Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non


imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen
maupun endogen.(1) Dermatitis Kontak Iritan didefinisikan sebagai suatu
peradangan pada kulit sebagai hasil dari paparan faktor eksogen dan komponen
dari penyakit akibat kerja pada sosial industri.(2)
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun
angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak
mengeluh.(3)
Dermatitis kontak pertamakali mulai dikenal pada tahun 2000 BC ketika
ekstrak minyak kacang-kacangan yang dioleskan di kulit kepala untuk
menumbuhkan rambut menyebabkan iritasi. Kasus dermatitis kontak iritan yang
pertama di pulbikasikan sebagai penyakit kulit pada pekerja pada tahun 1556 oleh
Georg Agricola yang mengamati ulcer pada pekerja metal. Sehingga mulailah
diteliti secara luas mengenai penyakit dermatitis occupational. Penelitian awal
mengenai Dermatitis Kontak Iritan pada tahun 1919 yang melibatkan penelitian
pada mustar yang iritasi dengan gas dichloroethylsulfide (2,6)
Data yang didapatkan dari hasil riset oleh U.S. Bureau of Labour
Statistic menunjukkan bahwa 257.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada
tahun 2008 untuk kedua jenis kelamin 18,9% (48.600 kasus) adalah penyakit kulit
dimana merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional.
Berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama, incident rate untuk penyakit
okupasional pada populasi kerja di Amerika menunjukkan 90-95% penyakit
okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah
dermatitis kontak iritan.(1)

1
Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan,
yaitu: (1)
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit.,
tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Terdapat penjelasan yang jelas mengenai
komponen serupa imunologis terhadap respon iritan yang menyerupai sebagai
respon imun yang digolongkan sebagai munculnya mediator pro inflamasi, sitokin
tertentu dari sel kulit non imun (keratosit) pada respon terhadap stimulus kimia.
Ini adalah proses yang tidak membutuhkan proses sensitisasi sebelumnyaa.
Gangguan pada pertahanan kulit menyebabkan munculnya sitokin misalnya
Interleukin (IL) 1α, IL-1β dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α). Peningkatan
TNF-α dan IL-6 sepuluh kali lipat dan peningkatan tiga kali lipat dari faktor
granulosit makrofag IL-2 telah di observasi pada DKI. TNF-α adalah sitokin
utama pada DKI, menyangkut peningkatan ekspresi dari histokompabilitas mayor
kompleks kelas 2 dan intraseluler adhesi molekul 1 pada keratinosit.(1,2,3,6,7)
Gejala klinik pada beberapa orang hanya mengeluhkan rasa panas, sakit,
pedih dan menyengat.(4,5)Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung
pada sifat iritan. Kelainan kulit yang timbul juga dapat berupa eritema, edema,
terdapat vesikel, hinga nekrosis. Gejala klinis DKI berdasarkan penyebab dan
pengaruh faktor-faktor tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : DKI akut,
lambat akut, reaksi iritan, kumulatif traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular
dan akneiformis, non eritematosa, dan subyektif.(1,2,3,4,6)
Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan ini berdasarkan ananmnesis dan
pemeriksaan fisis (lesi, pola lesi, dan lokasi) dan penunjang. Differensial
diagnosis yang paling mendekati adalah Dermatitis Kontak Alergi.(4)
Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan tidak selamanya mudah karena
banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus

2
dermatitis. Pencegahan bahan-bahan iritan adalah strategi utama terapi untuk
dermatitis kontak iritan.(3)
Prognosis penyakit ini baik bila bahan iritan dapat dihindari, bila bahan
iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna
maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor.(3)

3
BAB II

DIAGNOSIS

2.1 Anamnesis

Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan didasarkan anamnesis yang cermat dan


pengamatan gambaran klinis yang akurat. Dermatitis Kontak Iritan akut lebih
mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya. Dermatitis Kontak Iritan kronis timbul lambat
serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan Dermatitis Kontak Alergi. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.(3)
Tabel 2. Kriteria diagnostik DKI(1)
Kriteria subyektif mayor Kriteria subyektif minor

 Awitan dalam beberapa menit-jam  Awitan dalan 2 minggu setelah


setelah pajanan pajanan
 Gejala: nyeri, rasa terbakar,  Beberapa individu dari lingkungan
kesemutan, rasa tidak nyaman yang sama terkena akibat adanya
disertai gatal terutama pada awal pajanan secara berkelompok
kejadian
Kriteria obyektif mayor Kriteria obyektif minor
 Makula eritematosa, hiperkeratosis  Lesi dermatitis dengan batas yang
dan fisura disertai vesikulasi tegas
 Terjadi penyembuhan jika  Kecenderungan kecil dermatitis
menghindari pajanan yang meluas
dicurigai.
 Hasil uji tempel yang negatif  Adanya vesikel di sekitar bercak
terhadap alergen yang eritematosa, erosi, bula atau kelainan
berhubungan morfologis lainnya yang ditemukan.
Hal ini menandakan perbedaan
konsentrasi maupun waktu kontak,
yang memberikan gambaran
kerusakan kulit yang bervariasi.

Dermatitis kontak iritan biasanya didiagnosis dengan mengesampingkan


penyebab dermatitis lain contohnya Dermatitis Kontak Alergi. Pertanyaan yang

4
detail menyangkut pekerjaan, hobi, dan riwayat penyakit sebelumnya, dan
pemeriksaan fisis yang cermat sangat penting dalam menegakkan diagnosis
DKI.(1)
Riwayat terpapar bahan iritan hingga riwayat gesekan, pekerjaan basah,
penggunaan sabun, dan detergen atau pajanan terhadap cairan organik bersifat
basa; dan/atau faktor lingkungan juga berperan penting dalam mendukung
diagnosis Dermatitis kontak iritan.(1)
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang
mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: Dermatitis Kontak Iritan
akut, lambat akut (Acute Delayed Irritant Contact Dermatitis), kumulatif, reaksi
iritan, reaksi traumatik, noneritematous, subyektif, gesekan, akneiform, dan
asteatotik.(1,2)
a) Dermatitis Kontak Iritan Akut
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat
dan asam hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium
hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul
dalam beberapa menit atau jam. Intensitas dan lamanya kontak iritan,
terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang
terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir
kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.Penyembuhan
total dapat terjadi dalam 4 minggu dengan prognosis baik.(1,2,3)

Gambar 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut (4)

5
b) DKI Lambat Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala
obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan.(1,2,3)
gambaran klinisnya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut.Gejalanya
lebih sering berupa rasa terbakar.(2,3)

c) DKI Kumulatif (DKI Kronis)


Jenis dermatitis ini yang paling sering ditemukan. Disebabkan oleh
iritan lemah (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan pajanan yang
berulang-ulang.(1, 2, 3).
Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa
hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Gejala berupa kulit kering, eritema,
skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis dan dapat
terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.(1, 2)

Gambar 2. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (4)

d) Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat
berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya
terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari, biasanya hal ini terjadi pada
orang yang terpajan dengan pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif. Sering
terjadi pada dosum manus (hand dermatitis). (1, 2,3,8)

6
e) DKI traumatik
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit
seperti panas atau laserasi.(1,2) Biasanya terjadi pada tangan dan
penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama.(1,2) Pada proses
penyembuhan akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel.
f) Dermatitis Frictional
Iritasi kulit karena mikro trauma atau gesekan yang berulang. Lesi
yang dapat ditemui biasanya hiperkeratosis, akantosis, likenifikasi.(1,2)
g) Pustular atau Akneiformis
Kelainan ini dapat ditemukan pada pekerja minyak, tar, metal dan
beberapa kosmetik. Lesi pustul bersifat steril dan sementara.(1,2)

Gambar 3. Dermatitis Kontak Iritan Pustular (1)

h) Eksikasi Ekzimatik
Biasanya pada orang tua yang sering mandi tanpa menggunakan
pelembab kulit, sehingga kulitnya dapat gatal, kering hingga ichtyosis.
Transepidermal water loss (TEWL) dan pH dapat meningkat dan
keratinosome terganggu(9)
i) DKI Noneritematosa
Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi
kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan
kulit terlihat secara histologi.(1)

7
j) DKI Subyektif
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa
tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan,
biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya
menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini. (1,2)
2.2 Pemeriksaan Fisis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Pasien
biasanya mengeluh sakit, iritasi, rasa terbakar, dan gatal-gatal. Gatal biasanya
kurang menonjol dibandingkan gatal yang disebabkan oleh DKA. Dua bentuk
utama dari DKI adalah akut dan kumulatif. DKI kumulatif lebih umum daripada
yang akut. DKI akut dapat memberi gejala dalam beberapa menit setelah terpapar
zat yang bersifat iritasi kuat seperti asam kuat dan alkalis. Biasanya, paparan
tersebut menghasilkan perkembangan yang cepat seperti rasa terbakar dan gatal
disertai eritema, pedih, dan udem, serta bula, mungkin juga nekrosis. Pinggiran
kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris dan hal ini dapat berlangsung
dalam beberapa minggu. Sebaliknya, iritasi lemah menghasilkan DKI kumulatif.
Penyebab DKI kumulatif ialah kontak berulang-ulang iritan lemah (faktor fisik,
misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga
bahan misalnya detergen, sabun pelarut, tanah, dan bahkan air).(3,5)
Dermatitis Kontak Iritan kumulatif dapat memberikan gejala klasik seperti
kulit kering, eritema, skuama, muncul likenifikasi dengan fisura, hiperkeratosis,
ekskoriasi. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif sering berhubungan dengan
pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan
di bagian lain tubuh.(3,5)

Gambar 4. Dermatitis Kontak Iritan Akibat Alkali (5)


8
Gambar 5. Dermatitis Kontak Iritan Akibat Asam Kuat(5)

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan patch test harus dipertimbangkan untuk membedakan dengan
adanya alergi. Pemeriksaan biopsi terkadang tidak dapat membedakan antara
dermatitis yang disebabkan oleh alergi, iritasi, ataupun atopi, tetapi dapat
membantu dalam menyingkirkan dugaan penyakit psoriasis, jika kasusnya
terdapat di bagian tangan.(1)
Patch Test
Patch test digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang
bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif
dapat diambil. Tempelan dibuka setelah 48 jam kemudian (atau dapat dibuka lebih
cepat apabila gatal yang sangat parah atau rasa terbakar) kemudian dibaca. Bagian
kulit yang ditempel ini perlu dievaluasi lagi pada hari ke-4 atau hari ke-5, karena
terkadang reaksi tidak segera muncul.(5)
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:1)
Dermatitis harus sudah sembuh, 2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu
minggu setelah pemakaian kortikosteroid, 3) Uji tempel dibuka setelah dua hari,
kemudian dibaca, 4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan
uji tempel memberikan hasil negatif palsu, 5) Uji tempel dengan bahan standar
jangan lakukan pada penderita urtikaria.(3)

9
2.4 Diagnosis Banding
1. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah sel-mediasi (tipe IV), yang bersifat
lambat, reaksi hipersensitivitas ini disebabkan oleh kulit kontak dengan alergen
lingkungan. Proses sensatisasi terjadi karena adanya kontak dengan alergen,
ketika adanya paparan lagi dengan bahan kimia dpat memperburuk reaksi
alerginya.Berdasarkan mekanisme terjadinya, pada fase awal dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergi sama-sama melibatkan IL-1 da TNF- 𝛼, tetapi
pada fase lanjut DKI masih tergantung pada innate immunity, dan pada DKA sudah
melibatkan respon imun antigen-spesifik T cell. (1,7)

Diagnosis dermatitis kontak alergi diduga dari presentasi klinis ruam, yang
kemudian harus didukung oleh riwayat pajanan terhadap agen diduga dan
kemudian dikonfirmasi oleh Tes Patch. (1,5)
Gambaran yang dapat ditemukan dapat beruka eritema, pruritus, eksematous
yang terlokasilasi pada tempat paparan alergen.(1)

Gambar 6. Tampak Eritem, Papul yang tersebar dilengan.(1)


(5)

2. Dermatitis Atopi
Dermatitis atopic(DA) adalah penyakit kulit kronik yang berulang, sering
terjadi pada awal kehidupan (bayi) dan waktu anak-anak.Dermatitis atopik sering
dikaitkan dengan fungsi sawar kulit yang abnormal dan sensitisasi alergen. Tidak

10
ada kriteria atau diagnosa khusus yang mampu membedakan dermatitis atopik
dengan penyakit lain. Dengan itu, diagnosa dermatitis atopik berdasarkan gejala
klinis di dalam jadwal berikut:(1)

Kriteria mayor Kriteria minor

 Pruritus  Katarak (anterior-subkapsular)


 Morfologi dan distribusi yang  Cheilitis
tipikal  Konjungtivitis - rekuren
 Likenifikasi fleksura pada  Eksim – asentuasi perifolikuler
orang dewasa  Fasial palor/fasial eritema
 Keterlibatan wajah dan  Intoleren terhadap makanan
ekstensor pada bayi dan anak-  Dermatitis tangan – non-alergi,
anak iritan
 Dermatitis- kronik atau kronik  Iktiosis
yang berulang  Peningkatan IgE
 Riwayat keluarga atau personal  Tipe 1 (immediate) tes
– asma, rhinitis alergi, reaktivitas kulit
dermatitis atopik  Infeksi (kulit) – S.aureus, herpes
simpleks
 Infraorbital fold (Dennie-
Morgan lines)
 Gatal sewaktu berkeringat
 Keratokonus
 Keratosis pilaris
 Dermatitis payudara
 Warna hitam pada orbital
 Palmar hyperlinearity
 Pityriasis alba
 Dermografisme putih
 Intoleren pada wool

11
BAB III

PENATALAKSANAAN

3.1 Non Medikamentosa


Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajananbahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan
tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan topical, mungkin cukupdengan pelembab untuk memperbaiki kulit
yang kering.(3)
3.2 Medikamentosa
a. Kortikosteroid
Efek topikal dari kortikosteroid pada penderita DKI akut masih kontroversi
karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari
kortikosteroid topical dapat menimbulkan kerusakan pada kulit, seperti
penipisan, meningkatkan kerentanan terhadap bahan iritan .(1)
b. Emolien
Pelembab adalah penatalaksanaan yang sangat berguna. Menggunakan emolien
dapat meingkatkan barrier pada kulit yang kering dan likenifikasi.(1)
c. Retinoid
Obat ini berupa acitrecin yang dapat digunakan pada hiperkeratotik
palmoplantar dermatitis atau dermatitis kontak iritan kronis.(2)
d. Immunomodulator
Selain retinoid, pengobatan yang dapat digunakan pada hiperkeratotik
palmoplantar dermatitis atau dermatitis kontak iritan kronis adalah
immunomodulator berupa metotrxat dan cyclosporine.(2)
3.3 Intervensi
Photochemoterapy (PUVA) dapat diberikan pada penderita dermatitis
kontak iritan kronis yang tidak berespon dengan pengobatan lain..(10)

12
BAB IV

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik


pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Dermatitis Kontak Iritan didefinisikan sebagai suatu peradangan pada kulit
sebagai hasil dari paparan faktor eksogen dan komponen dari penyakit akibat
kerja pada social industri.
Dermatitis Kontak Iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. Dermatitis
Kontak Iritan kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas,
sehingga kadang sulit dibedakan dengan Dermatitis Kontak Alergi.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan
faktor yang memperberat.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Amado A, Sood Apra, Taylor James S, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in


General Medicine. 8th ed. New York:McGraw- Hill; 2012. p. 258, 727-738
2. Peter CM, Joost S. Papulosquamos and Eczematous dermatoses. In: Bolognia
JL, et al. Dermatology 2nd ed: Elsevier Science Health Science Division; 2008.
P. 223-226
3. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar
H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.129-138
4. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis Of Clinical Dermatology. 5th ed. New York: McGraw - Hill; 2005.
p.59-64.
5. James WD, G. Berger T, Elston. DM. Contact Dermatitis and Drug Eruption.
Andrew’s Disease of The Skin. 10 ed. British: Saunders Elsevier, 2006. P. 96-
97.
6. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed.
Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 25.
7. Haur Yueh Lee MS, Nikhil Yawalkar, and Masato Kakeda. Cytokines and
Chemokines in Irritant Contact Dermatitis. Dermatology. 2013;2013.
Hindawi.
8. Spring Golden M, and Tatyana Shaw, MD. Hand Dermatitis: Review of
Clinical Features and Treatment Options. Dermatology. 2013;32. Seminars in
cutaneus medicine and surgery.
9. Florian Seyfarth M, Sibylle Schliemann, MD, Dimitar Antonov, MD, Peter
Elsner, MD. Dry skin, barrier function, and irritant contact dermatitis in the
elderly. Clinics in Dermatology. 2011;29.p 31-36.

14
Acne vulgaris adalah penyakit eksklusif folikular, dengan prinsip
kelainan yang pembentukan komedo. Hal ini dihasilkan oleh
yang impaksi dan distensi dari folikel dengan keratinous
pasang di infundibulum rendah. The keratinous steker disebabkan
oleh hyperproliferation dan diferensiasi abnormal keratinosit
penyebab yang tidak diketahui. Androgen, perubahan dalam komposisi lipid,
dan respon abnormal terhadap sitokin lokal semuanya
dihipotesiskan menjadi penting. Stimulasi androgen dari
kelenjar sebaceous sangat penting. Jerawat dimulai setelah sekresi sebum
meningkat dan wanita dengan negara-negara hiperandrogen sering manifest
jerawat, bersama dengan hirsutisme dan kelainan menstruasi.
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi sekresi sebaceous, seperti
isotretinoin, estrogen atau antiandrogen, efektif dalam kliring
jerawat.
Sebagai sel dipertahankan memblokir pembukaan folikular, semakin rendah
Bagian dari folikel yang melebar oleh sebum terperangkap. Gangguan
dari folikel izin epitel pembuangan folikular yang
Isi ke dalam dermis. Kombinasi keratin, sebum,
dan mikroorganisme, terutama Propionibacterium acnes,
menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi dan
akumulasi limfosit, neutrofil, dan benda asing
sel raksasa. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan pembentukan inflamasi
papula, pustula, dan lesi nodulocystic.
Faktor tambahan dapat memperburuk jerawat atau, dalam kecenderungan
pasien, menyebabkan timbulnya jerawat. Comedogenic berminyak atau
Produk oklusif dapat menyebabkan komedo tertutup dan pada waktu
lesi inflamasi. Jenis-jenis kosmetik dapat memulai atau
memperburuk jerawat, tetapi cosmetica jerawat jarang karena kebanyakan
kosmetik
diuji untuk comedogenicity.
Banyak jenis kekuatan mekanik atau gesekan dapat memperburuk
jerawat yang ada. Masalah yang umum adalah overexuberant
mencuci beberapa pasien merasa dapat membantu membebaskan mereka dari
komedo mereka
atau kondisi kulit berminyak. Fitur utama dari mekanik atau gesekan jerawat
adalah distribusi yang tidak biasa dari lesi jerawat. Provokatif
faktor termasuk tali dagu, biola, topi, kerah, tape bedah,
gips ortopedi, kursi, dan kursi. Satu pasien jerawat yang telah
laser hair removal dikembangkan flare lesi inflamasi
terlokalisasi pada situs rawan jerawat setelah setiap sesi Laser; itu
kaki dan perut terhindar. Semua faktor di atas mungkin
mengiritasi epitel folikular dan memperburuk perubahan

15
yang mengarah ke comedogenesis dan pecah folikel. Penangkal
langkah-langkah yang dirancang untuk mencegat berbagai kekuatan ini mekanik
yang bermanfaat.
Dalam semua wanita atau anak-anak dengan jerawat kemungkinan
hiperandrogenik sebuah
negara harus dipertimbangkan. Di bekas, kehadiran
menstruasi tidak teratur, hirsutisme, atau alopecia androgenetic
meningkatkan kemungkinan menemukan hiperandrogenisme klinis yang
signifikan.
Selain itu, evaluasi endokrin ginekologi
dapat diindikasikan pada wanita yang memiliki resisten terhadap konvensional
jerawat
Terapi yang kambuh dengan cepat setelah kursus
isotretinoin, atau di antaranya ada tiba-tiba mengalami jerawat parah.
Tes skrining untuk menyingkirkan tumor virilizing termasuk serum
dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) dan testosteron,
diperoleh 2 minggu sebelum onset menstruasi. Tingkat DHEAS
mungkin sangat tinggi pada tumor adrenal (> 800mcg / dl) atau kurang dramatis
di hiperplasia adrenal kongenital (400-800mcgm / dl).
Tumor ovarium disarankan oleh kadar testosteron di atas
200 ng / dL. Banyak pasien dengan akhir-onset adrenal kongenital
hiperplasia akan memiliki tingkat normal DHEAS. Meskipun
17-hidroksiprogesteron dan hormon adrenokortikotropik
(ACTH) tes stimulasi telah digunakan dalam pengaturan ini,
dasar 17-hydroxyprogesterone bisa normal dalam beberapa
wanita dengan dewasa defisiensi 21-hydroxylase, dan stimulasi ACTH
dapat menyebabkan overdiagnosis sindrom. Hal ini tidak
jelas bahwa skrining untuk defisiensi 21-hydroxylase onset dewasa
meningkatkan hasil pasien. Pasien dengan ovarium polikistik
Sindrom (PCOS) mungkin memiliki tingkat testosteron serum yang tinggi
(150-200 ng / dL) atau peningkatan hormon luteinizing
(LH) / folikel merangsang hormon (FSH) ratio (> 2-3), tetapi
baru-baru ini American College of Obstetricians dan Gynecologists
(ACOG) pedoman menunjukkan bahwa laboratorium dan pencitraan
Studi paling baik digunakan untuk mengecualikan tumor virilizing. Diagnosis
PCOS dibuat secara klinis oleh adanya anovulasi
(Kurang dari sembilan periode per tahun atau periode> 40 hari terpisah)
dan tanda-tanda hiperandrogenisme, seperti jerawat dan hirsutisme.
Jerawat neonatorum dijelaskan oleh sirkulasi hormon ibu,
sedangkan jerawat memperluas atau mengembangkan setelah neonatal
Periode mungkin bentuk cosmetica jerawat, acne venenata,
akibat obat jerawat, atau bagian dari gangguan endokrinologik. Di
tidak adanya etiologi ini, kualitatif atau kuantitatif
perubahan dari kulit androgen, metabolisme, atau
sensitivitas end-organ meningkat bisa didalilkan sebagai patogenetik
mekanisme pra-remaja jerawat.

16
17

Anda mungkin juga menyukai