Anda di halaman 1dari 49

RESUME KEPERAWATAN PADA AN.

R DENGAN
TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK ANAK
RSUD CIAWI BOGOR
18 NOVEMBER 2014
Untuk memenuhi tugas PBK Keperawatan Anak II RSUD Ciawi Kab. Bogor

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
DEDES KURNIATI NIM P17320312018
RARA NURVITA S NIM P17320312057
RYAN QISTHY NIM P17320312063
TUSNI SYARIFATI NIM P17320312075

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


PDODI KEPERAWATAN BOGOR
Jln. DR Sumeru No. 116 Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah yang berjudul ”Resume Keperawatan pada An. R
dengan Tuberkulosis Paru di Poliklinik RSUD Ciawi Bogor” ini disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan Anak II di Jurusan
Keperawatan Bogor.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :


1. Ibu Dwi Susilowati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
2. Ibu Ayi Selfiyentinur, AMK selaku pembimbing ruangan yang telah berbagi
waktu untuk memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua kami yang senantiasa mencurahkan dukungan materil
maupun non-materil.
4. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan
pembaca.
Bogor, November 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan bahwa tuberkulosis merupakan
penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan. TB Paru juga menempati nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan cara
penemuan dini diikuti dengan pengobatan tepat dan cukup masa pengobatan
dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat menghilangkan sumber
penularan secepatnya (Depkes RI, 2002). Pengobatan tuberkulosis paru yang
efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini tuberkulosis paru masih tetap
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO
mendeklarasikan tuberkulosis paru sebagai Global Health Emergency.
Tuberkulosis paru dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mikobakterium
tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus tuberkulosis yang tecatat
diseluruh dunia (Zulkifli Amin, 2006). TB Paru merupakan penyakit infeksi
kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan
perilaku masyarakat.
Setiap tahun terdapat 8 juta penderita TB Paru baru, dan akan ada 3
juta penderita TB Paru yang meninggal setiap tahunnya. 1% dari penduduk
dunia akan terinfeksi TB Paru setiap tahun. Satu orang akan memiliki potensi
menularkan 10 hingga 15 orang dalam waktu satu tahun (Achmadi, 2005).
Karena jumlah penduduknya yang cukup besar, Indonesia menempati urutan
ketiga di dunia dalam hal penderita TB Paru, setelah India dan Cina. Setiap
tahun angka perkiraan kasus baru berkisar antara 500 sampai 600 orang
(Achmadi, 2005). Pada survei yang sama angka kesakitan TB Paru di
Indonesia ketika itu sebesar 800 orang diantara 10.000 penduduk. Namun,
pemeriksaan ini memiliki kelemahan, yaitu hanya berdasarkan gejala tanpa
pemeriksaan laboratorium. Estimasi Incidence Rate TB Paru di Indonesia
berdasarkan pemeriksaan sputum (Bakteri Tahan Asam Positif) adalah 128
diantara 100.000 penduduk.
Pada tahun 1999 WHO Global Surveilance memperkirakan bahwa
setiap tahun di Indonesia akan terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan
kematian karena tuberkulosis diperkirakan menimpa 140.000 penduduk.
Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130
penderita barutuberkulosis BTA positif (Depkes RI, 2002). Kasus TB Paru
semata-mata tidak hanya disebabkan oleh bakteri akan tetapi ada faktor
perilaku yang menjadi penyebab TB Paru, faktor resiko yang sangat
berfengaruh adalah tingkat pengetahuan mereka terhadap TB Paru dan
perilaku kepatuhan minum obat. Hingga saat ini belum pernah dilakukan
penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan penderita tentang TB Paru
dengan perilaku kepatuhan minum obat.
Berdasarkan data di Ruang Poliklinik Anak RSUD Ciawi terdapat 60
klien dari 487 klien di Poliklinik Anak RSUD Ciawi pada tanggal 01
November-18 November 2014 yang menderita penyakit TB paru. Sehingga
berdasarkan data tersebut kami menggambil kasus “Resume Keperawatan
pada An.R dengan TB Paru di Poliklinik Anak RSUD Ciawi Bogor”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar dari TB paru?
2. Bagaimanakah konsep dasar dari asuhan keperawatan pada klien dengan
TB paru?
3. Bagaimanakah resume keperawatan pada klien dengan TB paru?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asuhan keperawatan pada
klien dengan TB Paru dan bagaimana cara mengaplikasikannya pada
pasien yang sebenarnya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat mengetahui konsep dasar TB paru.
b. Untuk dapat mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada TB
paru.
c. Untuk dapat mengetahui resume keperawatan pada pasien dengan TB
paru

D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan adalah dengan pengambilan data dari
beberapa sumber atau disebut dengan studi pustaka, diantaranya sebagian
besar dari buku dan sebagian kecil dari internet. Selain itu, data yang kami
dapatkan pula melalui praktik yang kami lakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Ciawi Ruang Poliklinik Anak pada tanggal 18 Mei 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Definisi
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi.
Jadi dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang
ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan melalui
trakus respiratoris (jalan pernapasan) dan masuk ke dalam tubuh melalui
kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung
(atrium sisnistra) ke aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan
sel-sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai ampas (sisanya)
dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran
darah vena masuk ke jantung (serambi kanan/atrium dekstra) ke bilik
kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke
jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari
alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian sisa metabolisme,
sedangkan sisa metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus
urogenitalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung
masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada
laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu
menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan waktu
bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke
dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk mencoba
mengeluarkan makanan tersebut dari laring. Selain itu dibantu oleh adanya
bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda
asing. Adanya benda asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui
hidung dan mulut. Dengan kejadian tersebut diatas udara yang masuk ke
dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih.
Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yag masuk ke
dalam paru-paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, ini bisa
mengakibatkan gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia (bulu-bulu
getar) dapat rusak bila adanya gas beracun dan dalam keadaan dehidrasi.
Namun dalam keadaan tertentu diharapkan kita bernapas melalui mulut
misalnya, pada operasi hidung, pengangkatan polip, karena setelah operasi
pada kedua hidung diisi tampon sehingga bernapas melalui mulut tidak
merugikan.
2. Organ-Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
1) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
2) Lapisan tengah terdiri dari otot-oto dan tulang rawan
3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah :
a) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
b) Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
c) Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)
Diantara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu
meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan
bagian tengah dan meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-
meatus inilah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam
terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut
koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke
atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang
disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang
atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada
rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman
yang menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel
penciuman, sel tersebut terutama terdapat di bagian atas. Pada hidung
di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf
penciuman (nervus olfaktoris).
Di sebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas
dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang
menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah.
Saluran ini disebut tuba auditiva eustaki yang menghubungkan telinga
tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan
saluran air mata disebut juga tuba lakrimalis.
b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain; ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana; ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium; ke bawah terdapat 2 lubang; ke
depan lubang laring; ke belakang lubang esofagus. Di bawah selaput
lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Di
sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tenggorok) yang
berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian :
1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut
nasofaring
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut
orofaring
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai kotinggian vetebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain :
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (Adams Apple), sangat jelas
terlihat pada pria.
2) Kartilago aritenoid (2 Buah) yang berbentuk beker.
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang terbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1 buah)
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian
epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini
berjumlah 2 buah, dibagian atas adalah pita suara palsu dan tidak
mengeluarkan suara yang disebut dengan ventrikularis. Di bagian
bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara yang
disebut vokalis, terdapat 2 buah otot. Oleh gerakan 2 buah otot ini
maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita suara (rima
glotidis) dapat melebar dan mengecil, sehingga di sini terbentuklah
suara.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dlam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,
hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang
terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersiia
gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-
sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi
bronkus kiri dan kanan disebut karina.

e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru. bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tak terdapatcincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru/gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika di bentangkan lhas
permukaannya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belah paru), lobus poimo dekstra superior, lobus media dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari
puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus inferior, dan 5
buah segmen pada superior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam
tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke
tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi dua; Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru-paru. Pleura Parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini
terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada
gerakan bernapas.
3. Fisiologi Pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat di atur menurut keperluan. Manusia
sagat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang
dapat di perbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan
oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia
serebralis, misalnya orang yang bekerja pada ruangan yang sempit,
tertutup, ruang kapal, ketel uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak
mencukupi maka warna darah hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang
terjadi pada bibir, telinga, lengan dan kaki (sianosis).
4. Pernapasan Paru
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau
pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas yang oksigen masuk pada trakea sampai ke alveoli
berhubungan dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari
darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa
ke jantung dan dari jantung di pompakan ke dalam seluruh tubuh.
Di dalam paru-paru karbon dioksida merupakan hasil yang
menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh, karbon dioksida dari tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang
tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian
4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbon dioksida
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mengambil dan merangsang pusatpernapasan
terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan
sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah
merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalam jaringan yang akhirnya mencapai kapiler. Darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karon dioksida untuk
dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml (4,5-5
liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya
10% + 500ml disebut juga udara pasang surut (ridal air) yaitu yang dihirup
dan yang dihembuskan pada pernapasan biasa. Kecepatan pernapasan pada
wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernapasan secara normal, ekspirasi akan
menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik,
inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan terbalik.

B. Konsep Teoritis Tuberkulosis


1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil Micobacterium tuberkulosis yang
merupakan suatu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian
besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
rimer dan ghon (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra 2013).
2. Etiologi
a. Agen infeksius utama, Mycobacterium tuberkulosis adalah batang
aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap
panas dan sinar ultraviolet.
b. Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium pernah, pada kejadian
yang jarang, berkaitan dnegan terjadinya infeksi tuberkulosis.
3. Klasifikasi
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB Klasifikasi TB paru dibagi
sebagai berikut :
a. TB aru BTA Positif dengan kriteria :
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologic sesuai dengan TB Paru
aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto ang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
4. Penularan dan Faktor-faktor Risiko
Tuberkulosis ditularkan dari orang oleh transmisi melalui udara. Individu
terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet. Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang
kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu
yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah :
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif.
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi
dengan HIV).
c. Penggunaan obat-obat UV dan alkoholik.
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah usia 15
tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
(misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi,
bypass gastrektomi atau yeyunoileal)
f. Imigran dari Negara dnegan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Latin, Karibia)
g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya : fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara).
h. Individu yang tinggal di daerah perumahan substansard kumuh.
i. Petugas kesehatan.
j. Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme
yang terdapat di udara.

5. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena
gumpalan yang lebih besar cenderungtertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit. (Dannenberg, 1981 dalam Andra 2013).
Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah
lonus atas atau di bagain atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini
membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organism
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-
gejala pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relative padat seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan arut yang akhirnya membentuk suatu kapsul
yang mengalami tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut focus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalami radiogram rutin. Respon lain yang
terjadi pada daerah nekrosis adalah encairan dimana bahan cair dilepas ke
dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi kavular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan ke trakeobrankial. Proses
ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat
terbawa ke laring, telinga tengah, atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut
yang terdapat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejjuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi dengan
bronkus dan menjadi temat peradangan aktif. Penyakit data menyebar
melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme
yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah
yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Menyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang baisanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi bila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam system vascular dan tersebar ke organ-organ
tubuh.
6. Pathway

7. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita, gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non-produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada : nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi :
1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul
dan makin lam makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan akut dengan batuk, panas,
sesak napas, walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
neumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia,
penurunan BB, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap.
Batuk pada awalnya mungkin non-produktif, tetapi dapat
berkembang kea rah pembentukan sputum mukopurulen dengan
hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia,
seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam,
anoreksia dan penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tuberkulosis Aktif
Sangat sulit mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya
berdasarkan tanda-tanda dan gejala saja. Sulit juga mendiagnosis
penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi. Meski demikian,
orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki
penyakit paru-paru atau gejala konstitusional yang berlangsung lebih
dari dua minggu maka bisa jadi orang tersebut tertular TB. Gambar
sinar X dada dan pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil tahan
asam biasanya menjadi salah satu bagian evaluasi awal.
Diagnosis yang tepat untuk TB dilakukan ketika bakteri “M.
tuberculosis” ditemukan dalam sampel klinis (misalnya, dahak, nanah,
atau biopsijaringan). Namun, proses kultur organisme yang lambat
pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam minggu
untuk kultur darah dan dahak saja. Oleh karena itu, pengobatan
seringkali dilakukan sebelum hasil kultur selesai.
Tes amplifikasi asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat
lebih cepat mendiagnosis TB. Meski demikian, tes ini tidak
direkomendasikan secara rutin karena jarang sekali mengubah cara
pengobatan penderita. Tes darah untuk mendeteksi antibodi tidak
begitu spesifik atau sensitif, sehingga tes ini juga tidak
direkomendasikan.
b. Tes kulit tuberkulin Mantoux.
Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan sebagai
penapisan bagi seseorang dengan resiko TB tinggi. Orang yang pernah
diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes positif yang palsu.
Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang menderita
sarkoidosis, Limfoma Hodgkin, dan malnutrisi. Yang terpenting, hasil
tes dapat negatif palsu pada orang yang menderita tuberkulosis aktif.
Interferon gamma release assays (IGRAs) untuk sampel darah
direkomendasikan pada orang dengan hasil tes Mantoux positif.
IGRAs tidak dipengaruhi oleh imunisasi ataupun sebagian besar
mikobakteri dari lingkungan, sehingga mereka memunculkan hasil tes
positif palsu yang lebih sedikit. Bagaimanapun mereka dipengaruhi
oleh “M. szulgai,” “M. marinum,” and “M. kansasii.” IGRAs dapat
meningkatkan sensitivitas bila digunakan sebagai tes tambahan selain
tes kulit. Tetapi IGRAs menjadi kurang sensitif dibandingkan tes kulit
apabila digunakan sendirian.
9. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
a. Kasus baru
Ialah penderita yang belum pernah diobati dengan obat anti
Tuberkulosis atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kambuh/Relaps
BTA positif. Ialah penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah di nyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak.
c. Pindahan/Transfer In
Ialah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pidahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus Berobat Setelah Lalai (pengobatan setelah default / drop out)
Ialah penderita yang sudah berobat paling kurang satu bulan, dan
berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang lagi berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
Ialah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatanya selesai.
Tindak lanjut : lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan
pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melenjutkan
pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai
pengobatan dengan kategori II ; bila negative sisa pengobatan kategori
I lanjutkan.
e. Gagal
Ialah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau lebih.
f. Kronis
Ialah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori II (WHO,1998;Depkes RI,2005).
10. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan pasien tuberkulosis dikelompokan pada jenis panduan
pengobatan yang disebut kategori sebagai berikut:
a. Kategori I dalam kemasan paket A
Formula 2 HRZE / 4 H3R3
Fase awal (2 HRZE)
Lama pengobatan 2 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/kaplet
INH 300mg 1 tablet
RIFAMPISIN (R) 450mg 1 kaplet
PIRAZINAMIDE (Z) 1500mg 3 tablet @500mg
ETHAMBUTOL (E) 750mg 3 tablet @250mg
Fase lanjutan (4 H3R3)
Lama pengobatan 4 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/kaplet
INH (H) 600mg 2 tablet @300mg
RIFAMPISIN (R) 450mg 1 kaplet
Kategori I diberikan untuk :
Penderita baru tuberkulosis paru BTA positif
Penderita baru tuberkulosis BTA negative rontgen positif yang sakit
berat.
Penderita tuberkulosis ekstra paru.
b. Kategori II dalam kemasan paket B
Formula 2HRZES/HRZE/5 H3R3E3
Fase awal 2 HRZES/HRZE
Lamanya 3 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/ kaplet
STREPTOMISIN (S) 0,75gr Injeksi
INH 300mg 1 tablet
RIFAMPISIN (R) 450mg 1 kaplet
PIRAZINAMIDE (Z) 1500mg 3 tablet @500mg
ETHAMBUTOL (E) 750mg 3 tablet @250mg
Fase lanjutan 5 H3R3E3
Lamanya 5 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/kaplet
INH (H) 600mg 2 tablet @300mg
RIFAMPISIN (R) 450mg
ETHAMBUTOL 1250mg 1 tablet @250mg
2 tablet @500mg
Kategori II diberikan untuk penderita dengan riwayat pengobatan
sebelumnya :
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
c. Kategori III dalam kemasan paket C :
Formula 2 HRZ/4 H3R3
Fase awal 2 HRZ
Lamanya 2 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/kaplet
INH (H) 300mg 1 tablet
RIFAMPISIN (R) 450mg 1 kaplet
PIRAZINAMIDE (Z) 1500mg 3 tablet @500mg
Fase Lanjutan (4 H3R3)
Lamanya 4 bulan
Jenis obat, dosis dan jumlah tablet/kaplet
INH (H) 600mg 2 tablet @ 300mg
RIFAMPISIN (R) 450mg 1 kaplet
Kategori 3 diberikan untuk penderita bar TB Paru BTA negative,
rontgen positif dan penderita baru Tuberkulosis ekstra paru yang berat.
11. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemoptisis berat (Pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
b. Bronkiektasis (Pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
c. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
d. Penyebaran infeksi ke organlain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
e. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmunary Insuficiency).

C. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Todler


1. Karakteristik Fisik
a. Berat badan
Berat badan anak todler bertambah sebesar 2,2 kg per tahun,
penambahan berat badan menurun secara seimbang.
b. Tinggi badan
Tinggi badan meningkat kira-kira 7,5 cm per tahun. Proporsi tubuh
berubah, lengan dan kaki tumbuh dengan laju yana lebih cepat dari
kepala dan badan. Lordosis lumbal pada spina kurang terlihat. Tubuh
toddler tidak begitu gemuk dan pendek. Tungkai mempunyai tampilan
yang bengkok (torsi tibialis).
c. Lingkar kepala
Fontanel anterior menutup pada usia 15 bulan. Lingkar kepala
meninfkat 2,5 cm per tahun.
d. Gigi, molar pertama dan kedua serta gigi taring mulai muncul.
2. Perkembangan Motorik Kasar
a. Usia 15 bulan
Berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki lebar, merayapi tangga, dapat
melempar objek.
b. Usia 18 bulan
Mulai bisa berlari dan jarang terjatuh. Menaiki dan menuruni tangga,
menaiki mebel, bermain dengan mainan-mainan yang dapat ditarik,
dapat mendorong perabot yang ringan ke sekeliling ruangan.
Duduk sendiri di atas bangku.
c. Usia 24 bulan
Berjalan dengan gaya berjalan yang stabil, berlari dengan sikap yang
lebih terkontrol, berjalan naik dan turun tangga dnegan menggunakan
dua kaki pada setiap langkah, melompat dengan kasar, membuka baju
sendiri, menendang bola tanpa kehilangan keseimbangan.
d. Usia 30 bulan
Dapat menyeimbangkan diri sementara dengan satu kaki,
menggunakan kedua kaki untuk melompat, melompat ke bawah dari
atas perabot, mengendarai sepeda roda tiga.
3. Perkembangan Motorik Halus
a. Usia 15 bulan
Membangun menara yang terdiri atas dua kubus, membuka kotak,
memasukkan jari ke lubang, menggunkan sendok, tetapi
menumpahkan isinya. Membalik halaman buku.
b. Usia 18 bulan
Membangun menara yang terdiri atas tiga kubus, mencoret-coret
sembarangan, minum dari cangkir.
c. Usia 24 bulan
Minum dari cangkir yang dipegang dengan satu tangan, menggunakan
sendok tanpa menumpahkan isinya. Membangun menara yang teridir
dari empat kubus, mengisingkan isis botol, menggambar garis vertical
dan bentuk lingkaran.
d. Usia 30 bulan
Memegang crayon dnegan jari, menggambar dnegan asal, mampu
membangun menara yang teridir atas enam kubus.
4. Perkembangan Psikoseksual (Tahap Anal)
a. Fokus tubuh : area anal.
b. Tugas perkembangan : belajar untuk mengatur defekasi dan berkemih.
c. Krisis perkembangan : toilet training.
d. Keterampilan koping yang umum : temper tantrum, negativism,
bermain dengan feses dan urine, perilaku agresif, seerti mengisap ibu
jari, mengeriting rambut menjadi simpul-simpul, menangis, iritabilitas,
dan mencibir.
e. Kebutuhan seksual : sensasi menyenangkan berhubungan dengan
dnegan fungsi eksretori, anak mengekslorasi tubuh secara aktif.
f. Bermain : anak senang bermain dnegan ekskreta yang dibuktikan
dnegan mengorek-ngorek feses.
g. Peran orang tua : untuk membantu anak mencapai kontinensia tanpa
kontrol yang terlalu membiarkan.
5. Perkembangan Psikososial (Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu)
a. Tugas perkembangan : belajar untuk asertif dalam mengekspresikan
kebutuhan, keinginan, dan kemauan dirinya.
b. Krisis perkembangan : toilet training, pengalaman anak-anak untuk
pertama kali, paksaan sosial terhadap perilaku oleh orang tua.
c. Keterampilan koping yang umum : temper tantrum, menangis,
aktivitas fisik, negativism, menahan napas, mencari perhatian,
bermain, dan regresi.
d. Bermain : anak melakukan dan mencari kesempatan dan aktivitas
bermain; mencari perhatian pengasuh; mengeksplorasi tubuh;
menikmati sensasi dari gerakan motorik halus dan kasar, bermain
secara aktif dengan objek; belajar untuk berinteraksi dengan cara yang
disetujui secara sosial.
e. Peran orang tua : orang tua berperan sebagai agen pensosialisasi untuk
peran dasar tingkh lau; melakukan restriksi untuk pertama kalinya
terhadap perilaku anak; berfokus langsung dari gratifikasi primer dan
segera terhadap kebutuhan anak.
f. Rencana : untuk memberikan konsistensi dalam membatasi lingkungan
pada perilaku anak terlebih dahulu dorong anak untuk mengeksplorasi
lingkungan dan mempelajari keterampilan baru.

6. Perkembangan Moral (Tahap Prekonvensional)


Konsep toddler tentang benar dan salah terbatas, orang tua mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap perkembangn kesadaran anak.
7. Perkembangan Kepercayaan (Tahap Intuitif-Proyektif)
Keyakinan dipelajari dari orang tua, anak menirukan praktik dan sikap
keagamaan dari kecil.
8. Perkembangan Bahasan
a. Usia 2 tahun
Menggunakan kalimat dnegan dua dan tiga kata, menggunakan
holofrase, lebih dari setengah pembicaraannya dapat dimengerti.
b. Usia 3 tahun
1) Banyak bertanya
2) Berbicara saat ada maupun tidak ada orang
3) Menggunakan pembicaraan telegrafis (tana kata preposisi, kata
sifat, kata keterangan, dll)
4) Mengungkapkan konsonan berikut : d, b, t, k, dan y
5) Menghilangkan huruf ‘w’ dari pembicaraannya
6) Mempunyai pembendaharaan kata sebanyak 900 kata
7) Memakai kalimat tiga kata (subjek-kata kerja-objek)
8) Menyatakan namanya sendiri
9) Menjamakkan kata-kata
10) Mengulangi ungkapan dan kata-kata dengan tanpa tujuan

D. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru


1. Pengkajian
a. Identitas diri klien : nama, jenis kelamin, umur, tempat dan tanggal
lahir, alamat, pekerjaan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Kesehatan sekarang : keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri
dada, batuk, dan sputum
2) Kesehatan yang lalu
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera, dan
pembedahan.
3) Kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita asma, empisema,
alergi, dan TB paru.
c. Gejala yang berkaitan dengan masalah utama , misalnya :
demam,menggigil, lemah, keringet dingin malam merupakan gejala
yang berkaitan dengan TB.
d. Status perkembangan, misalnya :
1) Ibu yang melahirkan bayi permatur perlu ditanyakan apakah
sewaktu hamil mempunya masalah-masalah resiko dan apakah
usia kehamilan cukup.
2) Pada usia lanjut perlu ditanyakan apakah ada perubahan pola
pernapasan, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernapas
sewaktu berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama.
e. Data pola pemeliharaan kesehatan, misalnya :
Tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur istirahat
dan stres.
f. Pola keterlambatan atau pola peranan kekerabatan, misalnya :
Adakah pengaruh dari gangguan atau penyakitnya terhadap
dirinya dan keluarganya serta apakah gangguan yang dialammi
mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami dan dalam
melakukan seksual.
g. Pola aktivitas/istirahat
1) Gejala
a) Kelelahan umum dan kelemahan
b) Napas pendek karena kerja
c) Kesulitan tidur pada malam hari, demam pada malam hari,
menggil dan atau berkeringat, mimpi buruk.
2) Tanda
a) Takikardi, takipnea/dispne pada kerja
b) Kelelahan otot, nyeri dan sesak
h. Pola integritas ego
1) Gejala
a) Adanya/ faktor stres lama
b) Masalah keuangan, rumah
c) Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan
d) Populasi budaya/etnik
2) Tanda
a) Menyangkal khususnya tahap dini
b) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
i. Makanan/cairan
1) Gejala
a) Kehilangan nafsu makan
b) Tidak dapat mencerna
c) Penurunan BB
2) Tanda
1) Turgor kulit, buruk kering atau kulit bersisik
2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan
j. Nyeri/ kenyaman
1) Gejala
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
2) Tanda
Perilaku distraksi, gelisah.
k. Pernapasan
1) Gejala
a) Batuk produktif atau tidak produktif
b) Napas pendek
c) Riwayat TB/terpajan pada individu terinfeksi
2) Tanda
a) Peningkatan frekueni napas
b) Perkoesi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi napas
menurun/tidak ada secara bilateral/unilateral. Bunyi napas
tubuler/dan/atau/bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels
tercatat di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah
batuk pendek.
c) Karakteristik sputum adalah hijau/prulen, mukoid kuning
atau bercak darah
d) Deviasi trakeas (penyebaan bronkogenik)
e) Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan
mental
l. Keamanan
1) Gejala
Adanya kondisi penekanan imun,contoh: AIDS,kanker
2) Tanda
Demam rendah atau sakit panas akut.
m. Interaksi Sosial
1) Gejala :
Perasaan isolasipenolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
n. Penyuluhan dan pembelajaran
1) Gejala
a) Riwayat keluarga TB
b) Ketidakmampuan umu/status kesehatan buruk
c) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
d) Tidak berpartisipasi dalam terapi
o. Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada, usap basil tahan asam BTA, kultur sputum,
tes kulit tuberkulin.
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
darah yang dibuktkan dengan frekuesi pernapasan dan bunyi napas
dan lain-lain.
Hasil yang diharapkan :
1) Mempertahankan jalan napas klien
2) Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
3) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertimbangkan
bersihan jalan napas
4) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi
Rencana keperawatan
1) Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan irama
dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasoinal : penurunan bunyi napas dapat menujukkan
atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan
peningkatan kerja pernapsan dan peningkatan kerja pernapsan.
2) Catat kemampuan untuk/mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
Catat karakter, jumlah, sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sanga tebal.
Sputum berdarah kental atau berdarah cerah dakibatkan
kerusakan kavitas paru atau luka bronkial yang dapat
menentukan evaluasi/inervensi lanjut.
3) Beriakn pasien posisi semi/fowler. Tinggi, bantu pasien untuk
batuk dan latihan napas dalam.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernapsan. Ventilasi maksimal
membuka area ateletaksis dan peningkatan gerakan sekret ke
dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan.
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan
dapat dilakukan bila pasien tidak mampu untuk mengeluarkan
sekret.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali
kontraindikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengeluarkan sekret, membuatnya mudah untuk dikeluarkan.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi. Agen
mukolitik, contoh asetilsistein (mucomyst), bronkodilator
contohna okstrifilin (holedyl) : teofilin, kortikosteroid
(prednison)
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehngga menurunkan tahanan terhadap aliran
udara.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan batuk, anorexia.
Hasil yang diharapkan :
1) Menunjukkan BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai lab
normal dan bebas tanda malutrisi
2) Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan
danatau mempertahankan berat yang tepat.
Rencana keperawatan
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit,
BB, dan derajat kekuranaga BB, integritas mukosa oral,
kemampuan/ ketidak mampuan menelan, adanya tonus usus
riwayat mual atau diare.
Rasional : berguna dalam menefinisikan derajat/luasnya masala
dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastika poa diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai pasien
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi
kebutuhan/kekuatan kusus. Pertimbangan keinginan individu
dapat memperbaiki masukan diet.
3) Awasi masukan/pengeluara dan BB ecara periodik
Rasional : berguna dalam engukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R


DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG POLI ANAK
RSUD CIAWI KABUPATEN BOGOR

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien dan Penanggungjawab
Nama : An. R
Umur/Tanggal Lahir : 1 tahun 7 bulan / 12 April 2013
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status di keluarga : Anak kedua
Alamat : Kp. Sukawarna RT 01/10 Cipaku Bogor Selatan
No. RM : 488853
Diagnosa Medik : Tuberkulosis Paru
Tanggal Dikaji : 18 November 2014

B. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan berat badan anaknya tidak naik-naik.

C. Riwayat Kesehatan Sekarang


Saat dikaji, ibu klien mengeluh An.R berat badan anaknya tidak
naik-naik sejak bulan Agustus,sering pilek, sering bersin, dan masih sering
berkeringat di malam hari dan hari ini datang ke poliklinik untuk control
pengobatan Tuberkulosis paru dan konsultasi tentang penurunan berat
badan anaknya.

D. Riwayat Kesehatan yang Lalu


Ibu klien mengaatakan pada awal bulan Agustus klien demam,
batuk berdahak berkepanjangan selama, berkeringat malam hari tanpa
melakukan aktivitas, demamnya turun naik, berat badan menjadi 10 kg
padahal sebelum sakit 13 kg. Kemudian ibu klien membawa klien ke
rumah sakit untuk diperiksa dan dilakukan tes tuberkulin mantoux tanggal
19 agustus 2014 serta di rontgen thorax. Hasil dari kedua tes tersebut klien
dinyatakan positif menderita tuberkulosis paru. Maka An.R diinstruksikan
untuk melakukan pengobatan selama enam bulan dengan kontrol rutin
sebulan sekali. Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit, klien pernah
demam dan diperiksa ke Puskesmas. Klien belum pernah menderita
penyakit kronis atau menular sebelumnya.

E. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan pemberian imunisasi pada anaknya telah
lengkap diberikan hingga 9 bulan, dengan jumlah yang seharusnya. An. R
telah divaksin BCG, HB, DPT, Polio, dan Campak. Ada beberapa jadwal
imunisasi yang dilakukan tidak tepat waktu karena saat ada pemberian
imunisasi di Posyandu, An.R sedang sakit.

F. Riwayat Kesehatan Keluarga


Di dalam silsilah keluarga klien terdapat anggota keluarga yang
menderita TB paru yaitu kakeknya, kakenya pernah batuk berdarah. Tidak
lama setelah sekitar dua bulan kemudian, An. R menunjukkan gejala
demam, batuk berdahak, berkeringat di malam hari. Kakek An. R
melakukan pengobatan sebulan sebelum An.R diketahui menderita TB
paru juga. Klien tinggal serumah dengan kakeknya, dan sering berinteraksi
dengannya. Tetapi setelah mengetahui An. R menderita penyakit yang
sama kakeknya mulai menghindari An.R dan tidak berinteraksi lagi. Ibu
klien mengatakan belum mengetahui cara pencegahan penularan TB Paru
dan kakeknya pun masih tinggal bersama An,R.
G. Genogram

Keterangan :
= Laki-laki = Tinggal serumah

= Perempuan = Klien

H. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran
a. Kualitatif : Compos mentis
b. Kuantitatif : Respon motorik : 6
Respon verbal : 5
Respon membuka mata : 4 +
15
2. Tanda-tanda Vital
a. Suhu : 36,5⁰ C
b. Respirasi : 38x/menit
c. Nadi : tidak terkaji
3. Pemeriksaan sistematis
a. Hidung : terdapat lendir, tampak diluar hidung terdapat lendir yang
mengering, tidak tampak pernapasan cuping hidung, anak tidak
menggunakan masker, suara napas bersih
b. Thorak : pernapasan dangkal, teratur, tidak tampak penggunaan
otot-otot bantu pernapasan, bunyi paru vesikuler bentuk dada
simetris, tidak ada lesi,.
c. Ekstremitas : pada lengan kanan atas klien tampak tanda hasil
imunisasi BCG klien dapat menggerakkan ekstremitas atas dan
bawah dengan baik, berjalan dengan baik, menggenggam benda.
4. Kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan minum
1) Pola Makan
Ibu klien mengatakan anaknya makan tiga kali dengan cara disuapi
makanan biasa (bubur atau nasi tim) tetapi sedikit sekali dan tidak
dihabiskan makanannya.
2) Pola Minum
Klien masih diberi ASI tetapi ASI ibunya sedikit-sedikit keluarnya,
anak juga minum air mineral dan jumlahnya menurut ibunya tidak
menentu.
b. Pola Aktivitas
Klien lebih banyak menghabiskan waktu utnuk bermain dnegan
kakanya di rumah, klien juga sudah dapat membantu ibunya
misalnya mengambilkan Sesutu untuk ibunya.

I. Kemampuan Orang Tua di Rumah


Ibu klien mengatakan di rumah setelah mengetahui anaknya
mengalami penurunan berat badan tidak memberikan vitamin atau
sulemen, ibu klien terus mencoba memberikan makanan pada anaknya
setiap kali waktu makan tiba.

J. Data Tumbuh Kembang


1. Data ertumbuhan Sejak Lahir
BB lahir : 3500 gram
PB lahir : 52 cm
Anak mulai tumbuh gigi saat usianya 6 bulan, anak tidak diberi ASI
eksklusif. Setiap ke posyandu tiap sebulan sekali, berat badan anaknya
selalu bertambah
2. Data Pertumbuhan saat dikaji
Setelah dikaji data pertumbuhan adalah sebagai berikut :
BB = 10,5 kg LL = 14 cm LD = 44 cm
TB = 63 cm LK = 50 cm
Perhitungan BB menurut Behrman
1-6 tahun = (umur x 2) + 8
= (1,7 x 2) + 8
= 11,4 kg
Persen hilang BB

Jadi, persen hilang berat badan pada An.R adalah 7,8 %.


Perbandingan TB menurut Behrman
Usia 1 tahun = 1,58 x TB lahir
= 1,58 x 52
= 82,1 cm
Jadi, TB normal pada usia 1 tahun 7 bulan adalah 82,1 cm menurut
Behrman.
3. Data Pekembangan
a. Sejak Lahir
Ibu An.R mengatakan An. R dapat duduk saat usianya 7 bulan,
mulai dapat jalan dan berbicara saat usianya 13 bulan.
b. Saat Dikaji
Ibu klien mengatakan anak sudah mulai dapat berlari,
menaiki dan menuruni tanga, anak belum mengenal permainan
yoyo sehingga belum dapat memainkannya, sudah dapat
mendorong kursi kecil atau meja yang ringan di rumah, dan sudah
dapat duduk sendiri di atas bangku, anak sudah dapat minum dari
cangkir tetapi kadang-kadang masih sering tumpah.
Dari hasil DDST II klien perkembangannya normal sesuai
dengan usianya, dapat melakukan tugas sesuai dengan tahapan
usianya. (Format DDST II terlampir)

K. Data Penunjang
Hasil tes tuberkulin Mantoux positif, ukuran tidak terkaji, diperiksa
tanggal 22 agustus 2014 dan hasil pemeriksaan radiologi (tidak dibawa
saat pengkajian).

L. Program Terapi dan Penatalaksanaan


1. Isoniazid
2. Rifampisin
3. Pirazinamid

II. ANALISA DATA


No. Data Senjang Kemungkinan Penyebab Masalah

1. DS : ibu klien mengatakan Invasi Mikobakterium Ketidakefektif


An.R pilek sejak 2 minggu Tuberkulosa an bersihan
yang lalu. jalan napas
DO :
a. Hidung tampak berlendir. Masuk ke saluran pernapsan atas
b. Di hidng bagian luar
terdapat lender yang
mongering Bakteri bertahan di bronkus
c. Respirasi 38 x/menit

Produksi sekret berlebih

Sekret menumpuk

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas
2. DS : Invasi Mikobakterium Resiko
a. Ibu klien mengatakan Tuberkulosa gangguan
anak kurang nafsu makan, pertumbuhan.
makan 3x/hari tapi tidak
dihabiskan. Masuk ke saluran pernapsan atas
b. ASI keluar sedikit-sedikit
DO :
BB anak = 10,5 kg Bakteri bertahan di bronkus
BB anak sebelum skait = 13
kg
TB anak = 63 cm Produksi sekret berlebih
BB normal = 11,4 kg
Persen hilang BB = 7,8%
Sekret menumpuk

Anoreksia, masukan nutrisi


inadekuat

Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
3. DS : Invasi Mikobakterium Resiko
a. ibu mengatakan anak Tuberkulosa penyebaran
sedang pilek. infeksi
b. Ibu mengatakan tidak
mengetahui cara Masuk ke saluran pernapsan atas
pencegahan penularan
TB Paru.
DO : Bakteri bertahan di bronkus
a. anak tidak menggunakan
masker
b. tampak hidung berlendir Produksi sekret berlebih

Sekret menumpuk

Resiko penyebaran infeksi

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
2. Risiko gangguan pertumbuhan berhubungan dengan perkembangan
penyakit kronis.
3. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dnegan pengeluaran droplet
dan kurang pengetahuan tentang cara pencegahn penularan.
IV. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan bersihan Tupan : jalan napas Setelah dilakukan
jalan napas berhubungan bersih intersensi dihapakan
dengan penumpukan sekret. Tupen : klien :
DS : ibu klien mengatakan 1. Diketahui 1. Frekuensi, kedalaman 1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Takipnea, pernapasan
An.R pilek sejak 2 minggu frekuensi, pernafasan, gerakan pernapsan dan kesimetrisan dangkal, dan gerakan
yang lalu. kedalaman dada terkaji. gerakan dada. dada tidak simetris dapat
DO : pernapasan dan terjadi karena
a. Hidung tampak gerakan dada. ketidakberdayaan
berlendir. dinding paru atau cairan
b. Di hidng bagian luar paru.
terdapat lender yang 2. Diketahui 2. Terdengar suaru area 2. Auskultasi area paru, catat 2. Penurunan aliran udara
mongering pengumpulan paru penumpukkan suara adanya ronchi atau terjadi pada area
c. Respirasi 38 x/menit, sekret dan areanya. sekret. wheezing. konsolidasi dengan
dangkal cairan.
3. Sputum dapat 3. Suara ronchi di area 3. Ajarkan orang tua cara 3. Memobilisasi sekret
dengan mudah lobus kanan atas postural drainage pada anak untuk mudah dikeluarkan
dikeluarkan. berkurang.
4. Memobilisasi dan
4. Sputum dapat 4. Orang tua 4. Instruksikan orang tua mengencerkan sekret.
encer. memberikan air untuk memberikan air
hangat lebih banyak hangat lebih banyak pada
pada anak anak.

5. Agar pengobatan 5. Pengobatan klien


klien tuntas. selesai pada 5. Motivasi klien dan orang
waktunya. tua untuk minum obat
teratur dan tidak
melewatkan waktu minum
obat
2. Risiko gangguan Tupan : pemenuhan Setelah dilakukan
pertumbuhan berhubungan kebutuhan nutrisi intervensi diharapkan
dengan perkembangan adekuat. klien :
penyakit kronis. Tupen :
DS : 1. Nafsu makan anak 1. Anak makan makanan 1. Instruksikan orang tua 1. Menambah minat anak
a. Ibu klien mengatakan bertambah sesuai keinginannya. memberikan makanan yang untuk makan
anak kurang nafsu disukai anaknya dibuat
makan, makan 3x/hari dengan bentuk yang
tapi tidak dihabiskan. menarik.
b. ASI keluar sedikit-
sedikit 2. Asupan nutrisi 2. Anak dapat terpenuhi 2. Instruksikan orang tua
DO : anak bertambah kebutuhan nutrisinya. untuk memberikan anak 2. ASI dapat membantu
BB anak = 10,5 kg ASI dan makanan lebih memenuhi kebutuhan
BB sebelum sakit = 13 kg sering. nutrisi anak.
TB anak = 63 cm
BB normal = 11,4 kg 3. Ibu memahami
Persen hilang BB = 7,8% tentang gizi 3. Informasi gisi 3. Berikan informasi pada ibu
seimbang anak. seimbang dapat tentang gizi seimbang untuk 3. Gizi seimbang dapat
tersampaikan. anak. memenuhi kebutuhan.
4. Menambah asupan
nutrisi. 4. Pemberian makanan 4. Instruksikan ibu untuk
4. Dapat menambah
ringan di lakukan. memberikan makanan
masukan nutrisi anak.
ringan pada pagi dan sore
hari.
3. Risiko penyebaran infeksi Tupan : tidak terjadi Setelah dilakukan
berhubungan dnegan penyebaran infeksi. intervensi diharapkan
pengeluaran droplet dan Tupen : klien :
kurang pengetahuan tentang 1. dengan 1. penjelasan dapat 1. Jelaskan pada orang tua 1. Menambah pengethuan
cara pencegahn penularan. pengetahuan yang dimengerti dan ibu cara pencegahan penularan ibu tentang cara
DS : dimiliki orang tua, dapat menjelaskan infeksi. pencegahan penularan.
a. ibu mengatakan anak penularan tidak kembali apa yang
sedang pilek. terjadi telah disampaikan.
b. Ibu mengatakan tidak 2. bakteri tidak 2. Anak menggunakan 2. Instruksikan ibu untuk 2. Mencegah penularan
mengetahui cara berpindah dari alat makan pribadi. memisahkan alat makan dan melalui media yang
pencegahan penularan penderita ke orang minum anak dengan orang dimungkinkan terdapat
TB Paru. sehat. lain. lendir anak.
DO : 3. Ajarkan orang tua untuk 3. bakteri dapat berpindah
a. anak tidak menutup mulut anak jika melalui udara dan
menggunakan masker bersin dengan kain percikan droplet.
b. tampak hidung
berlendir
3. Lingkungan tidak 3. Lingkungan tempat 4. Instruksikan orang tua 4. Mencegah kekambuhan
menjadi tempat tinggal klien bersih untuk menjaga kebersihan dan dan timbulnya
bakteri dan dapat mengurangi lingkungan rumah. penyakit TB Paru pada
Mikobakterium risiko penularan. anggota keluarga lain.
Tuberkulosis
hidup.
V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal No. Dx Jam Implementasi Evaluasi Paraf
18 November 1. Mengkaji frekuensi, S : ibu mengantakan akan memberikan
2014 kedalaman pernapsan dan anaknya lebih sering air hangat.
kesimetrisan gerakan O :
dada. a. frekuensi napas anak 48 x/menit, napas
2. Mengauskultasi area paru, dangkal, gerakan dada kiri dan kanan
dan mencatat suara adanya simetris.
ronchi atau wheezing. b. Pada area paru lobus kanan atas terdengar
1
3. Mengajarkan orang tua ronchi
cara postural drainage A : masalah ketidakefektifan bersihan jalan
pada anak napas masih ada.
4. Menginstruksikan orang P : Lanjutkan intervensi motivasi klien dan
tua untuk memberikan air orang tua untuk minum obat teratur dan tidak
hangat lebih banyak pada melewatkan waktu minum obat.
anak.
2 1. Menginstruksikan orang S :
tua memberikan makanan a. ibu klien mnegatakan ASI sering
yang disukai anaknya diberikan pada anaknya tetapi keluarnya
dibuat dengan bentuk sedikit-sedikit.
yang menarik. b. Anaknya tidak sering memakan makanan
2. Menginstruksikan orang ringan.
tua untuk memberikan O : Ibu belum dapat menjelaskan kembali
anak ASI dan makanan informasi yang telah disampaikan.
lebih sering. A : masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi
3. Memberikan informasi kurang dari kebutuhan tubuh masih ada.
pada ibu tentang gizi P : Lanjutkan intervensi, jelaskan kembali
seimbang untuk anak. informasi mengenai pemberian gizi seimbang
4. Menginstruksikan ibu pada anak.
untuk memberikan
makanan ringan pada pagi
dan sore hari.
1. Menjelaskan pada orang S :
tua cara pencegahan a. Ibu klien mengatakan mengerti cara
penularan infeksi. penyebaran infeksi tetapi belum mengeti
2. Menginstruksikan ibu tentang cara pencegahan penularannya.
untuk memisahkan alat b. Ibu mengatakan belum memisahkan alat
makan dan minum anak makan dan minum anaknya.
dengan orang lain. c. Ibu klien mengatakn akan menjaga
3. Mengajarkan orang tua kebersihan lingkungan rumahnya.
untuk menutup mulut anak O : anak tampak tidak nyeman saat diajarkan
jika bersin dengan kain untuk ditutup mulutnya oleh ibunya.
4. Menginstruksikan orang A : masalah resiko penyebaran infeksi masih
tua untuk menjaga ada.
kebersihan lingkungan P : Lanjutkan intervensi anjurkan oran gtua
rumah. untuk melakukan pencegahan penularan
infeksi pada anggota keluarga sehat dan
anjurkan untuk menginformasikan pada
kakeknya untuk melakukan pencegahan
penularan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
TB paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru dan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan bagian bawah. Tanda dan gejala batuk, batuk berdarah, sesak
napas, nyeri dada, dan demam. Pada kasus An.R dengan TB paru dimana
imunisasi BCG tidak selalu dapat mencegah TB paru, bila terdapat faktor
pencetus atau terdapat keluarga yang memiliki penyakit TB paru bisa
kemungkinan anak yang diimunisasi tersebut dapat terkena penyakit TB paru,
karena kontak yang terus menerus. Imunisasi BCG hanya dapat mencegah TB
paru yang sudah pada tahap parah. Klien dengan TB paru perlu melakukan
pengobatan selama 6 bulan sampai 8 bulan.

B. Saran
1. Bagi para orang tua, anak adalah anugerah yang paling berarti, jagalah
kesehatan anak. Jangan sepelekan penyakit yang terlihat biasa saja. Karena
anak belum dapat menyampaikan apa yang dirasakannya sehingga orang
tua lah yang harus lebih mengerti tentang kondisi anak. Setiap waktu
diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terhambat karena
penyakit yang masih bisa mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
2. Pembaca dapat memberikan resume keperawatan maupun
pendokumentasian pada klien dengan TB paru dengan mengacu pada teori
yang telah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Asih Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily Lynn dan Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta : EGC
Saferi, Andra dkk. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nurha
Medika.
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medik
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai