Pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran bahwa semakin tidak pasti arus kas suatu
investasi, semakin berisiko investasi tersebut.
Penerimaan uang dimasa mendatang yang mempunyai sifat pasti (certainly) dikatakan bersifat bebas
risiko. Sayangnya sebagian besar investasi pada aktiva riil (membangun pabrik, meluncurkan produk
baru, membuka usaha dagang baru, dan sebagainya) merupakan investasi yang mempunyai unsure
ketidakpastian atau mempunyai unsure risiko.
Berbicara tentang masa yang akan datang, dan unsur ketidakpasian, maka akan muncul nilai yang
diharapkan. Sedangkan kemungkinan menyimpang dari nilai yang diharapkan diukur dengan deviasi
standar. Secara formal kedua parameter tersebut bias dinyatakan sebagai berikut :
E(V) =
Dalam hal ini E(V) adalahnilai yang diharapkan, V1 adalah nilai pada distribusi ke-I (I = 1,…n) dan P1
adalah probabilitas ke-1. Dalam hal ini a adalah deviasi standar distribusi nilai tersebut.[8]
Meskipun ada dua proyek A dan B yang, (untuk mudahnya) mempunyai umur ekomnomis hanya satu
tahun. Karakterisiknya arus kas untuk kedua proyek tersebut adalah sebagai berikut:
E (VA) = Rp 5,000,-
E (VB) = Rp 5.000,-
Apabila E(V) dari kedua investasi tersebut tidak sama, maka penggunaan asebagai indicator risiko
menjadi sulit dilakukan. Untuk itu kemudian dipergunakancovicient of variation yang merupakan
perbandingan antara a/E(V). contohnya:
Keterangan C D
a 400 500
Mereka yang menggunakan coeicient of variation bahwa proyek C lebih berisiko disbanding dengan D,
karena coefficient of variationnya lebih besar.
Perusahaan yang mempunyai operating risk (risiko operasi) yang tinggi berarti bahwa laba operasi
sangat peka terhadap perubahan penjualan. Penyebabnya adalah faktor operating leverage. Operating
leverage menunjukkan penggunaan aktiva yang menimbulkan biaya tetap (fixed cost). Biaya tetap
adalah biaya yang tidak berubah meskipun aktivitas perusahaan berubah. Lawan daribiaya tetap adalah
biaya variable. Contoh biaya tetap misalnya gaji para pemimpin, beban penyusutan, dan lain-lain.
Sedangkan contoh biaya variabel misalnya biaya bahan baku, biaya bahan penolong, komisi penjualan,
dan lain-lain. Pemikiran yang digunakan adalah bahwa biaya-biaya yang ditanggung oleh perusahaan
bisa dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Dengan menggunakan asumsi bahwa (1) biaya variabel per unit konstan, (2) harga jual per unit konstan,
dan (3) biaya tetap total konstan sepanjang kapasitas produksi, maka keadaan tersebut bisa
digambarkan sebagai berikut :