Anda di halaman 1dari 40

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Campak atau yang biasa disebut dengan Measles, Morbili, Rubeolla

merupakan suatu penyakit infeksi menular akut disebabkan oleh paramixovirus

(Gupta et al., 2013). Campak umumnya sering menyerang anak-anak dan juga

merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak (World

Health Organization, 2018). Penyakit ini sangat mudah menular dimana

penularannya dapat melalui percikan ludah yang mengandung virus (droplet

infection), kontak langsung dengan penderita dan penggunaan peralatan makan

dan minum bersama (Abdoerracham et al., 2007).

Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2016 terjadi

89.780 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 245

kematian setiap hari atau 10 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak

kurang dari 5 tahun. Di Indonesia sendiri masih banyak kasus campak dengan

jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2014 mencapai 12.222 kasus (Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2015).

Penyakit ini juga sangat berpotensial untuk menimbulkan kejadian luar

biasa (KLB). Di Amerika Serikat, timbul KLB dengan 147 kasus sejak awal

Januari hingga awal Februari 2015 (World Health Organization, 2015).

Sedangkan di Indonesia dilaporkan frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan

2.104 kasus pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, 2015). KLB campak lebih sering terjadi di daerah

pedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan,


2

khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah

dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan, kasus campak tidak

terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban

terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah

rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam

ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak (Soedarmo et

al., 2008)
3

BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama :R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 7 tahun

Alamat : Ds. Manyang, Lhoksukun

Suku : Aceh

Agama : Islam

Waktu pemeriksaan : 11 Oktober 2018

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Demam sejak 3 hari yang lalu dan timbul bintik-bintik

merah di wajah dan seluruh badan

Keluhan Tambahan : Batuk

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke Puskesmas Lhoksukun diantar

oleh ibunya dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu dan timbul bintik-bintik

serta bercak merah pada wajah dan seluruh tubuh. Ibu pasien juga mengatakan

pasien sering batuk. Tidak ada riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien

namun ada riwayat keluhan yang sama pada kawan sekolah pasien.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini

sebelumnya. Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan dan debu disangkal.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan

yang sama.
4

Riwayat pemakaian obat : Riwayat pemakaian obat sebelumnya disangkal

Riwayat imunisasi : Tidak lengkap

2.3 Profil Keluarga

Pasien R merupakan anak Tn.S dan Ny.R yang sekarang berusia 7 tahun.

Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua

orang tua dan saudaranya.

Tabel 1.1 Anggota keluarga yang tinggal serumah


No Nama Kedudukan Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
dalam keluarga
1. Tn. S Kepala keluarga L 40 th SMA Wiraswasta
2. Tn. R Istri P 32 th SMA Ibu rumah
tangga
3. An. R Anak L 7 th SD Siswa
4. An. C Anak P 3 th - -

Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Tabel 1.2 Lingkungan tempat tinggal


Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : Jarang
Karakteristik Rumah dan lingkungan Kesimpulan
Rumah tidak bertingkat dengan luas : 7 x 9 m² Keluarga pasien tinggal di
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang rumah dengan kepemilikan
Luas halaman rumah : 7 x 3 m² milik sendiri yang dihuni oleh 4
Atap rumah dari : Asbes orang. Pasien tinggal di
Lantai rumah : keramik (ruang tamu, ruang perumahan yang jarang. Rumah
keluarga dan kamar), semen (dapur) yang dihuni pasien cukup
Dinding rumah dari : dinding semen memenuhi kriteria rumah sehat
Jumlah kamar : 1 dan rumah yang layak huni.
5

Jumlah kamar mandi : 2


Jendela dan ventilasi : ada
Jamban keluarga : ada
Penerangan listik : 4 Ampere
Sumber air bersih : Sumur dan PDAM
Tempat pembuangan sampah : Ada

Penilaian perilaku kesehatan keluarga

– Jenis tempat berobat : Puskesmas

– Asuransi / Jaminan kesehatan : BPJS

Sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas)

Tabel 1.3 Pelayanan kesehatan


Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga Leyak puskesmas tidak jauh dari
pelayanan kesehatan menggunakan tempat tinggal pasien sehingga
kendaraan pribadi untuk mencapai puskesmas
berupa motor untuk keluarga pasien dapat
menuju ke puskesmas menggunakan motor pribadi.
Tarif pelayanan Menurut keluarga Untuk biaya pengobatan diakui
kesehatan tidak ada biaya khusus oleh keluarga pasien bahwa
untuk pelayanan setiap kali datang berobat tidak
kesehatan yang dipungut biaya dan pelayanan
dilakukan di kesehatan yang didapatkan
puskesmas keluarga pasien pun memuaskan
Kualitas pelayanan Menurut keluarga
kesehatan kualitas pelayanan
kesehatan yang
didapatkan
memuaskan
6

Status sosial dan kesejahteraan hidup

Pendapatan orang tua pasien setiap bulannya cukup dan bisa untuk

membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga dan biaya sekolah anak. Pasien ini

tinggal di rumah pribadi yang terdiri dari 1 kamar dan 2 kamar mandi.

Pola komsumsi makanan keluarga

Keluarga pasien memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dengan

bahan-bahan baku yang dibeli langsung dari pasar.

2.4 Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah :-

Frekuensi nadi : 90x/menit, reguler

Frekuensi nafas : 22 x/menit

Temperatur : 39°C

BB : 13 kg

TB : 100 cm

b. Status generalis

o Kulit

Inspeksi : ditemukan bintik-bintik dan bercak kemerahan di daerah wajah,

leher dada dan punggung

o Kepala

Bentuk : Normal
7

Rambut : Hitam dan sukar dicabut

Wajah : Tidak ditemukan bintik-bintik dan bercak kemerahan,

simetris

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya

langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), pupil

simetris isokor 2 mm

Telinga : Simetris, Sekret (-/-), otorhea(-/-), nyeri (-/-)

Hidung : Normal, Sekret (-/-), Rhinorea (-/-), hiperemis (-/-)

Mulut : Simetris, mukosa bibir basah, pembengkakan tidak ada,

berdarah tidak ada, gigi-geligi normal

Lidah : Bentuk normal, tidak pucat, tidak tremor, tidak kotor,

warna kemerahan

Faring : Hiperemis, tidak edema, membran/pseudomembran (-)

Tonsil : Warna kemerahan, tidak ada pembesaran (T1/T1)

o Leher

Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan

Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-), massa (-)

o Thorax

 Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-

), bentuk dada normal

Palpasi : Fremitus raba simetris

Perkusi : Sonor
8

Aukultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

 Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Redup

Auskultasi : BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)

o Abdomen

Inspeksi : Simetris, perut datar

Palpasi : Defans muscular (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik usus normal

o Ekstremitas

Superior : akral hangat, udem (-), sianosis (-), ditemukan bintik-bintik

yang kemerahan

Inferior : akral hangat, udem (+), sianosis (-), refleks patella (+)
9

2.5 Diagnosis kerja

Obs febris ec morbili

2.6 Penatalaksanaan

Non farmakologis :

– Menjaga kelembaban kulit

– Tidak menggaruk-garuk luka yang gatal

– Mencuci tangan dengan sabun anti septik

– Tidak batuk sembarangan

– Memperbaiki status gizi dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

seimbang

– Menerapkan dengan baik perilaku bersih dan sehat

Terapi farmakologis :

– Antipiretik : Paracetamol sirup 3 x 1 ½ sendok teh


10

– Vitamin A dosis tunggal 200.000 unit

– Antibiotik : Cefadroxil sirup 2 x 1 ½ sendok teh

2.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

2.8 Anjuran

– Menganjurkan pasien untuk tidur di kamar yang berbeda dari keluarga

pasien yang lain

– Menganjurkan pasien untuk tidak menggaruk-garuk daerah bercak jika

batal

– Menganjurkan pasien untuk selalu mencuci tangan dengan sabun

antiseptik

– Menganjurkan kepada pasien atau keluarga pasien untuk vaksin lanjutan

terhadap penyakit lain

– Memeriksakan seluruh anggota keluarga atau orang-orang yang hampir

setiap hari berkontak langsung dengan pasien untuk melacak atau

menskrining kemungkinan menderita penyakit yang sama.

– Memperbaiki status gizi dengan makan makanan yang bergizi dan

seimbang guna meningkatkan imunitas tubuh

– Setelah proses pengobatan dilakukan, diharapkan pasien tetap ke dokter

guna mengetahui perkembangan kesehatannya dan keluarganya apakah

pengobatan yang dilakukan sudah berhasil atau tidak.


11

2.9 Faktor risiko lingkungan fisik dari penyakit

a. Ventilasi ruangan

Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar

masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga

aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator

pengawasan rumah, luas ventilasi yang menurut syarat kesehatan adalah

10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan adalah < 10% dari luas lantai rumah. Luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses

pertukaran udara yang masuk dan keluar rumah sehingga berkurangnya

konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang

bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi

akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya

proses penguapan cairan dan penyerapan kulit. Kelembaban ruangan yang

tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan

berkembangbiaknya mikroorganisme patogen. Ventilasi ruangan pada

rumah pasien cukup memadai sehingga dapat terjadi pertukaran udara

yang baik di dalam rumah.

b. Pencahayaan sinar matahari

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruangan juga

mempunyai daya untuk membunuk mikroorganisme. Cahaya matahari

masuk ke dalam rumah melalui jendela atau ventilasi. Rumah pasien


12

memiliki 4 jendela, namun ada 2 jendela yang sering tertutup sehingga

cahaya matahari yang masuk ke rumah tidak begitu banyak.

c. Kepadatan penghuni rumah

Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di

dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni

yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam

ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Pasien

tinggal di sebuah rumah dengan anggota keluarga 4 orang dan tidur di

kamar yang sama sehingga dapat memudahkan terjadinya penularan atau

infeksi pada setiap anggota keluarga.


13

2.10 Faktor resiko lingkungan biologis dari penyakit

Virus yang mendukung dan menyebabkan terjadinya penyakit campak

yaitu famili paramyxovirus. Seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah

berisiko tinggi terkena penyakit ditambah lagi satu keluarga pasie tidur di kamar

yang sama.

2.11 Faktor risiko lingkungan sosial dari penyakit

Pendidikan dan pengetahuan

Tingkat pendidikan orang tua dari pasien termasuk ke dalam tingkat

pendidikan yang menengah namun hal itu tidak menentukan seberapa besar
14

pengetahuan orang tua pasien tersebut akan penting dan manfaat dari imunisasi

sebagai bentuk pencegahan dari penyakit campak.

Riwayat kontak

Untuk riwayat kontak orang tua pasien mengatakan bahwa ada teman

sekelas dari pasien yang mengalami gejala yang serupa.


15

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Campak atau yang biasa disebut dengan Measles, Morbili, Rubeolla

merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh paramixovirus yang

pada umumnya sering menyerang anak-anak. Virus ini dapat menyebabkan

penyakit akut pada anak yang dimulai dari saluran napas bagian atas, selanjutnya

menyebar ke organ dan jaringan sehingga mengakibatkan munculnya berbagai

gejala klinis yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral (prodromal),

stadium erupsi dan stadium konvalesensi (Abdoerracham et al., 2007)

3.2 Etiologi

Campak disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus

morbilivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam

tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat

tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar dan dapat inaktif

pada suhu 37⁰C dan 20⁰C. Selain itu virus ini juga menjadi inaktif dengan sinar

ultraviolet, ether, trypsin dan p-propiolactone. Virus tetap infektif pada bentuk

droplet di udara selama beberapa jam terutama pada keadaan dengan tingkat

kelemahan yang rendah (Marcdante et al., 2013)

Virus campak berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah

140nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di

dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian
16

protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks

nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan

pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai

hemaglutinin.

Gambar 3.1 Gambar virus morbili

3.3 Epidemiologi

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara tertentu di negara

berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000

dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Campak masih ditemukan di

negara maju. Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat,

terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun. Mulai tahun 1963 kasus

campak menurun drastis dan hanya ditemukan kurang dari 100 kasus pada 1998.

Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke 5 dari 10 penyakit

utama bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan SKRT tahun

1985/1986. KLB masih terus dilaporkan. Dilaporkan terjadi KLB dipulau Bangka

pada tahun 1971 dengan angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa

Barat pada tahun 1981(CFR=15%), dan KLB di Palembang, Lampung dan


17

Bengkulu pada tahun 1988. Pada tahun 2003, di Semarang masih tercatat terdapat

104 kasus campak dengan CFR 0%.

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan

kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita

morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur

4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi

dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili ketika ia

hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia

menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin

melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat

badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1

tahun.

3.4 Segitiga Epidemilogi Penyakit Campak

1. Host (penjamu)

Beberapa faktor host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara

lain :

a) Umur

Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan

melindungi bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit

tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa

sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, dibeberapa

populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan

pada usia dibawah 1 tahun dan angka kematian mencapai 42% pada
18

kelompok usia kurang dari 4 tahun. Diluar periode ini, semua umur

sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur

terkena campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu dari pada

sifat alamiah virus.

Di Amerika Utara, Eropa Barat dan Australia, anak-anak

menghabiskan lebih banyak waktu dirumah, tetapi ketika memasuki

sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat.

Sebelum meningkat disosialisasikan secara luas, kebanyakan kasus

campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun

usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di

negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan

perubahan dalam distribusi unur dimana kasus lebih banyak pada anak

dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda.

b) Jenis kelamin

Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit

campak pada wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita

secara garis besar lebih tinggi dari pada pria. Kejadian campak pada

masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi spontan.

Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian

kasus kontrol mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin,

penderita campak lebih banyak pada laki-laki yakni 62%.


19

c) Umur pemberian imunisasi

Sisa antibody yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan

factor yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat

diberikan pada balita. Maternal antibody tersebut dapat mempengaruhi

respom imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi

yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan

yang adekuat.

Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa Negara masih

mempunyai antibody dari ibu yang dapat mengganggu respon terhadap

imunisasi. Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka

serokonversi. Secara umum dinegara berkebang akan di dapatkan

angka serokonversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9

bulan. Sedangkan dinegara maju, anak akan kehilangan antibody

maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut

direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan

imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas

akibat campak yang cukup tinggi di kebanyakan Negara berkembang.

d) Pekerjaan

Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih

mudah mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggung jawab

terhadap penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena

kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua untuk mendukung

perawatan kesehtan yang memadai pada anak, cenderung memiliki


20

hygiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi

relative anak dariorangtua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih

besar memiliki risiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi

menyebabkan kematian anak dibandingkan anak yang orang tuanya

berpenghasilan cukup.

e) Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang

untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.

Orang yang berpendidikan lebih tingi biasanya akan bertindak lebih

rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah

menerima gagsan baru. Pendidikan juga mempengaruhi pola

berfikirpragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan

pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide

atau masalah baru.

f) Imunisasi

Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal

dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi

tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis

penyakit yaitu mengubah distribusi relative umur kasus dan terjadi

pergeseran ke umur yang lebi tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi

akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang

seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut.. anak yang

belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa


21

pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak,

manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak

berumur kurang daru 3 tahun.

Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat

menimbulkan serokonveksi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan

dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian.

g) Status gizi

Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi

malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi

terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan

penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera

makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.

Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang

menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi

vitamin A. Ketika terjadi deviensi vitamin A, kematian atau kebutaan

menyertai penyakit campak. Apapun urutan kejadiannya, kematian

yang berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang

tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada keadaan malnutrisi.

h) ASI ekslusif

Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis immunoglobulin terdapat

didalam ASI yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru.

Delapan belas diantaranta berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya

ditemukan di dalam ASI/kolostrum. Immunoglobulin yang terpenting


22

yang ditemukan pada kolostrum adalah IgA, tidak saja karena

konsentrasinya yang tinggi tetapi juga karena aktivitas biologiknya.

IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh

bayi terhadap penyakit infeksi. Selain dari pada itu immunoglobulin G

dapat menembus plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup

tinggi di dalam darah janin/bayi sampai umur beberapa bulan,

sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap beberapa jenis

penyakit. Adapun jenis antibody yang dapat ditransfer denga baik

melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubella, parotitis,

polio dan stafilokokus.

2. Agent

Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari

family Paramyxoviridae.

3. Lingkungan

Epidemik campak dapat terjadi setiap 2 tahun di Negara berkembang

dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut

akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk

yang sangat kecil yakni <400.000 orang.

Status imunitas populasi merupakan factor penentu. Penyakit akan

meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suspetibel. Ketika

penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah

mengalami endemik, suatu epidemik akan terjadi dengan cepat dan angka
23

serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit,

angka kematian bisa setinggi 25%.

3.5 Patogenesis

Penularan sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat

menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet

memalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah

timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan

jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas

maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar

getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan

dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel

mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti

banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper)

yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masi belum diketahui secara

lengkap, tetapi 5-6 hari setalah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu

ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel

orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan

konjungtiva, akan menybabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel.

Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan

menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan

batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang
24

terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti

dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan

tampak suatu ulsera kecill pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang

dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-

14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada

kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.

Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak

secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit.

Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen

campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di

nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri

sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan

tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi

kurang
25

Gambar 3.2 Patogenesis Campak

3.6 Manifestasi Klinis

Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

1. Stadium Kataral (Prodromal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan disertai panas

(38,5C), malaise, batuk, nasofaring, fotopobia, konjungtivitis, dan koriza.

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,

timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang

dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarung dan

dikelilinhi oleh etitema . Lokasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan

molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum.

Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum

stadium erupsi. Gambaran daerah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.

Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering

didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat


26

bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita

morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. Stadium erupsi

Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di

palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak

koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai

menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-

mula eritema timbul dibelakang telinga., dibagian atas lateral tengkuk,

sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat

perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai

anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti

terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula

dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak

jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah

“black measles”, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut,

hidng, dan traktus digestif.

3. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekss yang berwarna lebih tua

(hiperpihmentasi) yang lama-kelamaan akan hikang sendiri. Selain

hiperpigmentasi pada anak indonesia sering ditemukan pula kulit yang

bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk

morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam


27

kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi

normal kecuali bila ada komplikasi.

Gejala Klinis yang dapat timbul :

a. Demam

Demam dapat meningkat pada hari ke-5/ke-6, yaitu pada saat timbulnya

puncak timbulnya erupsi. Kadang- kadang temperatur dapat bisafik

dengan peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti

dengan periode normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi peningkatan

yang cepat sampai 39-40,6 C saat erupsi rash mencapai puncaknya.

Pada morbili yang tidak mengalami komplikasi, temperatur turun secara

lisis antara hari ke2 dan ke3, hingga timbulnya eksantema. Bila tidak

disertai komplikasi, 2 hari setelah timbulnya rash panas biasanya turun

bila panas menetap kemungkinan penderita mengalami komplikasi.

b. Coryza

Batuk dan bersin diikuti dengan hidung tersumbat dan sekret yang

mukopurulen dan menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncaknya.

Serta menghilang bersamaan dengan menghilangnya demam.

c. Konjungtivitis

Pada periode awal stadium prodomal dapat ditemukan transverse marginal

line injection pada palpebra inferior. Konjungtivitis akan berkurang setelah

demam turun.

d. Batuk

Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan.


28

Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi.

Namun, batuk bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam

waktu 5-10 hari.

e. Koplik spot

Merupakan bercak-bercak kecil iregular sebesar ujung jarum atau pasir

yang berwarna merah terang dan bagian tengahnya bewarna putih kelabu.

Gambaran ini merupakan salah satu tanda patonomomik morbili. Koplik

spot menghilang dalam 24 jam- hari kedua timbulnya rash.

Gambar 3.3 Koplik Spot

f. Rash

Timbul setelah 3-4 hari panas, rash mulai timbul dari belakang telinga dari

batas rambut, kemudian penyebar didaerah pipi,leher seluruh wajah dan

dada. Biasanya dalam 24 jam sudah menyebar sampai kelengan atas dan

selanjutnya keseluruh tubuh mencapi kaki pada hari ke tiga pada saat rash

sudah sampai kaki, rash yang timbul duluan berangsur-angsur menghilang.


29

Gambar 3.4 Karakteristik Campak

3.7 Diagnosis

Diagnosis campak biasanya dapat di buat berdasarkan kelompok gejala

klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan

demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memliliki ciri

khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada,

tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan

selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal

dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis

campak (bercak Koplik).

Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data

epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh,

pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan

mengelupas atau bahkan pasien meninggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi
30

kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara

klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu; seperti pada

pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan

pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang

bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal; diagnosis banding lainnya

adalah rubela, demam skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan

infeksi Stafilokokus

Dilihat dari gejala-gejala yang ada pada kasus, dapat dikatakan bahwa

anak tersebut menderita campak karna manifestasi yang di temukan pada pasien

yaitu demam tinggi dalam beberapa hari disertai batuk dan pilek,mata

kemerahan,ruam pada tubuh,bercak Koplik. Untuk pemeriksaan penunjang seperti

serologi dan sitologi pada pasien ini tidak dilakukan karena peneegakan diagnosis

dapat dilakukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

3.8 Penatalaksanaan

Campak merupakan self limitting disease, sehingga pengobatannya hanya

bersipat simpomatis. Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak

harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat

simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan

antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan campak dengan penyulit, pasien perlu

dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem

pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan

cairan dan diet yang memadai.


31

Campak dengan kemungkinan komplikasi, bila ditemukan:


– Bercak/ eksantema merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi
dengan squama yang lebar dan tebal
– Suara parau terutama disertai tanda penyumbatan seperti laringitis dan
pneumonia
– Dehidrasi berat
– Kejang dengan penurunan kesadaran
– PEM berat

Obat-obat yang dapat diberikan antara lain :

 Antipiretik : paracetamol 7,5-10 mg/kgBB/kali interval 6-8 jam

 Ekspektoran : Gliseril guaiakolat 50-100 mg tiap 2-6 jam dosis maximal

600mg/hari. Antitusif diberikan bila batuknya hebat atau mengganggu.

Narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan

 Vitamin A dosis tinggal. Usia dibawah 1 tahun : 100.000 unit. Usia di atas

1 tahun : 200.000 unit

3.9 Komplikasi

Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya

tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi. Hal yang tidak

dinginkan adalah terjadinya komplikasi kerna dapat mengakibatkan kematian

pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi

sekunder seperti berikut. Komplikasi penyakit campak, pada penderita campak

dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi atau karena

superinfeksi bakteri antara lain :


32

1) Otitis media akut

Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder. Otitis media akut dapat

disebabkan invasi virus campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga

biasanya hyperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi

invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rudak karena invasi virus

terjadi otitis media purulenta.

2) Ensefalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala

encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari

setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari

infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tadana dari

enceplaitis yang dapat muncul adalah: kejang, letargi, koma, nyeri

kepala, kelainan frekuensi nafas, twictching dan disorientasi. Dugaan

penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses

autoimun maupun akibat virus campak tersebut.

3) Subacute Slcerosing Panecncephalitis (SSPE)

Merupakan suatu proses degenarasi susunan saraf pusat dengan

karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual

yang diikuti kejang. Merupakanpenyulit cam[ak onset lambat yang rata-

rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insiden

pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak

perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan

otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapatkan vaksinasi


33

memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan

dengan anak yang telah mendapatkan vaksinasi.

4) Bronkopneumonia

Bronkopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang

epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-

paru atau pneumonia. Bronkopneumonia dapat disebabkan virus campak

sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang

menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronkopneumonia ini

dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang

kalori protein.

5) Enteritis

Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita campak,

penderita mengalami muntah mencret pada fase prodromal. Keadaan ini

akibat invasi ke dalam mukosa usus.

3.10 Pencengahan

1. Pencegahan tingkat awal

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang

masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat

dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan

makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.


34

2. Pencegahan tingkat pertama

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah

seseorang terkena penyakit campak, yaitu :

a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya

pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.

b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan

pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat

melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun dengan ulangan saat anak

berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi

(PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela

(MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak

perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan

dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah

terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak.

Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen

yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat

dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan

pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan oleh individu itu

sendiri. Sedangkan kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh

sendiri akibat terpajan oleh antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara
35

alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya

memori imunologik.

3. Pencegahan tingkat kedua

Pencegahan tingkat kedua ditunjukan untuk mendeteksi penyakit sedini

mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian

pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat

progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan

kecacatan, yaitu:

a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan

fisik atau darah.

b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk

sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak

pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi dirumah sakit dengan

melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari

pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat

mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan resiko tinggi lainnya.

c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita

yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk.

Antibiotiknya hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk

mencegah komplikasi.

d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi


36

terjadinya komplikasi campak yakni bronkitis, otitis media, pneumonia,

mensefalomielitis, abortus dan miokarditis yang reversibel.


37

BAB 4
PEMBAHASAN

Diagnosis campak pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Berdasarkan teori pasien tersebut memiliki gejala demam,

timbul bintik-bintik merah, bercak kemerahanan pada badan dan batuk. Pasien ini

tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Pasien mempunyai

riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Pasien pendapatkan terapi antipiretik,

antibiotik dan vit A.

Terdapat beberapa masalah pada kasus ini yang masih perlu dikaji untuk

penyelesaian masalahnya. Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam

mencari akar penyebab masalah, pada kasus ini metode yang digunakan adalah

diagram sebab akibat dari Ishikawa (diagram fish bone / tulang ikan).

Pengetahuan Riwayat
orang tua pasien imunisasi

Tidak tahu tentang Tidak lengkap


campak dan penularannya

Campak

Hanya ada 1 kamar Jarang mencuci tangan


dan tidur bersama sebelum makan dan
batuk sembarangan
Kondisi Hygiene
rumah buruk
38

MATRIKS URUTAN PRIORITAS MASALAH

No Masalah
1. Pasien menderita campak
2. Rendahnya tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang campak dan cara
penularannya
3. Rendahnya tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang pencegahan
campak yaitu dengan imunisasi
4. Rendahnya tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang imunisasi dan
efek samping dari imunisasi
5. Pasien tidur di kamar dan tempat tidur yang sama dengan anggota keluarga
lainnya
6. Kurangnya penyuluhan mengenai campak, pencegahannya dan
penularannya
7. Kurangnya penyuluhan tentang imunisasi dan efek sampingnya

MATRIKS CARA PEMECAHAN MASALAH

No. Masalah Pemecahan masalah


1. Rendahnya tingkat pengetahuan Memberikan informasi kepada keluarga
orang tua pasien tentang pasien tentang penyakit campak, cara
campak, cara penularan dan penularan dan pencegahannya.
pencegahannya
2. Rendahnya tingkat pengetahuan Memberikan informasi kepada keluarga
orang tua pasien tentang pasien tentang manfaat imunisasi,
imunisasi dan efek sampingnya imunsasi wajib, jadwal imunisasi serta
efek samping dari imunisasi
3. Pasien tidur di kamar dan tempat Edukasi ke pasien dan keluarganya agar
tidur yang sama dengan anggota tidak tidur bersama dalam 1 kamar,
keluarga lainnya karena penyakit campak dapat menular
ke orang lain melalui kontak langsung
39

dengan kulit pasien ataupun melalui


percikan ludah pasien yang menderita
campak
4. Pasien jarang mencuci tangan Edukasi ke pasien agar selalu mencuci
sebelum makan dan sering batuk tangan sebelum makan serta jika batuk
sembarangan tutup mulut dan mencuci tangan setelah
batuk

Upaya preventif

Upaya preventif yang dapat dilakukan agar orang yang sehat tidak terinfeksi

campak, yaitu:

1. Tindakan dari orang yang sehat dengan menghindari kontak lansung

dengan pasien atau menjauh ketika pasien batuk

2. Orang sehat di sekitar pasien harus menjaga daya tahan tubuh dengan pola

hidup sehat dan makan makanan yang bergizi

3. Pasien diusahakan tidak batuk di dekat orang yang sehat atau menutup

mulut ketika batuk

4. Melakukan promosi kesehatan mengenai morbili kepada pasien dan

keluarga nya tentang penyakit campak dan imunisasi

Upaya kuratif : Dengan pemberian obat-obatan yang sesuai dengan terapi

penyakit campak
40

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerracham, M. H. et al. (2007) ‘Morbili (Campak, Measles, Rubeola)’, in

Hassan, D. R. and Alatas, D. H. (eds) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 624–627.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2015)

‘Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2014.’

Jakarta, pp. 7–25.

Gupta, P. et al. (2013) IAP Textbook of Pediatrics. 5th edn. Edited by R.

Agrawal. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Marcdante, K. J. et al. (2013) Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta:

Elsavier.

Soedarmo, S. S. P. et al. (2008) Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd edn.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

World Health Organization (2015) Measles - The Americas. Available at:

http://www.who.int/csr/don/13-february-2015-measles/en/ (Accessed: 20

October 2018).

World Health Organization (2018) Measles. Available at:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/ (Accessed: 20 October

2018).

Anda mungkin juga menyukai