Anda di halaman 1dari 20

STEP 2

1. Mengapa ditemui dada tong dan sela iga melebar, pekak jantung menyempit, hipersonor,
hiperluscent?
BARREL CHEST, SELA IGA MELEBAR, DAN DIAFRAGMA MENDATAR

Pada dada dengan bentuk normal,


rasio antara diameter anteroposterior dengan diameter laterolateral adalah 1:2. Pada
penderita barrel chest diameter anteroposterior meningkat secara abnormal sehingga
perbandingannya dengan diameter laterolateral menjadi 1:1

Gambar di atas menunjukkan perbandingan bentuk dada normal dengan bentuk


dada barrel chest. Peningkatan abnormal diameter anteroposterior dan
pendorongan tulang sternum ke depan menyebabkan dada terlihat seperti tabung
Barrel chest merupakan salah satu temuan klinis yang bisa ditemukan pada penderita PPOK.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Barrel chest disebabkan oleh PPOK tipe
emfisema, pada emfisema terjadi kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli yang
menyebabkan terhambatnya aliran udara. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperinflasi di
paru yang secara bertahap akan menambah volume paru, sehingga diafragma akan
terdesak ke bawah, tulang sternum terdesak ke anterior, dan tulang iga menjadi
mendatar, secara perlahan dada normal berubah bentuk menjadi bentuk barrel chest.

2. Mengapa napas terasa berat saat aktivitas berat?

3. Mengapa stem fremitus menurun pada pemeriksaan fisik paru?

STEM FREMITUS MENURUN


Fremitus adalah pemeriksaan untuk mengetahui getaran suara dari saluran napas. Untuk
mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara palpasi taktil atau dengan stetoskop.
Pemeriksaan fremitus (resonansi vocal) terjadi sebagai akibat getaran fonasi yang berjalan
sepanjang cabang trakeobronkial melalui parenkim paru. Secara fisiologis paru normal yang
terisi udara akan meneruskan bunyi dengan frekuensi rendah dan menyaring bunyi
dengan frekuensi tinggi. Namun pada resonansi vocal menurun dikarenakan berkurangnya
densitas (karena bunyi akan lebih tersaring) seperti pada keadaan asma, emfisema,
pneumothorax atau efusi pleura.
4. Mengapa dilakukan pemeriksaan spirometri? Dan bagaimana interpretasinya?
5. Bagaimana alfa-1 antitripsin mempengaruhi saluran pernapasan?
6. Apa hubungan riwayat merokok dan bekerja di pabrik keramik dengan keluhan pasien?

SPIROMETRI à Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi


adanya obstruksi jalan napas maupun derajat obstruksi. Hambatan aliran udara
pernapasan pada ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan perumusan nilai-nilai
Volume Ekspirasi Paksa detik pertama. VEP1 / FEV1 merupakan parameter yang paling
banyak digunakan untuk menentukan obstruksi, derajat obstruksi, bahkan dapat
menilai prognosis
7. Apa diagnosis dan diagnosis banding?

Dx
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat.
Pada PF tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi
paru. Dx PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang secara rinci diterangkan
pada table berikut :
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometry, jika Ysalah satu indicator ini ada pada
individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostic pasti, tetapi
keberadaan beberapa indicator kunci meningkatkan kemungkinan dx PPOK. Spirometri
diperlukan untuk memastikan dx PPOK.

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut :


GAMBARAN KLINIS
ANAMNESIS
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat factor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

PEMERIKSAAN FISIK

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

INSPEKSI
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
Barrel chest (diameter AP dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink Puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer

PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

PERKUSI
Pada emfisema :
Hipersonor
Batas jantung mengecil
Letak diafragma rendah
Hepar terdorong ke bawah

AUSKULTASI
Suara napas vesikuler normal, melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh

DD
ASMA
SOPT (sindroma obstruksi pasca TB) à penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderita pasca TB dengan lesi paru yang minimal
Pneumothorax
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis dan destroyed lung

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnose yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.

PERBEDAAN ANTARA INFLAMASI PPOK DAN ASMA

Meskipun PPOK dan asma berhubungan dengan inflamasi kronis saluran napas
namun terdapat perbedaan dalam hal sel inflamasi dan mediator yang terlibat di
dalamnya, yang akan menyebabkan perbedaan efek faal, gejala, dan respon
terhadap terapi. Terdapat kemiripan inflamasi antara asma berat dan PPOK.
Beberapa pasien PPOK memiliki gambaran seperti asma dan mungkin memiliki pola
inflamasi yang ditandai dengan peningkatan eosinophil. Sebaliknya pasien asma yang
merokok memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 24-26
dan 31-34

8. Apa etiologi dan faktor resiko dari skenario?


PENJELASAN
ASAP ROKOK
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari factor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi
sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1 .

Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan
bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbidity dan mortality
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan
perokok cigarette. Tipe lain dari jenis rokok yang popular di berbagai negara tidak
dilaporkan.

Resiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks brinkman)

Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh
factor resiko genetic setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental
tobacco smoke-ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok
selama kehamilan dapat beresiko terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru
di uterus dan dapat menurunkan system imun awal.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :


Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok

Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting dari factor
penyebab lainnya

Identifikasi merokok sebagai factor resiko yang paling biasa ditemui untuk PPOK
telah menyebabkan penggabungan program berhenti merokok sebagai elemen kunci
dari pencegahan PPOK, serta intervensi penting bagi pasien yang sudah memiliki
penyakit.

POLUSI UDARA
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar lebih mudah
mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
Polusi di luar ruangan
Gas buangan kendaraan bermotor
Debu jalanan
Polusi tempat kerja
Bahan kimia
Zat iritasi
Gas beracun

POLUSI DI DALAM RUANGAN

Kayu, serbuk gergaji,batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan
bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam runagan. Kejadian
polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan
ventilasi kurang baik merupakan factor resiko terpenting timbulnya PPOK,
terutama pada perempuan di negara berkembang (Case Control studies).

Hampir 3 milyar penduduk dunia memakai biomassa dan batubara sebagai


sumber utama energi untuk memasak , pemanas ruangan dan keperluan
rumah tangga lainnya, sehingga populasi yang beresiko menjadi sangat
banyak.

Polusi di dalam ruangan memberikan resiko lebih besar terjadinya PPOK


dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan. Bahan bakar
biomassa yang digunakan perempuan untuk memasak sehingga
meningkatkan prevalensi PPOK pada perempuan bukan perokok di Asia dan
Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan membunuh 2 juta
perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD,2010)

POLUSI DI LUAR RUANGAN

Tingginya polusi udara dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru.


Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam waktu
lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil prevalensinya
dibandingkan pajanan asap rokok. Efek relative jangka pendek, puncak
pajanan tertinggi dalam waktu lama dan pajanan tingkat rendah adalah
pertanyaan yang harus dicari solusinya.

STRES OKSIDATIF
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari
sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraselular (endogen) sepeti derivate electron mitokondria transport termasuk
dalam mekanisme seluler signalling pathway.

Sel paru dilindungi oleh oxidative challenge yang berkembang secara enzimatik atau non
enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dana tau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif.
Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi pari.

Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan memegang peranan penting


pada pathogenesis PPOK

INFEKSI SALURAN NAPAS BAWAH BERULANG


Infeksi virus dan bakteri berperan dalam pathogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi
bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan
eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi
paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa
kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaan ini, karena seringnya kejadian
infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas
yang merupakan factor resiko pada PPOK.
Pengaruh BBLR (berat badan lahir rendah) akan meningkatkan infeksi viral yang juga
merupakan factor resiko PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian
emfisema. Riwayat infeksi TB berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia >40
tahun.

SOSIAL EKONOMI
Social ekonomi sebagai factor resiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara
pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, permukiman yang padat, nutrisi yang
jelek dan factor lain yang berhubungan dengan status social ekonomi kemungkinan
dapat menjelaskan hal ini.

Peranan nutrisi sebagai sebagai factor resiko tersendiri penyebab berkembangnya PPOK
belum jelas. Malnutrisi dan penurunan BB dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan
otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan
status anabolic/katabolic berkembang menjadi emfisema pada percobaan binatang. CT
scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan
seperti emfisema

TUMBUH KEMBANG PARU


Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah
resiko untuk terjadinya PPOK. Studi metaanalisis menyatakan bahwa berat badan
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

ASMA
Asma kemungkinan sebagai factor resiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat
disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukannya obstruksi jalan napas irreversible.

GEN
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan. Factor
resiko genetic yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitripsin sebagai
inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu
origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emfisema panlobular
dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok
dengan kekurangan alpha-1 antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal
beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru.

Meskipun kekurangan alpha-1 antitripsin hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal
ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang
menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana factor resiko genetic
berkontribusi terhadap timbulnya PPOK.

Resiko obstruksi aliran udara yang diturunkan secara genetic telah diteliti pada perokok
yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan
keterkaitan bahwa factor genetic mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah
diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam pathogenesis PPOK, termasuk TGF-1,
mEPHX1, dan TNF. Gen-gen diatas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-1
antitripsin.
Faktor resiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih kompleks, karena
harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama, memungkinkan terjadinya paparan
seumur hidup yang lebih besar terhadap berbagai factor resiko.

Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.


Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 9-14

9. Bagaimana patofisiologi dari skenario?


Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK
sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi
disebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas
yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.

KETERBATASAN ALIRAN UDARA DAN AIR TRAPPING


Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.

Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan


dengan FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap
yang terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi
hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.

Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual


fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi
dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan.
Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama
timbulnya dyspnea pada aktivitas . bronkodilator yang bekerja pada salura napas
perifer mengurangi perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan
gejala serta meningkatkan dan kapasitas berolahraga.

MEKANISME PERTUKARAN GAS


Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hypercapnia
yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gas akan memburuk
selama penyakit berlangsung. Tingjat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri
dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q).

Obstrruksi jalan napas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q, dan


penggabungan dengan gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah parah akan
mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi CO2. Kelainan pada ventilasi alveolar dan
berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA/Q.

HIPERSEKRESI LENDIR
Hipersekresi lendir yang mengakibatkan batuk produktif kronis adalah gambaran dari
bronchitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya tidak
semua pasien dengan pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini
disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan
membesarnya kelenjar submucosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas
oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang
hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor factor EGFR.

HIPERTENSI PARU
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses
vasokontriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan
perubahan structural yang meliputi hyperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot
polos/hyperplasia.

Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan
bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirukulasi paru sehingga terjadi pulmonary
hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).

GAMBARAN DAMPAK SISTEMIK


Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula beberapa
gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan penyakit berat, hal ini
berdampak besar terhadap kualitas hidup dan penyakit penyerta.

Kakeksia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat disebabkan karena hilangnya massa otot
rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan/ atau tidak
digunakannya otot-otot tersebut. Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronis.

Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-alfa, IL-6 dan radikal bebas
oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan Protein C-Reaktif (PCR). Berikut ini adalah
gambar tentang PPOK dengan berbagai penyakit yang dapat berkorelasi :

EKSASERBASI
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas
pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan.
Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum
diketahui dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa
studi lainnya juga menemukan eosinophil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-alfa, LTB4, dan
IL-8 serta peningkatan biomarker stres oksidatif.

Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian
menunjukkan peningkatan neutrophil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi
kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara,
dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas meningkat. Terdapat juga
memburuknya abnormalitas VA/Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.

Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.


Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 20-23

10. Bagaimana tanda dan gejala pada skenario?


GAMBARAN KLINIS
ANAMNESIS
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat factor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

PEMERIKSAAN FISIK

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

INSPEKSI
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik

Barrel chest (diameter AP dan transversal sebanding)


Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink Puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing

Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer

PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

PERKUSI
Pada emfisema :
Hipersonor
Batas jantung mengecil
Letak diafragma rendah
Hepar terdorong ke bawah

AUSKULTASI
Suara napas vesikuler normal, melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh

Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.


Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 25-26

11. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan?

SPIROMETRI à Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi


adanya obstruksi jalan napas maupun derajat obstruksi. Hambatan aliran udara
pernapasan pada ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan perumusan nilai-
nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama. VEP1 / FEV1 merupakan parameter yang
paling banyak digunakan untuk menentukan obstruksi, derajat obstruksi, bahkan
dapat menilai prognosis (Hadiarto, 1998)

KADAR ENZIM ALFA ANTITRIPSIN à kadar alfa-1 antitripsin rendah pada emfisema herediter
(emfisema usia muda), defisiensi alfa-1 antitripsin jarang ditemukan di Indonesia

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


LABORATORIUM DARAH
Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit, analisis gas darah pada pasien emfisema meningkat

RADIOLOGI
Foto thorax PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)

PEMERIKSAAN PENUNJANG LANJUTAN

FAAL PARU LENGKAP


Volume residu, kapasitas residu fungsional, kapasitas paru total, meningkat

UJI LATIH KARDIOPULMONER


Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit à lebih rendah dari orang normal

UJI PROVOKASI BRONKUS


Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan

ANALISIS GAS DARAH


Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik

RADIOLOGI
CT scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto thorax polos
Scan ventilasi perfusi à mengetahui fungsi respirasi paru
ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan
ECHOKARDIOGRAFI
Menilai fungsi jantung kanan
BAKTERIOLOGI
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 26-30

12. Apakah komplikasi dan edukasinya?

Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan
tidak sepenuhnya reversible seperti :

Gagal napas
Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah PO2 <60 mmHg dan PCO2 >60 mmHg dan pH normal,
penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2


Bronkodilator adekuat
Terapi O2 yang adekuat terutama waktu aktivitas atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed-lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik


Ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulent
Demam
Kesadaran menurun

Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kada limfosit darah

Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, Hematokrit >50% dapat disertai gagal jantung kanan

Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.


Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 69-70

Prodi keperawatan

1. Bagaimana konsep keperawatan menurut skenario?


2. Apakah pengertian pursed lips breathing?
3. Bagaimana cara melakukan teknik pursed lips breathing?
4. Apa tujuan dan manfaat teknik pursed lips breathing?
5. Apakah diagnosa keperawatan lainnya yang mungkin muncul dari kasus tersebut?

Prodi farmasi

1. Apa saja terapi farmakologi dan non farmakologi, tujuan terapi, serta monitoring?
2. Bagaimana patofisiologi dari skenario?
3. Bagaimana drug releated problem pada kasus tersebut?
4. Bagaimana informasi obat yang disampaikan oleh apoteker?

Anda mungkin juga menyukai