Analysis on Tariff Differences Between Hospital’s Tariff and INA-CBG’s Tariff for
Outpatient In Budi Asih Hospital Jakarta on 2015
Hotma Dumaris
Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
*Email: hotmadumaris@gmail.com
ABSTRAK
Jaminan Kesehatan Nasional yang implementasinya dimulai Januari 2014 membuat perubahan system
pembayaran dari Retrospektive Paymant System ke Prospective Payment System dengan tarif INA-CBG’s.
Perbedaan tarif INA-CBG’s dan tarif RS menjadi masalah mendasar sehingga RS harus melakukan upaya
agar tercapai kendali mutu dan biaya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang diambil
RS terkait perbedaan tarif rumah sakit pelayanan rawat jalan dengan tarif INA-CBG’s. Metode penelitian
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif .Hasil penelitian menunjukkan bahwa 645(27,1 %) kasus dari
total 2384 kasus memiliki selisih negatif dan1739 (72,9%) kasus dengan selisih positif. Rerata tarif RS Rp
221.683 dan rerata tarif INA-CBG’s Rp278.676 dengan rerata selisih tarif Rp56.993. Total selisih tarif
Rp135.871.933 atau 25,7% dari tarif RS.Selisih tarif positif ini sangat baik bagi RS dan dapat digunakan
untuk peningkatan pelayanan dan pengembangan RS. Klaim obat penyakit kronis diluar tarif paket INA-
CBG’s menambah selisih positif menjadi Rp.187.208.274 atau mendapat surplus sebesar 35,42% dari total
tarif RS. Komponen tarif RS yang terbesar adalah obat sebesar 37,4%. Pihak manajemen menerapkan upaya
efisiensi biaya dari mulai proses perencanaan sampai evaluasi, dengan tetap mengutamakan mutu,
mempercepat penyusunan dan implementasi clinical pathway agar pelayanan lebih terstandarisasi dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan serta sistem remunerasi yang baik yang mencerminkan asas adil dan
layak.
Kata kunci: selisih, tarif RS, tarif INA-CBG’s, efisiensi, mutu, remunerasi.
ABSTRACT
There is a fundamental change of hospital’s payment system in Indonesia since the Indonesian National
Health Insurance was implemented (January 2014). The former retrospective payment system was changed
into prospective payment system with Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) as expense base. This
change forced hospital to propose a new efforts to adjust the rate difference between the previous hospital-
based-tariff system and the latter INA-CBG-based-tariff system in order to assure the health service quality.
This study aims to find out hospital’s efforts to adjust the tariff difference between the hospital-based- tariff-
system and INA-CBG-based-tariff-system.This is a quantitative as well as qualitative research. There were
2384 cases analyzed, with 645 cases (27.1%) with positive tariff balance and 1739 cases (72.9%) with
negative tariff balance. Tariff differences was Rp. 135.871.977 (27.5% of the total hospital tarif). Average
hospital tariff was Rp. 221.683, while the average INA CBG’s tariff was Rp. 278.676 and average difference
was Rp 56.993. Hospital claim for chronic disease, which was not included in INA-CBG’s list, increased
the positive balance to Rp. 187.208.274 (35,42% of hospital total tariff). Medication became the biggest
part of the hospital cost (37.4%). The hospital’s management had worked efficiently to control the cost and
assure the quality. Cost-efficiency-efforts as well as good remuneration system had been implemented from
planning to evaluation. Hospital had to arrange and implement the clinical pathway as a standardization
as well as quality control.
PENDAHULUAN
Dari sederet permasalahan yang muncul dalam
Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia pelaksanaan JKN 2014, yang paling banyak menyita
yang diakui di seluruh dunia. Dalam UU No 36 perhatian banyak pihak terkait penyelenggaraan JKN
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang adalah tentang tarif INA-CBG’s. Beberapa penelitian
sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di telah dilakukan sehubungan dengan selisih tarif rumah
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan sakit dengan tarif INA-CBG’s. Pada penelitian Tb
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Dalam Tirmansyah B Rifai (2014) di RSAB Harapan Kita
situasi ekonomi yang serba sulit dimana biaya secara keseluruhan tarif INA-CBG’s masih lebih besar
kesehatan cenderung meningkat yang disebabkan oleh dari tarif RS sebanyak 50.800.894 rupiah. Pada
berbagai faktor diantaranya pembayaran out of pocket penelitian Minar Napitupulu (2014) di RS Swasta
(fee for service) secara individual, service yang Kelas C pada tindakan SC didapatkan selisih negatif
ditentukan oleh provider (Hosizah, 2014), sementara berkisar 70% yang berarti tarif INA-CBG’s hanya
disisi lain kemampuan masyarakat untuk mengakses mengcover sebesar 30% dari tarif RS. Di RS Al-Nisa,
pelayanan kesehatan sedemikian sulit, maka diperlukan Banten yang merupakan RS swasta didapatkan selisif
suatu sistem sebagai gerakan reformasi dalam hal positif yang berarti RS mendapatkan keuntungan
pendanaan kesehatan. Salah satunya adalah dengan dalam penerapan tarif INA-CBG’s. Pada penelitian Ni
menjadi peserta asuransi pada Jaminan Kesehatan Nengah Ayu Padmawani (2014) tentang Perbandingan
Nasional. (Adisasmito, 2008 dalam Fitri 2014). Tarif RS dengan tarif INA-CBG’s didapatkan hasil
selisih positif sebesar 2% dari tarif INA-CBG’s.
Sejak pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), banyak menghadapi permasalahan. Masyarakat Pada awal penerapan JKN di RSUD Budhi Asih,
mengeluhkan sulitnya mendapatkan pelayanan yang terjadi lonjakan kunjungan pasien terutama pasien
memadai. Pada saat akan melakukan pemeriksaan rawat jalan. Pada tahun 2012 sejumlah 195.701 pasien,
penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun tahun 2013 sejumlah 240.903 pasien dan 2014
radiologi kadang harus datang beberapa kali sejumlah 240.833 pasien.
dikarenakan jatah biaya sudah melampaui paket INA-
CBG’s. Tidak jarang terlihat pasien komplain pada Dari tabel 1. dapat dilihat penerimaan retribusi rawat
saatmengambil obat di apotik yang disebabkan oleh jalan dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami
obat yang tidak tersedia (kosong) ataupun jumlah obat peningkatan 1,9% yang kemungkinan disebabkan
yang diterima dirasakan pasien kurang karena peningkatan jumlah pasien. Pada tahun 2013 ke
(manajemenrumahsakit.net/2014/01/permasalahan- tahun 2014, terjadi peningkatan penerimaan retribusi
dalam-pelaksanaan-JKN). Di pihak lain, banyak rumah rawat jalan yang cukup besar 49,8% padahal jumlah
sakit yang mengeluh dengan besaran tarif pembiayaan pasien relatif tetap. Hal ini terjadi kemungkinan
yang diatur dalam Permenkes No 59 tahun 2014. berhubungan dengan penerapan tarif INA-CBG’s.
Besaran tarif dalam peraturan tersebut dianggap terlalu
kecil dan tidak sesuai dengan jasa medis, harga obat dan TINJAUAN PUSTAKA
reagen atau bahan habis pakai terkini.Akibatnya dari
sudut pandang pasien, timbul kesan bahwa pihak Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan
rumah sakit hanya memberikan pelayanan seadanya dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan
yang disertaiketidakramahan dari petugas kesehatan. bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit
bersedia memberikan jasa kepada pasien.Tarif rumah 8. Penetapan tarif dengan tujuan untuk menciptakan
sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh corporate image adalah penetapan tarif yang ditetapkan
rumah sakit swasta juga oleh rumah sakit milik dengan tujuan meningkatkan citra rumah sakit.
pemerintah.(Trisnantoro, 2009).
Kebijaksanaan Tarif
Bagi rumah sakit pemerintah, tarif ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan atau Pemerintah 1. Tarif pelayanan rumah sakit ditetapkan dengan
Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat memperhatikan nilai jasa pelayanan rumah sakit
pemerintah sebagai pemilik rumah sakit. Trisnantoro, serta kemampuan membayar mayarakat setempat.
2009). 2. Tarif rumah sakit harus memperhatikan kontinuitas
pelayanan, daya beli masyarakat, azas keadilan dan
Tujuan Penetapan Tarif kepatuhan dengan kompetisi yang sehat.
3. Tarif rumah sakit ditetapkan atas dasar jenis
Menurut Trisnatoro (2009), penanganan penetapan pelayanan, tingkat kecanggihan pelayanan dan
tarif dan tujuan penetapan tersebut dipengaruhi oleh kelas perawatan.
pemiliknya. Dengan latar belakang kepemilikan 4. Pemberian keringanan atau pembebasan biaya
tersebut, tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan pelayanan rumah sakit bagi pasien kurang mampu
sebagai berikut: diatur oleh direktur rumah sakit yang bersangkutan
1. Penetapan tarif untuk pemulihan biaya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit Direktur Jenderal Pelayanan Medik.
pemerintah yang semakin lama semakin berkurang 5. Tarif rumah sakit untuk golongan masyarakat yang
subsidinya. pembayarannya dilakukan oleh pihak penjamin
2. Penetapan tarif untuk subsidi silang melalui suatu ikatan perjanjian secara tertulis.
Adanya kebijakan agar masyarakat ekonomi kuat 6. Penetapan besaran tarif pelayanan rumah sakit
dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan dilakukan dengan mempertimbangkan adanya
rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. subsidi silang bagi tarif pelayanan pasien kelas III.
3. Penetapan tarif untuk meningkatkan akses (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165/
pelayanan MENKES/SK/X/2007 tentang Pola Tarif Rumah
Kebijakan penetapan tarifserendah mungkin sehingga Sakit Badan Layanan Umum.)
diharapkan dengan tarif rendah ini maka akses akan
baik atau mudah terutama bagi orang miskin. Strategi Penetapan Tarif (Trisnatoro (2009)
4. Penetapan tarifuntuk meningkatkan mutu pelayanan
Kebijakan penetapan tarif pada bangsal VIP yang Terdapat tiga jenis strategi yaitu berorientasi biaya,
dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk berorientasi permintaan dan berorientasi persaingan.
meningkatkan mutu layanan dan juga peningkatan 1. Berorientasi biaya
kepuasan kerja dokter spesialis. Yaitu penetapan tarif/harga yang sepenuhnya
5. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat mengacu kepada biaya yang dikeluarkan, baik
dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit biaya marjinal maupun biaya total termasuk biaya
baru yang akan menjadi pesaing. tidak langsung (overhead cost).
6. Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan 2. Berorientasi permintaan
dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang Rumah sakit memerhatikan kondisi permintaan,
cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli) bukan tingkat biaya, dalam menetapkan tarif/harga.
dengan tujuan memaksimalkan pendapatan. 3. Berorientasi persaingan
7. Penetapantarifyangbertujuanminimisasipenggunaan Rumah sakit menetapkan tarif/harga atas dasar
pelayanan, mengurangi pemakaian, tarif ditetapkan tarif/harga yang ditetapkan oleh para pesaingnya.
secara tinggi.
kesehatan nasional yang kini dapat dimiliki oleh seluruh (PMK No 59 tahun 2014) sementara besaran klaim top
masyarakat Indonesia. up adalah Rp.7.389.900. Top up ini dilakukan dengan
menginput Phacoemulsification (YY14) pada software
Dari table 2 di atas, dapat dilihat bahwa semua kasus INA-CBG’s. Spesial CMG atau special group pada
pada poliklinik Hemodialisa dan Gizi memiliki tarif RS tarif INA-CBG’s saat ini dibuat agar mengurangi resiko
yang lebih kecil daripada tarif INA-CBG’s, sedangkan keuangan rumah sakit (ditampilkan dalam tabel 3).
Poliklinik Penyakit Dalam, Bedah, Rehabilitasi Medik,
Mata, Obstetri dan Ginekologi, Paru, Saraf, Anak, Total biaya pelayanan yang dikeluarkan oleh rumah
THT, Psikiatri, Kulit dan Kelamin, memiliki kasus sakit untuk pelayanan rawat jalan lebih kecil
dengan jumlah tarif RS lebih kecil daripada tarif INA- dibandingkan total tarif INA-CBG’s yang dibayarkan
CBG’s lebih besar daripada jumlah tarif RS lebih besar BPJS Kesehatan. Rumah sakit menghasilkan surplus
daripada tarif INA-CBG’s. Poliklinik Jantung dan sebesar Rp. 135.871.932,73 atau 25,71% dari total
Poliklinik Gigi dan bedah mulut ditemukan kasus tagihan RS dalam menerapkan tarif INA-CBG’s.
dengan tarif RS lebih besar daripada tarif INA-CBG’s Rerata tarif RS Rp. 221.682,79/pasien, rerata tarif INA-
yang lebih banyak daripada tarif RS lebih kecil dari tarif CBG’s Rp. 278.676,05/pasien dengan rerata selisih tarif
INA-CBG’s. Rp.56.993,26/pasien.
Dari 2384 kasus pelayanan rawat jalan, terdapat 645 Sejumlah 295 (12,37%) pasien yang mendapatkan
(27,05 %) kasus yang total besaran tarif rumah sakitnya obat penyakit kronis yang dapat diklaim diluar tarif
lebih besar dari tarif INA-CBG’s, yang berarti INA-CBG’s,yang memperbesar selisih positif antara
menghasilkan selisih negatif. Sementara sebanyak tarif RS dan besaran tagihan yang dibayarkan oleh
1739 (72,95%) kasus dengan besaran tarif rumah BPJS menjadi sebesar Rp.187.208.273,73 atau
sakitnya lebih kecil atau sama dengan tarif INA-CBG’s, mendapat surplus sebesar 35,42% dari total tarif rumah
yang menghasilkan selisih positif. sakit.
Pada kode U-3-16-0 (Prosedur pada gigi), I-3-13-0 Terdapat 2 (dua) kode INA-CBG’s yang tergolong
(Prosedur Ekokardiografi), semua kasus memberikan penyakit kronis yaitu Q-5-44-0 (Penyakit kronis kecil
selisih negatif dimana tarif INA-CBG’s sangat kecil lain-lain) sebanyak 120 (50,5%) pasien dan Q-5-43-0
dibandingkan biaya yang dikeluarkan rumah sakit (Penyakit kronis besar lain-lain) sebanyak 138 (5,79% )
dalam bentuk tarif RS Pemerintah melalui NCC perlu pasien dengan total 1343 (56,3%). Tetapi hanya 22 %
mengevaluasi besaran tarif INA-CBG’s pada kode saja pasien dengan penyakit kronis yang mendapatkan
tersebut. obat kronis. Kemungkinan penyebab yang perlu
dievaluasi:
Pada beberapa kode, tarif INA-CBG’s juga ada yang 1. Obat kronis yang diresepkan oleh dokter adalah
jauh lebih besar daripada tarif RS dimana pada kode obat yang tidak termasuk dalam Fornas sehingga
INA-CBG’s tersebut seluruh kasus menghasilkan tidak bisa diklaim.
selisih positif yang besar seperti pada kode N-3-15-0 2. Pasien diberikan obat bermerk (paten) karena tidak
(Prosedur Dialisis) dan kode H-2-36-0 (Prosedur ada sediaan generiknya sementara obat bermerk
operasi katarak). Tarif INA-CBG’s Prosedur Dialisis (paten) tersebut tidak termasuk dalam formularium.
ini juga lebih besar dibandingkan tarif RS swasta. Hal 3. Petugas tidak menginput obat tersebut sebagai obat
ini terlihat pada penelitian Padmawani (2014) di RS yang bisa diklaim.
Zahirah di mana 176 kasus Prosedur Dialisis memberikan (ditampilkan dalam tabel 4).
selisih positif.
Komponen obat menempati peringkat tertinggi yaitu
Prosedur katarak memberikan selisih positif karena Rp. 197.522.267,27 (37,38%), selanjutnya tindakan
terdapat top up prosedur (PMK 27 tahun 2014) yaitu sebesar Rp. 172.300.000 (32,60%), dan komponen
special CMG Phacoemulsification (YY 14), dimana penunjang sebesar Rp. 133.624.500 (25,28%) serta
pada tarif paket INA-adalah Rp. 3.780.000,- CBG’s
yang menetapkan remunerasi menjadi 3 prinsip, yaitu : 4. Terdapat selisih positifRp. 135.871.932,73 (25,71%).
pay for position (berdasarkan jabatan yang diemban, Obat penyakit kronis diluar paket INA-CBG’s
semakin tinggi jabatan maka semakin besar pula menambahselisihpositifmenjadiRp.187.208.273,73
remunerasinya.), pay for performance (berdasarkan (35,42%) dari total tarif rumah sakit. Selisih positif ini
kinerja yang diperlihatkan pegawai yang bersangkutan, baik dan dapat digunakan meningkatkan pelayanan
semakin baik kinerjanya maka akan mendapatkan dan kenyamanan.
remunerasi yang lebih tinggi) dan pay for 5. Komponen obat menempati peringkat tertinggi
people(berdasarkan keahlian dan kompetensi yang 37,38%, selanjutnya tindakan sebesar 32,60% dan
dimiliki pegawai, semakin trampil dan kompeten maka komponen penunjang sebesar 25,28% dan rerata
remunerasi yang didapatkan akan lebih tinggi). selisih Rp.56.993.
6. Jumlah pasien yang mendapatkan obat penyakit
Untuk mengaplikasikan 3 prinsip di atas maka konsep kronis sejumlah 295 (12,37%) sangat sedikit
penyusunan distribusi remunerasi para pegawai non dibandingkan jumlah pasien penyakit kronis 1343
spesialis di rumah sakit dirancang berdasarkan indexing (56,3%). Perlu dievaluasi penyebabnya.
yang yang akan menghasilkan score tertentu yang 7. Kode U-3-16-0 (Prosedur pada gigi), I-3-13-0
terdiri dari basic index, positioning index,competency (ProsedurEkokardiografi),semuakasusmemberikan
index, emergency index, risk index, performance index selisih negatif. Perlu dikaji ulang besaran tarif INA-
dan tingkat kehadiran atau absensi pegawai. CBG’snya.
8. Upayakendalibiayadapat dilakukandenganefisiensi
Dengan perubahan tarif berdasarkan tarif INA-CBG’s, yang menghasilkan surplus yang baik sebesar 34,
rumah sakit juga telah menetapkan standar pemberian 42%.
jasa medis yang baru yaitu dokter mendapatkan jasa 9. MutupelayanandiRSUDBudhi Asihmasihkurang
medis sebesar 50% dari 55% dari tarif INA-CBG’s baik.
tanpa tarif top up. Penetapan tersebut telah melalui dasar 10. Penetapan remunerasi yang adil sehingga dapat
dan perhitungan yang kuat, disamping itu terciptanya memotivasi peningkatan kinerja dan semangat serta
kesepakatan antara pihak manajemen dan para dokter motivasi yangtinggi.
spesialis. Penerapan sistem ini diharapkan mengurangi
overutility tindakan oleh dokter spesialis karena dasar Saran
yang digunakan adalah nilai paket INA-CBG’s bukan
fee for service. Tetapi di sisi lain, tidak tertutup Bagi Pemerintah
kemungkinan adanya dampak negatif dimana dokter Melakukan evaluasi dalam perhitungan tarif INA-
akan termotivasi untuk mengejar kuantitas dan CBG’s sehingga dapat menyusun tarif dengan lebih
mengenyampingkan kualitas pelayanan dengan cara sesuai berdasarkan data berbagai tarif RS
membatasi waktu pemeriksaan atau konsultasi agar Mendorong perusahaan farmasi untuk memproduksi
dapat memeriksa pasien yang banyak dengan harapan lebih banyal lagi obat generik baik dalam jenis maupun
remunerasinya akan tinggi. jumlahnya.
clinical pathway, memperbaiki manajemen ketersediaan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1165/Menkes/SK/X/2007 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan
obat. Layanan Umum. Jakarta.
Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada
klaim biaya rawat jalan melalui pemantauan proses Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Jakarta.
pengkodingan dan verifikasi, standar formularium Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Buku Pegangan Sosialisasi
obat dan evalusi komponen-komponen biaya Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Bahan Paparan Jaminan
semua tindakan yang ada di rumah sakit. Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
Melakukan evaluasi sistem remunerasi yang baru Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013 Tentang Formularium Nasional. Jakarta.
diimplementasikan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Melakukan perhitungan cost of treatment dari setiap Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem
Indonesian Case Base Groups (INA-CBG’s). Jakarta.
layanan pasien baik rawat jalan dan rawat inap Murti, B. (2000). Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Canisius, Yogyakarta.
berdasarkan diagnosa penyakit pasien sehingga Napitupulu, M. (2014). Analisis Kesenjangan Tarif Rumah Sakit Dan Tarif INA CBG
untuk tindakan Sectio Caesaria Di Rumah Sakit Swasta Kelas C Tahun 2013.
dapat diketahui perbandingan tarif paket INA- Tesis, 2014, Depok.
CBG’s apakah sudah menutupi biaya (cost of Nugrohowati, L. (2013). Studi Kasus Dalam Mengantisipasi BPJS-SJSN: Analisis
Tagihan Tindakan Sectio Caesaria Kelas III Rumah Sakit Swasta Hermina
treatment) yang dikeluarkan oleh rumah sakit. Bogor Tahun 2012, Tesis, Depok.
Melakukan penghitungan unit cost untuk Nurullita. (2013). Kajian Remunerasi Pegawai Negeri Sipil Di RSUD Karawang,
Tesis, Depok.
mengetahui dan memberikan masukan kepada Padmawati, N. (2014). AnalisisPerbandingan Antara Biaya Pelayanan Pasien Rawat
Pemda Propinsi DKI Jakarta tentang besaran tarif Jalan dan Rawat Inap Berdasarkan Tarif Rumah Sakit Dengan Tarif
INA_CBG Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional Di RSU Zahirah
rumah sakit yang rasional. Bulan Pelayanan Januari Hingga Mei 2014, Skripsi, Depok.
Manajemen Rumah Sakit. (2014). Permasalahan dalam Pelaksanaan JKN di
diunduh dari manajemenrumahsakit.net/2014/01/permasalahan-dalam-
DAFTAR PUSTAKA pelaksanaan-jkn.
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta
Blocher, Chen, Lin (2001). Manajemen Biaya Dengan Tekanan Strategik, Salemba No 165 tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan BLUD.
Empat, Jakarta Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Gubernur No 174 tahun 2012
Firmanda, D. (2015). Penyusunan Clinical Pathway, disampaikan pada seminar tentang Pedoman Pemberian Remunerasi bagi pegawai RSUD dan RSKD.
ClinicalPathwaydalamkerangkaimplementasiINA-CBG’sdiRuangApung Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. (2014) Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Depok, 26 Februari 2015. No 207 tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Daerah
Firmansyah.T. (2014). Analisis Selisih Tarif RS Dengan Tarif INA-CBG Parawatan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. (2013). Peraturan Gubernur No 176 tahun 2013
Bayi Prematur Di NICU RSBA Harapan Kita Tahun 2013, Tesis, 2014, tentang Gaji Pegawai Bon PNS Tetap RSUD dan RSKD yang Menerapkan
Depok. Pola Pengelolaan Keuangan BLUD.
Fitri, D (2014). Analisis perbedaan rata-rata biaya dan mutu pelayanan tindakan Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
section caesariadengan pola pembayaran FFSdan INA-CBG’s, Tesis, 2014, Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
Depok. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Gani, A. 1996. “Analisis Biaya Rumah Sakit Makalah Seri Manajemen Keuangan Kesehatan, Jakarta
Pelayanan Kesehatan, Jakarta Republik Indonesia. (2013). Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Hartono, B. (2005). Tarif Pelayanan dalam Manajemen Pemasaran Untuk Rumah Jaminan Kesehatan. Jakarta.
Sakit, Rineka Cipta, Jakarta. Republik Indonesia. (2014). Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
Hosizah. (2013). Case Mix Upaya Pengendalian Biaya Pelauanan Rumah Sakit di Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Indonesia diunduh pada http://www.esaunggul.ac.id/article/case-mix-upaya- Jakarta.
pengendalian-biaya-rumah-sakit-di-indonesia. Sulastomo. (2002). Asuransi Kesehatan Sosial, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hukumonline. (2014). Tarif Program JKN Masih Dikeluhkan, diunduh dari Thabrany. (1998).Penetapan Simulasi Tarif Rumah Sakit, disampaikan pada Pelatihan
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt530426be9c7cd/tarif-program-jkn- RSPAD November 2008. Jakarta.
masih-dikeluhkan Thabrany.H (2014). Jaminan Kesehatan Nasional. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kebijakan Kesehatan Indonesia. (2012). Kebijakan Pembiayaan Kesehatan, Trisnantoro, L. (2009), Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen
http://www.Kebijakan kesehatan Indonesia.net/337-kebijakan-pembiayaan- Rumah Sakit, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
kesehatan. Wibowo, A. (2014). Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Kasus Berdasarkan Tarif Rumah Sakit dengan Tarif
INA-CBG’s Per Poliklinik
Kasus Tarif RS ≤ Tarif Kasus Tarif RS >
No. Poliklinik Jumlah
INACBG’s Tarif INA-CBG’s
JLH % JLH % JLH %
1 Penyakit Dalam 270 66,83 134 33,17 404 100
2 Bedah 261 65,91 135 34,09 396 100
3 Rehabilitasi Medik 284 93,73 19 6,27 303 100
4 Mata 211 77,01 63 22,99 274 100
5 Obstetri & Ginekologi 125 66,84 62 33,16 187 100
6 Paru 127 74,71 43 25,29 170 100
7 Saraf 128 79,50 33 20,50 161 100
8 Jantung 63 49,22 65 50,78 128 100
9 Anak 78 81,25 18 18,75 96 100
10 THT 49 65,33 26 34,67 75 100
11 Psikiatri 51 85 9 15 60 100
12 Hemodialisa 55 100 0 0 55 100
13 Gigi dan Bedah Mulut 3 8,33 33 91,67 36 100
14 Kulit & Kelamin 30 85,71 5 14,29 35 100
15 Gizi 4 100 0 0 4 100
Total 1739 72,95 645 27,05 23,84 100