Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat

kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak

sebagai penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan

dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut,

masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan

pembangunan bangsa (Hidayat, 2009).

Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang

seperti Indonesia, angka kejadian pada anak yang mengalami penyakit

tropis cukup tinggi. Usia bayi dan balita merupakan usia yang rentan untuk

menderita suatu infeksi. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh

yang masih belum matang, sehingga anak mudah menderita dan tertular

penyakit tropis (Nursalam, 2005). Salah satu penyakit tropis yang sering

dialami pada masa balita adalah tifus abdominalis.

Tifus abdominalis masih merupakan penyakit endemik dan

menjadi masalah kesehatan yang serius. Menurut WHO (2003) Di

Indonesia angka kejadian kasus tifus abdominalis diperkirakan rata-rata

900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 20.000 kematian. Di Indonesia,

orang berusia 3-19 tahun menyumbang 91% dari kasus tifus abdominalis

dan tingkat serangan tifus abdominalis kultur darah positif adalah 1026-

1
2

100.000 per tahun. Sedangkan di Kota Semarang menurut data Profil

Kesehatan Kota Semarang tahun 2013, kejadian tifus abdominalis

merupakan penyakit tertinggi dari 10 besar penyakit yang ada di RS.

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit

infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan penurunan

kesadaran (Ngastiyah , 2005). Salah satu gejala pada tifus abdominalis

adalah demam, demam (hipertermia) merupakan peningkatan suhu tubuh

di atas kisaran normal (NANDA, 2012). Demam berlangsung 3 minggu,

selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

hari,biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan

malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan

demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali

pada akhir minggu ketiga (Ngastiyah, 2005).

Perawat sangat berperan dalam untuk mengatasi demam melalui

peran mandiri maupun kolaborasi. Peran mandiri perawat dalam mengatasi

demam salah satunya adalah water tepid sponge. Water tepid sponge dapat

dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi yang berisi air hangat

atau dengan mengusap dan mengelap seluruh bagian tubuh anak dengan

air hangat. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa water tepid sponge

efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak. Menurut Suprapti (2008)

dalam penelitiannya tentang perbedaan pengaruh kompres hangat dengan

kompres dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena
3

infeksi di BP RSUD Djojonegoro Temanggung menunjukkan hasil bahwa

water tepid sponge sangat efektif dalam mengurangi suhu tubuh pada anak

dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit atau

ketidaknyamanan. Selain itu menurut Thomas, et al (2009) yang meneliti

tentang Perbandingan Efektivitas dari water tepid sponge dan obat

antipiretik dengan hanya obat antipiretik saja dalam pengelolaan demam

pada anak menunjukkan hasil bahwa penurunan suhu tubuh dengan

menggunakan water tepid sponge dan obat antipiretik lebih signifikan

daripada hanya dengan obat antipiretik saja.

Bernath, Anderson, & Silagy (2002) juga meneliti tentang tepid

sponge dan paracetamol untuk mengurangi suhu tubuh pada anak dengan

demam menunjukkan hasil bahwa water tepid sponge tampaknya lebih

efektif dalam 30 menit pertama pengobatan untuk mengurangi suhu tubuh

pada anak demam. Selain itu, Bernath, Anderson, & Silagy (2002)

merekomendasikan water tepid sponge dikombinasikan dengan

paracetamol untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam.

Tindakan water tepid sponge merupakan salah satu tindakan

mandiri dari perawat, tetapi sering diabaikan bahkan sering dibebankan

pada keluarga pasien. Padahal tindakan water tepid sponge lebih mudah

dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu,

tindakan ini juga memungkinkan pasien atau keluarga tidak terlalu

bergantung pada obat antipiretik. Manajemen demam di ruang Ismail 2

RS. Roemani Semarang baik yaitu menggunakan air hangat sebagai


4

tindakan mandiri dalam menurunkan demam pada anak, tetapi hanya

sebatas melakukan kompres pada bagian tertentu misalnya dahi, leher, dan

ketiak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka

penulis tertarik untuk mengambil judul “ Manajemen Demam dengan

Water Tepid Sponge pada An. A dengan Tifus Abdominalis di Ruang

Ismail RS Roemani Semarang “.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini sebagai

berikut :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan penulis

mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan tifus

abdominalis melalui penerapan water tepid sponge

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian pada anak dengan tifus

abdominalis.

b. Mampu memahami masalah-masalah keperawatan yang timbul dan

merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan tifus

abdominalis.

c. Mampu merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada anak

dengan tifus abdominalis.


5

d. Mampu menerapkan water tepid sponge sebagai salah satu

tindakan keperawatan pada anak dengan tifus abdominalis.

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada anak

dengan tifus abdominalis.

C. Manfaat Penulisan

Mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang perawatan pada

pasien anak dengan tifus abdominalis, dan juga dapat memahami konsep

dan tindakan dalam penerapan water tepid sponge pada anak dengan tifus

abdominalis, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang

optimal dan dapat mengurangi masalah yang timbul pada anak dengan

tifus abdominalis, dan semoga bermanfaat dalam menjalankan tugas di

lapangan.

Anda mungkin juga menyukai