan oralit yang kurang (lebih dari 15-20 ml/kg/jam), seperti yang terjadi
pada beberapa anak-anak dengan kolera
 Tidak cukup asupan larutan oralit karena kelelahan atau kelesuan
 Sering terjadi muntah-muntah yang parah.
Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit dengan selang nasogastric
(NG) atau larutan Ringer laktat intravena (IV) (75 ml/kg/4jam), biasanya dilakukan di
rumah sakit.
Mulailah untuk memberikan tambahan zinc, seperti dalam Rencana terapi A,
segera setelah anak dapat makan setelah 4 jam pertama periode rehidrasi.
Kecuali untuk ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam pertama
periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B lebih dari
empat jam harus diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang dijelaskan dalam
Rencana terapi A. Semua anak yang lebih tua dari 6 bulan harus diberikan makanan
sebelum pulang. Ini membantu untuk menekankan kepada para ibu pentingnya terus
makan selama diare.
Perbedaan dari rencana terapi B antara WHO tahun 2005 dan Depkes RI 1999
ialah adanya penambahan zinc pada terapi diare menurut WHO 2005 dan adanya
perbedaan untuk menentukan jumlah cairan rehidrasi yang ditentukan berdasarkan
usia. Pedoman yang dipakai Depkes RI 1999 ialah :
Rencana Terapi C : untuk Pasien dengan Dehidrasi Berat
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi intravena
cepat, mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus dirawat di rumah sakit.
Panduan untuk rehidrasi intravena diberikan dalam tabel 2.7.
Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun buruk, harus diberikan oralit
secara peroral sampai infus berjalan. Selain itu, ketika anak dapat minum tanpa
kesulitan, semua anak harus mulai menerima larutan oralit (sekitar 5 ml/kg/jam),
yang biasanya dalam waktu 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang
lebih tua). Ini memberikan tambahan dasar dan potasium, yang mungkin tidak dapat
secara memadai disediakan oleh cairan infus.
Mulai diberi cairan i.v segera. Bila pasien dapat minum berikan oralit sampai
cairan i.v dimulai. Berikan 100 ml/Kg cairan Ringer Laktat (atau cairan normal salin
bila ringer laktat tidak tersedia) yang dibagi sebagai berikut:
Tabel 2.7 Jumlah pemberian cairan secara intravena pada pasien dehidrasi berat(1)
Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum tercapai pencepat
tetesan intravena. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita
mengunakan Tabel Pernilaian Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B
atau C ) untuk melanjutkan terapi.
Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut a. radialis teraba
kuat. Setelah itu, pasien harus dinilai ulang setidaknya setiap 1 (satu) jam untuk
memastikan bahwa hidrasi membaik. Jika tidak, maka infus harus diberikan lebih
cepat.
Lihat dan rasakan untuk semua tanda-tanda dehidrasi:
o Jika tanda-tanda dehidrasi berat masih ada, ulangi infus cairan IV seperti yang
diuraikan dalam Rencana terapi C.
o Jika anak membaik (dapat minum), tetapi masih menunjukkan tanda-tanda dari
dehidrasi sedang, hentikan infus IV dan berikan larutan oralit selama empat jam,
sebagaimana ditetapkan dalam Rencana terapi B.
o Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, ikuti Rencana terapi A. Ingatlah bahwa anak
membutuhkan terapi dengan larutan oralit sampai diare berhenti.
Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia, tetapi dapat diberikan dalam jangka
waktu dekat (yaitu dalam waktu 30 menit), kirimlah anak untuk pengobatan IV
segera. Jika anak dapat minum, berikan ibu beberapa larutan oralit dan tunjukkan
kepadanya cara untuk memberikannya kepada anaknya selama perjalanan.
Jika terapi IV tidak tersedia di dekatnya, petugas kesehatan yang telah dilatih
dapat memberikan larutan oralit menggunakan selang Naso Gastrik, dengan
kecepatan 20 ml/kg BB /jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml/kg BB). Jika perut
menjadi bengkak, larutan oralit harus diberikan perlahan-lahan sampai menjadi
kurang buncit.
Jika tidak bisa menggunakan selang NGT namun anak dapat minum, larutan
oralit harus diberikan melalui mulut dengan kecepatan 20 ml/kg BB/jam selama 6
(enam) jam (total 120 ml / kg berat badan). Jika terlalu cepat, anak dapat muntah
berulang. Jika terjadi hal ini, maka memberikan larutan oralit secara lebih lambat
sampai muntah mereda.
Anak-anak menerima terapi NGT atau per oral harus dinilai ulang paling
sedikit setiap jam. Jika tanda-tanda dehidrasi tidak membaik setelah tiga jam, anak
harus segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV tersedia.
Kalau tidak, jika rehidrasi maju memuaskan, anak harus dinilai ulang setelah
enam jam dan keputusan pada perawatan lebih lanjut dibuat seperti yang dijelaskan di
atas untuk terapi IV yang diberikan.
Jika tidak ada fasilitas NGT dan tidak dapat dilakukan secara peroral, anak
harus segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV atau NGT tersedia.
Pada rencana terapi C tidak ada perbedaan antara WHO 2005 dengan
pedoman penatalaksanaan diare di Indonesia saat ini.

RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
I. Tatalaksana Nutrisi Pada Diare
Ibu perlu dibimbing tentang cara pemberian makanan yang baik pada anak,
mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan
membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana
gizi diare yang benar:
 Menilai status gizi
 Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare
 Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak
lanjutnya.
 Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.
Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi
diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan
untuk menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila
timbul dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6
jam dan kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau
lebih sudah bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di teruskan. Bayi umur
6 bulan atau lebih
harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul
dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6 jan untuk rehidrasi untuk kemudian di
lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi
kecil tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan
dalam penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari
selama 5 hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi,
serta durasi penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu
kesakitan, dengan meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai
substansi penting dalam antimikroba dan menyeimbangan jumlah mikroba diusus.
J. Pencegahan Diare
Penatalaksanaan kasus yang benar, yang terdiri dari upaya rehidrasi oral dan
pemberian makanan dapat mengurangi efek buruk diare yang meliputi dehidrasi,
kekurangan gizi dan resiko kematian. Cara-cara lain juga dibutuhkan, untuk
mengurangi insidensi diare, yaitu intervensi yang selain mengurangi penyebaran
mikroorganisme penyebab diare juga meningkatkan resistensi anak terhadap infeksi
kuman ini.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak,
kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada
bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih,
pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai
sasaran untuk promosi, yaitu:
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan
5. Penggunaan jamban
6. Pembuangan tinja bayi yang aman
7. Imunisasi campak.
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan
enterik, termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita,
penggunaan jas panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila
menyentuh bahan yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai
cara penularan enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan.
PEMBAHASAN
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih) dan
berlangsung kurang dari 7 hari. Dari kasus, didapat gejala klinis buang air besar encer
sejak satu hari yang lalu dengan frekuensi tiga kali dalam sehari dengan konsistensi
cair berwarna kuning terang disertai lendir dan ampas. Adanya riwayat mengonsumsi
susu lactogen dan bubur promina pada usia 2 tahun ini dapat menjadi penyebab
terjadinya diare akut pada anak akibat malarbsorsi karbohidrat. Pemeriksaan
laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada
keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui.
Diagnosis diare dinyatakan bila buang air besar sebanyak 3 kali atau lebih dalam
sehari kurang dari 7 hari tanpa darah. Pada kasus ini tidak didapatkan tanda-tanda
dehidrasi sehingga hanya didiagnosa sebagai diare akut, tidak pula dilakukan
pemeriksaan lanjutan. Diberikan rujukan atas permintaan sendiri karena ada riwayat
rawat inap seminggu yang lalu dengan penyakit yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International


Edition. Saunders 2004. p 1239-1241
2. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta:
Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
3. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010
www.depkes.go.id
4. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005
5. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan
Anak FK. Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
6. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004
7. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai