Pengolahan Data: Air1 Air2
Pengolahan Data: Air1 Air2
PENGOLAHAN DATA
a) Unit 2
1. Mengkonversi mV ke ◦C dan menghitung T rata-rata
𝑇[℃] = (24.82 × 𝑇[𝑚𝑉]) + 29.74
𝑇1 + 𝑇2
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
(5.9 + 6.2)𝑚𝑙/𝑠
𝑣̇𝑎𝑣𝑔 = = 6.05 𝑚𝑙/𝑠
2
Maka,
∆𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑘𝐴
∆𝑥
𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 = 𝑚 ̇ × 𝑐𝑝 × ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
∆𝑇𝑎𝑣𝑔
𝑘𝐴 = 𝑚 ̇ × 𝑐𝑝 × ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
∆𝑥
𝑚 ̇ × 𝑐𝑝 × ∆𝑇𝑎𝑖𝑟
𝑘=
∆𝑇𝑎𝑣𝑔
𝐴 ∆𝑥
Dimana:
𝑚̇ = 0.00605 kg/s
cp = 4200 J/kgs
T = suhu keluaran air di tiap node
T0 = 25 oC
A = 0.00079 m2
Bahan Node dx (m) dT1 (C) dT2 (C) dT avg (C) Tair avg dT air k k avg
Baja 1-2 0.025 65.128 68.801 66.964 29.725 4.725 56.738 126.3504
3-4 0.045 6.379 6.801 6.590 30.05 5.05 1109.214
Alumunium 4-5 0.045 6.081 6.701 6.391 30.025 5.025 1138.013 1128.151
5-6 0.045 5.585 5.907 5.746 30.025 5.025 1265.824
7-8 0.027 5.336 5.684 5.510 29.925 4.925 776.234
Magnesium 8-9 0.045 5.113 5.436 5.274 29.775 4.775 1310.397 1129.671
9-10 0.045 5.038 5.311 5.175 29.725 4.725 1321.551
10-9 0.045 5.187 5.485 5.336 29.8 4.8 1301.940
Magnesium 9-8 0.045 5.386 5.485 5.436 29.875 4.875 1298.132
8-7 0.027 5.535 5.634 5.585 29.95 4.95 769.772
6-5 0.045 5.907 6.155 6.031 29.925 4.925 1181.921
Alumunium 5-4 0.045 6.701 6.900 6.801 29.925 4.925 1048.200
4-3 0.045 6.850 7.049 6.950 29.925 4.925 1025.738
Baja 2-1 0.025 -31.124 71.953 20.414 29.975 4.975 195.963
5. Membuat Grafik Profil Tavg node terhadap L (posisi node) dan grafik Tavg air terhadap
L (posisi node)
Gambar … Grafik Hubungan antara Tavg dengan Posisi Node
200
150
Tavg
Tavg 1-10
100
Tair avg 1-10
50
0
0 2 4 6 8 10 12
Posisi Node
dimana:
Nilai hc
Kontak
(m2.C/W)
hc baja-al 22824932
hc al-mg 112991078
hc lit baja-al 10724364
hc lit al-mg 17746214
Perhitungan Nilai Q
8. Menghitung ko dan ꞵ
Memplot k vs Tavg node, sehingga mendapatkan persamaan:
𝑘 = 𝑘0 𝛽𝑇 + 𝑘0
𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎
Grafik Tavg vs k
1600
1400
y = -188.66x + 2348.7
1200
y = -1743x + 10408
1000
Alumunium
800
k
Magnesium
600
Linear (Alumunium)
400
Linear (Magnesium)
200
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Tavg
Alumunium:
𝑦 = −188.66𝑥 + 2348.7
𝑘0 = 2348.7 𝑊/𝑚. ℃
−188.66
𝛽= = −0.081
2348.7
Magnesium:
𝑦 = −1743𝑥 + 10408
𝑘0 = 10408 𝑊/𝑚. ℃
−1743
𝛽= = −0.167
10408
Praktikum modul “Konduksi” ini bertujuan untuk menghitung koefisien perpindahan panas
logam serta mengetahui pengaruh suhu terhadap nilai konduktivitas termal (k) dengan menganalisa
mekanisme perpindahan kalor pada kondisi steady state dan unsteady state, serta menentukan
koefisien kontak yang terjadi antara dua logam. Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu
Unit 2 dan Unit 3. Unit 2 digunakan untuk menghitung pengaruh tahanan kontak termal (hc),
sementara Unit 3 digunakan untuk menghitung pengaruh luas area (A).
Pada unit 2, susunan logam terdiri dari tiga jenis logam yang disambungkan yaitu logam baja,
alumunium, dan magnesium. Ketiga logam tersebut dihubungkan dan salah satu ujungnya
dipanaskan oleh pemanas. Pada setiap logam terdapat node-node yang dipasang termokopel untuk
dapat mengetahui tegangan di masing-masing node. Pertama-tama, praktikan memeriksa kondisi
air pendingin yang masuk dan keluar peralatan konduksi dengan cara membuka kran pengontrol.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa air pendingin tersebut benar-benar masuk ke dalam
peralatan konduksi karena air pendingin merupakan komponen utama yang akan diamati dalam
data percobaan. Kedua, praktikan mengalirkan air pendingin dengan laju yang kecil karena pada
percobaan kali ini dikehendaki perpindahan kalor dengan kondisi steady state. Ketiga, praktikan
menghubungkan kabel ke sumber listrik dan memasang millivolt meter. Keempat, praktikan
menyalakan (ON) saklar utama dan unit 2. Lalu, praktikan mencatat laju alir volumetrik dari 2
variasi laju alir dalam percobaan unit 2 yang nantinya akan dirata-ratakan untuk menghitung laju
alir massa. Setelah itu, praktikan mengamati tegangan pada tiap node (1-10) dan suhu air keluar
setiap 2 menit untuk unit 2. Rentang waktu perpindahan node dilakukan setiap 2 menit karena
praktikan harus menunggu sampai perpindahan panas terjadi dalam keadaan steady state. Data
tegangan yang diambil nantinya akan dikonversi menjadi suhu agar diketahui profil suhu pada tiap
node. Pengambilan data suhu digunakan untuk mengetahui kalor lepas dan kalor yang diterima
pada percobaan ini, sehingga nantinya akan diperoleh nilai konduktivitas termal (k) pada setiap
logam dan dapat melihat tahanan kontak termal pada ujung sambungan antara logam satu dengan
lainnya. Pada setiap percobaan 2 variasi laju alir, dilakukan sebanyak 2 kali untuk menyesuaikan
hasil percobaan awal dan akhir.
Pada unit 2, data yang diambil yaitu laju volumetrik air keluar (ml/s), suhu aliran air keluar
(oC), dan tegangan pada voltmeter (mV). Terdapat dua variasi laju volumetrik air yaitu sebesar 5.9
ml/s dan 6.2 ml/s, didapatkan laju volumetrik rata-rata air keluar sebesar 6.05 ml/s. Besar laju alir
massa air yaitu 0.00605 kg/s. Konduktivitas termal (k) merupakan suatu besaran intensif bahan
yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Semakin besar nilainya,
menunjukkan bahwa sebuah material semakin mudah dalam menghantarkan panas. Dari hasil
percobaan, diperoleh nilai k dari baja, alumunium, dan magnesium sebesar 126.35 W/m.oC,
1128.15 W/m.oC, dan 1129.67 W/m.oC. Baja memiliki nilai konduktivitas termal yang paling kecil
sehingga dapat dikatakan bahwa baja merupakan isolator (material yang sulit menghantarkan
panas). Berdasarkan literatur, alumunium memiliki nilai k yang paling besar dibandingkan baja
dan magnesium sehingga alumunium merupakan penghantar panas yang paling baik jika
dibandingkan dengan dua logam lainnya. Namun, dari hasil percobaan didapatkan bahwa
alumunium memiliki nilai k yang hampir sama dengan magnesium namun sedikit lebih kecil.
Kesalahan relatif pada percobaan ini yaitu untuk baja sebesar 193.84%, alumunium 458.49%, dan
untuk magnesium sebesar 624.15%.
Berdasarkan plot grafik profil Tavg air terhadap posisi node, didapatkan garis dengan
kecendrungan gradien positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu air keluar alat konduksi
mengalami kenaikan yang konstan pada setiap posisi node. Namun, pada plot grafik profil Tavg node
terhadap posisi node menunjukkan hal yang berbeda yaitu suhu logam menjadi semakin kecil
seiring dengan bertambahnya jarak node. Hal tersebut disebabkan karena adanya tahanan kontak
termal (hc) pada node 2 ke 3 dan pada node 6 ke 7.
Selanjutnya, praktikan menghitung nilai koefisien kontak termal (hc) dengan mengasumsikan
nilai Ac = Av = 0.5A dan fluida yang terperangkap pada dua sambungan logam adalah udara
dengan nilai kf = 1. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien tahanan kontak termal (hc)
baja-alumunium sebesar 22824932.1 m2.oC/W dan alumunium-magnesium sebesar 112991078
m2.oC/W. Berdasarkan literatur, nilai koefisien kontak termal (hc) baja-alumunium sebesar
10724363.6 m2.oC/W dan alumunium-magnesium sebesar 17746213.6 m2.oC/W. Nilai koefisien
tahanan kontak termal alumunium-magnesium lebih besar dari pada baja-alumunium, sehingga
hasil yang didapatkan pada percobaan sudah sesuai dengan literatur.
Kemudian praktikan memplot grafik nilai k terhadap Tavg yang mana dari grafik tersebut
diperoleh 2 garis berbeda yang menunjukkan hasil plot dari logam alumunium dan magnesium.
Grafik tersebut menunjukkan perubahan harga k terhadap suhu yang ditunjukkan dari persamaan
𝑘 = 𝑘0 𝛽𝑇 + 𝑘0 . Pada alumunium, didapatkan persamaan linear 𝑦 = −188.66𝑥 + 2348.7,
sedangkan untuk magnesium didapatkan persamaan linear 𝑦 = −1743𝑥 + 10408. Dari
persamaan linear tersebut, didapatkan nilai 𝑘0 = 2348.7 dan 𝛽 = −0.081 untuk alumunium, 𝑘0 =
10408 dan 𝛽 = −0.167 untuk magnesium. Nilai negatif pada 𝛽 menunjukkan adanya penurunan
kualitas logam yang mungkin disebabkan oleh korosi.
ANALISIS KESALAHAN
Dilihat dari hasil pengolahan data, terdapat kesalahan relatif dengan nilai cukup besar yang
menyebabkan ketidaksesuaian antara teori dengan hasil percobaan. Ketidaksesuaian tersebut
disebabkan oleh beberapa kesalahan teknis yang terjadi pada saat melakukan percobaan maupun
karena kesalahan dalam membuat asumsi. Kesalahan pertama yaitu pengukuran suhu air keluaran
yang dilakukan ketika suhu air keluaran belum konstan (belum mencapai steady state). Untuk
mencapai kondisi steady state, dibutuhkan waktu yang cukup lama. Kesalahan kedua yaitu
ketidaktepatan dalam membaca suhu termokopel karena rentang waktu yang terlalu singkat untuk
membuat suhu pada termokopel stabil dan tepat untuk dibaca. Kesalahan ketiga yaitu adanya heat
loss yang terjadi sehingga suhu air yang di ukur bisa jadi berbeda dari suhu ketika air tidak lagi
berkontak dengan logam sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.