Anda di halaman 1dari 7

www.rajaebookgratis.

com

Lorong Kematian
Jod Selovic mengerutkan kening ketika mendengar siaran radio,
senja di bulan Juli 1995. Menteri Luar Negeri Inggris, Malcolm
Rifkind, menegaskan bahwa Bosnia Herzegovina, kini dalam
situasi aman dan damai. Ia menyatakan pasukan Serbia tak akan
lagi melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil.

"Gila," gerutu Jod Selovic. Diliriknya Dean Milovic, anak buahnya yang
sedang asyik menimang emas yang kemarin ia jarah dari puluhan mayat
wanita Bosnia korban perkosaan di barak mereka.

"Kau dengar, Dean? Tak ada perang lagi? Tak ada? Ha…ha…ha…."

Dean terkekeh juga. "Siapa yang bisa mencegah kita melumuri negeri
cantik ini dengan darah?"

"Aku bahkan mempunyai taktik baru. Lebih brilyan dari Ratko Mladic!"
sela Jod.

Oh ya?" Dean menaikkan alis matanya. "Apa itu, komandan?"

"Kau akan tahu," tegas Jod. "Ayo!" ia segera bangkit menuju lapangan, di
belakang barak prajurit. Dean tergopoh-gopoh mengikutinya. Lengkingan
pluit diikuti dengan suara panggilan berulangkali pada seluruh pasukan
terdengar. Kesibukan segera tampak di sekitar barak. Para lelaki tegap
dan gagah menuju satu titik temu: Komandan Jod!

"Saatnya pengarahan, minuman dan suntikan!" kata Jod pada sekitar lima
ratus prajuritnya. "Dean, siapkan!"

"Siap Komandan!" seru Dean. Cepat ia membagi lima ratus orang itu
dalam dua puluh kelompok.

Jod memperhatikan sambil menarik-narik hidungnya yang lancip.


‘Suntikan kesehatan’ dan ‘minuman kebugaran’ akan membantu
prajuritnya untuk beraksi melebihi angin bura mana pun. Berani dan buas.

***

Srebrenica lepas Isya. Kota yang poranda itu adalah dua mayat raksasa
yang mendekap mayat-mayat manusia yang tiada bisa dikenali lagi.
Bahkan udara seakan mati. Bangunan rapuh sisa reruntuhan, menjadi
tempat bermalam mereka yang kehilangan tempat tinggal. Sepi, dingin
ditingkahi suara serangga malam.

"Tidak, tak akan ada lagi pembantaian. PBB telah menjamin…," suara-
suara itu menghibur diri sendiri dalam dekapan malam.
www.rajaebookgratis.com

Keheningan pecah seketika saat suara tank, bom, mortir dan berbagai
senjata mengoyak dan mencabik setiap sudut kota.

Para penduduk Srebrenica yang sejak tadi tak dapat memicingkan mata
barang sesaat menjadi panik. Tiba-tiba saja puing-puing reruntuhan dan
bedeng hunian tempat mereka berteduh dibombardir! Jeritan kematian,
pekik histeria dan berbagai rintihan membuat malam merah menangis.
Orang-orang berlarian sendiri tanpa arah, tanpa sempat mengajak atau
melindungi keluarga mereka. Bertemu Serbia berarti mati tanpa bentuk.
Maka tanpa berpikir lagi, ratusan orang memasuki hutan di tepi
Srebrenica. Itulah satu-satunya tempat yang aman, meski bukan mustahil
mereka menjadi mangsa binatang buas!

Satu persatu dari mereka rebah ke tanah, terkena tembakan dan mortir
sebelum bisa mencapai hutan. Kebanyakan para balita, wanita dan
orangtua. Ledakan. Di mana-mana api. Asap membumbung tinggi….

Jod Selovic berlari kencang sambil memuntahkan peluru dari senjata laras
panjangnya. Dan saat darah muncrat dan menggenangi jalan, terasa ada
kepuasan yang menyentak-nyentak dalam dirinya. Di hadapannya tak ada
manusia. Hanya hewan-hewan liar yang berlarian menyelamatkan diri. Jod
menembak domba dan sapi. Lalu ayam-ayam yang beriringan. Ketika
seekor harimau melintas, ia menembaknya berulangkali! Hewan-hewan
berlarian di pekat malam! Jod tak akan melepaskannya….

"Dean!" panggilnya.

Dean menyeringai. "Komandan, berapa yang kena?"

"Aku pemburu jitu! Pemburu jitu, Dean!"

Jod terus berburu. Domba-domba jatuh. Ayam-ayam menggelepar.


Rintihan mereka menyayat segala, juga bulan. Tetapi tak menyentuh
sedikit pun hati Jod dan anak buahnya

Suara riuh rendah para tentara Serbia yang menikmati perburuan mereka
tak teredam oleh derap tank-tank mereka baja. Tak lama sambil
mengusap peluh di dahinya berulangkali dan menenggak sebotol zilavka,
Jod memberi komando agar ‘perburuan’ dihentikan.

"Komandan, kami belum selesai!" protes para tentara.

"Kami akan menghanguskan hutan ini sekalian!" seru yang lain.

Jod Selovic mengangkat tangannya: "Mundur!" teriaknya. "Kita kembali!"

Dean Milovic dan ratusan tentara lainnya, meninggalkan tempat itu


dengan setengah hati. Biasanya Jod menyuruh mereka untuk selalu
menuntaskan masalah. Termasuk menghabisi nyawa setiap Bosnia, tanpa
satu pun yang luput. Tanpa ada saksi mata . Tapi kini….
www.rajaebookgratis.com

"Komandan, bisa kau jelaskan soal ini?" tegur Dean sambil mengatur
napasnya.

Jod tersenyum, masih dengan dada yang turun naik. "Nanti kujelaskan.
Setelah minum dan mendapat suntikan sekali lagi di markas," ujarnya
kemudian, dingin, sambil mengisi kembali senjatanya dengan peluru.

***

Pukul 21.00, waktu Srebrenica. Semua seperti tak percaya mendengar


uraian Jod. Malam ini mereka akan mengepung pos PBB di tepi
Srebrenica!

"Kita akan merampas bahan makanan, senjata, hingga seragam mereka!"


tegas Jod. "Bila mereka mengancam atau melawan kita bunuh!"

"Mengapa harus demikian…, maksudku mengapa seragam mereka juga


harus kita rampas?" tanya seorang prajurit.

"Bodoh! Pakai otakmu bila berbicara. Kita akan menggantikan tugas


mereka ‘melindungi’ para penduduk. Jod terbahak-bahak. Diraihnya
‘minuman kebugaran’. Sambil minum ia terus tertawa-tawa,
menyampaikan rencananya.

Mata Dean Milovic berbinar-binar. Yang lain menyeringai atau


ternganga…, beberapa bergidik. Ah, semua tentara yang pernah mengenal
Jod berkata benar. Jod dan Ratko Mladic atasannya, bagai si kembar
pencabut nyawa yang maha licik!

"Dean, bagi kelompok! Saatnya minum dan suntik!"

Para tentara baret merah itu tertib masuk dalam kelompok masing-
masing. Siap untuk diberi minuman dan suntikan. Mereka merasa selalu
lebih segar,hebat dan tangguh bila sudah mendapatkan semua itu!

Kalau saja kalian tahu, pikir Jod. Bahwa suntikan dan minuman itu semata
untuk menghilangkan kemanusiaan kalian, seperti juga aku. Sebab
peperangan adalah ladang pembantaian yang dilakukan oleh mereka yang
bukan manusia. Begitu menurut Ratko Mladic….

Tak sampai satu jam kemudian iring-iringan sekitar lima ratus prajurit
telah sampai di Pos PBB, Srebrenica.

Jod cukup merasa takjub, ketika para petugas ‘pelindung’ kiriman PBB itu
terbelalak ketakutan menghadapi ancamannya. Bahkan pada akhirnya
mereka dengan sukarela menyerahkan bukan saja pakaian, juga semua
yang mereka miliki padanya.

"Dunia tidak boleh tahu kepengecutan kalian. Bila kalian buka suara kami
akan kembali dan ingat baik-baik, bila hal itu terjadi berarti kalian telah
mencoreng nama PBB di panggung internasional. Prajurit, ambil semua
bahan makanan, senjata dan obat-obatan!" perintah Jod.
www.rajaebookgratis.com

Pemimpin pasukan PBB yang telah dilucuti dan cuma mengenakan singlet
serta celana pendek itu menggigil ketakutan. Anak-anak buahnya berbaris
menghadap tembok dengan tubuh bergetar.

"Pakai!" teriak Jod pada Dean sambil melemparkan pakaian seragam


pasukan PBB, lengkap dengan baret birunya!

"Hup!" Dean menangkapnya sambil tertawa-tawa. Ia segera melemparkan


seragam-seragam yang lain pada anggota pasukan Serbia. Dalam
sekejap, baret-baret merah Serbia telah berganti dengan baret-baret biru
pasukan PBB!

"Komandan, aku belum dapat!"

"Ya, aku juga!" kata beberapa prajurit pada Jod.

"Di mana cadangan seragam kalian?" bentak Jod seara mengangkat wajah
dan mencengkeram singlet yang dipakai kepala pasukan PBB itu.

Lelaki separuh baya itu menunjuk ke sebuah lemari dengan daku yang
nyaris rapat ke dada. Geram. Takut.

Setelah mendapatkan semua, dengan cerdik Jod memaksa tawanannya


masuk ke dalam markas. Sekitar dua ratus tentara itu dipaksa
berhimpitan dalam ruangan yang tak begitu luas, hingga mereka megap-
megap karena sulit bernapas. Lalu dengan angkuh Jod mengunci mereka
dari luar.

"Ayo kita ledakkan!" teriaknya.

Dean dan prajurit lainnya terbelalak. Para pasukan naas yang mendengar
gelegar suara Jod berteriak memohon-mohon. "Ampun, jangan ledakkan!
Jangan bunuh kami!" ratap mereka. "Tolong, kasihani kami!" lolong
mereka lagi.

Jod tersenyum sinis. "Pengecut! Dean, perintahkan pasukan kita


berangkat! Biarkan mereka seperti ikan-ikan dalam akuarium
kecil…ha…ha…ha….

***

Jod dan pasukannya menyelusuri jalan sebelumnya, tempat ribuan


manusia berlari menyelamatkan diri, beberapa jam lalu. Kini waktu
menunjukkan pukul 03.00 dini hari.

Tak jauh dari hutan….

"Kalian yang berbaret biru, di depan!" perintah Jod. Para tentara


mengatur barisan mereka tanpa suara.
www.rajaebookgratis.com

"Kalian yang berseragam asli, sembunyikan diri kalian di balik pepohonan


dan belukar!"

Kemudian Jod dan pasukannya meneruskan perjalanan menuju hutan.


Mata malam Jod yang terlatih menangkap kelebat-kelebat manusia yang
bergegas menyembunyikan diri, juga suara-suara tangisan yang ditahan.

"Halo…halo…., siapa yang bisa mendengar saya? Hutan telah dikuasai


pasukan PBB! Jangan takut, kami datang untuk menolong. Halo, halo….,"
suara ramah Jod menggema ke sekitar belantara.

Pelan-pelan, para penduduk yang menggigil karena lapar, sakit dan takut
itu mengintip-intip dari tempat persembunyian mereka. Lalu tak lama,
mulai bermunculan. Semakin lama semakin banyak. Wajah-wajah pias
mereka sedikit berseri memandang pasukan baret biru tersebut. Sebagian
lagi langsung bersimpuh lemas di hadapan beberapa tentara.

"Halo, halo, siapa yang masih bersembunyi? Kami pasukan PBB. Kami
akan membawa kalian ke tempat-tempat pengungsian."

Ratusan orang, tua, muda, anak-anak dan wanita bergegas meninggalkan


tempat persembunyian mereka tanpa ragu sedikit pun.

"Alhamdulillah, pasukan PBB datang…."

"Ya, kita tertolong…."

"Ah, aku tak kuat lagi."

"Hasanovic! Gervka! Keluar, bantuan telah datang!"

"Apakah anda mempunyai sepotong saja baclava, anak saya kelaparan…."

"Tapi, mau dibawa ke mana kami?"

Suara-suara penduduk yang merasa diselamatkan terdengar gembira. Jod


menarik napas panjang. Dua tugas lagi dan permainan selesai.

"Dean, suruh beberapa prajurit menghitung! Kumpulkan semua orang di


ujung sana!"

Dean bergerak cepat. Tak lama ia sudah kembali membawa berita. "Lebih
dari lima ribu orang. Sekitar lima ratus tewas oleh serangan kita
sebelumnya," suara Dean setengah berbisik.

Jod memandang ke kanan belantara. Ribuan orang terduduk menunggu


nasib mereka selanjutnya. Hanya itu pemandangan yang dilihatnya.
Nuraninya bahkan tiada tersentuh melihat bocah-bocah bermata jernih
yang terus memperhatikan mereka. Hatinya beku melihat para wanita dan
orang-orangtua yang resah gelisah. ‘Minuman’, ‘suntikan’ dan doktrin-
doktrin militer Serbia telah menempanya menjadi Jod Selovic, komandan
www.rajaebookgratis.com

penyambar nyawa. Demi tanah air, atas nama bangsa, ia memilih menjadi
manusia tak berperi!

Tampaknya tak ada di antara orang-orang Bosnia itu yang curiga.


Seragam, truk-truk tronton, semua menunjukkan kekhasan pasukan PBB.
Pasukan itu juga telah memberi mereka roti dan minuman.

Jod masih menatap orang-orang itu. "Dean, suruh para komandan pleton
memisahkan para lelaki dan perempuan!"

Suara-suara bingung terdengar, saat pasukan Jod memisah-misahkan


warga Bosnia tersebut.

"Jangan, jangan pisahkan! Ayah kami sudah tua!"

"Ivan, Ivan anakku!"

"Nuraa! Nuraa…."

"Diam kalian! Para lelaki naik ke atas truk-truk itu! Cepat!" teriak Dean.

"Ganti pakaian kalian dengan mereka! Cepat!" perintah Jod.

Para tentara Serbia yang bersembunyi di balik pepohonan dan kegelapan


malam, tiba-tiba muncul! Para penduduk sipil berteriak histeris. Beberapa
orang berusaha melarikan diri. Sia-sia! Darah segar mereka malah
kembali mewarnai malam.

"Buka baju kalian! Buka!" teriak para tentara Serbia berpet merah kepada
para lelaki. Rentetan suara tembakan terdengar memecah malam. Lalu
sebuah pesta dini hari digelar. Para tentara Serbia memaksa penduduk
sipil memakai seragam mereka. Dan sambil tertawa-tawa mereka bersalin
dengan pakaian peduduk sipil tersebut.

Kening Jod Selovic kembali berkerut. Hidungnya bergerak-gerak. "Angkut


para ‘tentara Serbia’ itu segera. Kita bantai mereka di tengah jalan!
Setelah itu kita undang para wartawan. Kita beri bukti pada dunia bahwa
tentara-tentara kita telah disembelih oleh orang-orang Bosnia
Herzegovina yang kejam ini!"

Para penduduk semakin dicekam ketakutan, tetapi mereka mencoba


sebisa mungkin menahan rasa ngeri dan pedih itu. Sebab satu gerakan
bisa berarti mati!

"Dean, selesaikan wanita dan anak-anak! Silakan berpesta, ‘pasukan


PBB’!

Tentara-tentara itu tertawa-tawa. Ketakutan warga memuncak. Semakin


memuncak!

"Aaaaaaaa!"
www.rajaebookgratis.com

"Pisahkan para wanita hamil!" teriak salah seorang Serbia, terkekeh-


kekeh.

Alis Dean terangkat. "Kau bilang janin ini perempuan ini lelaki? Percaya
padaku, ia pasti perempuan!" Tiba-tiba pedang panjang yang selalu setia
menemani Dean, bergerak cepat dan seketika membelah perut seorang
wanita hamil di dekatnya.

"Tidaaaak! Allaaah!"

"Sial, kau benar…, janin ini perempuan! Ha…ha…ha…."

Wanita hamil itu jatuh berlumuran darah, ke tanah dengan perut yang
terbelah. Janinnya dilemparkan ke udara. Lalu segera beberapa tentara
itu mencari wanita hamil lainnya. Oh, betapa mereka dahaga akan
hiburan! Tentu saja hiburan yang menyertakan taruhan!

Jeritan-jeritan kematian masih menerkam malam, menyayat bulan.

Mata Jod Selovic berkilat menatap kubangan darah yang menghitam


dalam gelap, tak jauh di hadapannya. Tugas terakhirnya kini adalah
membawa para penduduk Bosnia berseragam Serbia itu dan
membantainya di berbagai tempat. Ya, ia tahu tempat-tempat bagus.
Barak, jalanan…, atau gereja? Sama saja.

Jod menatap langit yang kelabu. Bila saja mampu, ia akan buat langit itu
retak dan berdarah.

Ia tertawa keras. Semakin keras menjelang pagi.

Cipayung
Helvy Tiana Rosa
1 Januari 1995

Anda mungkin juga menyukai