PEMBAHASAN
2.1 Obstipasi
A. Definisi
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna. Bisa juga didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran
feses selama 3 hari atau lebih.
Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama,
sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika
hal ini tidak terjadi, maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Akan tetapi harus diingat
bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi karena pada bayi yang menyusu
dapat terjadi keadaan tanpa defekasi selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan adanya
gangguan karena feses akan dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi.
Hal ini masih dikatakan normal. Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya
akan menyebabkan defekasi menjadi lebih jarang dan fesesnya lebih keras.
B. Etiologi
Obstipasi pada anak dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Kebiasaan makan
Obstipasi dapat timbul bila feses terlalu kecil untuk membangkitkan keinginan
untuk buang air besar. Keadaan ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi, dan
mengonsumsi makanan yang kurang selulosa.
2. Hipotiroidisme
Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan, yaitu kreatinisme dan myodem
yang menyebabkan tidak cukupnya eksresi hormon tiroid sehingga semua proses
metabolisme berkurang.
3. Keadaan-keadaan mental
Faktor kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya obstipasi,
terutama depresi berat yang tidak memedulikan keinginannya untuk buang air besar.
Biasanya terjadi pada anak usia 1-2 tahun. Jika pada anak usia 1-2 tahun pernah
mengalami buang air besar yang keras dan terasa nyeri, maka mereka cenderung
tidak mau buang air besar untuk beberapa hari, bahkan beberapa minggu sampai
1
beberapa bulan sesudahnya karena takut kembali mengalami nyeri. Dengan
tertahannya feses dalam beberapa hari/ minggu/ bulan, maka akan mengakibatkan
kotoran menjadi keras dan lebih terasa nyeri, sehingga anak menjadi semakin malas
buang air besar. Kondisi anak dengan keterbelakangan mental juga merupakan
penyebab terjadinya obstipasi karena anak sulit dilatih untuk buang air besar.
4. Penyakit organik
Obstipasi bisa terjadi berganti-ganti dengan diare pada kasus karsinoma kolon dan
divertikulus. Obstipasi bisa terjadi bila terasa nyeri saat buang air besar dan sengaja
dihindari seperti pada fistula ani atau wasir yang mengalami thrombosis.
5. Kelainan Kongenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis, megakolon aganglionik kongenital
(penyakit hirschsprung), obtruksi bolus usus ileus mekonium, atau sumbatan
mekonium. Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus yang tidak mengeluarkan
mekonium dalam 36 jam pertama.
6. Penyebab lain
Penyebab lainnya adalah diet yang salah, tidak mengonsumsi makanan yang
mengandung serat selulosa sehingga bisa mendorong terjadinya peristaltik, atau pada
anak setelah sakit atau sedang sakit, ketika anak masih kekurangan cairan.
D. Patofisiologi
2
Pada keadaan normal, sebagian besar rektum dalam keadaan kosong kecuali bila
adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses ke dalam rektum yang terjadi
sekali atau dua kali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari
refleks defekasi. Dengan adanya stimulus pada arkus aferen tersebut akan menyebabkan
kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usu yang
normal terdiri atas 3 faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Asupan cairan yang adekuat
2. Kegiatan fisik dan mental
3. Jumlah asupan makanan berserat
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang akan dicerna memasuki kolon, air
dan elektrolit diabsorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat
pada perubahan bentuk feses, dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan berbentuk.
Ketika feses melewati rektum, feses menekan dinding rektum dan merangsang untuk
defekasi. Apabila anak tidak mengonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan
lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera digerakkan oleh gerakan
peristaltik menuju rektum, sehingga penyerapan terjadi terus-menerus dan feses menjadi
semakin kering, padat dan susah dikeluarkan, serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit
ini dapat menyebabkan kemungkina berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak
kurang beraktivitas, menurunnya peristaltik usus, dan lain-lain. Hal tersebut
menyebabkan sisa metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan akan terjadi
penyerapan air yang berlebihan. Bahan makanan berserat sangat dibutuhkan untuk
merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal dari metabolisme dalam saluran
pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan pada usus dapat juga
menyebabkan obstipasi.
E. Pembagian
1. Obstipasi akut, yaitu rektum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi timbul
secara mudah dengan stimulasi laksatif, supositoria, atau enema.
2. Obsipasi kronik, yaitu rektum tidak kosong dan dindingnya mengalami
peregangan berlebihan secara kronik, sehingga tambahan feses yang datang mencapai
tempat ini tidak menyebabkan rektum meregang lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak
memberikan respons pada dinding rectum lebih lanjut, flaksid dan tidak mampu untuk
berkontraksi secara efektif.
3
F. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita obstipasi adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
2. Ulserasi
3. Obstruksi
4. Diare intermitten
5. Distensi kolon akan menghilang jika ada sensasi regangan rektum yang
mengawali proses defekasi.
G. Manajemen Terapi
Berikut adalah penilaian yang perlu dilakukan pada saat melakukan manajemen
kebidanan:
1. Penilaian asupan makanan dan cairan
2. Penilaian dari kebiasaan usus (kebiasaan pola makan)
3. Penilaian penampakan stress emosional pada anak yang dapat memengaruhi pola
defekasi bayi.
H. Penatalaksanaan
1. Mencari penyebab obstipasi
2. Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan mempertahankan
gizi, tambahan cairan, dan kondisi psikis
3. Pengosongan rektum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rektum bisa dilakukan dengan
disimpaksi digital, enema minyak zaitun, dan laksatif.
2.2 Infeksi
A. Definisi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa antenatal,
intranatal dan postnatal.
B. Etiologi
Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia coli, Pseudomonas
pyocyaneus, Klebsielia, Staphylococcus Aureus, dan Coccus Gonococcus. Infeksi ini bias
terjadi pada saat antenatal, intranatal dan postnatal.
1. Infeksi antenatal
4
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan ketika kuman masuk ke tubuh jann
melalui sirulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan akhirnya kedalam
sirkulasi darah umbilkus. Berikut ini contoh kuman yang menginvasi ke dalam janin.
a. Virus : rubella, poliomyelitis, variola, vaccinia, coxsackie, dan cytomrgalic
inclusion.
b. Spirochaeta : Terponema palidium.
c. Bakteri : E. coli dan Listeria monocytoganes
2. Infeksi intranatal
Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika
mikroorganisme masuk dari vagina, lalu naik kemudian masuk ke dalam rongga
amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban yang pecah lebih dari 12
jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi
pula walaupun air ketuban belum pecah, yaitu pada partus lama yang sering dilakukan
manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage ( melebarnya jalan lahir
dengan jari tangan penolong). Infeksi dapat pula terjadi melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasla dari vagna, misalnya pada Blennorhoe.
3. Infeksi Postnatal
Infeksi pada priode postnatal dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya
melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril, tindakan yang tidak
antisetik atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya pada neonates
neonatorum, omfalitis, dan lain-lain.
D. Penatalaksanaan
1. Berikan posisi semifowler agar sesak berkurang
2. Apabila suhu tinggi, lakukan kompres dingin
3. Berikan ASI perlahan-lahan, sedikit demi sedikit
5
4. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring kekiri
atau ke kanan.
5. Apabila ada diare, perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan
6. Rujuk segera ke rumah sakit. Lakukan informed consent pada keluarga.
2.3 Syndrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome Sids)
A. Definisi
Sindrom kematian mati mendadak (sudden infant death syndromeSIDS) terjadi pada
bayi yang sehat, saat ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian.
SIDS terjadi kurang lebih 4 dari 1000 kelahiran hidup, insiden puncak dari SIDS pada
bayi usia 2 minggu dan 1 tahun.
B. Etiologi
Secara pasti penyebabnya belum diketahui, namun beberapa ahlu telah melakuka
penelitian dan mengemukakan ada beberapa penyebab SIDS yaitu sebagai berikut:
1. Ibu yang masih remaja
2. Bayi dengan jarak kehamilan yang dekat
3. Bayi laki-laki dengan berat badan di bawah normal
4. Bayi yang mengalami dysplasia bronkopulmoner
5. Bayi premature
6. Gemelli (bayi kembar)
7. Bayi dengan sibling
8. Bayi dari ibu dengan ketergantungan narkotika
9. Prevalensi pada bayi dengan posisi tidur telungkup
10. Bayi dengan virus pernapasan
11. Bayi dengan infeksi botulinum
12. Bayi dengan apnea yang berkepanjangan
13. Bayi dengan gangguan pola napas herediter
14. Bayi dengan kekurangan surfaktan pada alveoli
6
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan bahwa
bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.
3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran pernafasan
bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di ketahui.
4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam
laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea, maka di
berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek gasoesofagus dan
aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada beberapa bayi.
D. Penatalaksanaan
1. Bantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling
2. mengungkapkan rasa dukanya
3. Berikan penjelasan mengenai SIDS, beri kesempatan pada orang tua untuk
mengajukan pertanyaan
4. Beri pengertian pada orang tua bahwa perasaan yang mereka rasakan
adalah hal yang wajar
5. Beri keyakinan pada sibling (jika ada) bahwa mereka tidak bersalah
terhadap kematian bayi tersebut, bahkan jika mereka sebenarnya juga mengharapkan
kematian dari bayi tersebut
6. Jika kemudian ibu melahirkan bayi kembali, beri dukungan pada orang tua
selama beberapa bulan pertama, paling tidak sampai melewati usia bayi yang
meninggal sebelumnya.
7
malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi
imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena
penyakit tersebut (Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas,
Modul-7. 2004). Balita (bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk
umur 5 tahun) (MTBS, Modul 1, 2004).
11
a. Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan & nyeri
di belakang telinga,
b. Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya nyeri
telinga
c. Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau
nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih
d. Klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala seperti
di atas
Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi menjadi 3 bagian
yaitu :
a. Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak pada
kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya kepucatan.
b. Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan tanda
sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan menurut umur
di bawah garis merah
c. Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada
tanda seperti di atas.
Klasifikasi Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derajat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sebagai
berikut :
12
1. Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat
minum berikan oralit melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100
ml/kg ringer laktat atau NaCl
2. Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,
apabila belum membaik berikan tetesan intravena
3. Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera setelah anak
mau minum
4. Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau
pada anak sesudah 3 jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian
ditentukan status dehidrasi dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
5. Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
Klasifikasi diare pesisten
Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, kemudian apabila
ditemukan adanya klorea maka pengobatan yang adapat dianjurkan adalah : pilihan
pertama antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.
Klasifikasi Resiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi resiko malaria dapat
ditentukan dari tingkat klasifikasi, adapun tindakannya adalah sbb :
1. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara
intra muskular
2. Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja) dengan
pilihan pertama adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah
sulfadoksin primetamin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina
(untuk anak ≤ 12 bulan)
3. Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama 30
menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat
muntah maka ulangi pemberian klorokuin
Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya adalah
pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau kloramefnikol
apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol apabila disertai
demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai komplikasi
mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan apabila hanya campak saja
tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka tindakannya hanya diberikan
vitamin A.
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
13
Pada klasifikasi demam berdarah dengue tindakan yang dapat dilakukan antara
lain apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra vena, pertahankan kadar gula
darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan paracetamol dan berikan cairan
atau oralit apabila dilakukan rujukan selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
1. Berikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri
glukosa 5% kedalam ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan
cairan oralit atau cairan peroaral selama perjalan.
2. Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam
30 menit
3. Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba
berikan cairan intra vena dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila
nadi tidak teraba berikan cairan 15-20 ml/kgbb dalam /1 jam
Klasifikasi masalah telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah dapat dilakukan antara
lain berikan dosis pertam untuk antkbiotika yang sesuai pemberian parasetamol
apabila kronis ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain penyerap.
Klasifikasi status gizi
Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan pemberian vitamin A apabilaa
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai
aadanya anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan pabila daerah resiko
tinggi malaria dapat diberikan anti malaria oral piratel pamoat hanya diberikan anak
berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta
hasil pemeriksaan tinja positif
F. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang:
Konseling pemberian makan pada anak
1. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada
anak menyatakan cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam
hari menetek, kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak
berat badan berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan
atau minum yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan
bagaimana caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
2. Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
Konseling pemberian cairan selama sakit
14
Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan dengan cara
menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih sering dan lebih lama setiap
meneteki serta meningkatkan kebututhan cairan seperti memberikan kua
sayur, air tajin atau air matang.
Konseling kunjungan ulang
Pada pemberian konseling tentang kunjungan ilang yang harus dilakukan
pada ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda klasifikasi berikut
dalam waktu yang ditentukan ibu harus segera kepetugasan kesehatan.
15
menjelaskan cara mengobati infeksi mata jika sudah benar lakukan rujukan dan
apabila kurang benar maka ajari dengan benar.
Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan tanda bahaya
umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi apabila
ditemukan penyebab lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan yang sesuai
dan apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan sebagaimana
tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan demam lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5 hari dengan
mengetahui nana evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabilah pada waktukunjungan
didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga dan demam tinggi maka
segera lakukan rujukan,dan apabilah masih terdapat nyeri dan keluarkan cairan atau
nana maka lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari dengan mengerinkan bagian
telinga,apabila sudah benar anjurkan tetap mempertahankan apabila masih kurang
ajari tentang cara mengeringkannya,kemudian apabila keadaan telinga sudah tidak
timbul nyeri atau tidak keluar cairan maka lanjutkan pengobatan antibiotika sampai
habis.
16
17