2015
Definisi
Asma merupakan penyakit heterogen yang disebabkan oleh inflamasi kronis saluran napas.
Ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat,
dan batuk yang waktu dan intensitasnya bervariasi, disertai dengan hambatan aliran udara
ekspirasi. Variasi ini sering dipicu oleh beberapa faktor, seperti olahraga, allergen atau paparan iritan,
perubahan cuaca, ataupun infeksi pernapasan akibat virus.
Gejala dan hambatan aliran udara dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan, dan
dapat tidak terjadi (absent) selama beberapa minggu bahkan berbulan-bulan. Di sisi lain, pasien dapat
mengalami eksaserbasi asma yang dapat mengancam jiwa dan memberi beban kepada pasien maupun
lingkungannya. Asma biasanya berkaitan dengan hiperesponsif jalan nafas terhadap rangsangan langsung
(direct) maupun tidak langsung (indirect), juga berkaitan dengan inflamasi kronis saluran napas.
Patogenesis
Reaksi tipe cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel
mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut.
Degranulasi tsb mengeluarkan preformed mediator
seperti histamine, protease,leukotrin, PG, dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mucus dan vasodilatasi.
Inflamasi Akut
Reaksi tipe lambat : reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi
allergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi
eosinophil, sel T CD4+ , neutrophil, dan makrofag
Inflamasi Kronis
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinophil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
1. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T CD4+ subtipeTh2. Limfosit T ini berperan
sebagai orchestra inflamasi saluran napasdengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5,
IL-13, dan GM-CSF. Interleukin-4 breperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama
IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi,
aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinophil.
2. Eosinofil
Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejmlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6,
GM-CSF, TNF-alfa (yang menstimulasi respon inflamasi dan menarik sel-sel inflamasi lain), serta
mediator lipid seperti LTC4, PAF, PGE2, TBXA2 (yang meningkatkan kontraksi otot polos saluran
napas, produksi mucus, permeabilitas membrane, dan menarik sel-sel inflamasi lain).
Eosinophil mengandung granul protein seperti eosinophil cationic protein (ECP), major basic
protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO), dan eosinophil derived neurotoxin (EDN). Protein
tersebut berperan dalam pathogenesis asma, yakni induksi sel mast dan degranulasi basophil (ECP
dan MBP), meningkatkan produksi mukus (ECP), dan membentuk reactive oxygen species/radikal
bebas (EPO).
3. Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal maupun
penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat
menghasilkan brebagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan
dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut
melalui sekresi growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.
4. Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat
mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin
atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami shedding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan
tetapi dapat disebabkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein,
oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzyme dan metaloprotease sel epitel.
5. Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengna afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan
faktor pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan
preformed mediator seperti histamine dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-
4, IL-5,dan GM-CSF.
Peningkatan Perbaikan
hipereaktiviti jaringan &
bronkus remodeling
Gambar 1. Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling
Airway Remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis
akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang mengjasilkan perbaikan (repair) dan
pergantian sel- sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tsb melibatkan
regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan dengan jaringan
penyambung yang menimbulkan skar. Pada asma, kedua proses tsb berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menimbulkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling.
Mekanisme airway remodeling sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari
diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan
diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dna fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan
peningkatan otot polos dan kelenjar mucus.Airway remodeling pada asma meliputi :
Perubahan epitel
Peningkatan masa otot polos jalan napas
Peningkatan angiogenesis
Hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mucus
Perubahan struktur parenkimin ,dll
Konsekuensinya adalah peningkatan gejala dan tanda asma seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah
distensibiliti/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.
Faktor Resiko
Diagnosis
Anamnesis :
Gejala :
Mengi, dada terasa berat
Sesak napas: akibat hiperinflasi paru, shg pasien mengeluhkan susah menghirup nafas ke
dalam paru
Batuk : bisa produktif maupun non produktif, bisa jadi satu-satunya gejala yang muncul
Kriteria :
Umumnya lebih dari satu gejala (pada dewasa bisa hanya muncul batuk)
Gejala yang muncul bervariasi setiap waktu dan intensitasnya
Gejala sering memburuk pada malam hari atau saat bangun tidur
Gejala sering muncul akibat olahraga, tertawa, allergen, maupun udara dingin
Gejal sering memburuk dengan infeksi virus
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik sering menunjukkan hasil yang normal. Kelainan yang paling umum dijumpai
yakni mengi pada saat ekspirasi, tapi hal ini dapat tidak muncul atau hanya terdengar saat ekspirasi
paksa. Mengi juga dapat tidak muncul selama eksaserbasi asma berat, akibat penurunan aliran udara
berat (disebut juga ‘silent chest’), tapi pada saat itu tanda fisik lain dari kegagalan pernapasan biasanya
muncul. Mengi juga dapat didengar pada disfungsi saluran napas atas, PPOK, infeksi pernapasan,
trakheomalasia, atau inhalasi benda asing. Crackles (krepitasi) dan mengi saat inspirasi bukan
merupakan tanda dari asma. Pemeriksaan hidung dapat menunjukkan tanda rhinitis alergi atau polip
nasi.
Pemeriksaan Penunjang :
Tes Fungsi Paru
Normalnya rasio FEV1/FVC lebih dari 0.75 - 0.80, dan biasanya lebih dari 0.90 pada anak-
anak. Jika hasilnya kurang dari itu, menunjukkan adanyEa hambatan udara.
Tabel 1:
KRITERIA
Semakin besar atau semakin sering variasinya, maka
Variabilitas fungsi paru
semakin kuat diagnosisnya
Dewasa : peningkatan FEV1> 12% dan >200 ml, 10-
Positif reversibel (perbaikan) setelah 15 menit setelah pemberian 200–400
pemberian bronkodilator mcg albuterol atau sejenisnya
Anak : peningkatan FEV1> 12% prediksi
Peningkatan signifikan fungsi paru setelah
Dewasa : peningkatan FEV1> 12% dan >200 ml
4 minggu pengobatan anti inflamasi
Dewasa : penurunan FEV1 >10% dan >200 mL
Positif tantangan uji olahraga Anak : penurunan FEV1 > 12% prediksi, atau FEV
> 15%
TIDAK
YA
Anamnesis/pemeriksaan menyeluruh
(apakah mengarah pada asma?)
Anamnesis dan
kondisi gawat & tdk mengarah TIDAK pemeriksaan lanjut
ke diagnosis lain (table 2).
Apakah DD
YA terkonfirmasi?
Nilai respon
Penatalaksanaan
I. FARMAKOLOGI
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjan untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten, meliputi:
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikolat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, ora
Leukotriene modifiers
Antihistamin generasi ke-dua (antagonis H1), dll
Pelega (Relievers)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalnan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
• Sustained step up (minimal 2–3 bulan) : untuk pasien yang gagal merespon pengobatan awal secara
adekuat. Step up ini dilakukan jika gejala yang timbul diakibatkan oleh asma, teknik inhaler serta
kepatuhan sudah baik, serta faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok sudah diketahui.
Respon di lihat setelah 2-3 bulan, jika tidak membaik maka pengobatan sebaiknya dikurangi ke level
sebelumnya dan dapat diberikan pilihan pengobatan alternative atau dapat pula dirujuk.
• Short-term step up (1–2 minggu) : kadang-kadang peningkatan jangka pendek perlu dilakukan untuk
mempertahankan dosis ICS selama 1-2 minggu, contohnya selama infeksi virus atau paparan allergen
musiman.
• Day-to-day adjustment : untuk pasien yang mendapat pengobatan kombinasi budesonide/formoterol atau
beclometasone/formoterol sebagai pengobatan maintenance dan reliever, the patient adjusts the number
of as-needed doses of ICS/formoterol from day to day according to their symptoms, while continuing
the maintenance dosage.
Manajemen Eksaserbasi
DIAGNOSIS EKSASERBASI
Eksaserbasi menggambarkan perubahan gejala dan fungsi paru dari pasien asma. Penurunan fungsi
paru dapat dihitung menggunakan pengukuran fungsi paru, seperti peak expiratory flow (PEF) atau forced
expiratory volume in 1 second (FEV1), kemudian dibandingkan dengan fungsi paru sebelumnya atau yang
diprediksi. Pada kondisi akut, pengukuran ini lebih terpercaya (reliable) dibandingkan dengan melihat
perubahan gejala. Namun, frekuensi gejala lebih sensitive dibandingkan dengan PEF.
Eksaserbasi yang berat dapat mengancam nyawa dan pengobatannya membutuhkan pemeriksaan
yang hati-hati dan pengawasan yang ketat.
Di Pelayanan Primer
PENGOBATAN DI FASKES PRIMER
Pengobatan awal yang utama yakni pemberian repetitive dari SABA inhalasi, pengenalan awal
kortikosteroid sistemik, dan pemberian oksigen terkontrol. Tujuannya untuk melegakan obstruksi jalan
napas dan hipoksemia dengan cepat, mengetahui patofisiologi inflamasi yang mendasari, dan mencegah
relaps.
SABA inhalasi
Untuk eksaserbasi ringan-sedang, pemberian SABA inhalasi secara berulang (4-10 puffs tiap
20 menit selama 1 jam pertama) biasanya merupakan cara yang paling egektig dan egisien
untuk mengurangi hambatan jalan napas. Setelah 1 jam pertama, dosis yang dibutuhkan
beragam, dari 4–10 puffs tiap 3–4 jam hingga 6–10 puffs tiap 1-2 jam, atau lebih sering.Tidak
perlu diberikan SABA lagi jika pasien mengalami respon yang baik pada pemberian terapi awal
(contohnya PEF >60–80% prediksi). Rute pemberian yang paling hemat biaya yakni dengan
pMDI dan spacer.
Terapi oksigen terkontrol
Terapi oksigen sebaiknya dititrasi lagi melawan oksimetri untuk mempertahankan saturasi
oksigen pada 93–95% (94– 98% untuk anak-anak 6–11 tahun). Oksigen yang terkontrol atau
dititrasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi oksigen 100%.
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik oral sebaiknya diberikan secara tepat, terutama jika pasien memburuk,
atau telah mendapatkan peningkatan dosis reliever dan controller. Dosis yang direkomendasi
untuk dewasa adalah 1 mg prednisolone/kg/hari atau maksimum 50 mg/day, dan untuk anak-
anak usia 6-11 tahun 1–2 mg/kg/hari, maksimum 40 mg/hari. Kortikosteroid sistemik oral
sebaiknya dilanjutkan sampai 5–7 hari.
Pengobatan controller
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan controller dihimbau untuk meningkatkan dosis
untuk 2-4 minggu kedepan.
Reviewing response.
Selama pengobatan, pasien sebaiknya dimonitor ketat, dan pengobatannya dititrasi sesuai respon.
Pasien dengan taanda eksaserbasi berat yang gagal merespon pengobatan atau mengalami perburukan
sebaiknya ditransfer ke UGD. Pasien dengan respon lemah atau lambat terhadap SABA sebaiknya
dimonitor ketat.
Follow up
Pengobatan saat memulangkan pasien meliputi pengobatan reliever jika dibutuhkan, kortikosteroid
sistemik oral, dan pengobatan controller reguler. Teknik inhalasi dan kepatuhan perlu di evaluasi
sebelum memulangkan pasien. Jadwal kunjungan berikutnya sebaiknya diatur 2-7 hari kedepan.
MANAJEMEN DI UGD
Eksaserbasi asma berat merupakan kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa, sehingga paling
aman jika dirawat di UGD.
Anamnesis
o Onset dan penyebab eksaserbasi
o Keparahan gejala asma, meliputi hambatan beraktifitas atau gangguan tidur
o Gejala anafilaksis
o Adanya faktor risiko asma yang berkaitan dengan kematian
o Semua pengobatan reliever dan controller yang sekarang dikonsumsi, termasuk dosis dan alat
yang digunakan, pola kepatuhan, adanya perubahan dosis, dan respon terhadap terapi yang
sedang dijalani.
Pemeriksaan Fisik
o Mencari tanda keparahan eksaserbasi dan vital signs (tingkat kesadaran, temperature, denyut
nadi, kecepatan pernapasan, tekanan darah, kemampuan untuk menyelesaikan kalimat,
penggunaan otot-otot bantuan pernapasan, dan mengi).
o Faktor yang memperparah (anafilaksis, pneumonia, pneumothoraks)
o Tanda dari kondisi lain yang menyebabkan sesak napas akut (gagal jantung, disfungsi saluran
napas atas, inhalasi benda asing atau emboli pulmo)
Pemeriksaan objektif
• Pengukuran fungsi paru: sangat direkomendasikan. Jika memungkinkan PEF atau FEV1 sebaiknya
dilakukan sebelum pengobatan diberikan.
• Saturasi oksigen: sebaiknya dimonitor ketat dengan pulse oximetry. Pemeriksaan ini umumnya
bermanfaat terutama pada anak-anak yang tidak mampu melakukan pengukuran PEF. Pada anak-
anak saturasi yang normal yakni >95%, dan saturasi <92% merupakan prediktor untuk dirawat inap
di rumah sakit. Kadar saturasi <90% pada anak-anak dan dewasa menunjukkan indikasi pemberiian
terapi agresif.
• Pengukuran gas darah arterial: Tidak perlu rutin dilakukan, dianjurkan pada pasien dengan PEF
atau FEV1 <50% prediksi, atau pada pasien yang tidak merespon terapi awal atau mengalami
perburukan. PaO2<60 mmHg (8 kPa) dan normal atau peningkatan PaCO2 (terutama >45 mmHg, 6
kPa) menunjukkan gagal napas. Fatigue dan somnolens menandakan peningkatan pCO2 dan
intervensi jalan napas mungkin dibutuhkan.
• Chest X-ray (CXR) tidak direkommendasikan untuk rutin dilakukan. Pada dewasa, CXR sebaiknya
dilakukan jika penyebab alternatif dan proaes kardiopulmoner dicurigai terjadi, atau pada pasien
yang tidak merespon pengobatan dimana pneumotoraks sulit didiagnosa secara klinis.
ALGORITMA