Anda di halaman 1dari 7

39

BAB VI

PEMBAHASAN

Setelah peneliti mendapat hasil penelitian melalui analisa univariat dan bivariat,
maka pada bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasan dengan mengacu pada
hasil analisis univariat dan bivariat, dimana analisis univariat untuk
menggambarkan tingkat stres mahasiswi yang sedang menyusun skripsi dan
gambaran keteraturan menstruasi pada mahasiswi yang sedang menyusun skripsi.
Sedangkan analisis bivariat untuk melihat hubungan tingkat stres dengan
keteraturan menstruasi pada mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat
menyusun skripsi di STIKes Faletehan Serang tahun 2018.

A. Analisis Univariat
1. Gambaran Tingkat Stres Pada Mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler)
Saat Menyusun Skripsi Di STIKes Faletehan Serang Tahun 2018.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa tingkat stres pada


mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat menyusun skripsi dari 95
mahasiswi hampir sebagian besar responden memiliki tingkat stres berat.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan psikologis akibat menumpuknya tugas
yang harus diselesaikan pada waktu yang sama sehingga menimbulkan
kebingungan, ketakutan dan mempengaruhi kerja hormon FSH, LH, estrogen
dan progesteron yang berperan dalam mengatur siklus menstruasi. Hasil
penelitian ini ditunjang dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Fransiska, Srimiyati, Romlah (2017) tentang Hubungan Stress Terhadap
Siklus Menstruasi Mahasiswi di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Katolik Musi Charitas Palembang, menunjukan sebanyak 13 orang
(14.3%) mengalami tingkat stres ringan, 19 orang (20.9%) mengalami
tingkat stres sedang dan 59 orang (64.8%) mengalami tingkat stress berat.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016), di
Universitas‘Aisyiyah Yogyakarta, hasil penelitian tersebut menunjukan

STIKes Faletehan
40

bahwa tingkat stres yang paling banyak di alami adalah tingkat stres
sangat berat yaitu berjumlah 30 orang (40,0%), sedangkan tingkat stres
yang paling sedikit adalah tingkat ringan yaitu berjumlah 8 orang (10,7%).
Dengan karakteristik responden hampir sama yaitu responden yang
digunakan adalah mahasiswi tingkat akhir, hal ini menunjukan bahwa
mahasiswi tingkat akhir memiliki resiko rawan mengalami stres.
Mahasiswa yang mendapatkan stressor sama, belum tentu mengalami tingkat
stres yang sama pula. Tergantung dari cara penerimaan setiap mahasiswa
terhadap stres yang dihadapi dan juga cara mengatasinya (mekanisme koping
yang digunakan dalam menghadapi stres). Jika seseorang mahasiswa
mempunyai koping yang baik dalam menghadapi stres, maka stres yang
diterima tidak akan mengganggu kesehatannya terutama dalam hal sistem
reproduksi yaitu siklus menstruasi. Tetapi sebaliknya, jika seorang mahasiswa
tidak memiliki koping yang baik dalam menghadapi stres, maka hal itu sangat
berpengaruh terhadap kesehatan.

Tingkat stres yang dialami mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat
menyusun skripsi STIKes Faletehan Serang merupakan gambaran antara
mahasiswi yang mampu mengendalikan stres yang dialaminya tersebut
menjadi stress yang positif ataupun stres yang negatif, dalam hal ini
mahasiswa masih mampu mengatasi beban tugas yang berat. Menurut
analisa peneliti kejadian stres pada mahasiswi saat menyusun skripsi dapat
terjadi akibat dari tugas akhir yang sedang mereka jalani, dalam
menyelesaikan tugas akhir ini terkadang menguras waktu dan tenaga
mahasiswi. Kesulitan mencari referensi, jarak tempat penelitian,
responden penelitian dan proses bimbingan merupakan pemicu terjadinya
stress yang dialami mahasiswi. Selain itu, masalah-masalah pribadi
mahasiswa seperti masalah keungan dan keluarga juga menyebabkan
mahasiswi mengalami stres. Hal ini senada dengan pernyataan Pedak
(2009) bahwa stres sering terjadi pada orang yang bekerja dan situasi
perkuliahan.

STIKes Faletehan
41

Menurut Selye dalam Hidayat (2007) stres merupakan respon tubuh yang
bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban tugasnya.
Seseorang dikatakan stres apabila mengalami beban atau tugas yang berat
tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu,
maka tubuh akan merespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut,
sehingga orang tersebut mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang
yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban
tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang itu tidak
mengalami stres. Maka tiap masing-masing individu akan berbeda satu
sama lain tingkat stres yang dialaminya. Stres yang dialami oleh
mahasiswa adalah stres akademik. Stres akademik sebagai suatu keadaan
individu yang mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang
stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan
pendidikan di perguruan tinggi (Suwartika, Nurdin, Ruhmadi, 2014).

Mahasiswa mengalami stres sebagai tuntutan kehidupan akademik yang


harus dijalani, termasuk aktivitas diluar akademik diantaranya
bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan teman sesama mahasiswa
dimana memiliki karakteristik dan latar belakang yang berbeda,
mengembangkan bakat dan minat melalui kegiatan non akademis, dan
bekerja sama untuk menambah uang saku (Suwartika dkk, 2014), Kondisi
tersebut menjadi salah satu stressor bagi mahasiswa.

Menurut Suwartika dkk (2014), peningkatan jumlah stres akademik akan


menurunkan kemampuan akademik yang berpengaruh terhadap indeks
prestasi. Beban stres yang dirasa berat dapat memicu seseorang untuk
berperilaku negatif seperti merokok, konsumsi alkohol, tawuran, seks
bebas bahkan penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan dampak positif dari
stres berupa peningkatan kreativitas dan memicu perkembangan diri,
selama stress yang dialami masih dalam batas kapasitas individu. Stres
tetap dibutuhkan untuk pengembangan diri mahasiswa (Smeltzer, 2006).

STIKes Faletehan
42

2. Gambaran Keteraturan Menstruasi Pada Mahasiswi PSIK dan


PSKM (Reguler) Saat Menyusun Skripsi di STIKes Faletehan tahun
2018

3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa keteraturan


menstruasi pada mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat menyusun
skripsi di STIKes Faletehan Serang dari 95 mahasiswi, yang mengalami
ketidakteraturan menstruasinya sebanyak 60 orang (63.2%). Artinya,
sebagian besar mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat menyusun
skripsi mengalami menstruasi tidak teratur. Siklus menstruasi yang tidak
normal ini dapat dipengaruhi salah satu faktor yaitu perubahan kadar
hormon akibat stres. Hal ini dimungkinkan karena proses siklus mentruasi
tidak berjalan dengan normal, bisa disebabkan karena gangguan indung
telur, gangguan hipotalamus, stres atau depresi, obesitas, tumor yang
mensekresikan estrogen, dan lain-lain. Gangguan tersebut menyebabkan
hormon yang berperan dalam siklus menstruasi akan terganggu, hormon
tersebut adalah FSH, LH, estrogen dan progesteron. Jika terjadi gangguan
pada hormon FSH dan LH tidak akan menyebabkan terbentuknya sel telur,
jika demikian maka hormon estrogen dan progesteron juga tidak akan
terbentuk sebagaimana mestinya.

4. Gangguan siklus menstruasi di pengaruhi oleh gangguan pada fungsi


hormon, kelainan sistematik, stres, kelenjar gondok, dan hormon prolaktin
yang berlebihan. Gangguan dari stres mentruasi terdiri dari tiga, yaitu:
siklus menstruasi pendek yang disebut dengan polimenore, siklus
menstruasi panjang atau oligomenore dan amenore jika menstruasi tidak
datang dalam 3 bulan berturut-turut (Isnaeni, 2010). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fransiska,

STIKes Faletehan
43

Srimiyati, Romlah (2017) menunjukan sebanyak 47 (51.6%) dari 91


responden memiliki siklus tidak normal. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Ayu & Wahyu (2013) yang menunjukkan 57,1% mahasiswi tingkat
IV STIKES RS Baptis Kediri mengalami siklus tidak normal. Hasil ini
juga didukung oleh penelitian Inggia (2014) yang menyimpulkan
mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
mengalami siklus menstuasi tidak normal sebesar 70%.

Menurut Kusmiran (2014) menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi


pada perempuan. Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus
sebagai tanda bahwa alat kandungan telah berfungsi dengan baik. Masa ini
akan mengubah perilaku dari berbagai aspek, misalnya psikologis, dan
lain-lain.

Menurut Proverawati & Misaroh (2009) Siklus menstruasi adalah waktu


dimana sejak hari pertama menstruasi sampai datangnya menstruasi
periode berikutnya sedangkan panjang siklus menstruasi adalah jarak
antara tanggal mulainya menstruasi. Pada wanita normalnya berkisar
antara 21-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28
hari dengan lama menstruasi 3-7 hari. Perbedaan siklus ini ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya adalah stres. Selain itu, fungsi
hormon terganggu, kelainan sistemik, kelenjar gondok, hormon
proklatin dan hormon proklatin berlebih juga merupakan penyebab
terjadinya gangguan siklus menstruasi (Nurlaila, 2015) . Menurut
Wiknjosastro (2007), siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormone
Leuteinizing Hormon (LH), Follicle Stimulating Hormon (FSH), Estrogen.
Selain itu siklus mentruasi juga dipengaruhi oleh kondisi psikis sehingga
bisa maju atau mundur waktunya.

STIKes Faletehan
44

Menurut Mulastin (2013), bahwa yang mengalami perubahan siklus


menstruasi sebanyak 86,7%. Faktor perubahan siklus menstruasi
diantaranya yaitu faktor hormon, psikis/ stres, aktivitas, gizi, sampai pola
makan. Begitu juga menurut Isnaeni (2010), bahwa panjangnya siklus
menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, tingkat stress, genetik
dan gizi.

B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Tingkat Stres Dengan Keteraturan Menstruasi Pada
Mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) Saat Menyusun Skripsi
STIKes Faletehan Serang Tahun 2018

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan rumus chi-square didapatkan


P value = 0,026 maka P < α, dimana α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan
Ha diterima artinya terdapat hubungan tingkat stres dengan keteraturan
menstruasi pada mahasiswi PSIK dan PSKM (Reguler) saat menyusun
skripsi di STIKes Faletehan Serang Tahun 2018. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa gangguan siklus menstruasi salah
satunya di pengaruhi oleh stres. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa stres
berpengaruh pada kegagalan produksi folikel stimulating hormon (FSH-
LH) di hipotalamus sehingga mempengaruhi gangguan produksi estrogen
& progesteron yang menyebabkan ketidakteraturan siklus menstruasi
(Puji, 2009). Hasil tersebut diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Masturi (2017) bahwa ada hubungan antara tingkat
stress dengan keteraturan menstruasi.

Siklus menstruasi yang tidak teratur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Diantaranya adalah perubahan kadar hormon akibat stres dalam keadaan
emosi yang kurang stabil. Selain itu perubahan drastis dalam porsi olah
raga atau perubahan berat badan yang drastis juga mampu memjadi
penyebab ketidakteraturan siklus menstruasi (Mulastin, 2013).

STIKes Faletehan
45

Menurut Suparji (2017) pada saat stres, tubuh seseorang akan


mengeluarkan adrenalin sebagai bentuk pertahanan. Stres atau emosi
merupakan bagian dari sistem umpan balik siklus hormon di dalam tubuh
manusia. Sebuah teori menjelaskan bahwa stres dapat menyebabkan
peningkatan pelepasan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) oleh
hipotalamus yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol dalam
darah (hormon stres). Sesuai dengan umpan balik dari sistem hormon,
adanya peningkatan kortisol dapat menghambat Gonadotropin-releasing
factor yang mengontrol ovulasi pada wanita. Menurut analisa peneliti hal
tersebut dapat terjadi karena mahasiswi yang mengalami stres akan
memicu perubahan hormon yang mempengaruhi proses menstruasi. Siklus
menstruasi yang terjadi pada wanita tidak selamanya teratur. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah perubahan hormon
akibat stress atau dalam keadaan emosi yang kurang stabil. Tingkat stres
yang tinggi pada mahasiswa semester akhir karena banyaknya tugas yang
harus diselesaikan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Pamela dalam
Ekpenyong et all (2011) menyebutkan bahwa banyak faktor lain yang di
temukan dan menyebabkan gangguan pada menstruasi seorang remaja yaitu
lingkungan, gizi, obat, aktivitas fisik dan stres (fisik, emosional dan mental).
Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat stres responden maka
semakin besar responden akan mengalami gangguan siklus menstruasi.

STIKes Faletehan

Anda mungkin juga menyukai