1. SIWI
2. TUTI ALAWIYAH
3. WIWIT
4. YULI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam dilimpahkan kepada
Junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam Jahiliyah
dengan tuntunannya menuju masyarakat baldatun thoyibal warobbul ghofur.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah dengan materi: “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang Icu di RS Tangerang Selatan”.
Dalam makalah ini menjelaskan tentang, pengertian penyakit PPOK, klasifikasi PPOK,
etiologi PPOK, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
pencegahan, penatalaksanaan penyakit PPOK dan asuhan keperawatan penyakit PPOK.
Disadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu disempurnakan, dengan harapan
penyusun mudah-mudahan makalah ini dapat bermaanfaat khususnya untuk penyusun dan
umumnya bagi orang lain. Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih kepada Dosen
Ns,Dwi Agustina, S.Kep., Sp.Kep.MBsebagai koordinator mata ajar keperawatan Medikal
Bedah dan Dosen Lusianah, S.KepM.Kep sebagai pembimbing materi asuhan keperawatan
Medikal Bedah, yang telah berbagi ilmunya untuk kalangan mahasiswa STIKES
PERTAMEDIKA.
Jakarta, 18/11/2018
Penyusun
3
DARTAR ISI
KATAPENGANTAR ..................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ..................................................................... 5
1.5 Manfaat Penulisan ..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................... 7
2.1 Definisi ..................................................................... 7
2.2 Etiologi ..................................................................... 7
2.3 Manifestasi ..................................................................... 8
2.4 Patofisiologi ..................................................................... 8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 10
2.6 Komplikasi ..................................................................... 11
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................... 13
2.8 Asuhan Keperawatan ..................................................................... 16
2.8.1 Pengkajian ..................................................................... 16
2.8.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 19
2.8.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 20
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 26
3.1 Pengkajian ..................................................................... 27
3.1.1 Format Analisa Data ..................................................................... 27
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 31
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 31
3.4 Impementasi ..................................................................... 35
3.5 Evaluasi ..................................................................... 38
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 59
4.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................... 59
4.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 62
BAB V PENUTUP ..................................................................... 67
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 67
5.2 Saran ..................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 69
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis
pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS.Persahabatan
Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia
termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir
semua klien adalah bekas perokok yaitu 10 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah
tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok
pasif.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan
keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto”.
Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan
pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk
dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit
ini akan terus mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara
total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat,
perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita
penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).
6
Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan
untuk praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan
penyuluhan tentang kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari
jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema
paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah
S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.
2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru
9
secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan
fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada
kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang
diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan
klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
11
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html
12
2.6 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah
infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia
kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.
Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal
jantung kiri.
c. Pneumothoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti
udara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga
pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni
berupa lapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal paru-paru Fungsi
cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan
mulus selama pernafasan berlangsung. Ketika udara terakumulasi dalam rongga
pleural, maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi
melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu
pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di
rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim
paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk
pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan
perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan
paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang
terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula
kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
15
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta
dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan
bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek
samping yang berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi
beta dua adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas,
kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih berguna.
b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan
fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan
ini mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk
bronkitis kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi
pada penyakit ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu
mencari bantuan medis untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah
terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini
infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi
untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang
terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama
dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru.
Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami
penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan
pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,
memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
17
5. Hygiene
Gejala :
a. Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehai-hari.
Tanda :
a. Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala :
a. Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b. Lapar udara kronis.
c. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
e. Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya
asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f. Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
7. Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus
Tanda :
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari kamis tanggal 01 Oktober
2015, dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 05 Oktober 2015 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk
namun dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat
bernafas dan batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5
jam hanya terbangun bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat
sembuh. Keluarga mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni
2015 lalu, klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan
meminum obat-obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG), saat klien ke kamar
mandi klien tampak ngos-ngosan, porsi makan klien habis setengah porsi tidak ada mual atau
muntah, klien nafsu makan menurun,BB menurun 2 kilo sejak sakit,BB saat ini 44 kg dengan
TB 167 cm, klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien tampak
cemas, klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas, suara pernafasan klien
wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi +, batuk +, TTV klien TD 140/90 mmHg,
RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal
ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca
tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Hematologi
Hemoglobin 11,7 g/dL
Hematokrit 37 %
Eritrosit 54 juta/mL
Leukosit 9160 /mL
Trombosit 363 000 /mL
MCV 68 /L
MCH 22 pg
MCHC 32 g/Dl
- Kimia klinis
Ureum 29 mg/dL
27
3.1 Pengkajian
3.1.1 Analisa Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola nafas Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan
sekret dan tumor paru
nafas terasa berat
- Klien mengatakan
dada terasa sesak
- Klien mengatakan
nafas terasa capek
DO:
- Keluarga
mengatakan saat
klien ke kamar
mandi klien
tampak ngos-
ngosan
- Klien tampak sulit
saat bernafas
- Suara pernafasan
klien wheezing
- Pernafasan klien
dalam dan cepat
28
- Ronchi (+)
- TTV klien:
TD :140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,8oC
- Hasil Rontgen AP
thoraks
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Bersihan jalan nafas tidak Peningkatan produksi
- Klien mengatakan
efektif sekret
batuk-batuk namun
dahak tidak bisa
keluar
DO:
- Suara pernapasan
klien ronchi
- Batuk (+)
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Gangguan rasa nyaman: Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan
nyeri sekret dan tumor paru
tenggorokan terasa
sakit
- Klien mengatakan
sakit saat bernafas
dan batuk
- Klien mengatakan
sakit di bagian
29
dada saja
DO:
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi
dada saat bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
- Hasil Rontgen AP
thoraks :
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Ansietas Ketidakmampuan untuk
- Klien mengatakan
bernafas dengan normal :
merasa sedih akan proses penyakit
penyakitnya
- Klien mengatakan
ingin cepat sembuh
DO:
- Klien tampak
cemas
- Klien sering
memainkan
kakinya ketika sulit
bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Resiko perubahan nutrisi Meningkatnya kebutuhan
30
- TTV
TD : 120/80 -140/90
mmHg
N : 60-100 x/menit
RR :18-22 x/menit
S : 36,5 -37,5oC
5. Resiko perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
2. Kaji adanya
nutrisi keperawatan selama 5x24 jam
mual/muntah
berhubungan masalah keperawatan resiko
3. Kaji masukan makan saat
dengan perubahan nutrisi tidak terjadi
ini
meningkatnya KH: 4. Auskultasi bunyi usus
5. Berikan perawatan oral
kebutuhan energi - Klien mengatakan
dan buang sekret
metabolik : peningkatan nafsu
kedalam wadah khusus
Dispnea makan
6. Anjurkan klien untuk
- Mempertahankan/meni
makan porsi kecil tapi
ngkatkan BB
- BB stabil 44 atau lebih sering
- IMT 18,5-25 7. Anjurkan klien untuk diit
- Porsi makan habis ½ DM
atau 1 porsi 8. Anjurkan klien untuk
- Tidak ada mual dan menghindari makanan
muntah penghasil gas
9. Anjurkan klien untuk
menghindari makanan
yang sangat panas atau
sangat dingin
10. Lakukan timbang BB 3
hari sekali
11. Kaji IMT klien
12. Lakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
diit DM dan makanan
yang dianjurkan
S:
- Klien mengatakan sesak sedikit
berkurang setelah diuap
O:
- Klien composmentis
- KU lemah
- Klien masih terlihat sesak
- Saat diauskultasi ronchi di
bronkus masih ada
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien diposisikan semifowler
dengan 450
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
- Sekret tidak keluar
- Oksigen masuk 3L/menit
- Suara nafas whezing dan ronchi
+
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1 cc
- Obat masuk bricasma 2 amp,
Perubahan pola nafas
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
Senin, 05 berhubungan dengan obstruksi
1x5gr
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor - TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
paru x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV klien
- 0bservasi frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
38
S:
- Klien mengatakan malas untuk
makan banyak karena capek
nafas
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB 44 kgbising usus klien 10
x/menit
- IMT klien 15,77 (gizi kurang)
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
Resiko perubahan nutrisi
A:
berhubungan dengan - Masalah keperawatan resiko
meningkatnya kebutuhan energi perubahan nutrisi belum teratasi
metabolik : Dispnea P:
Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan klien untuk perawatan
oral dan membuang sekret
kedalam wadah khusus
- Kaji pola makan klen saat ini
- Anjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
sangat panas atau sangat dingin
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diit DM dan makanan
yang dianjurkan
42
S:
- Klien mengatakan makan banyak
- Klien mengatakan tidak mual dan
muntah
- Keluarga mengatakan klien juga
makan makanan cemilan
O:
- Tidak ada mual dan muntah
- Porsi makan klien habis 1 porsi
- IMT klien 15,77
Resiko perubahan nutrisi - TTV
berhubungan dengan TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
meningkatnya kebutuhan energi RR 25 x/menit
metabolik : Dispnea S 360C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk nutrisi yang baik
untuk klien
47
S:
- Klien mengatakan sesak makin
teratas berat hari ini
- Klien mengatakan setelah
dilakukan uap masih terasa sesak
dan sesak tidak berkurang
- Klien mengatakan nafas terasa
berat dan susah
- Klien mengatakan dahak sudah
banyak keluar tapi tetap terasa
sesak
O:
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien bernafas wheezing
- Klien tampak sulit bernafas
- Oksigen masuk 3L/menit
- Nebulizer masuk masuk dengan
pulmicont 1cc
- Obat bricasma masuk 2amp
Perubahan pola nafas - TTV
Rabu, 07 berhubungan dengan obstruksi TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor RR 25 x/menit
paru S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
48
S:
- Klien mengatakan hari ini makan
sedikit
- Klien mengatakan tidak nafsu
makan
O:
- Klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- IMT klien 15,77
- TTV
Resiko perubahan nutrisi
TD 150/80 mmHg
berhubungan dengan N 96 x/menit
RR 25 x/menit
meningkatnya kebutuhan energi
S 37,30C
metabolik : Dispnea A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratsi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan timbang BB
- Kaji IMT klien
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk makanan yang baik untuk
klien
52
S:
- Klien mengatakan sesak makin
terasa berat
- Klien mengatakan makin sulit
bernafas
- Klien mengatakan dinebulizer
tidak ada perubahan
- Klien mengatakan sudah tidak
mau dinebulizer sebab tidak ada
perubahan
O:
- Klien tampak sulit bernafas
- Suara nafas klien wheezing
- Saat diauskultasi masih terdengar
ronkhi di bronkus
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien menghentikan tindakan
nebulizer saat dinebulizer
- Oksigen masuk 3L/menit
- Obat masuk bricasma 2 amp,
Perubahan pola nafas ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
Kamis, 08 berhubungan dengan obstruksi gr
- TTV
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor TD 150/90 mmHg
paru N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigen tambahan
klien
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
53
S:
- Klien mengatakan makan sedikit
- Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB klien stabil 44 kg
- IMT 15, 77
- TTV
TD 150/90 mmHg
Resiko perubahan nutrisi N 103 x/menit
RR 26 x/menit
berhubungan dengan S 36,80C
meningkatnya kebutuhan energi A:
- Masalah keperawatan resiko
metabolik : Dispnea
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji pola makan klien setiap hari
- Kaji ada mual atau muntah
- BB stabil atau penaikan
- IMT stabil atau dalam batas
normal
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
57
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan
Keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis di Ruang 4 Paru RS Gatot Soebroto. Adapu yang menjadi lingkup pembahasan
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis
mengelola Tn. E selama 6 hari yaitu dari tanggal 5 Oktober sampai 10 Oktober 2015. Penulis
menggunakan pengkajian langsung pada klien dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada Tn. E serta studi dokumentasi dengan pembelajaran rekam medis dan
studi kepustakaan. Penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan resume kasus
yang terjadi pada klien sabagai berikut :
4. 1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001). Dalam pengkajian ini penulis menggunakan beberapa cara untuk
memperoleh data yang digunakan sebagai berikut :
a. Wawancara
Pengertian wawancara menurut Nazir (2000) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interviev guide (panduan wawancara).
Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2014 dengan metode wawancara
penulis mendapatkan kesulitan karena pasien sulit bicara, sulit mengeluarkan kata
atau kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara terhadap pasien,
tetapi juga ke anggota keluarga pasien seperti ke istri dan anak nya serta anggota
keluarga lain yang kooperatif. Saat dilakukan pengkajian istri klien mengatakan
bahwa klien mengeluh nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak
tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doenges (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami rasa dan
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya produksi
sputum (hijau,putih,kuning) adanya penggunaan otot bantu pernafasan seperti
meninggikan bahu.
58
Pada pola fungsional Gordon pada pola aktivitas latihan pasien mengatakan
letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan benafas.
Menurut teori Doengoes (2012) pada pengkajian aktivitas atau latihan
pasiemengalami keletihan, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena kesulitan bernafas.
Pada pola fungsional Gordon pada pola istirahat tidur pasien mengatakan
kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien mengatakan
tidak dapat beristirahat dengan baik.
Dari pengkajian pada pola istirahat tidur terdapat kesamaan anatar teori
dengan kasus, klien terganggu dengan batuk yang terkadang muncul ketika tidur.
Menurut teori Engram ( 2000) pasien mengalami batuk yang menetap dan bertambah
saat malam hari, batuk selama waktu tidur, keluhan ketidakmampuan untuk tidur
karena batuk.
b. Observasi
Observasi menurut Nursalam (2001) adalah mengamati perilaku dan keadaan
pasien untuk memperleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Kegiatan tersebut mencakup aspek fsik mental, social dan spiritual. Pedoman
observasi ini penulis mengembangkan dari pola fungsional Gordon.
Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2015 penulis mendapatkan data
yaitu pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna
sputum putih, pasien terlihat kesulitan berbicara. Pasien juga terlihat letih, pasien
dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi
atau berpindah temapat, mandi, dan toileting.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doengoes (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami batuk dengan
produksi sputum (putih, kuning, hijau) kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4atau 5
kata sekaligus pada pengkajian aktivitas atau istirahat pasien mengalam keletihan dan
kelemahan umum.
Dari hasil observasi yang penulis lakukan penulis menemukan pasien sering
terbangun saat tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur
selama 5 jam sehari. Berdasarkan data tersebut didapat kesamaan antara teori dengan
kasus. Menurut teori Engram (2000) pasien mengalami batuk yang menetap pada
waktu tidur.
59
Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2015 penulis juga mendapakan
data yitu tidak ditemukan tanda-tanda anoreksia seperti mual, muntah, nafsu makn
buruk, penurunan berat badan menetap dan turgor kulit buruk.
Berdasarkan data diatas terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.
Menurut Doengoes (2012) pasien dapat mengalami penurunan berat badan, mengeluh
gangguan sensasi pengecap dan keengganan untuk makan atau kurang tertarik pada
maknan. Pada saat dilakukan pengkajian penulis tidak mengalami mual dan muntah,
pasien juga diberikan mengalami muntah dan mual oasien juga dberikan injeksi
ranitin 30mmHg untuk mencegah terjadi nya anoresia.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Nursalam (2001) adalah melakukan pemeriksaan
fisik pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan menggunakan 4 tekhnik yaitu :
1) Inspeksi yaitu proses observasi yang dilaksanakan secarasistematil
dilaksananakan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2015 dengan
tekhnik inpeksi penulis mendapatkan data yitu adanya bentuk dada seperti
tong terlihat meninggikan bahu untuk bernafas.
d. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi menurut Arikunto (2002) adalh mencari data mengenai hal-
hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya sebagai data
penunjang.
Pada studi dokuemntasi diperoleh identitas pasien, pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu
Hemoglobin:11,7 g/dL, Hematokrit 37 %, Eritrosit : 54 juta/mL, Leukosit :
9160 /mL, Trombosit 363 000 /mL,MCV : 68 /L,MCH :22 pg, MCHC : 32 g/Dl,
Ureum : 29 mg/dl,Kreatinin : 1.1 mg/dL,GDS :84 mg/dL, Natrium : 142mmol/L,
Kalium : 3,8 mmol/L, Klorida: 97 mmol/L.
Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
4. 2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2012) yaitu cara mengidentifikasikan,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual
dan resiko tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi maslaah dari proses
keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori Doenges (2012) untuk kasus penykit paru
obstruksi kronis ada 4 diagnosa yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan
pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi. Untuk itu penulis
menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan diagnosa keperawatan tersebut diidentifikasi sebagai
masalah yang peru dipecahkan.
a. Diagnose keperawatan yang tercantum pada teori dan ditemukan dalam kasus
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
secret
61
b. Diagnose keperawatan yang tercantum dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan
atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler (Amin,2013).
Batasan karakteristik menurut Doenges (2012) antara lain dyspnea, bingung,
gelisah, ketidakmampuan membuang secret, nilai AGD tidak normal,
perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Diagnose keperawatan ini tidak muncul dalam kasus karena didalam kamus
tidak peroleh data-data pendukung untuk menegakkan diagnose ini antara lain
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. E dengan PPOK, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
5.1.1 Melakukan pengkajian pada Tn. E terkait dengan PPOK
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. E, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. E karena Tn. E kesulitan berbicara. Maka dari
itu, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga pada
anggota keluarga Tn. E
5.1.2 Merumuskan diagnose keperawatan pada Tn. E
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
oleh sekret dan tumor paru. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru
5.1.3 Melakukan perencanaan terhadap Tn. E
Perencanaan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga intervensi
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik terkait dukungan dan kerjasama dari
Tn. E dalam mengatasi penyakit yang dideritanya. Saat penulis melakukan
kontrak waktu untuk pemberian asuhan keperawatan yang akan dilakukan
selanjutnya, klien dan keluarga klien juga kooperatif.
5.1.4 Melakukan tindakan keperawatan pada Tn. E terkait penyakit PPOK yang dialami
Tn. E
Saat dilakukan tindakan keperawatan, Tn. E sangat kooperatif saat dilakukan
injeksi, fisioterapi dada, diajarkan tekhnik mengeluarkan secret dengan batuk
efektif dan pasien juga memperhatikan saran yang diberikan oleh penulis antara
lain minum air hangat matang untuk memudahkan keluarnya secret.
5.1.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. E
Evaluasi setelah memberikan tindakan keperawatan selama 7 hari, untuk diagnose
pertama sampai ketiga belum teratasi sedangkan diagnose keempat sedikit teratasi.
5.1.6 Melakukan dokumentasi keperawatan pada keluarga Tn. E
Setelah melakukan tindakan keperawatan, penulis mendokumentasikan tindakan
tersebut dalam catatan yang penulis buat.
5.2 Saran
9.2.1 RSPAD Gatot Soebroto
66
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah
sakit dapat terjaga.
9.2.2 STiKes Jayakarta
Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku dengan tahun dan
penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan seminar
kecil dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan teruatama dengan pembuatan
asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
9.2.3 Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih
ramah lagi tehadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan
sebaik-baiknya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta :
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
from: http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Tangerang
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
68
Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba
Medika.
Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika.
Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta:
EGC, 410-460.