Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Obstipasi
A. Definisi
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna. Bisa juga didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran
feses selama 3 hari atau lebih.
Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama,
sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika
hal ini tidak terjadi, maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Akan tetapi harus diingat
bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi karena pada bayi yang menyusu
dapat terjadi keadaan tanpa defekasi selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan adanya
gangguan karena feses akan dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi.
Hal ini masih dikatakan normal. Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya
akan menyebabkan defekasi menjadi lebih jarang dan fesesnya lebih keras.

B. Etiologi
Obstipasi pada anak dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Kebiasaan makan
Obstipasi dapat timbul bila feses terlalu kecil untuk membangkitkan keinginan
untuk buang air besar. Keadaan ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi, dan
mengonsumsi makanan yang kurang selulosa.
2. Hipotiroidisme
Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan, yaitu kreatinisme dan myodem
yang menyebabkan tidak cukupnya eksresi hormon tiroid sehingga semua proses
metabolisme berkurang.
3. Keadaan-keadaan mental
Faktor kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya obstipasi,
terutama depresi berat yang tidak memedulikan keinginannya untuk buang air besar.
Biasanya terjadi pada anak usia 1-2 tahun. Jika pada anak usia 1-2 tahun pernah
mengalami buang air besar yang keras dan terasa nyeri, maka mereka cenderung
tidak mau buang air besar untuk beberapa hari, bahkan beberapa minggu sampai

1
beberapa bulan sesudahnya karena takut kembali mengalami nyeri. Dengan
tertahannya feses dalam beberapa hari/ minggu/ bulan, maka akan mengakibatkan
kotoran menjadi keras dan lebih terasa nyeri, sehingga anak menjadi semakin malas
buang air besar. Kondisi anak dengan keterbelakangan mental juga merupakan
penyebab terjadinya obstipasi karena anak sulit dilatih untuk buang air besar.
4. Penyakit organik
Obstipasi bisa terjadi berganti-ganti dengan diare pada kasus karsinoma kolon dan
divertikulus. Obstipasi bisa terjadi bila terasa nyeri saat buang air besar dan sengaja
dihindari seperti pada fistula ani atau wasir yang mengalami thrombosis.
5. Kelainan Kongenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis, megakolon aganglionik kongenital
(penyakit hirschsprung), obtruksi bolus usus ileus mekonium, atau sumbatan
mekonium. Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus yang tidak mengeluarkan
mekonium dalam 36 jam pertama.
6. Penyebab lain
Penyebab lainnya adalah diet yang salah, tidak mengonsumsi makanan yang
mengandung serat selulosa sehingga bisa mendorong terjadinya peristaltik, atau pada
anak setelah sakit atau sedang sakit, ketika anak masih kekurangan cairan.

C. Tanda dan Gejala


1. Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama,
pada bayi jika tidak mengeluarkan feses selama 3 hari atau lebih.
2. Sakit dan kejang pada perut
3. Pada pemeriksaan rectal, jari akan merasa jepitan udara dan mekonium
yang menyemprot
4. Feses besar dan tidak dapat digerakkan dalam rectum
5. Bising usus yang janggal
6. Merasa tidak enak badan, anoreksia, dan sakit kepala
7. Terdapat luka pada anus

D. Patofisiologi

2
Pada keadaan normal, sebagian besar rektum dalam keadaan kosong kecuali bila
adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses ke dalam rektum yang terjadi
sekali atau dua kali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari
refleks defekasi. Dengan adanya stimulus pada arkus aferen tersebut akan menyebabkan
kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usu yang
normal terdiri atas 3 faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Asupan cairan yang adekuat
2. Kegiatan fisik dan mental
3. Jumlah asupan makanan berserat
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang akan dicerna memasuki kolon, air
dan elektrolit diabsorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat
pada perubahan bentuk feses, dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan berbentuk.
Ketika feses melewati rektum, feses menekan dinding rektum dan merangsang untuk
defekasi. Apabila anak tidak mengonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan
lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera digerakkan oleh gerakan
peristaltik menuju rektum, sehingga penyerapan terjadi terus-menerus dan feses menjadi
semakin kering, padat dan susah dikeluarkan, serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit
ini dapat menyebabkan kemungkina berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak
kurang beraktivitas, menurunnya peristaltik usus, dan lain-lain. Hal tersebut
menyebabkan sisa metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan akan terjadi
penyerapan air yang berlebihan. Bahan makanan berserat sangat dibutuhkan untuk
merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal dari metabolisme dalam saluran
pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan pada usus dapat juga
menyebabkan obstipasi.

E. Pembagian
1. Obstipasi akut, yaitu rektum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi timbul
secara mudah dengan stimulasi laksatif, supositoria, atau enema.
2. Obsipasi kronik, yaitu rektum tidak kosong dan dindingnya mengalami
peregangan berlebihan secara kronik, sehingga tambahan feses yang datang mencapai
tempat ini tidak menyebabkan rektum meregang lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak
memberikan respons pada dinding rectum lebih lanjut, flaksid dan tidak mampu untuk
berkontraksi secara efektif.

3
F. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita obstipasi adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
2. Ulserasi
3. Obstruksi
4. Diare intermitten
5. Distensi kolon akan menghilang jika ada sensasi regangan rektum yang
mengawali proses defekasi.

G. Manajemen Terapi
Berikut adalah penilaian yang perlu dilakukan pada saat melakukan manajemen
kebidanan:
1. Penilaian asupan makanan dan cairan
2. Penilaian dari kebiasaan usus (kebiasaan pola makan)
3. Penilaian penampakan stress emosional pada anak yang dapat memengaruhi pola
defekasi bayi.

H. Penatalaksanaan
1. Mencari penyebab obstipasi
2. Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan mempertahankan
gizi, tambahan cairan, dan kondisi psikis
3. Pengosongan rektum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rektum bisa dilakukan dengan
disimpaksi digital, enema minyak zaitun, dan laksatif.

2.2 Infeksi
A. Definisi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa antenatal,
intranatal dan postnatal.

B. Etiologi
Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia coli, Pseudomonas
pyocyaneus, Klebsielia, Staphylococcus Aureus, dan Coccus Gonococcus. Infeksi ini bias
terjadi pada saat antenatal, intranatal dan postnatal.
1. Infeksi antenatal

4
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan ketika kuman masuk ke tubuh jann
melalui sirulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan akhirnya kedalam
sirkulasi darah umbilkus. Berikut ini contoh kuman yang menginvasi ke dalam janin.
a. Virus : rubella, poliomyelitis, variola, vaccinia, coxsackie, dan cytomrgalic
inclusion.
b. Spirochaeta : Terponema palidium.
c. Bakteri : E. coli dan Listeria monocytoganes
2. Infeksi intranatal
Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika
mikroorganisme masuk dari vagina, lalu naik kemudian masuk ke dalam rongga
amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban yang pecah lebih dari 12
jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi
pula walaupun air ketuban belum pecah, yaitu pada partus lama yang sering dilakukan
manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage ( melebarnya jalan lahir
dengan jari tangan penolong). Infeksi dapat pula terjadi melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasla dari vagna, misalnya pada Blennorhoe.
3. Infeksi Postnatal
Infeksi pada priode postnatal dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya
melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril, tindakan yang tidak
antisetik atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya pada neonates
neonatorum, omfalitis, dan lain-lain.

C. Tanda dan gejala


Gejala infeksi yang umumnya terjadi pada bayi yang mengalami infeksi perinatal
adalah sebagai berikut :
1. Bayi malas minum
2. Gelisah dan mungkin juga terjadi letargi
3. Frekuensi pernafasan meningkat
4. Berat badan menurun
5. Pergerakan kurang
6. Muntah
7. Diare
8. Sklerma dan udema
9. Perdarahan, icterus, dan kejang
10. Suhu tubuh dapat normal, hipotermi, atau hipetermi.

D. Penatalaksanaan
1. Berikan posisi semifowler agar sesak berkurang
2. Apabila suhu tinggi, lakukan kompres dingin
3. Berikan ASI perlahan-lahan, sedikit demi sedikit

5
4. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring kekiri
atau ke kanan.
5. Apabila ada diare, perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan
6. Rujuk segera ke rumah sakit. Lakukan informed consent pada keluarga.

2.3 Syndrom Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant Death Syndrome Sids)
A. Definisi
Sindrom kematian mati mendadak (sudden infant death syndromeSIDS) terjadi pada
bayi yang sehat, saat ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian.
SIDS terjadi kurang lebih 4 dari 1000 kelahiran hidup, insiden puncak dari SIDS pada
bayi usia 2 minggu dan 1 tahun.

B. Etiologi
Secara pasti penyebabnya belum diketahui, namun beberapa ahlu telah melakuka
penelitian dan mengemukakan ada beberapa penyebab SIDS yaitu sebagai berikut:
1. Ibu yang masih remaja
2. Bayi dengan jarak kehamilan yang dekat
3. Bayi laki-laki dengan berat badan di bawah normal
4. Bayi yang mengalami dysplasia bronkopulmoner
5. Bayi premature
6. Gemelli (bayi kembar)
7. Bayi dengan sibling
8. Bayi dari ibu dengan ketergantungan narkotika
9. Prevalensi pada bayi dengan posisi tidur telungkup
10. Bayi dengan virus pernapasan
11. Bayi dengan infeksi botulinum
12. Bayi dengan apnea yang berkepanjangan
13. Bayi dengan gangguan pola napas herediter
14. Bayi dengan kekurangan surfaktan pada alveoli

C. Tanda dan Gejala


1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur. Telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan
adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda pernafasan serta bradikardia
yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif. Walaupun demikian masih belum
pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif yang lebih penting dalam terjadinya
SIDS.

6
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan bahwa
bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.

3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran pernafasan
bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di ketahui.

4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam
laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea, maka di
berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek gasoesofagus dan
aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada beberapa bayi.

5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada


jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saat ini untuk
menunjukan bahwa aritma jantung memainkan peranan pada SIDS.

D. Penatalaksanaan
1. Bantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling
2. mengungkapkan rasa dukanya
3. Berikan penjelasan mengenai SIDS, beri kesempatan pada orang tua untuk
mengajukan pertanyaan
4. Beri pengertian pada orang tua bahwa perasaan yang mereka rasakan
adalah hal yang wajar
5. Beri keyakinan pada sibling (jika ada) bahwa mereka tidak bersalah
terhadap kematian bayi tersebut, bahkan jika mereka sebenarnya juga mengharapkan
kematian dari bayi tersebut
6. Jika kemudian ibu melahirkan bayi kembali, beri dukungan pada orang tua
selama beberapa bulan pertama, paling tidak sampai melewati usia bayi yang
meninggal sebelumnya.

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


A. Pengertian MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan keterpaduan
dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan
kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak,

7
malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi
imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk
menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena
penyakit tersebut (Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas,
Modul-7. 2004). Balita (bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk
umur 5 tahun) (MTBS, Modul 1, 2004).

B. Penilaian dan Klasifiksi Anak Sakit dalam MTBS


Penilaian dan klasifikasi anak sakit dalam MTBS dikelompokkan dalam 2 kelompok
umur yaitu :
 Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun
 Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 1 hari sampai 2 bulan
Apabila anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, pilih bagan “Penilaian dan Klasifikasi
Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun”.Sampai 5 tahun, berarti anak belum mencapai
ulang tahunnya yang kelima. Kelompok umur ini termasuk balita umur 4 tahun 11 bulan,
akan tetapi tidak termasuk anak yang sudah berumur 5 tahun. Apabila anak belum genap
berumur 2 bulan, maka ia tergolong bayi muda. Gunakan bagan “Penilaian Klasifikasi
dan Pengobatan Bayi Muda Umur 1 Hari Sampai 2 Bulan”.Khusus mengenai bayi muda,
bagan berlaku untuk bayi muda sakit maupun sehat. (MTBS, Modul -1, 2004).

C. Proses Manajemen Kasus


Proses manajemen kasus disajikan dalam satu bagan yang memperlihatkan urutan
langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaanya.
Bagan tersebut menjelaskan langkah-langkah berikut ini :
1. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun
2. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
3. Memberi konseling bagi ibu
4. Memberi pelayanan tindak lanjut
5. Manajemen terpadu bayi mud 1 hari sampai 2 bulan.
“Menilai anak” berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik. “Membuat klasifikasi” berarti membuat sebuah keputusan mengenai kemungkinan
penyakit atau masalah serta tingkat keparahanya. Klasifikasi merupakan suatu kategori
untuk melakukan tindakan, bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit.“Menentukan
tindakan dan memberi pengobatan “berarti menentukan tindakan dan memberi
pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan setiap klasifikasi, memberi obat untuk
diminum di rumah dan juga mengajari ibu tentang cara memberikan obat serta tindakan
lain yang harus dilakukan di rumah. “Memberi konseling bagi ibu” juga termasuk menilai
8
cara pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang baik untuk anak
serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.“Tindak lanjut”
berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak untuk biaya ulang.
“Manajemen terpadu bayi muda” meliputi : menilai dan membuat klasifikasi, menentukan
tindakan dan memberi pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi umur 1 hari
sampai 2 bulan baik sehat maupun sakit. (MTBS, Modul -1, 2004).

D. Manajemen Terhadap Balita Sakit Umur 2 Bulan – 5 tahun


Pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada umur 2 bulan sampai dengan
5 tahun tahap pelaksanaan sama seperti pada bayi umur kurang dari 2 bulan yaitu dengan
tahap penilaian dan gejala, tahap kalisifikasi dan tingkat kegawatan, tahap tindakan dan
pengobatan, tahap pemberian konseling dan tahap pelayanan tindak lanjut, adapun secara
jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
 Penilaian Tanda & Gejala
Pada penilaian tanda& gejala pada bayi umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun ini
yang dinilai adalah tindakannya tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau
muntah,kejang, letargis atau tidak sadar dan keluhan seperti batuk atau kesukaran
bernafas, adanya diare, lemah, masalah telinga, mall nutrisi, anemia dan lain-lain.
 Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum,
tarikan dinding wajah ke dalam, stridor, nafas cepat. Penentuan frekuensi
pernapasan adalah pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal pernapasan 50
atau lebih permenit sedangkan frekuensi pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5
tahun adalah 40 kali permenit.
 Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti letargis atau tidak
sadar, atau cenderung tidak bisa minum atau malas makan maka turgor kulit
jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minum adanya darah dalam tinja (berak
campur darah).
 Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umu,
kaku kuduk, dan adanya infeksi lokal seperti kekeruhan pada kornea mata,luka
pada mulut,mata bernanah adanya tanda presyok seperti nadi lemah,ektremitas
dingin,muntah darah,berak hitam,perdarahan hidung,perdarahan bawah
kulit,nyeri ulu hati dan lain-lain.
 Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,adanya
pembengkakan,adanya cairan keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari,dan
lain-lain
9
 Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah
kurus,bengkak pada kedua kaki,telapak tangan pucat,status gizi dibawa garis
merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur.
 Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan
Pada penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan ini dilakukan setelah penilaian
tanda dan gejala yang diklasifikasikan berdasarkan dari kelompok keluhan atau
tingkat kegawatan,adapun klasifikasinya dapat sebagai berikut.
 Klasifikasi pneumonia
Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Diklasifikasi pneumonia berat apabilah adanya tanda bahaya umum,tarikan
dinding dada kedalam,adanya stridor
b. Adanya pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi napas yang sangat
cepat
c. Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabilah tidak ada pneumonia ada
hanya keluhan batuk
 Klasifikasi dehidrasi
Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan dihindari yang terbagi
menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak
sadar,mata cekung,turgor kulit jelek sekali,
b. Klasifikasi dehidrasi ringan sedang dengan tanda seperti
gelisah,rewet,mata cekung,haus,turgor jelek
c. Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya
dehidrasi
 Klasifikasi diare persisten
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya sudah lebih dari 14
hari dengan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu diare persisten berat
ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan
adanya tanda dehidrasi.
 Klasifikasi disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare secara umum
akan tetapi apabilah diarenya disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya
bercampur dengan darah
 Klasifikasi resiko malaria
Pada klasifikasi resiko malaria ini dikelompokkan menjadi resiko tinggi
rendah atau tampak resiko malaria dengan mengidentifikasi apabila darahnya
merupakan resiko terhadap malaria ataukah pernah kedaerah yang beresiko,maka
apabila terdapat hasil klasifikasi maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
10
a. Klasifikasi dengan resiko tinggi terhadap malaria yang dikelompokkan lagi
menjadi dua bagian yaitu klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila
ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk dan klasifikasi
malaria apabila hanya demam ditemukan suhu 37,5 derajat celcius atau lebih.
b. Klasifikasi rendah terhadap malaria yang dikelompokkan lagi menjadi 3
yaitu penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum atau
kaku kuduk dan kalsifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam
atau campak dan klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya
ditemukan flek atau adanya campak atau juga adanya penyebab lain dari
demam. Klasifikasi tanpa resiko malaria diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya umum dan
kaku kuduk serta klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak ditemukan
tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk.
 Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tanda bahaya
umum terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya luka pad daerah mulut
yang dalam & luas serta adanya tanda umum campak seperti adanya ruang
kemerahan dikulit yang menyeluruh, adanya batuk, pilek, atau mata merah.
b. Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut apabila ditemukan tanda
mata bernanah serta luka dimulut
c. Ketiga klasifikasi campak apabila hanya khas campak yang tidak disertai
tanda klasifikasi diatas.
 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Pada klasifikasi ini apabila terdapat demam yang kurang dri 7 hari, yaitu :
a. DBD apabila ditemukan tanda seperti adanya tanda bintik perdarahan
dikulit (ptkie) adanya tanda syok seperti extermitas peraba dingin, nadi
lemah, atau tidak teraba, muntah bercampur darah, perdarahan hidung atau
gusi, adanya tourniquet positif.
b. Kalsifikasi mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah,
bintik perdarahan bawah kulit dan uji tourniquet negatif jika ada sedikit ptkie
c. Klasifikasi terakhir adalah klasifikasi demam mungkin bukan DBD apabila
tidak ada tanda seperti diatas hanya ada demam.
 Klasifikasi Masalah Telinga
Pada klasifikasi masalah telinga ini dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu :

11
a. Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan & nyeri
di belakang telinga,
b. Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya nyeri
telinga
c. Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau
nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih
d. Klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala seperti
di atas
 Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi menjadi 3 bagian
yaitu :
a. Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak pada
kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya kepucatan.
b. Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan tanda
sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan menurut umur
di bawah garis merah
c. Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada
tanda seperti di atas.

E. Penentuan Tindakan & Pengobatan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tindakan dan pengobatan
setelah diklasifikasikan berdasarkan kelompok gejala yang ada.
 Klasifikasi Pneumonia
Tindakan yang dapat dilakukan pada masalah pneumonia dalam manajemen
terpadu balita sakit sebagai berikut.
Apabila didapatkan pneumonia berat atau penyakit sangat berat maka tindakan
yang pertama adalah :
1. Berikan dosis petama antibiotika
Pilihan pertama kontrimoksazol (Trimetoprim + sulfametoksazol) dan pilihan
kedua adalah amoksilin
2. Lakukan rujukan segera

 Klasifikasi Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derajat dari
dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah sebagai
berikut :

12
1. Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat
minum berikan oralit melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100
ml/kg ringer laktat atau NaCl
2. Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,
apabila belum membaik berikan tetesan intravena
3. Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera setelah anak
mau minum
4. Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau
pada anak sesudah 3 jam dan tentukan kembali status dehidrasi kemudian
ditentukan status dehidrasi dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
5. Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
 Klasifikasi diare pesisten
Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, kemudian apabila
ditemukan adanya klorea maka pengobatan yang adapat dianjurkan adalah : pilihan
pertama antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.
 Klasifikasi Resiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi resiko malaria dapat
ditentukan dari tingkat klasifikasi, adapun tindakannya adalah sbb :
1. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara
intra muskular
2. Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja) dengan
pilihan pertama adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah
sulfadoksin primetamin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina
(untuk anak ≤ 12 bulan)
3. Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama 30
menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat
muntah maka ulangi pemberian klorokuin
 Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya adalah
pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau kloramefnikol
apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol apabila disertai
demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai komplikasi
mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan apabila hanya campak saja
tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka tindakannya hanya diberikan
vitamin A.
 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
13
Pada klasifikasi demam berdarah dengue tindakan yang dapat dilakukan antara
lain apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra vena, pertahankan kadar gula
darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan paracetamol dan berikan cairan
atau oralit apabila dilakukan rujukan selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
1. Berikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri
glukosa 5% kedalam ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan
cairan oralit atau cairan peroaral selama perjalan.
2. Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam
30 menit
3. Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba
berikan cairan intra vena dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila
nadi tidak teraba berikan cairan 15-20 ml/kgbb dalam /1 jam
 Klasifikasi masalah telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah dapat dilakukan antara
lain berikan dosis pertam untuk antkbiotika yang sesuai pemberian parasetamol
apabila kronis ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain penyerap.
 Klasifikasi status gizi
Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan pemberian vitamin A apabilaa
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai
aadanya anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan pabila daerah resiko
tinggi malaria dapat diberikan anti malaria oral piratel pamoat hanya diberikan anak
berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta
hasil pemeriksaan tinja positif

F. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang:
 Konseling pemberian makan pada anak
1. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada
anak menyatakan cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam
hari menetek, kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak
berat badan berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan
atau minum yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan
bagaimana caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
2. Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
 Konseling pemberian cairan selama sakit
14
Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan dengan cara
menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih sering dan lebih lama setiap
meneteki serta meningkatkan kebututhan cairan seperti memberikan kua
sayur, air tajin atau air matang.
 Konseling kunjungan ulang
Pada pemberian konseling tentang kunjungan ilang yang harus dilakukan
pada ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda klasifikasi berikut
dalam waktu yang ditentukan ibu harus segera kepetugasan kesehatan.

G. Pemberian Pelayanan dan Tindak Lanjut


 Pneumonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya gejala pnemonia apabila didapatkan
tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam maka berikan 1 dosis
antibiotika pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol dan segara lakukan rujukan,
namun apabila frekuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan
gantilah antibiotika pilihan ketiga kemudianapabila nafas melambat atau nafsu makan
membaik lanjutkan pemberian antibiotika sampai 5 hari.
 Diare persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan cara mengevaluasi
diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan tindak lanjut adalah memberikan
obat yang diperlukan dan apabila sudah berhenti maka makan sesuai umur.
 Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari dengan
mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda disentri apabila anak
masi mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai tindaka dehidrasi berdasarkan
derajatnya.
 Resiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2 hari apabila demam
lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian sebagai berikut: apabila ditemukan
malaria oral pilihan kedua bahaya umum atau kakuk kuduk maka lakukan tindakan
sesuai protap.
 Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan sesudah 2 hari
dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala yang pernah dimilikinya
apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi kepada keluarga atau ibu dengan

15
menjelaskan cara mengobati infeksi mata jika sudah benar lakukan rujukan dan
apabila kurang benar maka ajari dengan benar.
 Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila ditemuakan tanda bahaya
umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi apabila
ditemukan penyebab lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan yang sesuai
dan apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan sebagaimana
tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi ditemukan demam lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
 Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5 hari dengan
mengetahui nana evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabilah pada waktukunjungan
didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga dan demam tinggi maka
segera lakukan rujukan,dan apabilah masih terdapat nyeri dan keluarkan cairan atau
nana maka lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari dengan mengerinkan bagian
telinga,apabila sudah benar anjurkan tetap mempertahankan apabila masih kurang
ajari tentang cara mengeringkannya,kemudian apabila keadaan telinga sudah tidak
timbul nyeri atau tidak keluar cairan maka lanjutkan pengobatan antibiotika sampai
habis.

16
17

Anda mungkin juga menyukai