Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Mengapa ditemui dada tong dan sela iga melebar, pekak jantung menyempit, hipersonor,
hiperluscent?
BARREL CHEST, SELA IGA MELEBAR, DAN DIAFRAGMA MENDATAR
Dx
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat.
Pada PF tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi
paru. Dx PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang secara rinci diterangkan
pada table berikut :
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometry, jika Ysalah satu indicator ini ada pada
individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostic pasti, tetapi
keberadaan beberapa indicator kunci meningkatkan kemungkinan dx PPOK. Spirometri
diperlukan untuk memastikan dx PPOK.
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
Barrel chest (diameter AP dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink Puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer
PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
PERKUSI
Pada emfisema :
Hipersonor
Batas jantung mengecil
Letak diafragma rendah
Hepar terdorong ke bawah
AUSKULTASI
Suara napas vesikuler normal, melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
DD
ASMA
SOPT (sindroma obstruksi pasca TB) à penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderita pasca TB dengan lesi paru yang minimal
Pneumothorax
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis dan destroyed lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnose yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
Meskipun PPOK dan asma berhubungan dengan inflamasi kronis saluran napas
namun terdapat perbedaan dalam hal sel inflamasi dan mediator yang terlibat di
dalamnya, yang akan menyebabkan perbedaan efek faal, gejala, dan respon
terhadap terapi. Terdapat kemiripan inflamasi antara asma berat dan PPOK.
Beberapa pasien PPOK memiliki gambaran seperti asma dan mungkin memiliki pola
inflamasi yang ditandai dengan peningkatan eosinophil. Sebaliknya pasien asma yang
merokok memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 24-26
dan 31-34
Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan
bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbidity dan mortality
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan
perokok cigarette. Tipe lain dari jenis rokok yang popular di berbagai negara tidak
dilaporkan.
Resiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks brinkman)
Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh
factor resiko genetic setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental
tobacco smoke-ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok
selama kehamilan dapat beresiko terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru
di uterus dan dapat menurunkan system imun awal.
Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting dari factor
penyebab lainnya
Identifikasi merokok sebagai factor resiko yang paling biasa ditemui untuk PPOK
telah menyebabkan penggabungan program berhenti merokok sebagai elemen kunci
dari pencegahan PPOK, serta intervensi penting bagi pasien yang sudah memiliki
penyakit.
POLUSI UDARA
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar lebih mudah
mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
Polusi di luar ruangan
Gas buangan kendaraan bermotor
Debu jalanan
Polusi tempat kerja
Bahan kimia
Zat iritasi
Gas beracun
Kayu, serbuk gergaji,batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan
bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam runagan. Kejadian
polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan
ventilasi kurang baik merupakan factor resiko terpenting timbulnya PPOK,
terutama pada perempuan di negara berkembang (Case Control studies).
STRES OKSIDATIF
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari
sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraselular (endogen) sepeti derivate electron mitokondria transport termasuk
dalam mekanisme seluler signalling pathway.
Sel paru dilindungi oleh oxidative challenge yang berkembang secara enzimatik atau non
enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dana tau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif.
Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi pari.
SOSIAL EKONOMI
Social ekonomi sebagai factor resiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara
pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, permukiman yang padat, nutrisi yang
jelek dan factor lain yang berhubungan dengan status social ekonomi kemungkinan
dapat menjelaskan hal ini.
Peranan nutrisi sebagai sebagai factor resiko tersendiri penyebab berkembangnya PPOK
belum jelas. Malnutrisi dan penurunan BB dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan
otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan
status anabolic/katabolic berkembang menjadi emfisema pada percobaan binatang. CT
scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan
seperti emfisema
ASMA
Asma kemungkinan sebagai factor resiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat
disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukannya obstruksi jalan napas irreversible.
GEN
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan. Factor
resiko genetic yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitripsin sebagai
inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu
origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emfisema panlobular
dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok
dengan kekurangan alpha-1 antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal
beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru.
Meskipun kekurangan alpha-1 antitripsin hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal
ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang
menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana factor resiko genetic
berkontribusi terhadap timbulnya PPOK.
Resiko obstruksi aliran udara yang diturunkan secara genetic telah diteliti pada perokok
yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan
keterkaitan bahwa factor genetic mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah
diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam pathogenesis PPOK, termasuk TGF-1,
mEPHX1, dan TNF. Gen-gen diatas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-1
antitripsin.
Faktor resiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih kompleks, karena
harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama, memungkinkan terjadinya paparan
seumur hidup yang lebih besar terhadap berbagai factor resiko.
HIPERSEKRESI LENDIR
Hipersekresi lendir yang mengakibatkan batuk produktif kronis adalah gambaran dari
bronchitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya tidak
semua pasien dengan pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini
disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan
membesarnya kelenjar submucosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas
oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang
hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor factor EGFR.
HIPERTENSI PARU
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses
vasokontriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan
perubahan structural yang meliputi hyperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot
polos/hyperplasia.
Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan
bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirukulasi paru sehingga terjadi pulmonary
hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).
Kakeksia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat disebabkan karena hilangnya massa otot
rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan/ atau tidak
digunakannya otot-otot tersebut. Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronis.
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-alfa, IL-6 dan radikal bebas
oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan Protein C-Reaktif (PCR). Berikut ini adalah
gambar tentang PPOK dengan berbagai penyakit yang dapat berkorelasi :
EKSASERBASI
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas
pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan.
Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum
diketahui dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa
studi lainnya juga menemukan eosinophil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-alfa, LTB4, dan
IL-8 serta peningkatan biomarker stres oksidatif.
Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian
menunjukkan peningkatan neutrophil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi
kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara,
dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas meningkat. Terdapat juga
memburuknya abnormalitas VA/Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer
PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
PERKUSI
Pada emfisema :
Hipersonor
Batas jantung mengecil
Letak diafragma rendah
Hepar terdorong ke bawah
AUSKULTASI
Suara napas vesikuler normal, melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
KADAR ENZIM ALFA ANTITRIPSIN à kadar alfa-1 antitripsin rendah pada emfisema herediter
(emfisema usia muda), defisiensi alfa-1 antitripsin jarang ditemukan di Indonesia
RADIOLOGI
Foto thorax PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
RADIOLOGI
CT scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto thorax polos
Scan ventilasi perfusi à mengetahui fungsi respirasi paru
ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan
ECHOKARDIOGRAFI
Menilai fungsi jantung kanan
BAKTERIOLOGI
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 26-30
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan
tidak sepenuhnya reversible seperti :
Gagal napas
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 <60 mmHg dan PCO2 >60 mmHg dan pH normal,
penatalaksanaan :
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kada limfosit darah
Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, Hematokrit >50% dapat disertai gagal jantung kanan
Prodi keperawatan
Prodi farmasi
1. Apa saja terapi farmakologi dan non farmakologi, tujuan terapi, serta monitoring?
2. Bagaimana patofisiologi dari skenario?
3. Bagaimana drug releated problem pada kasus tersebut?
4. Bagaimana informasi obat yang disampaikan oleh apoteker?