Anda di halaman 1dari 7

Moura Zhafarinnadia

240210170062

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan derajat kesehatan
adalah penyediaan makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan
(Sediaoetomo, 1989). Keadaan ini terutama berhubungan erat dengan segi
mikrobiologi pada makanan dan minuman yang disediakan oleh pengusaha atau
perorangan atau kepentingan umum yaitu batas cemaran mikroba dalam maknan
5×10³ (Fardiaz, 1992).
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C,H,O,N yang tidak dimilki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula, fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering
sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam
tenunan segar sekitar 20% (Winarno, 2002).
Protein ini mudah sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba,
seperti yang diungkapkan oleh Nurwantoro dan Djarijah (1997) banyak macam
kebusukan pangan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk protein. Sayang hal
ini masih sulit untuk dipelajari, terutama karena reaksinya yang sangat kompleks.
Sifat kompleksitas protein pangan dan variasi jenis mikroba pembusuk yang
terdapat dalam pangan merupakan faktor penyebab utamanya kebusukan protein
dalam daging, susu, produk daging, ikan dan telur dapat memberikan fenomena
dan sifat ketergantungan pada kondisi penyimpanan yang tidak sama.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengujian Kontaminan Bahan Baku


Sampel T inkubasi : 37 ℃ T inkubasi : 55 ℃
(Luas ∑ ∑ ∑ ∑
Gambar Gambar
Bahan) koloni bakteri koloni bakteri

Sayur
belum
dicuci
(2x2.5
cm) 239 1195
Moura Zhafarinnadia
240210170062

Sayur
sudah
dicuci
(2x2.5 130 615
cm)

Ikan
belum
dicuci
(2x2.5 130 615
cm)

Ikan
sudah
dicuci
(2x2.5 67 335
cm)

Ayam
belum
dicuci
(2x2.5 TBUD TBUD
cm)

Ayam
sudah
dicuci
(2x2.5 TBUD TBUD
cm)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Praktikum kali ini membahas mengenai pengujian jumlah kontaminan


pada bahan baku. Sanitasi bahan baku sangat penting dalam industri pangan
karena hasil akhir dari suatu produk ditentukan dari bahan bakunya. Jika bahan
bakunya sudah tercemar oleh kontaminan, maka hasil produknya akan memiliki
kualitas yang jelek dan daya simpannya pendek.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung jumlah bakteri
proteolitik yang terdapat dalam bahan baku pangan. Bakteri proteolitik adalah
bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraselular, enzim protease ini
diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan ke mediumnya. Semua bakteri
Moura Zhafarinnadia
240210170062

mempunyai enzim protease di dalam sel, namun tidak semua enzim protease
tersebut dilepaskan ke mediumnya (Abraham et al, 1993). Jenis bakteri
proteolitik adalah bakteri-bakteri normal yang hidup dalam bahan pangan dan
juga dalam tubuh makhluk hidup seperti Escherichia coli, Vibrio cholera,
Salmonella dan Staphylococcus (Fardiaz, 1992).
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kangkung, daging
ayam dan daging ikan. Sampel ini diberi perlakuan yang berbeda yaitu dicuci dan
tidak dicuci. Tujuannya agar dapat diketahui jumlah kontaminan pada bahan baku
tersebut sebelum dan setelah dicuci. Sampel yang akan digunakan harus dipotong
secara aseptis. Pemotongan secara aseptis ini dimaksudkan agar tidak ada mikroba
yang menempel pada bahan baku ketika dilakukan pemotongan menggunakan
pisau. Sampel yang telah dipotong dimasukkan ke dalam tabung falcon yang
berisi NaCl fisiologi. Penambahan NaCl fisiologi berfungsi untuk pengenceran
sehingga jumlah mikroorganisme yang akan diuji tidak terlalu banyak dan
mengakibatkan tidak bisa untuk dihitung. Setelah itu tabung falcon dikocok
sampai larutannya keruh menggunakan vortex. Pengcocokkan dilakukan agar
seluruh mikroorganisme yang terdapat pada sampel dapat tersebar merata pada
NaCl fisiologis. Inokulasikan 1 mL suspensi ke dalam dua cawan petri dan
ditambahkan media Skim Milk Agar (SMA). Media SMA adalah suatu medium
yang mengandung kasein, digunakan untuk mendeteksi mikroba yang bersifat
proteolitik. Adapun cara membuat SMA adalah dengan mencampurkan PCA atau
medium lainnya yang tidak mengandung karbohidrat dengan konsentrasi dua kali
lipat (double strength) pada suhu 50-550C, ditambah susu skim steril pada susu
500C dalam jumlah sama. Dalam penuangan media SMA ke dalam cawan petri
digunakan metode pour plate. Metode pour plate adalah suatu teknik di dalam
menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar-agar dengan cara
mencampurkan media agar-agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri
sehingga sel-sel tersebut tersebar merata dan diam baik di permukaan agar-agar
atau di dalam agar-agar.
Media SMA digunakan pada praktikum kali ini karena merupakan media
spesifik untuk pertumbuhan bakteri proteolitik (Sukardi dan Sukamto, 1999).
Media Skim Milk Agar (SMA) terdiri dari media NA steril dan susu skim. Susu
Moura Zhafarinnadia
240210170062

skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim merupakan susu yang
mengandung protein tinggi 3,7% dan lemak 0,1% (Jay, 1992).
Cawan petri diinkubasikan pada dua suhu yang berbeda yaitu pada suhu
37oC untuk melihat pertumbuhan bakteri proteolitik dan suhu 55oC untuk melihat
pertumbuhan total bakteri termofil. Pertumbuhan bakteri proteolitik ditandai
dengan adanya areal bening di sekeliling koloni. Susu skim mengandung kasein
sebagai protein susu dimana akan dipecah oleh mikroorganisme proteolitik
menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga koloni akan dikelilingi area bening.
Area bening tersebut menunjukkan bahwa mikroba yang tumbuh mempunyai
aktivitas proteolitik (Fardiaz, 1992).
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat areal bening dan menghitung jumlah
koloni dan bakteri/ mL suspensi dengan rumus sebagai berikut :
25 𝑚𝐿
⅀Bakteri proteolitik = 1 cm2 x x Jumlah koloni/mL suspensi
1 𝑚𝐿

Berikut ini salah satu contoh perhitungan jumlah bakteri proteolitik pada sampel
ikan yang sudah di cuci:
25 𝑚𝐿
⅀Bakteri proteolitik = 1 cm2 x x 67 = 1.675 bakteri/mL suspensi
1 𝑚𝐿

Berdasarkan tabel data hasil pengamatan, rata-rata tidak tumbuh bakteri


pada cawan petrinya. Hal ini mungkin saja terjadi karena memang tidak ada
bakteri pada bahan baku tersebut tetapi pada beberapa cawan petri nampak media
agar SMA yang rusak. Media yang rusak ini bisa menjadi salah satu penyebab
mengapa tidak ada bakteri yang tumbuh pada bahan baku padahal bahan baku
yang diuji ada yang tidak mengalami perlakuan pencucian sebelumnya. Media
yang rusak dapat disebabkan ketika pengocokan media dan suspensi pada cawan
petri terlalu kencang sehingga ketika media membeku, media tidak membeku
secara merata yang pada akhirnya menyebabkan media agar sedikit-sedikit
bergeser dan membelah. Berdasarkan tabel juga dapat dilihat, lebih banyak bakteri
yang tumbuh pada suhu 37oC dibandingkan dengan bakteri yang tumbuh pada
suhu 55oC. Hal ini berarti dalam bahan baku tersebut bakteri termofilik atau
bakteri tahan panasnya lebih sedikit dibandingkan bakteri proteolitiknya.
Sampel kangkung sebelum dicuci yang diinkubasikan pada suhu 37oC
memiliki jumlah bakteri proteolitik sebesar 1195 bakteri/mL sedangkan untuk
sampel yang sudah dicuci tumbuh 615 bakteri/mL suspensi. Hal ini mungkin
Moura Zhafarinnadia
240210170062

terjadi kontaminasi pada saat pemotongan menggunakan pisau. Pisau yang


digunakan bisa saja belum bersih dan banyak bakteri yang menempel pada
permukaannya. Jumlah bakteri yang tumbuh pada suhu 55oC baik pada kangkung
yang sebelum dicuci maupun sesudah dicuci tidak ditumbuhi bakteri apapun. Hal
ini ditandai tidak adanya zona bening pada media.
Pada daging ayam untuk suhu 55oC baik pada sampel daging yang sudah
dicuci maupun belum dicuci, tumbuh bakteri termofilik yang sangat banyak
sehingga tidak dapat dihitung. Sama halnya pada suhu 37oC sebelum dicuci dan
setelah dicuci tumbuh bakteri proteolitik yang sangat banyak sehingga tidak dapat
dihitung. Hal ini mungkin disebabkan karena daging dibiarkan dari pagi pada
suhu ruang yang menyebabkan daging telah terkontaminasi, selain itu juga karena
terdapat kandungan protein yang cukup tinggi pada daging.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap daging ikan sebelum dicuci
banyak ditumbuhi bakteri proteolitik dan tidak ditumbuhi bakteri termofiliknya
sedangkan setelah dicuci pada suhu 55oC tidak diketahui banyak atau tidaknya.
Daging ikan merupakan salah satu media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme karena kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu, bisa saja
terjadi karena air yang digunakan telah tercemar oleh kontaminan sehingga pada
saat proses pencucian kontaminan tersebut menempel pada daging ikan.
Bakteri proteolitik yang terkandung dalam daging ikan paling sering
dikaitkan dengan cemaran Salmonella dan Campylobacter yang dapat
menginfeksi manusia. Pada daging ayam juga sering dikaitkan dengan bakteri
Campylobacter jejuni, bakteri tersebut merupakan salah satu bakteri patogen yang
mencemari ayam maupun karkasnya yang tidak menyebabkan penyakit untuk
hewan yang bersangkutan tetapi mengakibatkan penyakit campylobacteriosis
untuk manusia yang ditandai dengan diare hebat disertai demam, kurang nafsu
makan, muntah, dan leukositosis.
Bakteri yang tumbuh pada suhu inkubasi 37oC dapat diperkirakan adalah
bakteri Pseudomonas dan Micrococcus. Bakteri Micrococcus mempunyai suhu
optimum pertumbuhan 25-30oC, masih dapat tumbuh dalam suhu 10oC, tetapi
tidak dapat tumbuh dalam suhu 46oC. Pseudomonas merupakan bakteri proteolitik
yang tidak membentuk spora (Fardiaz, 1992). Bakteri yang ditemukan dalam suhu
Moura Zhafarinnadia
240210170062

inkubasi 55oC dapat diperkirakan sebagai bakteri proteolitik thermofilik yang


merupakan kelompok bakteri dengan suhu optimum pertumbuhan minimal diatas
45oC, biasanya 55oC atau lebih (Fardiaz, 1992). Kemungkinan bakteri proteolitik
termofilik adalah Bacillus, Colstridium, dan Lactobacillus thermophillus (Fardiaz,
1992).
Menurut Jenie (1988), suhu 100oC adalah suhu yang paling baik untuk
sanitasi pangan dan suhu 76,7oC merupakan suhu minimal untuk sanitasi pangan.
Pada suhu 60oC adalah suhu terbaik untuk pencucian mekanis, sedangkan suhu
48,9oC adalah suhu terbaik untuk pencucian manual. Antara suhu 15,6oC-48,9oC
pertumbuhan bakteri cepat, pada suhu 10oC-15,6oC pertumbuhan bakteri sedang,
sedangkan mulai dari suhu 0oC-10oC pertumbuhan bakteri akan menurun. Pada
suhu 0oC akan terjadi pembekuan sel-sel dan air yang terkandung dalam bahan
pangan, makanan beku baik disimpan pada suhu -17,8oC atau dibawahnya.

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :
1. Jumlah bakteri proteolitik terbanyak yang tumbuh pada sampel sebelum
dicuci terdapat pada daging ayam (TBUD).
2. Jumlah bakteri proteolitik terbanyak yang tumbuh pada sampel setelah
dicuci terdapat pada daging ayam (TBUD).
3. Jumlah bakteri termofilik terbanyak yang tumbuh pada sampel sebelum
dicuci terdapat pada daging ikan dan daging ayam (TBUD).
4. Bakteri proteolitik yang kemungkinan tumbuh dalam sampel yang
diinkubasi pada suhu 37oC adalah Pseudomonas dan Micrococcus.
5. Bakteri termofilik yang kemungkinan tumbuh dalam sampel adalah
Bacillus, Colstridium, dan Lactobacillus thermophillus.
Moura Zhafarinnadia
240210170062

DAFTAR PUSTAKA

Abraham A. G., G. L., Antoni, and Anon, 1993.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Jay, J.M. 1992. Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold, New York.

Jenie, Betty Sri Laksmi. 1988. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nurwantoro dan Djarijah, A.S. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati.


Kanisius. Yogyakarta.

Proteolytic Activity of Lactobacillus bulgaricus Grown in Milk, Journal of Diary


Science. La Plata, Argentina.

Sukardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan


Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai