Dosen Pengampu : Dr. Maria Caecilia Nanny Setiawati Hadirahardja, M.Sc., Apt
Disusun oleh :
Muhammad Fikri Mukhlis (1061811066)
Rekha Eviana Windari (1061811090)
Tri Nur Azizah (1061811106)
Tri Puji Wahyuningsih (1061811107)
Yunia Pratiwi (1061811114)
Zulfa Nurani Iftitah (1061811115)
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang terus
gejala-gejala kehausan yang sangat, selalu ingin kencing, penurunan berat badan
dan dapat mengalami koma sampai kematian bila tidak segera diobati. Namun
lebih sering para penderita diabetes ini tidak disertai dengan gejala yang berat,
bahkan pada beberapa orang justru tidak terlihat gejalanya sama sekali. Kadar
gula dalam darah yang tinggi dan abnormalitas biokimiawi lainnya ini sebagai
akibat dari berkurangnya produksi atau sensitivitas insulin, suatu hormon yang
berperan untuk mengatur metabolisme glukosa, lemak dan asam amino. Dalam
jangka panjang, keadaan ini dapat mengakibatkan resiko ganguan lebih lanjut
ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif
dari sekresi insulin dan atau gangguan kerja insulin (Meydani, 2011). Jumlah
insulin yang dihasilkan pankreas kurang atau bahkan kadang–kadang lebih tetapi
darah sewaktu lebih besar dari 200 mg/dl dan kadar glukosa darah puasa lebih
adanya kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan oleh
kekurangan hormon pengaturan kadar gula darah (insulin), baik secara mutlak,
yaitu memang kadarnya berkurang atau dapat juga jumlah insulinnya sendiri
mencukupi tetapi kerja insulin yang kurang baik dalam mengatur kadar gula darah
agar menjadi selalu normal seperti pada orang normal yang tidak menyandang
IDDM dapat juga terjadi di antara orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan
defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel-β berat.
Hilangnya fungsi sel- β mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin
kimia, atau umumnya, melalui kerja antibodi autoimun yang ditunjukan untuk
melawan sel- β. Akibat dari dekstruksi sel- β, pankreas gagal berespons
defisiensi insulin yaitu: Polidipsia adalah rasa haus terus menerus, polifagia
adalah rasa lapar yang tinggi timbul sebagai akibat dari hilangnya kalori, dan
poliuria adalah buang air kecil secara berlebihan . Diabetes melitus Tipe I
glikosit (HbA1c) yang dapat diterima, HbA1c merupakan hasil dari reaksi non
darah pada diabetes melitus. Tujuan pemberian insulin pada diabetes melitus
normal dan mencegah besarnya peningkatan kadar glukosa darah yang dapat
virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya (Depkes RI,
2005).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien diabetes tipe 2 memiliki gabungan resistensi insulin dan
pada beberapa pasien. Sel β pada diabetes tipe 2 mengalami disfungsi karena
hiperglikemia (Champe dkk, 2010 : 417). Diabetes melitus tipe 2 disebut juga
yang tidak tergantung insulin. Diabetes jenis ini bertanggung jawab atas
sekitar 85% pasien diabetik dan paling sering terjadi disemua usia. Penyakit
ini paling banyak terjadi pada pasien berumur 40-80 tahun (Gaw dkk, 2011 :
60)
Pada orang gemuk, resiko diabetes jenis 2 mencapai 80% terutama
berkembang kadar insulin plasma menurun dari nilai normal dan pada saat
yang sama kadar glukosa darah menaik dengan jelas (Mutschler, 1991:341).
trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat
pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk
terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
2.4 Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme lemak, karbohidrat,
protein yang dihasilkan dari kerusakan sekresi insulin karena disfungsi pankreas,
ataupun sensitivitas dari kerja insulin karena terjadinya disfungsi insulin absolute
yaitu sel β-pankreas masih mampu meproduksi insulin namun insulin tidak dapat
aktif.
2.4.1 Patogenesis
Karbohidrat yang masuk dalam makanan diubah menjadi glukosa dan
sumber energi. Pada saat jumlah glukosa dalam pembuluh darah naik sampai
darah menjadi berkurang. Bila insulin kurang atau tidak ada, maka glukosa
dalam darah akan tetap tinggi dan mengganggu sistem metabolisme. Pada
kondisi ini bila konsumsi glukosa berlebih maka akan memperparah kondisi
bervariasi dari yang tidak bergejala sama sekali dan baru diketahui pada saat
(polidipsia), banyak makan (polifagia) tetapi badan lemah dan berat badan turun
dratis dalam waktu singkat. Ada pula yang datang pertama kali dengan keluhan
dan gejala akibat DM seperti gatal, mata kabur, kesemutan, keputihan atau luka
yang sukar sembuh. Ada pula yang datang karena komplikasi akut kesadaran
menurun sampai tidak sadar penuh atau koma yaitu pada ketoasidosis diabetik
lebih mudah dilakukan dan lebih mudah diterima pasien. Pasien akan
puasa, yang mana tidak ada asupan kalori selama 8 jam terakhir. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl juga dapat digunakan
Hasil pemeriksaan kadar gula darah 2jam pp ≥ 200 mg/dl sudah cukup
gula darah sewaktu (random plasma glucose) dengan hasil ≥200 mg/dl
rata-rata kadar glukosa darah selama kira-kira 120 hari (2-3 bulan)
2.7.2 Tujuan
Tujuan penatalaksanaan diabetes adalah untuk menurunkan morbiditas dan
dari diabetes.
c. Menghindarkan gejala DM
d. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes.
2.7.3 Strategi
a. Memberikan terapi insulin
b. Merangsang peningkatan sekresi insulin
c. Meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin
d. Menghambat absorbsi glukosa dalam darah dan mengendalikan
terjadinya hiperglikemia
2.8 Terapi Diabetes Melitus
2.8.1 Algoritma Terapi
2015 menyatakan bahwa pasien dengan kadar gula darah sewaktu ≥260 mg/dL
kombinasi OHO untuk mencapai target terapi (Gula darah sewaktu <110-130
mg/dL). Pasien dengan kadar gula darah sewaktu ≥210 mg/dL disarankan untuk
terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai. Insulin dihasilkan oleh sel-sel
dan di jaringan adipose dalam bentuk trigliserida serta penyimpanan asam amino
di otot sebagai protein, insulin juga mendorong penggunaan glukosa di otot untuk
obat hipoglikemik oral. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah
membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Selain dalam bentuk obat
suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet
injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit.
Penggolongan sediaan insulin berdasarkan masa kerjanya (durasinya) dan data
farmakokinetiknya :
Tabel 1. Farmakokinetik dari beberapa sediaan insulin berdasarkan
a. Sulfonilurea
dewasa dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami
kadar HbA1C sekitar 0,8 %.Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea antara
Penggunaan glibenklamid dan glimepirid pada pasien yang berusia tua dan pasien
sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah
diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian
terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%) (Depkes RI, 2005).
keadaan seperti orang tua, gangguan ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
b. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat)
dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati (PERKENI, 2015).
ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral, dan
diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
pemberian per oral dan diekskresi terutama melalui ginjal. Efek samping yang
dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas
a. Tiazolidindion.
activator receptor-γ (PPAR-γ), yang terutama ada pada sel lemak dan sel vaskular.
otot, liver, dan jaringan lemak (Triplitt, 2005). Thiazolidindione adalah obat
bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi
berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan
bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan
lainnya antara laindapat menurunkan kadar trigliserida atau asam lemak bebas dan
mengurangi glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk
samping yang utama dari thiazolidindione adalah udem, terutama pada pasien
faal hati. Pasien yang menggunakan obat ini perlu dilakukan pemantauan faal hati
RI, 2006).
3. Menghambat gluconeogenesis
a. Biguanid
hati dan meningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer (Tjay dan Rahardja,
2007). Contoh obat golongan ini yaitu metformin. Metformin tidak meningkatkan
berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan (Schteingart, 2005). Efek
samping metformin adalah gangguan gastrointestinal seperti diare dan kram perut.
Selain itu, metformin juga menyebabkan mual sehingga diberikan pada saat
makan atau sesudah makan (Harper 2013 dan Nathan, 2009). Metformin mampu
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia, misalnya penyakit
dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih
(Tjay dan Rahardja, 2007). Contoh obatnya yaitu akarbose. Akarbose mampu
menurunkan nilai HbA1C sebesar 0,6 %. Efek samping yang sering terjadi adalah
(PERKENI, 2011). Mekanisme aksi golongan obat ini adalah menghambat enzim
dalam bentuk aktif dalam sirkulasi darah yang pada akhirnya akan memperbaiki
sekresi insulin. Contoh obat golongan ini adalah linagliptin dan sitagliptin. Obat
diabetes dan dapat mempersulit proses terapi. Untuk itu, pada penderita
diabetes melitus.
b. Menghindari stress.
Pada penderita diabetes sebaiknya disarankan untuk menghindari
stress karena stress dapat memicu terjadinya peningkatan gula darah yang
kadar gula darah sehingga pada penderita diabetes melitus disarankan untuk
Latihan aerobik dapat mengontrol kadar gula darah pada sebagian pasien dan
2.9 Off-Label
Metformin
PCOS (Polycystic Ovary Syndrome). (Vytek, W. M. D., 2015)
BAB III
ANALISA KASUS DAN PENYELESAIAN
3.1 Kasus
Tn. S berusia 56 tahun datang ke klinik dengan keluhan susah tidur, Pasien juga
mengeluhkan demam dan kesemutan. Keadaan ini dialami sejak 3 hari yang lalu
mengendalikan kadar
glukosa darah
dengan
meningkatkan
mengurangi gejala
fungsi hati.
2. Metformin DM Meningkatkan Anoreksia, mual,
insulin. perut.
3. Paracetamol Antipiretik Bekerja pada pusat Reaksi alergi, ruam
hati.
4. Ketoprofen NSAID Menghambat sintesis Perdarahan dan
siklooksigenase. vertigo.
Waktu paruh : 1,5 – 4
3.4 KIE
1. Penggunaan Paracetamol dan Alprazolam (pada malam hari) bila perlu, dan
pertama.
4. Ketoprofen diminum satu kali sehari saat makan pada malam hari.
5. Mecobalamin diminum satu kali sehari sebelum atau sesudah makan pada malam
hipoglikemi dan obat antidiabetik sebaiknya tidak dikonsumsi apabila pasien tidak
mau makan.
Glimepirid vs Ketoprofen
Meningkatkan efek Glimepirid sehingga dikhawatirkan hipoglikemi.
(www.medscape.com)
DAFTAR PUSTAKA
Nathan, D. M., Buse, J.B., Davidson, M.B., Ferrannini, E., Holman, R.R.,
Sherwin, R., Zinman, B. (2009). Medical Management of Hyperglycemia in
Type 2 Diabetes: A Consensus Algorithm for the Initiation and Adjustment of
Therapy. Diabetes Care, Volume 32 (1) : 193–203.
http://doi.org/10.2337/dc08-9025.
Perkeni (Persatuan Endokrinologi Indonesia). 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: PERKENI
___________________.2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Price, A.S and Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC