Anda di halaman 1dari 10

A.

Kepemimpinan Pendidikan
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan.[2] Dalam kegiatannya, pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengarahkan dan
mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada
tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas,
agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Tiap-tiap orang yang merasa terpanggil untuk melaksanakan tugas memimpin di dalam
lapangan pendidikan dapat disebut pemimpin pendidikan, misalnya orang tua di rumah, guru
disekolah, kepala sekolah di sekolah maupun pengawas pendidikan di kantor pembinaan
pendidikan dan di daerah pelayanannya. Kepemimpinan sangatlah dibutuhkan dalam
pembinaan pendidikan.
Secara umum kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
mempengaruhi mendorong, mengajak, menuntun, menggerakan dan kalau perlu memaksa
orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat
membantu pencapaian sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.[3]
2. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa
sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama. Pengertian pendidikan itu
bersifat universal, berlaku dan terdapat pada kepemimpinan diberbagai bidang kegiatan atau
hidup manusia.[4]
Dengan demikian, kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di
antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan
anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya
dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi
bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang
saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan
timbal balik. Oleh sebab itu, bahwa pemimpin diharapakan memiliki kemampuan dalam
menjalankan kepemimpinannya, karena apabila tidak memiliki kemampuan untuk
memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
Setelah dipahami pengertian pokok tentang kepemimpinan, maka dapat dipersempit
bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka dalam lapangan pendidikan.
Kata “pendidikan” menunjukkan arti yang dapat dilihat dari dua segi yaitu: pendidikan
sebagai usaha atau proses mendidik dan mengajar seperti yang dikenal sehari-hari.
Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang hakekat dan
kegiatan mendidik dan mengajar dari zaman ke zaman dan mengajar dengan segala cabang-
cabangnya yang telah berkembang begitu luas dan mendalam.[5]
Oleh karena itu kepemimpinan pendidikan berperan pada usaha-usaha yang
berhubungan dengan kegiatan atau proses mendidik dan mengajar disatu pihak, dan pada
pihak lain yang berhubungan dengan usaha-usaha pengembangan pendidikan sebagai satu
ilmu dengan segala cabang-cabangnya.
Dari titik tolak itu dapatlah disimpulkan pengertian “kepemimpinan pendidikan”
adalah sebagai satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakan
orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat
lebih efektif dan efisien di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.[6]
B. Teori dan Unsur-Unsur Kepemimpinan
Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu :
1. Teori Genetis.
“Leaders are born not build”
2. Teori Sosial.
“Leaders are build not born”
3. Teori Ekologis.
Untuk menjadi pemimpin perlu bakat, dan bakat perlu dibina supaya berkembang.
4. Teori Situasi / Kontingensi
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki
kelebihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu.[7]

Di dalam suatu kepemimpinan, terdapat beberapa unsur, yaitu:


1. Pemimpin (Leader).
2. Pengikut (Follower).
3. Situasi (Situation).[8]
C. Tipe-Tipe dan Prinsip Kepemimpinan Pendidikan
Bentuk-bentuk kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari. Tetapi di sekolahpun terdapat berbagai macam tipe kepemimpinan.
Berdasarkan sifat dan konsep kepemimpinan, maka ada tiga tipe pokok kepemimpinan
yaitu: tipe otoriter, tipe laissez faire dan tipe demokrasi:
1. Tipe Otoriter / Otokratis
Pada kepemimpinan yang otoriter, semua kebijakan atau “policy” dasar ditetapkan
oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya. Semua
perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-
orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi
hanya tergantung pada dirinya.[9] Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan
tidak boleh dibantah.
2. Tipe Laissez faire
Pada tipe “laissez faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk
pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia
hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok
atau staf lembaga pendidikan itu.
Pemimpin ingin turun tangan bilamana diminta oleh staf, apabila mereka meminta
pendapat-pendapat pemimpin tentang hal-hal yang bersifat teknis, maka barulah ia
mengemukakan pendapat-pendapatnya. Tetapi apa yang dikatakannya sama sekali tidak
mengikat anggota. Mereka boleh menerima atau menolak pendapat tersebut.
Apabila hal ini kita jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan
menyelenggarakan rapat guru biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala
Sekolah), tetapi bisa dilakukan tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru
dalam sekolah tersebut menghendakinya.[10]
3. Tipe Demokratis
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh
anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian
akan akan selalu menghargai pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam
rangka membina sekolahnya.[11]
Tiga prinsip kepemiminan menurut Ki Hajar Dewantara:
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha: memberi suri tauladan yang baik dihadapan anak buahnya.
2. Ing Madya Mangun Karsa: ikut bergiat menggugah semangat ditegah-tengah anak
buahnya.
3. Tut Wuri Handayani: mempengaruhi dan memberi dorongan dari belakang kepada anak
buahnya.[12]
D. Implementasi Kepemimpinan Pendidikan
Lima hal yang harus dimiliki guru sebagai pemimpin pendidikan yaitu menjadi
pemimpin yang disukai, dipercaya, mampu membimbing, berkepribadian, serta abadi
sepanjang zaman. Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu contoh sosok yang berdedikasi
sebagai guru, pendidik, pembimbing dan pejuang yang hingga hari ini terus terpatri dan abadi
di masyarakat Indonesia.
Adapun dalam rangka implementasi kepemimpinan pembelajaran seorang pendidik
atau guru dituntut menguasai alat pembelajaran yang disebut kewibawaan. Kewibawaan
merupakan “alat pendidikan” yang diaplikasikan oleh guru untuk menjangkau kejiwaan anak
didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan ini mengarah kepada kondisi high touch,
dalam arti perlakuan guru menyentuh secara positif, kontruktif, dan kompehensif aspek-aspek
kejiwaaan/kemanusiaan anak didik.[15]
Kewibawaan meliputi:
 Pengakuan
Pengakuan adalah penerimaan dan perlakuan guru terhadap anak didik atas dasar
kedirian/kemanusiaan anak didik, serta penerimaan dan perilaku anak didik terhadap guru
atas dasar status, peranan, dan kualitas yang tinggi.
 ü Kasih sayang dan kelembutan
Kasih sayang dan kelembutan adalah sikap, perlakuan, dan komunikasi guru terhadap
anak didik didasarkan atas hubungan sosio-emosional yang dekat-akrab-terbuka, fasilitatif,
dan permisif-konstruktif bersifat pengembangan. Dasar dari suasana hubungan seperti ini
adalah love dan caring dengan fokus segala sesuatu diarahkan untuk kepentingan dan
kebahagiaan anak didik, sesuai dengan prinsip-prinsip humanistik.
 ü Penguatan
Penguatan adalah upaya guru untuk meneguhkan tingkah laku positif anak didik
melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguatkan
(reinforcement). Pemberian penguatan didasarkan pada kaidah-kaidah pengubahan tingkah
laku.
 ü Pengarahan
Pengarahan adalah upaya guru untuk mewujudkan ke mana anak didik membina diri
dan berkembang.
 ü Tindakan tegas yang mendidik
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku anak
didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran anak didik atas kekeliruannya dengan
tetap menjunjung kemanusiaan anak didik serta tetap menjaga hubungan baik antara anak
didik dan guru.
 ü Keteladanan yang mendidik
Keteladanan adalah penampilan positif dan normatif guru yang diterima dan ditiru
oleh anak didik.

E. Kepemimpinan Dalam Perspektif MMT/TQM Pendidikan.


1. Kepemimpinan Pendidikan Mutu.
Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Ia merupakan salah satu fungsi
manajemen yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan menurut
Tannenbaum, Wesler dan Massarik dalam Wahjosumidjo (2002:17) adalah kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain dengan sengaja dalam suatu situasi melalui proses
komunikasi, untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Dan masih banyak lagi
konsep kepemimpinan menurut para tokoh, sebagaimana telah diuraikan diatas.
Namun dalam perspektif TQM, definisi kepemimpinan yang diberikan oleh Goetsch
dan Davis (1994) adalah kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan
semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha
mencapai atau melampaui tujuan organisasi ( Fandy Tciptono & Anastasia Diana, 2001;
hlm.152).
Sehingga kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses
kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kulitas, biaya, produktifitas, dan
pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Filosofi ini pertama kali dikemukakan oleh
Deming yang menyatakan bahwa setiap perbaikan metode dan proses kerja akan memberikan
rangkaian hasil sebagai berikut: [a] perbaikan kualitas, [b] penurunan biaya, [c] peningkatan
produktifitas, [d] penurunan harga, [e] peningkatan pangsa pasar, [f] lapangan kerja yang
lebih luas ( Fandy Tciptono & Anastasia Diana, 2001; hlm.157).
Kepemimpinan adalah bentuk dari persuasi seni (art) pembinaan kelompok-kelompok
orang-orang tertentu biasanya melalui human relation dan motivasi yang tepat. Implementasi
teori kepemimpinan biasanya amat sangat tergantung pada karakter seorang pemimpin.
Meskipun teori yang digunakan sama, dalam implementasinya bisa dipastikan terdapat hal-
hal yang membedakan dan itulah bagian dari seni kepemimpinan (Fattah, 2004 hlm.25).
Penentu mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan
tertentu dapat mengantarkan institusi atau organisasi pada revolusi mutu, yaitu dengan
gaya mangement by walking about atau manajemen dengan melaksanakan yang menekankan
pentingnya kehadiran pemimpin dan pemahaman atau pandangan mereka terhadap karyawan
dan proses institusi. Gaya kepemimpinan ini mementingkan komunikasi visi dan nilai-nilai
institusi kepada pihak-pihak lain serta berbaur dengan para staf dan pelanggan (Sallis, 2008
hlm.170).
Seorang pemimpin mutu didefinisikan sebagai orang yang mengukur keberhasilannya
dengan keberhasilan individu-individu di dalam organisasi. Keterlibatan semua unsur
manajemen dalam organisasi dalam mencapai tujuan secara bersama-sama, merupakan upaya
yang dilakukan, sehingga tidak ada seorang pun anggota dalam organisasi yang tidak sukses
salam menjalankan fungsi dan tugasnya. Pemberdayaan yang maksimal, bukan eksploitasi
bawahan, sehingga masing-masing menjalankan fungsi dan tugasnya secara suka rela dan
kesadaran yang tinggi akan tanggung jawabnya (Arcaro, 2005 hlm.18).
Kepemimpinan yang efektif dalam suatu organisasi adalah kepemimpinan
Administratif, yang berkenaan dengan upaya menggerakkan orang lain supaya melaksanakan
tugasnya secara terkoordinasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan
administratif berdasarkan perencanaan yang rasional, bukan berdasarkan intuisi, bertindak
berdasarkan pemahaman terhadap masalah-masalah internal dan eksternal organisasi.
Kepemimpinan berdasarkan pada kesadaran diri dan menyadarkan individu-individu lainnya
terhadap tujuan organisasi (Oemar Hamalik 1993, hlm.32).
Kepemimpinan mutu di dalam dunia pendidikan otoritas dan kekuasaan sudah tidak
lagi digunakan. Komite sekolah, administrator dan pemimpin harus memberikan sumber daya
yang diperlukan para staf dan guru untuk menunjang keberhasilan. Kendati otoritas dan
kekuasaan sudah tidak di pakai lagi, namun komite sekolah, pemimpin dan administrator
tetap memiliki kewenangan membuat keputusan yang mencerminkan kepedulian, pendapat
dan sikap seluruh staf dan customer.
Dalam kepemimpinan mutu pendidikan, setiap orang merupakan pemimpin. Untuk
mencapai visi pendidikan, pemimpin sekolah harus dapat memberdayakan para guru dan
memberi mereka wewenang seluas-luasnya untuk meningkatkan pembelajaran. Mereka diberi
keleluasaan dan otonomi dalam bertindak (Sallis, 2008 hlm.174). Guru harus mengajak
siswanya untuk memandang dirinya sebagai pemilik visi, mendengarkan dan bertindak
berdasarkan gagasan, inofasi dan kreatifitas siswa guna mencapai visi tersebut. Sebagai
pemimpin mutu, semua orang bertanggung jawab menghilangkan kendala pencapaian kinerja
tinggi. Visi sebagai pemberi arah bagi setiap orang untuk diikuti, dan setelah arahan
diketahui, selanjutnya adalah menghilangkan rintangan yang menghalangi dirinya untuk
menjadi seseorang yang berkinerja tinggi (Arcaro, 2005 hlm.20).
Joseph M. Juran dalam Fandy Tciptono & Anastasia Diana, (2001; hlm.160)
menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah kepada kualitas meliputi tiga fungsi
manajerial, yaitu :
[1] Perencanaan kualitas; fungsi ini meliputi langkah-langkah: identifikasi pelanggan,
identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan
pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja untuk menghasilakan produk yang
memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan mengubah hasil perencanaan ke dalam
tindakan nyata.
[2] Pengendalian kualitas; langkah-langkah dalam fungsi ini adalah: evaluasi kinerja aktual,
membandingkan kinerja aktual dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk
mengatasi perbedaan kinerja yang ada.
[3] Perbaikan kualitas; langkah-langkahnya: membenruk infrastruktur untuk perbaikan
kualitas secara berkesinambungan, identifikasi proses atau metode yang membutuhkan
perbaikan, membentuk tim yang bertanggung jawab atas proyek perbaikan tertentu, dan
menyediakan sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat
mendiagnosis masalah dan mengidentifikasi penyebabnya, menemukan pemecahannya, dan
melakukan perbaikan terhadap masalah tersebut.
Kepemimpinan pendidikan mutu dalam memiliki peran yang sangat penting dalam
kaitannya dengan pemberdayaan guru dan para staff untuk bekerja sama dalam satu tim yang
solid. Dengan demikian seorang pemimpin pendidikan mutu harus memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Melibatkan para guru dan seluruh staff dalam aktivitas penyelesaian masalah, dengan
menggunakan metode ilmiah, prinsip-prinsip mutu dan kontrol proses.
2. Meminta pendapat mereka tentang berbagai hal dan tentang bagaimana menjalankan tugas dan
tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya bersikap.
3. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan
meningkatkan komitmen mereka.
4. Menanyakan pendapat Staff tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka
dalam menyampaikan mutu kepada pelanggan (pelajar, orang tua maupun partner kerja).
5. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu tidak sesuai dengan manajemen dari
atas ke bawah (top-down).
6. Memindahkan tanggung jawab dan kontrol pengembangan tenaga profesional langsung pada
guru dan pekerja teknis.
7. mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan kontinyu diantara setiap orang yang
terlibat dalam sekolah.
8. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta negoisasi dalam rangka
menyelesaikan konflik.
9. Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan
tanpa merasa rendah diri.
10. Menyediakan materi pembelajaran konsep mutu. Seperti membangun tim, manajemen proses,
layanan pelanggan, komunikasi serta kepemimpinan.
11. Memberikan teladan yang baik.
12. Belajar berperan sebagai pelatih, bukan sebagai BOS.
13. Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.
14. Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi pelanggan internal
dan eksternal.

2. Peran Pemimpin Pendidikan Mutu.


Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi pemimpin pendidikan mutu.
Menurut peters dan Austin sebagaimana dikutip Sallis (2008 hlm. 170), pemimpin
pendidikan mutu harus memiliki perspektif dibawah ini:
1. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, pelajar dan
komunitas yang lebih luas. Manajer harus memberi arahan, visi dan inspirasi. Mentalitas
yang menganggap dirinya bos harus dirubah menjadi pendukung dan pemimpin staf.
2. Dekat dan untuk pelanggan pendidikan, yakni pelajar. Hal ini mencerminkan bahwa
institusi memiliki focus yang jelas terhada pelanggan utamanya.
3. Pemimpin harus melakukan inovasi diantara stafnya dan bersiap mengantisipasi kegagalan
yang merintangi inovasi tersebut.
4. Menciptakan rasa kekeluargaan
5. Memiliki sifat-sifat personal yang dibutuhkan, yaitu ketulusan, kesabaran, semangat,
intensitas, dan antusiasme.

Pemimpin pendidikan mutu memiliki fungsi utama dalam manajemen mutu di sekolah,
diantara fungsi utama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penjaga visi mutu terpadu bagi institusi.
2. Motivator bagi seluruh struktur organisasi disekolah untuk berkomitmen terhadap proses
peningkatan mutu. Komitmen memerlukan antusiasme dan tak henti terhadap pemberdayaan
mutu, selalu menghendaki kemajuan dengan metode dan cara yang baru (Spanbauer dalam
Sallis, 2008:175).
3. Mengkomunikasikan pesan mutu.
4. Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek intitusi.
5. Mengarahkan perkembangan karyawan.
6. Memimpin inovasi dalam institusi.
7. Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggung
jawab dan mampu memersiapkan delegasi yang tepat.
8. Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik organisasional maupun Kultural.
10. Membangun tim yang efektif.
11. Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawali dan mengevaluasi kesuksesan
(Sallis, 2008:173-174).

D. Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Dalam semua kelompok masyarakat, baik itu keluarga,
perkumpulan olah raga, unit kerja, maupun organisasi lainnya, mesti terdapat seseorang yang
paling berpengaruh diantara anggota kelompok yang lainnya dan ia dapat dikatakan sebagai
seorang pemimpin. Organisasi akan sangat tidak efektif dan efisien manakala tidak
mempunyai seorang pemimpin, bahkan sangat dimungkinkan tidak akan mampu mencapai
tujuan organisasi.
Kepemimpinan yang efektif dalam suatu organisasi adalah kepemimpinan
Administratif, yang berkenaan dengan upaya menggerakkan orang lain supaya melaksanakan
tugasnya secara terkoordinasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan
administratif berdasarkan perencanaan yang rasional, bukan berdasarkan intuisi, bertindak
berdasarkan pemahaman terhadap masalah-masalah internal dan eksternal organisasi.
Kepemimpinan berdasarkan pada kesadaran diri dan menyadarkan individu-individu lainnya
terhadap tujuan organisasi.
Kepemimpinan yang mengarah kepada kualitas meliputi tiga fungsi manajerial, yaitu :
[1] Perencanaan kualitas; fungsi ini meliputi langkah-langkah: identifikasi pelanggan,
identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan
pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja untuk menghasilakan produk yang
memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan mengubah hasil perencanaan ke dalam
tindakan nyata.
[2] Pengendalian kualitas; langkah-langkah dalam fungsi ini adalah: evaluasi kinerja aktual,
membandingkan kinerja aktual dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk
mengatasi perbedaan kinerja yang ada.
[3] Perbaikan kualitas; langkah-langkahnya: membenruk infrastruktur untuk perbaikan
kualitas secara berkesinambungan, identifikasi proses atau metode yang membutuhkan
perbaikan, membentuk tim yang bertanggung jawab atas proyek perbaikan tertentu, dan
menyediakan sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat
mendiagnosis masalah dan mengidentifikasi penyebabnya, menemukan pemecahannya, dan
melakukan perbaikan terhadap masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai