Anda di halaman 1dari 16

Jalan angkut

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin
terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan
untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan
(tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan
yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan
alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua
pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara
bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu:
(1) lebar jalan angkut,
(2) jari-jari tikungan dan super- elevasi,
(3) kemiringan jalan, dan
(4) cross slope.
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang dan lebih berat
dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus
sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak
leluasa pada kecepatan normal dan aman.

2.1. Lebar Jalan angkut


2.1.1. Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,menurut Aastho
Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian
tepi kiri dan kanan jalan (lihat Gambar 2.1). Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara
sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb
atau angka perkiraan seperti terlihat pada tabel 2.1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut
sama dengan lebar lajur.
Table 2.1 lebar jalan angkut minimum

Rumus yang digunakan untuk menentukan lebar jalan angkut dengan lebar
kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan yaitu:

Lmin= n.Wt + (n+1)(1/2.Wt)


persamaan 2.1lebar jalan angkut pada jalan lurus

Dimana: Lmin = lebar jalan angkut minimum, m


n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut, m

Gambar 2.1 Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Jalan Lurus
2.1.2. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar dari pada lebar jalan
lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan didasarkan atas:

1. Lebar jejak ban


2. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
3. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan
4. Jarak dari kedua tepi jalan

Gambar 2.2 Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Belokan

Dengan menggunakan ilustrasi pada gambar 2.2, maka dapat dihitung lebar
jalan minimum pada belokan, yaitu:

Wmin = 2(U+Fa+Fb+Z) + C
𝑈 + 𝐹𝑎 + 𝐹𝑏
𝑍=
2
Persamaan 2.2 lebar jalan angkut pada belokan
Dimana :

Wmin = Lebar jalan angkut minimum pada belokan (meter)

U = Lebar jejak roda kendaraan (center to center tires) (meter)

Fa = Lebar juntai (overhang) depan (meter)

Fb = Lebar juntai belakang (meter)

Z = Jarak sisi jalan ke sisi luar kendaraan (meter)

C = Jarak antar kendaraan (total lateral clearance) (meter)

N = Jumlah jalur

2.2. Jari-Jari Tikungan


Tujuan jari-jari tikungan adalah untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diakibatkan
karena kendaran melalui tikungan sehingga tidak stabil. Jari-jari tikungan jalan angkut
berhubungan dengan kontruksi alat angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara
poros roda depan dan belakang. Gambar 2.3 memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani
oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan
sudut penyimpangan roda depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

Persamaan 2.3 jari-jari belokan atau tikungan

Dimna: R = jari-jari belokan jalan angkut, m


W = jarak poros roda depan dan belakang, m
β = sudut penyimpangan roda depan,
Gambar 2.3 Sudut Penyimpangan Maksimum Kendaraan

Rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan lengkungan


belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat. Angkut (V), gesekan roda
ban dengan permukaan jalan (f) dan superelevasi (e). Apabila ketiga faktor tersebut
diperhitungkan, maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut:

persamaan 2.4 jari-jari tikungan jika ditambahkan faktor-faktor (V), (f), (e)

Dimana : V = kecepatan alat angkut, km/jam


e = superelevasi, %
f = koefisien gesek melintang
D = besar derajat lengkung,
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya ℮max dan fmax terlihat pada
Gambar 2.4, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emax 6%, 8% dan 10%.
Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax=10%. Dengan menggunakan rumus tersebut
dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin) untuk variasi V R dengan konstanta emax= 10%
serta harga fmax sesuai kurva pada Gambar 2.4 Hasil perhitungan terlihat pada tabel 2.

Gambar
2.4
Kurva
Koefisie
n Gesek
Pada emax

2.3. Busur Lengkungan pada Tikungan


Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang lurus dan
bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda, baik ditinjau dari
konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan melintangnya. Yang perlu diperhatikan
dalam merancang bagian jalan yang lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang
dapat ditempuh dalam tempo sekitar 2,50 menit
dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada bagian yang
melengkung, biasanya digunakan dua jenis rancangan, yaitu:
2.3.1. Tikungan Full Circle (FC)
Tikungan Full Circle (FC) atau tikungan berbentuk lingkaran penuh artinya bahwa
diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat tikungan yang engkungannya dirancang cukup
dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang
besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R) sampai ke bentuk jalan yang lurus
berikutnya

Gambar 2.5. Komponen-komponen Tikungan FC

Parameter-parameter yang ditetapkan dalam merancang tikungan FC meliputi


kecepatan (km/jam), sudut ∆, dan jari-jari (m). Sedangkan panjang T, E dan L (lihat
Gambar 2.5.) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

T = R tan ½ ∆
E = T tan ¼ ∆
L = 0,01744 ∆ R
2.3.2. Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Tikungan S-C-S dirancang apabila jari-jari lingkarannya terlalu kecil dari harga pada
gambar 2.6, sehingga diperlukan lengkungan peralihan. Lengkungan peralihan tersebut
dinamakan spiral yang berfungsi sebagai penghubung antara bagian jalan yang lurus dengan
bentuk lingkaran. Panjang lengkung peralihan spiral diperhitungkan dengan mempertimbangkan
perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai bentuk lingkaran yang besarnya
pada gambar

Gambar 2.6. Komponen – komponen Tikungan S-C-S

Pparameter-parameter lain yang terdapat pada Gambar 4 dapat diterangka sebagai


berikut:

Xs : absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus dari gari
lengkung peralihan)
Ys : ordinat titik FC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak tegak lurus ke titik FC
pada garis lengkung peralihan)
Ts : panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS : titik antara garis lurus (singgung) dan spiral
SC : titik antara spiral dan lingkaran
Es : jarak dari PI ke busur lingkaran
θs : sudut lengkung spira
Rc : jari-jari lingkaran
p : pergeseran garis singgung terhadap spiral
k : absis dari p pada garis singgung spiral

2.4. Superelevasi
Superelevasi adalah besaran yang diperlukan untuk melawan gaya sentrifugal yang
arahnya menuju keluar jalan. Badan jalan yang dimiringkan ke arah titik pusat pada belokan/tikungan
Fungsinya untuk mengatasi gaya sentrifugal kendaraan pada saat membelok

Tabel 2.1. Sentrifugal Pada Saat Membelok

2.5. Kemiringan Jalan Angkut


Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik dalam
pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan pada umumnya dinyatakan
dalam persen (%).
Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck
berkisar antara 10%-15% atau sekitar 6o-8,50o. Akan tetapi untuk jalan naikatau turun pada
lereng bukit lebih aman bila (=4,50o). Tabel 2.3 memperlihatkan kemiringan atau kelandaian
maksimum pada kecepatan truck yang bermuatan penuh diatas jalan raya mampu bergerak
dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi
rendah.

Tabel 2.2. Kemiringan Maksimum vs Kecepatan


2.6. Cross Slope
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang
horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang melintang cembung.
Dibuat demikian dengan tujuan untuk mempelancar penirisan. Apabila turun hujan atau sebab
lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ketepi jalan angkut, tidak
berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang
pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat
kerusakan jalan.

Gambar 2.7. Penampang Melintang Jalan Angkut

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal (a)
dengan satuan mm/m. Jalan angkut yang baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau
20 mm/m sampai 40mm/m.
3.1. perhitungan

a. Lebar jalan lurus


Lebar jalan lurus penentuan lebar jalan angkut tambang didasarkan pada unit
alat angkut yang sedang beroprasi saat itu pada jalan tambang berdasarkan
pengukuran aktual. Tuck Mitsubishi fuso super power HD-X, mempunyai lebar
1.970 m . untuk dua lajur adalah
1
𝐿 = (𝑛 𝑥 𝑊𝑡) + (𝑛 + 1)( 𝑥 𝑊𝑡)
2
Dimana :

L = lebar jalan angkut minimum (m)


n = jumlah jalur
Wt = lebar alat angkut (total)

Pada perencanaan kami, diketahui :


n = 1 jalur (2 lajur)
Wt = 2 m

Sehingga diperoleh :

Lmin =(n.WT)+[ (n+1).(1/2 . WT)

Lmin = (2 x 2 meter) + [(2+1).(1/2 x 2 meter)]

Lmin = 6.895 meter

Lmin = 7 meter (lebar Jalan Angkut)


b. Lebar jalan angkut pada tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan lebih lebar daripada lebar jalan angkut pada
jalan lurus. Lebar minimum jalan angkut pada tikungan dapat dihitung
menggunakan persamaan :

𝑈 + 𝐹𝑎 + 𝐹𝑏
𝑍=
2

𝑊 = 2 (𝑈 + 𝐹𝑎 + 𝐹𝑏 + 𝑍)

Dimana :

W = lebar jalan angkut pada tikungan (m)


U = jarak jejak roda
Fa = lebar juntai depan
Fb = lebar juntai belakang
Z = lebar bagian tepi jalan

Pada perencanaan kami, diketahui :


U = 1,5 m
Fa = 0,475 m
Fb = 0,95 m

Sehingga diperoleh :

1,5 + 0,475 + 0,95


𝑍= = 1,46 𝑚
2
𝑊 = 2 (1,5 + 0,475 + 0,95 + 1,46) + 0.985 = 9,755 𝑚
= ⅀ 10 m
c. Jari-jari
Jari – jari tikungan berhubungan dengan konstruksi alat angkut yang
digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang.
memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan
berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda
depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑊
𝑅 = 𝑆𝑖𝑛𝛽

Dimana :
R = Jari-jari belokan jalan angkut (m)
W = Jarak poros roda depan dan belakang (m)
ß = Sudut penyimpangan roda depan (°)

Dalam perencanaan kami, diketahui :


W = 3,350 m
ß = 30° = sin 30° = 0,5

Dengan demikian, diperoleh :


3,350
𝑅= = 6,7 𝑚
0,5
d. Super Elevasi
Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk oleh batas
antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan ketinggian. Super
elevasi dibentuk dengan meninggikan jalan pada sisi luar tikungan. Pemberian super
elevasi pada jalan bertujuan untuk menghindari kendaraan tergelincir keluar lintasan atau
terguling. Super elevasi dapat dihitung menggunakan persamaan :

𝑇𝑎𝑛 𝜃 = 𝑉 2 /(𝑅 𝑥 𝑔)

Dimana :

V = rencana kecepatan (Km/jam)


R = radius tikungan (m)
g = gravitasi (9,8 m/det2)
Dari perencanaan kami, diketahui :
V = 50 Km/jam = 83,33 m/det
R = 3,350 m
g = 9,8 m/det2

Dengan demikian, diperoleh :


83,332
𝑇𝑎𝑛 𝜃 = 3,350 𝑥 9,8 =25,01mm/det
e. Kemiringan Jalan Angkut
Kemiringan jalan angkut berhubungan dengan kemampuan alat angkut untuk menanjak
maupun melakukan pengereman saat turunan.Kemiringan jalan umumnya dinyatakan
dalam persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat
angkut truck berkisar antara 10% – 15% atau sekitar 6° – 8,50°. Akan tetapi untuk jalan
naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8%
(= 4,50°). Kemiringan jalan angkut dapat dihitung menggunakan persamaan :
𝐻
𝐺𝑟𝑎𝑑𝑒 () = 𝑥 100
𝑋
Dimana :
 = kemiringan jalan angkut (%)
H = beda tinggi (H2 – H1) (m)
X = jarak X2 ke X1 (m)

f. Cross Slope
Kemiringan melintang adalah beda tinggi antara titik tengah jalan dengan sisi pinggir jalan
tiap satuan meter. Kemiringan melintang digunakan untuk mengatasi masalah drainase di atas
permukaan jalan. Jalan tambang yang baik memiliki kemiringan melintang maksimum 50
mm/m, artinya setiap satu meter lebar jalan angkut ideal dibuat kemiringan melintang sebesar
50mm.
Daftar pustaka

 http://ktbfuso.co.id/product/fe-shd
 http://ktbfuso.co.id/57e25afe60025_57e25afe60164.pdf

Anda mungkin juga menyukai