CKR Toni DR - Teguh
CKR Toni DR - Teguh
OLEH :
Jordy Oktobiannobel, S.Ked
PEMBIMBING :
dr. Teguh Astanto, M.Si.Med, Sp.B
Keluhan Utama
Luka lebam dan benjolan pada kepala bagian depan dan belakang 1 jam S.M.R.S
Keluhan Tambahan
Luka lecet pada daerah siku dan lengan kanan, lutut kiri, betis kiri, dan pergelangan kaki kiri,
pusing, mual .
O.S. Datang dengan keluhan luka lebam dan benjol pada area kepala bagian depan
dan belakang sejak 1 jam S.M.R.S. Keluhan disertai luka lecet pada daerah siku dan lengan
kanan, lutut kiri, betis kiri, dan pergelangan kaki kiri serta pusing dan mual.
O.S. Juga Mengeluh kaki sebelah kirinya tidak dapat digerakkan karena nyeri hebat
terutama pada bagian betis.
Pemeriksaan fisik
• Pernafasan : 24x/menit
• Nadi : 68x/menit
• Suhu : 36,5 derajat
• Airway : DBN
• Breathing : DBN
• Circulation : DBN
MATA
TELINGA
• Paru-paru
PERUT (ABDOMEN)
• Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, massa (-),
ballottement (-) , defens muskular (-)
• EKSTREMITAS
• STATUS LOKALIS
• Status Lokalis :
• Cranium
1. Inspeksi :
Hematom + oedem regio occipital et Frontal, vulnus excoriatum regio Frontal
2. Palpasi :
Nyeri tekan regio occipital et frontal
• Ekstreimtas Superior
Rontgen Cruris
Rontgen Cranium
DBN
Rencana Pemeriksaan
Darah Lengkap
DIAGNOSIS KERJA
CKR + Fraktur tertutup os fibulla 1/3 distal regio cruris sinistra + multiple vulnus excoriatum
DIAGNOSA BANDING
• Hemiplegi
PENATALAKSANAAN
Medika mentosa:
DEFINISI
Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang
mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan
tersebut bersifat non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari
luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau
tanpa penurunan tingkat kesadaran.
PATOFISIOLOGI
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun otak
hanya seberat 2 % dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari curah jantung.
Sebagian besar yakni 80 % dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi
kelabu.
Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses
lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien,
terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah
akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok.
Karena itu pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang
adekuat dan hemodinamik tidak terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan
metabolisme jaringan otak akam menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia melalui
foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum.
Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik
sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian (3).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas
kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap.
Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak.
Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif
dan terjadi penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
GAMBARAN KLINIS
Assesment dan klasifikasi pasien-pasien yang diduga mengalami cedera kepala, harus
dipandu secara primer menggunakan Glasgow Coma Scale versi untuk dewasa dan anak-anak
dan ini diturunkan dari Glasgow Coma Score.
Glasgow Coma Scale bernilai antara 3 dan 15, 3 adalah yang paling buruk dan 15 adalah
yang terbaik. Terdiri dari tiga parameter: Respon mata terbaik, respon verbal terbaik, dan
respon motor terbaik.
Gejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang
lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah
pada penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa
menit saja. Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi ringan bila derajat koma
Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) total adalah 13-15, sedang bila 9-12, dan berat bila 3-
8. lokasi cedera otak primer dapat ditentukan pada pemeriksaan klinik .
b. Keparahan cedera.
* Ringan : skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
* Sedang : GCS 9-13
* Berat : GCS 3-8
DIAGNOSIS
Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan
kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau
sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke)
karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian
tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis lebih rinci tentang:
a. Sifat kecelakaan.
d. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa. Bila si
pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia
retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu
dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung /
disorientasi (kesadaran berubah)
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah sakit
bila timbul gejala sebagai berikut :
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap 2 jam selama
periode tidur.
2. Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan, penglihatan kabur.
5. Kejang, pingsan.
6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga
7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel,
atau gangguan penglihatan lain
8. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyulit
atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari
penatalaksanaan. Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan mendapat prioritas utama
untuk diperhatikan. Penderita harus diletakkan dalam posisi berbaring yang aman (4,5).
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan mendahului trias adalah status fungsi vital
dan status kesadaran pasien.
Status fungsi vital
Yang dinilai dalam status fungsi vital adalah:
• Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera
dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher harus
berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).
• Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan Cheyne-Stokes, Biot /
hiperventilasi, atau pernapasan ataksik yang menggambarkan makin buruknya tingkat
kesadaran.
• Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga adanya shock,
terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen,
fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya
frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya
dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
Status kesadaran pasien
Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow;
cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh
dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari
waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat. Yang dinilai adalah respon membuka mata,
respon verbal dan respon motorik.
Status neurologis
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan: defisit
neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi, hematoma luas di daerah
kepala.
Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau
CT Scan kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif,
dan hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap
rumah sakit. CT Scan juga dapat dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan
fraktur basis kranii dan kejang.
PENANGGULANGAN PERAWATAN
Setelah ditentukan fungsi vital, kesadaran, dan status neurologis harus diperhatikan
kesembilan aspek sebagai berikut.
1. Pemberian cairan dan elektrolit disesuaikan dengan kebutuhan. Harus dicegah terjadinya
hidrasi berlebih dan hiponatremia yang akan memperberat edem otak.
2. Pemasangan kateter kandung kemih diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan.
3. Pencegahan terhadapa pneumonia hipostatik dilakukan dengan fisioterapi paru, mengubah
secara berkala posisi berbaring, dan mengisap timbunan sekret.
4. Kulit diusahakan tetap tetap bersih dan kering untuk mencegah dekubitus.
5. Anggota gerak digerakkan secara pasif untuk mencegah kontraktur dan hipotrofi.
6. Kornea harus terus menerus dibasahi dengan larutan asam borat 2 % untuk mencegah
keratitis.
7. Keadaan gelisah dapat disebabkan oleh perkembangan massa didalam tengkorak, kandung
kemih yang penuh, atau nyeri. Setelah ketiga hal tersebut dapat dipastikan dan diatasi, baru
boleh diberikan sedatif. Mengikat penderita hanya akan menambah kegelisahan, yang justru
akan menaikkan tekanan intrakranial.
8. Kejang-kejang harus segera diatasi karena akan menyebabkna hipoksia otak dan kenaikan
tekanan darah serta memperberat edem otak.
Hipernatremi dapat timbul pada hari pertama pasca trauma, karena gangguan pada
hipotalamus, batang otak, atau dehidrasi. Kenaikan suhu badan setelah hari kedua dapat
disebabkan oleh dehidrasi, infeksi paru, infeksi saluran kemih, atau infeksi luka. Reaksi
tranfusi dapat juga menimbulkan demam. Pemakaian antibiotik yang berlebihan dapat
menyebabkan tumbuhnya kuman yang resisten, mengakibatkan kolitis pseudomembranosa,
dan mengundang terjadinya sepsis.
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
KOMOSIO SEREBRI
Komosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih
dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien
mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin mutah, tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak.
Pada komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul
akibat terhapusnya rekaman kejadian antaranya di daerah lobus temporalis.
Pemeriksaan yang selalu dibuat adalah: foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.
Terapinya simptomatis dengan mobilisasi secepatnya setelah keluhan-keluhan menghilang.
EDEMA SEREBRI TRAUMATIK
Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis terutama
pada anak-anak. Pada keadaan ini pingsan berlangsung lebih dari 10 menit dan pada
pemeriksaan neurologik tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan jaringan otak. Pasien
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pada pemeriksaan cairan otak mungkin
hanya dijumpai tekanan yang agak meingkat.
Pada petinju mungkin terjadi keadaan grogi dengan kesadaran yang menurun ringan,
tampak seperti linglung, gerakan tidak teratur, tidak efisien, kurang cepat, keseimbangan
sedikit terganggu, mungkin hanay mengeluh sedikit nyeri kepala dan pusing. Keadaan
demikian dapat berlangsung sebebntar atau hingga berhari-hari. Pada keadaan ini batang otak
mengalami edema. Setelah membaik, penderita tidak ingat dengan baik apa yang telah
dialaminya.
KONTUSIO SEREBRI
EPIDURAL HEMATOMA
Pada hematom epidural terjadi perdarahan diantara tengkorak dan duramater akibat robeknya
arteri meningea media atau cabang-cabangnya. Arteri terletak diantara meningens dan tulang
tengkorak. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar.
Kelainan pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru setelah hematom
bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intra kranial.
Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah dan diikuti oleh penurunan
kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil
ipsilateral melebar. Pada sisi kontra lateral dari benturan timbul gejala-gejala terganggunya
traktus kortikospinalis, misalnya reflek tendo tinggi, reflek patologis positif dan hemiparese.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma yang dalam, pupil kontra lateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya
kedua pupil tidak menunjukkanreaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
Ciri khas pada epidural hematoma murni adalah terdapatnya interval bebas antara dua
penurunan kesadaran yang disebut lucid interval. Jika epidural hematoma disertai cedera otak
seperti memar otak, lucid interval tidak akan terlihat sedangkan gejala dan tanda lainnya
menjadi kabur.
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergency dalam bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat. Duramater melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak yang memudahkan terjadinya herniasi trans dan infra tentorial,
sehingga jika penanganan terlambat maka pasien dapat meninggal.
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen
kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur yang
terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma. Bila memungkinkan dapat dilakukan CT-Scan.
SUBDURAL HEMATOMA
Subdural hematoma disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya vena
dalam ruang subarakhnoid. Pembesaran hematoma kerana robeknya vena akan memerlukan
waktu yang lama, sehari sampai beberapa minggu.
Subdural hematoma dibagi menjadi hematoma subdural akut bila gejala timbul pada hari
pertama sampai ketiga, subakut bila timbula antara hari ketiga hingga minggu ketiga, dan
kronis apabila timbul sesudah minggu ketiga.
Subdural hematoma akut secara klinis sukaar dibedakan dengan epidural hematoma yang
berkembang lambat. Subdural hematoma akut dan kronik memberi gambaran klinis suatu
proses desak ruang yang progresif sehingga tidak jarang dianggap sebagai neoplasma atau
dementia.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada
usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera
tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan
CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul
- linglung
- perubahan ingatan
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Subdural hematoma yang besar memberi gejala seperti hematom epidural. Pada perdarahan
yang ringan memberi gejala permulaan yang ringan dan setelah beberapa waktu secara
perlahan gejala menjadi berat dan sifatnya progresif.
- Nyeri kepala hebat, muntah.
- Gangguan penglihatan karena edem dari papil N II.
- Pada sisi kontralateral hematom terdapat gangguan traktus piramidalis.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan yaitu dengan Rontgen tengkorak AP-
Lateral dengan sisi daerah trauma pada film. Jika memungkinkan dapat dilakukan CT-Scan
dan EEG. Pada CT-Scan akan terlihat gambaran hiperdens berbentuk bulan sabit. Jika disertai
kontusio serebri akan tampak pula bercak-bercak hiperdens di parenkim otak (salt and
pepper). Pungsi lumbal tidak dilakukan karena tekanan intra kranial yang tinggi dapat
menimbulkan herniasi tentorial.
Penanggulangan terdiri dari trepanasi dan evakuasi hematoma.
Karena subdural hematoma sering disertai cedera otak berat lain, maka dibandingkan dengan
epidural hematoma, prognosisnya lebih jelek. (5,11)
SUBARAKHNOID HEMATOMA
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri) biasanya akan
mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang.
Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku
tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan
berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa
berasal dari daerah ini.
Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan
posisi dari bagian tubuhnya.
Kerusakan pada lobus parietalis dapat mengakibatkan apraksia, agnosia, disorientasi,
gangguan body image, emiparesis, hemihipestesia dan hemianopsia.
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan
gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur
emosional.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan
akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan
pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita
dalam mengekspresikan bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami
perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak
biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
FRAKTUR
Definisi
Etiologi
Diagnosis
Diagnosis hampir pasti di awali dengan trauma disertai gejala klasik fraktur.
Klasifikasi
2. Bentuk garis
3. Pergeseran
4. Tertutup dan terbuka
1. recognized
2. Reduction
3. Retaining
4. Rehabilitation
Pemeriksaan Penunjang