Anda di halaman 1dari 11

Asma

2015

Definisi

Asma merupakan penyakit heterogen yang disebabkan oleh inflamasi kronis saluran napas.
Ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat,
dan batuk yang waktu dan intensitasnya bervariasi, disertai dengan hambatan aliran udara
ekspirasi. Variasi ini sering dipicu oleh beberapa faktor, seperti olahraga, allergen atau paparan iritan,
perubahan cuaca, ataupun infeksi pernapasan akibat virus.
Gejala dan hambatan aliran udara dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan, dan
dapat tidak terjadi (absent) selama beberapa minggu bahkan berbulan-bulan. Di sisi lain, pasien dapat
mengalami eksaserbasi asma yang dapat mengancam jiwa dan memberi beban kepada pasien maupun
lingkungannya. Asma biasanya berkaitan dengan hiperesponsif jalan nafas terhadap rangsangan langsung
(direct) maupun tidak langsung (indirect), juga berkaitan dengan inflamasi kronis saluran napas.

Patogenesis

Reaksi tipe cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel
mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut.
Degranulasi tsb mengeluarkan preformed mediator
seperti histamine, protease,leukotrin, PG, dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mucus dan vasodilatasi.
Inflamasi Akut

Reaksi tipe lambat : reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi
allergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi
eosinophil, sel T CD4+ , neutrophil, dan makrofag

Inflamasi Kronis

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinophil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

1. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T CD4+ subtipeTh2. Limfosit T ini berperan
sebagai orchestra inflamasi saluran napasdengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5,
IL-13, dan GM-CSF. Interleukin-4 breperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama
IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi,
aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinophil.

2. Eosinofil
Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejmlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6,
GM-CSF, TNF-alfa (yang menstimulasi respon inflamasi dan menarik sel-sel inflamasi lain), serta
mediator lipid seperti LTC4, PAF, PGE2, TBXA2 (yang meningkatkan kontraksi otot polos saluran
napas, produksi mucus, permeabilitas membrane, dan menarik sel-sel inflamasi lain).
Eosinophil mengandung granul protein seperti eosinophil cationic protein (ECP), major basic
protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO), dan eosinophil derived neurotoxin (EDN). Protein
tersebut berperan dalam pathogenesis asma, yakni induksi sel mast dan degranulasi basophil (ECP
dan MBP), meningkatkan produksi mukus (ECP), dan membentuk reactive oxygen species/radikal
bebas (EPO).
3. Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal maupun
penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat
menghasilkan brebagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan
dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut
melalui sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
4. Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat
mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin
atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami shedding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan
tetapi dapat disebabkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein,
oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzyme dan metaloprotease sel epitel.
5. Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengna afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan
faktor pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan
preformed mediator seperti histamine dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-
4, IL-5,dan GM-CSF.

Penarikan sel Sel-sel inflamasi Aktivasi fibroblas


inflamasi yang menetap & makrofag

Edema & Aktivasi sel Penurunan


permeabilti inflamasi apoptosis
vascular

Pelepasan Pelepasan sitokin Proliferasi otot


mediator & faktor pertumbuhan polos & kel mukus
inflamasi

Sekresi mucus & Aktivasi & kerusakan


bronkokonstriksi sel epitel

Peningkatan Perbaikan
hipereaktiviti jaringan &
bronkus remodeling

Gambar 1. Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling

Airway Remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis
akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang mengjasilkan perbaikan (repair) dan
pergantian sel- sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tsb melibatkan
regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan dengan jaringan
penyambung yang menimbulkan skar. Pada asma, kedua proses tsb berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menimbulkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling.
Mekanisme airway remodeling sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari
diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan
diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dna fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan
peningkatan otot polos dan kelenjar mucus.Airway remodeling pada asma meliputi :
 Perubahan epitel
 Peningkatan masa otot polos jalan napas
 Peningkatan angiogenesis
 Hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mucus
 Perubahan struktur parenkimin ,dll
Konsekuensinya adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah
distensibiliti/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.

Faktor Resiko

1. Atopi dan Alergen


 Atopic asma terjadi akibat respon imun yang berlebihan ditandai dengan aktivasi IgE dan degradasi
sel mast. Atopy dapat diketahui secara klinis dengan menunjukkan hasil positif pada uji kulit
maupun ditemukannya antibody spesifik (IgE) dalam serum terhadap allergen udara yang umum,
seperti kutu debu rumah, serbuk sari, bulu kucing atau anjing, dll. Pasien dengan atopic asma
umumnya juga menderita penyakit atopic yang lain, misalnya rhinitis alergi, konjungtivitis
alergika, dan dermatitis atopic (eksem).
2. Infeksi Virus
 Infeksi saluran nafas atas akut merupakan pencetus eksaserbasi asma yang paling umum dan paling
banyak disebabkan oleh infeksi rhinovirus. Infeksi virus ini tidak hanya menimbulkan gejala dari
common cold dan menyebabkan rhinitis akut, tapi juga berperan dalam perkembangan asma dan
berpotensi menyebabkan airway remodelingmelalui peningkatan inflamasi di saluran napas bawah.
Virus lain yang umum menyebabkan eksaserbasi asma akut diantaranya respiratory syncytial virus
(RSV), virus influenza, dan virus parainfluenza. Infeksi bakteri seperti spesies Mycoplasma dan
Chlamydia juga berhubungan dengan eksaserbasi asma.
3. Paparan di Tempat Kerja (Occupational Exposure)
4. Asma Akibat Olahraga
 Banyak pasien asma yang mengalami perburukan gejala saat ataupun setelah berolahraga. Pada
kondisi ini, diduga akibat keringnya mukosa saluran napas akibat hiperventilasi yang menyebabkan
secara osmotik menginduksi sel mast untuk melepaskan mediator dan terjadinya bronkhospasme.
5. Obat-obatan
 Obat-obatan yang dapat memperparah kontrol asma diantaranya β-blockers, kadang-kadan
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors, aspirin, dan nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs).
6. Obesitas

Diagnosis
 Anamnesis :
 Gejala :
 Mengi, dada terasa berat
 Sesak napas: akibat hiperinflasi paru, shg pasien mengeluhkan susah menghirup nafas ke
dalam paru
 Batuk : bisa produktif maupun non produktif, bisa jadi satu-satunya gejala yang muncul
 Kriteria :
 Umumnya lebih dari satu gejala (pada dewasa bisa hanya muncul batuk)
 Gejala yang muncul bervariasi setiap waktu dan intensitasnya
 Gejala sering memburuk pada malam hari atau saat bangun tidur
 Gejala sering muncul akibat olahraga, tertawa, allergen, maupun udara dingin
 Gejal sering memburuk dengan infeksi virus
 Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik sering menunjukkan hasil yang normal. Kelainan yang paling umum dijumpai
yakni mengi pada saat ekspirasi, tapi hal ini dapat tidak muncul atau hanya terdengar saat ekspirasi
paksa. Mengi juga dapat tidak muncul selama eksaserbasi asma berat, akibat penurunan aliran udara
berat (disebut juga ‘silent chest’), tapi pada saat itu tanda fisik lain dari kegagalan pernapasan biasanya
muncul. Mengi juga dapat didengar pada disfungsi saluran napas atas, PPOK, infeksi pernapasan,
trakheomalasia, atau inhalasi benda asing. Crackles (krepitasi) dan mengi saat inspirasi bukan
merupakan tanda dari asma. Pemeriksaan hidung dapat menunjukkan tanda rhinitis alergi atau polip
nasi.
 Pemeriksaan Penunjang :
 Tes Fungsi Paru
 Normalnya rasio FEV1/FVC lebih dari 0.75 - 0.80, dan biasanya lebih dari 0.90 pada anak-
anak. Jika hasilnya kurang dari itu, menunjukkan adanyEa hambatan udara.
 Tabel 1:
KRITERIA
Semakin besar atau semakin sering variasinya, maka
Variabilitas fungsi paru
semakin kuat diagnosisnya
 Dewasa : peningkatan FEV1> 12% dan >200 ml, 10-
Positif reversibel (perbaikan) setelah 15 menit setelah pemberian 200–400
pemberian bronkodilator mcg albuterol atau sejenisnya
 Anak : peningkatan FEV1> 12% prediksi
Peningkatan signifikan fungsi paru setelah
Dewasa : peningkatan FEV1> 12% dan >200 ml
4 minggu pengobatan anti inflamasi
 Dewasa : penurunan FEV1 >10% dan >200 mL
Positif tantangan uji olahraga  Anak : penurunan FEV1 > 12% prediksi, atau FEV
> 15%

 DIAGNOSIS BANDING (table 2)


 Diagram Alur Diagnosis Asma

Pasien dengan gejala respirasi


(apakah gejalanya tipikal untuk asma?)

TIDAK
YA

Anamnesis/pemeriksaan menyeluruh
(apakah mengarah pada asma?)
Anamnesis dan
kondisi gawat & tdk mengarah TIDAK pemeriksaan lanjut
ke diagnosis lain (table 2).
Apakah DD
YA terkonfirmasi?

Lakukan spirometri dg tes reversibilitas


(apakah mendukung diagnosis asma?)

YA Ulangi test TIDAK


(apakah mengarah
Pengobatan empirik ke asma?)
dengan ICS prn & SABA TIDAK

Nilai respon

Diagnosis lagi dalam YA YA


1-3 bulan

OBATI UNTUK ASMA Obati untuk DD

Penatalaksanaan
I. FARMAKOLOGI
 Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjan untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten, meliputi:
 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikolat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
 Agonis beta-2 kerja lama, ora
 Leukotriene modifiers
 Antihistamin generasi ke-dua (antagonis H1), dll

 Pelega (Relievers)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalnan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

Termasuk pelega adalah :


 Agonis beta-2 kerja singkat
 Kortikosteroid sistemik (dipakai bila bronkodilator lain sudah optimal tapi hasil belum tercapai)
 Antikolinergik
 Aminiofilin
 Adrenalin

 Macam-macam cara pemberian obat inhalasi=


 Inhalasi dosis terukur (IDT) / metered-dose inhaler (MDI).
 kekurangannya sulit mengkoordinasikan dua kegiatan ( menekan inhaler dan menarik
napas) dalam satu waktu, sehingga harus latihan berulang-ulang
 IDT dengan alat bantu (spacer)
 dapat membantu mengatasi kesulitan IDT
 Berath-actuated MDI
 Dry powder inhaler (DPI)
 Turbuhaler
 Nebuliser

STEP 1 : Inhaler reliever jika dibutuhkan


 Pilihan utama : short-acting beta2-agonist (SABA) inhalasi jika diperlukan.
 Belum ada bukti mengenai keamanan dari penggunaan SABA saja untuk pengobatan asma,
sehingga pilihan ini ditujukan untuk pasien dengan gejala yang jarang (<2 kali sebulan),
durasinya sebentar (beberapa jam), tanpa menyebabkan terbangun di malam hari, dan fungsi
paru normal.
 Pilihan lain : ICS regular dosis rendah + SABA jika diperlukan untuk pasien dengan resiko
eksaserbasi

STEP 2 : Controller dosis rendah + reliever jika dibutuhkan


 Pilihan utama : ICS regular dosis rendah + SABA jika diperlukan
 Pilihan lain : antagonis reseptor leukotriene, namun kurang efektif dibandingkan ICS.
 Dapat diberikan pada pasien yang menolak penggunaan ICS, tidak toleran terhadap efek
samping ICS, atau pasien dengan rhinitis alergika.

STEP 3 : 1 atau 2 controller + reliever jika dibutuhkan


 Pilihan utama (dewasa/remaja) :
 kombinasi dosis rendah ICS/LABA sebagai pengobatan rumatan (maintenance) + SABA
jika diperlukan
ATAU
 kombinasi ICS/ formoterol (budesonide atau beclometasone) dosis rendah sebagai
maintenance dan reliever
 Pilihan utama (anak 6–11 tahun)
 ICS dosis sedang + SABA jika diperlukan. Sebelum menaikkan dosis, sebaiknya mengecek
masalah umum seperti kesalahan pemakaian inhaler, ketidakpatuhan, dan paparan
lingkungan, serta konfirmasi gejala yang timbul akibat asma.

STEP 4 : 2 atau lebih controller + reliever jika dibutuhkan


 Pilihan utama (dewasa/remaja):
 kombinasi ICS/formoterol dosis rendah sebagai maintenance dan reliever
ATAU
 kombinasi ICS/LABA dosis sedang + SABA jika diperlukan. Sebelum menaikkan dosis,
sebaiknya mengecek masalah umum seperti kesalahan pemakaian inhaler, ketidakpatuhan,
dan paparan lingkungan, serta konfirmasi gejala yang timbul akibat asma.

 Pilihan utama (anak 6–11 tahun): rujuk dan konsul ke ahli

STEP 5 : Penanganan lebih tinggi


 Pilihan utama : rujuk ke spesialis

MENILAI RESPONS DAN MENGATUR PENGOBATAN

# Seberapa Sering Pasien Asma Perlu Dikontrol?


Pasien dengan asma sebaiknya dikontrol secara rutin untuk mengawasi gejala yang timbul, faktor risiko
dan kejadian eksaserbasi, serta untuk mengetahui adanya respon terhadap pengobatan. Kebanyakan
pengobatan kontrol (controller medications) akan memberikan perbaikan dalam hitungan hari, namun
manfaat utuhnya dapat dirasakan setelah 3-4 bulan. Idealnya pasien dikontrol 1-3 bulan setelah pemberian
pengobatan awal dan setelah itu setiap 3-12 bulan.

# Stepping up asthma treatment


Asma merupakan kondisi yang dapat berubah-ubah, sehingga pengaturan pengobatan secara periodic
dari dokter dan atau pasien perlu dilakukan.

• Sustained step up (minimal 2–3 bulan) : untuk pasien yang gagal merespon pengobatan awal secara
adekuat. Step up ini dilakukan jika gejala yang timbul diakibatkan oleh asma, teknik inhaler serta
kepatuhan sudah baik, serta faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok sudah diketahui.
Respon di lihat setelah 2-3 bulan, jika tidak membaik maka pengobatan sebaiknya dikurangi ke level
sebelumnya dan dapat diberikan pilihan pengobatan alternative atau dapat pula dirujuk.
• Short-term step up (1–2 minggu) : kadang-kadang peningkatan jangka pendek perlu dilakukan untuk
mempertahankan dosis ICS selama 1-2 minggu, contohnya selama infeksi virus atau paparan allergen
musiman.
• Day-to-day adjustment : untuk pasien yang mendapat pengobatan kombinasi budesonide/formoterol atau
beclometasone/formoterol sebagai pengobatan maintenance dan reliever, the patient adjusts the number
of as-needed doses of ICS/formoterol from day to day according to their symptoms, while continuing
the maintenance dosage.

# Stepping down treatment ketika asma sudah terkontrol dengan baik


Tujuannya =
• Untuk menemukan pengobatan pasien yang minimal yang dapat mempertahankan kontrol gejala dan
eksaserbasi dengan baik, serta untuk meminimalisir biaya pengobatan dan potensi efek samping
pengobatan.
• Agar pasien mau mengikuti pengobatan secara teratur.
Cara stepping down tiap pasien berbeda-beda. Apabila terlalu jauh atau terlalu cepat stepping down resiko
eksaserbasi meningkat meskipun gejalanya dikontrol dengan baik. Sepenuhnya menghilangkan ICS
berkaitan dengan peningkatan resiko eksaserbasi yang signifikan. Stepping down merupakan percobaan
terapi, responnya baik gejala maupun resiko eksaserbasi perlu dievaluasi.
II. NON FARMAKOLOGI
a) Mengurangi merokok
 Himbau pasien dengan kuat untuk berhenti merokok, bisa melalui konseling atau program
penghentian merokok
 Himbau pada orang tua untuk tidak merokok di ruangan atau di mobil saat bersama anak-anak
b) Aktifitas fisik
 Himbau pasien dengan asma untuk melakukan aktifitas fisik (olahraga) yang rutin oleh karena
manfaatnya terhadap kesehatan secara umum
c) Menghindari paparan di tempat kerja
 Tanyakan riwayat pekerjaan pasien, identifikasi dan eliminiasi secepatnya pencetus asma di
tempat kerja
d) Menghindari paparan allergen
e) Diet yang sehat
f) Penurunan berat badan untuk pasien yang obesitas

Manajemen Eksaserbasi

 DEFINISI EKSASERBASI ASMA


Eksaserbasi asma merupakan suatu kejadian yang ditandai adanya peningkatan secara progresif dari
gejala-gejala asma (sesak napas, batuk, mengi), serta penurunan progresif dari fungsi paru, Eksaserbasi
biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan zat eksternal, (serbuk sari, polusi, atau infeksi
pernapasan bagian atas akibat virus), dan atau akibat ketidak patuhan minum obat pengendali (controller).

 DIAGNOSIS EKSASERBASI
Eksaserbasi menggambarkan perubahan gejala dan fungsi paru dari pasien asma. Penurunan fungsi
paru dapat dihitung menggunakan pengukuran fungsi paru, seperti peak expiratory flow (PEF) atau forced
expiratory volume in 1 second (FEV1), kemudian dibandingkan dengan fungsi paru sebelumnya atau yang
diprediksi. Pada kondisi akut, pengukuran ini lebih terpercaya (reliable) dibandingkan dengan melihat
perubahan gejala. Namun, frekuensi gejala lebih sensitive dibandingkan dengan PEF.
Eksaserbasi yang berat dapat mengancam nyawa dan pengobatannya membutuhkan pemeriksaan
yang hati-hati dan pengawasan yang ketat.

 MANAJEMEN DI FASKES PRIMER


 Menilai keparahan eksaserbasi
Anamnesis yang jelas dan pemeriksaan fisik yang relevan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
pemberian terapi awal. Apabila pasien menunjukkan eksaserbasi parah atau mengancam nyawa,
pemberian SABA, oksigen terkontrol, dan kortikosteroid sistemik sebaiknya diberikan sembari
segera mengirim pasien ke unit gawat darurat. Eksaserbasi yang ringan dapat ditangani di pelayanan
kesehatan primer, tergantung dari sumber daya yang ada.
 Anamnesis, meliputi :
 Onset dan penyebab eksaserbasi
 Keparahan gejala asma, meliputi hambatan beraktifitas atau gangguan tidur
 Gejala anafilaksis
 Adanya faktor risiko asma yang berkaitan dengan kematian
 Semua pengobatan reliever dan controller yang sekarang dikonsumsi, termasuk dosis dan alat
yang digunakan, pola kepatuhan, adanya perubahan dosis, dan respon terhadap terapi yang
sedang dijalani.
 Pemeriksaan fisik:
 Mencari tanda keparahan eksaserbasi dan vital signs (tingkat kesadaran, temperature, denyut
nadi, kecepatan pernapasan, tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat,
penggunaan otot-otot bantuan pernapasan, dan mengi).
 Faktor yang memperparah (anafilaksis, pneumonia, pneumothoraks)
 Tanda dari kondisi lain yang menyebabkan sesak napas akut (gagal jantung, disfungsi saluran
napas atas, inhalasi benda asing atau emboli pulmo)
 Pengukuran objektif
 Pulse oximetry. Saturasi <90% pada anak-anak atau dewasa merupakan tanda untuk segera
diberikan terapi agresif
 PEF pada pasien umur lebih dari 5 tahun
 ALGORITMA

Di Pelayanan Primer
 PENGOBATAN DI FASKES PRIMER
Pengobatan awal yang utama yakni pemberian repetitive dari SABA inhalasi, pengenalan awal
kortikosteroid sistemik, dan pemberian oksigen terkontrol. Tujuannya untuk melegakan obstruksi jalan
napas dan hipoksemia dengan cepat, mengetahui patofisiologi inflamasi yang mendasari, dan mencegah
relaps.
 SABA inhalasi
Untuk eksaserbasi ringan-sedang, pemberian SABA inhalasi secara berulang (4-10 puffs tiap
20 menit selama 1 jam pertama) biasanya merupakan cara yang paling egektig dan egisien
untuk mengurangi hambatan jalan napas. Setelah 1 jam pertama, dosis yang dibutuhkan
beragam, dari 4–10 puffs tiap 3–4 jam hingga 6–10 puffs tiap 1-2 jam, atau lebih sering.Tidak
perlu diberikan SABA lagi jika pasien mengalami respon yang baik pada pemberian terapi awal
(contohnya PEF >60–80% prediksi). Rute pemberian yang paling hemat biaya yakni dengan
pMDI dan spacer.
 Terapi oksigen terkontrol
Terapi oksigen sebaiknya dititrasi lagi melawan oksimetri untuk mempertahankan saturasi
oksigen pada 93–95% (94– 98% untuk anak-anak 6–11 tahun). Oksigen yang terkontrol atau
dititrasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi oksigen 100%.
 Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik oral sebaiknya diberikan secara tepat, terutama jika pasien memburuk,
atau telah mendapatkan peningkatan dosis reliever dan controller. Dosis yang direkomendasi
untuk dewasa adalah 1 mg prednisolone/kg/hari atau maksimum 50 mg/day, dan untuk anak-
anak usia 6-11 tahun 1–2 mg/kg/hari, maksimum 40 mg/hari. Kortikosteroid sistemik oral
sebaiknya dilanjutkan sampai 5–7 hari.
 Pengobatan controller
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan controller dihimbau untuk meningkatkan dosis
untuk 2-4 minggu kedepan.
Reviewing response.
Selama pengobatan, pasien sebaiknya dimonitor ketat, dan pengobatannya dititrasi sesuai respon.
Pasien dengan taanda eksaserbasi berat yang gagal merespon pengobatan atau mengalami perburukan
sebaiknya ditransfer ke UGD. Pasien dengan respon lemah atau lambat terhadap SABA sebaiknya
dimonitor ketat.
Follow up
Pengobatan saat memulangkan pasien meliputi pengobatan reliever jika dibutuhkan, kortikosteroid
sistemik oral, dan pengobatan controller reguler. Teknik inhalasi dan kepatuhan perlu di evaluasi
sebelum memulangkan pasien. Jadwal kunjungan berikutnya sebaiknya diatur 2-7 hari kedepan.

 MANAJEMEN DI UGD
Eksaserbasi asma berat merupakan kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa, sehingga paling
aman jika dirawat di UGD.
 Anamnesis
o Onset dan penyebab eksaserbasi
o Keparahan gejala asma, meliputi hambatan beraktifitas atau gangguan tidur
o Gejala anafilaksis
o Adanya faktor risiko asma yang berkaitan dengan kematian
o Semua pengobatan reliever dan controller yang sekarang dikonsumsi, termasuk dosis dan alat
yang digunakan, pola kepatuhan, adanya perubahan dosis, dan respon terhadap terapi yang
sedang dijalani.
 Pemeriksaan Fisik
o Mencari tanda keparahan eksaserbasi dan vital signs (tingkat kesadaran, temperature, denyut
nadi, kecepatan pernapasan, tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat,
penggunaan otot-otot bantuan pernapasan, dan mengi).
o Faktor yang memperparah (anafilaksis, pneumonia, pneumothoraks)
o Tanda dari kondisi lain yang menyebabkan sesak napas akut (gagal jantung, disfungsi saluran
napas atas, inhalasi benda asing atau emboli pulmo)
 Pemeriksaan objektif
• Pengukuran fungsi paru: sangat direkomendasikan. Jika memungkinkan PEF atau FEV1 sebaiknya
dilakukan sebelum pengobatan diberikan.
• Saturasi oksigen: sebaiknya dimonitor ketat dengan pulse oximetry. Pemeriksaan ini umumnya
bermanfaat terutama pada anak-anak yang tidak mampu melakukan pengukuran PEF. Pada anak-
anak saturasi yang normal yakni >95%, dan saturasi <92% merupakan prediktor untuk dirawat inap
di rumah sakit. Kadar saturasi <90% pada anak-anak dan dewasa menunjukkan indikasi pemberiian
terapi agresif.
• Pengukuran gas darah arterial: Tidak perlu rutin dilakukan, dianjurkan pada pasien dengan PEF
atau FEV1 <50% prediksi, atau pada pasien yang tidak merespon terapi awal atau mengalami
perburukan. PaO2<60 mmHg (8 kPa) dan normal atau peningkatan PaCO2 (terutama >45 mmHg, 6
kPa) menunjukkan gagal napas. Fatigue dan somnolens menandakan peningkatan pCO2 dan
intervensi jalan napas mungkin dibutuhkan.
• Chest X-ray (CXR) tidak direkommendasikan untuk rutin dilakukan. Pada dewasa, CXR sebaiknya
dilakukan jika penyebab alternatif dan proaes kardiopulmoner dicurigai terjadi, atau pada pasien
yang tidak merespon pengobatan dimana pneumotoraks sulit didiagnosa secara klinis.

ALGORITMA

Anda mungkin juga menyukai