Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN INDUSTRIAL

(TEORI DAN IMPLEMENTASI)


Oleh: Heriyono. SE. M.Si.
Dosen Fakultas Ekonomi UNTAG Cirebon

ABSTRAKSI
Hubungan industrial mempunyai makna strategis dalam lingkungan
usaha, karena setiap pelaku produksi barang dan jasa merasa bertanggung jawab
dan berkewajiban untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis
dilingkungan kerja
Dalam implementasi di lingkungan kerja, hubungan industrial pada
umumnya mendorong terciptanya hasil pembangunan melalui peningkatan
kesejahteraan pekerja dan juga akan dapat mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi dan produktivitas kerja dan
peningkatan ketrampilan tenaga kerja. Selain dari pada itu, hubungan industrial
yang kondosif juga mendorong terciptanya stabilitas nasional yang mantap
melalui stabilitas disektor kerja.
KATA KUNCI: Hubungan dan industrial

PENDAHULUAN
Dalam rangka pengembangan ketenagakerjaan dan terutama dalam
menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondosif, diperlukan
suatu Undang-undang yang dapat mengakomodasi kepentingan pihak pekerja
dan pengusaha terutama adanya sarana-sarana dalam mengimplementasikan
dilingkungan kerja. Kepentingan pekerja dan pengusaha dilingkungan kerja
terutama adanya kepastian hukum bagi mereka dalam meniti karier
dilingkungan kerja dan dalam melaksanakan pekerjaan terutama dalam
berusaha, sedangkan kepentingan pengusaha adanya ketenangan berusaha yang
dilindungan oleh undang-undang.
Undang-undang ketenagakerjaan sebenarnya bukanlah hal yang baru,
karena sebagian besar isinya sudah diketahui oleh pekerja maupun pengusaha,
tetapi kita harus bersyukur bahwa undang-undang mengatur secara jelas tentang
hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam bersosialisasi dilingkungan
kerja, adanya rewards (penghargaan dan penghukuman baik secara perdata
maupun pidana dan administratif) kepada para pihak yang terlibat dalam
undang-undang. Untuk itu sebagai pemerintah, perlu dipikirkan bagaimana
mengimplementasikan undang-undang agar dapat berlaku dengan baik, dapat
dimengerti, dipahami dan diimplentasikan dilingkungan kerja walaupun

H a l a m a n | 66
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
disadari bahwa ada tantangan dan hambatan yang akan dihadapi dalam waktu
yang akan datang.
Adapun tujuan dan tulisan ini adalah untuk memberikan sedikit
uraian tentang implemetasi sarana-sarana hubungan industrial yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang dan pembinaan yang akan
dilakukan para pihak agar sarana hubungan industrial dapat berperan secara
efektif dan efisien demi tercapainya hubungan industrial yang harmonis dan
kondosif di lingkungan kerja. Sehingga sarana-sarana hubungan industrial dapat
memberikan kontribusi yang positif dalam terciptanya ketenangan bekerja dan
berusha di Indonesia.
Hubungan industrial mempunyai makna strategis dalam lingkungan
usaha, karena setiap pelaku produksi barang dan jasa merasa bertanggung jawab
dan berkewajiban untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis
dilingkungan kerja. Persamaan persepsi perlu dikembangkan dan di
implementasikan sehingga dapat menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha
sehingga dapat mengeliminer setiap permasalahan yang berkembang
dilingkungan kerja. Ketenangan bekerja dan berusaha akan berdampak terhadap
peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, ketenangan dalam berusha, terutama
akan berdampak terhadap ketengan sosial politik suatu negara.
Dalam persaingan global dan internasional, dengan adanya zona
ekonomi bebas dan tiada batas antar negara dalam melakukan perdagangan dan
pekerjaan, maka kualitas dan kuantitas hubungan kerja perlu ditingkatkan oleh
semua konstituen pelaku proses produksi barang dan jasa, sehinga tujuan
pembangunan dalam ketenagakerjaan dapat ditingkatkan, dan produktivitas
kerja yang mendukung dalam pembangunan nasional dapat laba ditingkatkan
sehingga menjadi asset yang sangat berharga dalam menghadapi persaingan
global.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Hubungan Industrial
Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), Hubungan industial adalah
Hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi
barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap
perusahaan (Stakeholders):
1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak
manajemen
2. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
3. Supplier atau perusahaan pemasok
4. Konsumen atau para pengguna produk/jasa
5. Perusahaan Pengguna
6. Masyarakat sekitar

H a l a m a n | 67
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
7. Pemerintah.

Disamping para stakeholders tersebut, para pelaku hubungan industrial


juga melibatkan:
1. Para konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara
2. Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi
3. Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial
Abdul Khakim (2009) menjelaskan, istilah hubungan industrial
merupakan terjemahan dari "labour relation" atau hubungan perburuhan. Istilah
ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas
masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Seiring
dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa masalah
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut
aspek-aspek lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009)
menyatakan hubungan perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan
antara pekerja/buruh dan pengusaha, tetapi perlu adanya campur tangan
pemerintah.
2. Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial
Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari
Hubungan industrial, yaitu :
1. Kepentingan Bersama: Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan
pemerintah
2. Kemitraan yang saling menguntungan: Pekerja/buruh dan pengusaha
sebagai mitra yang saling tergantung dan membutuhkan
3. Hubungan fungsional dan pembagian tugas
4. Kekeluargaan
5. Penciptaan ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja
6. Peningkatan produktivitas
7. Peningkatan kesejahteraan bersama
3. Sarana Pendukung Hubungan Industrial
Payaman J. Simanjuntak (2009) menyebutkan sarana-sarana
pendukung Hubungan industrial, sebagai berikut :
1. Serikat Pekerja/Buruh
2. Organisasi Pengusaha
3. Lembaga Kerjasama bipartit (LKS Bipartit)
4. Lembaga Kerjasama tripartit (LKS Tripartit
5. Peraturan Perusahaan
6. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan
8. Lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial

H a l a m a n | 68
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
4. Perundingan Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama atau disingkat PKB merupakan pijakan
karyawan dalam menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung
kepada kinerja korporat dan kesejahteraan karyawan. Jadi, PKB memang
penting bagi perusahaan manapun. Hubungan kerja senantiasa terjadi di
masyarakat, baik secara formal maupun informal, dan semakin intensif didalam
masyarakat modern. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya
perbedaan pendapat atau bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat
yang lebih buruk, maka perlu adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini
dalam bentuk PKB. Dalam prakteknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk
perjanjian kerja yang sifatnya perorangan.
Perjanjian kerja Bersama ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja
dan Karyawan yang bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang
bersifat kolektif dapat dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian
Kerja Bersama (PKB).Perjanjian Kerja Bersama atau PKB sebelumnya dikenal
juga dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA (Collective
Labour Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil
perundingan antara Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen
Perusahaan dan Karyawan yang dalam hal ini diwakili oleh Serikat Karyawan,
serta tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 UU No.13 tahun 2003 Point 21.PKB dibuat
dengan melalui perundingan antara managemen dan serikat karyawan.
Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di
dalam hubungan kerja, sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha.
Lebih dari itu, dengan partisipasi ini juga merupakan cara untuk bersama-sama
memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan untuk masa depan.Masa
berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa
berlakunya paling lama 1 (satu) tahun. PKB juga merupakan suatu instrumen
yang digunakan untuk untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana
yang lain adalah serikat karyawan, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama
bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan, peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan, lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Menurut ketentuan, Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat
dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang
berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang
sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Sehingga dengan
demikian proses pembuatan PKB tidak memakan waktu lama dan berlarut-larut
sampai terjadi kebuntuan (dead lock) yang mengakibatkan tidak adanya
kepastian hukum.

H a l a m a n | 69
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
Hubungan industrial merupakan tata kehidupan dan perilaku dalam
pergaulan dilingkungan kerja. Hubungan industrial merupakan suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan
jasa, yang didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan
di manifestasikan dalam lingkungan kerja. Konstituen dalam hubungan
industrial bukan hanya pekerja/organisasi pekerja dan atau gabungan organisasi
pekerja, pengusaha dan atau organisasi pengusaha, pemerintah tetapi dengan
diundangkannya UU No. 21 tahun 2000 tentang organisasi pekerja/buruh dan
UU no. 2 tahun 2004, memungkinkan konstituen dalam hubungan industrial
adalah semua pihak yang terlibat dalam proses produksi baran dan jasa
diantaranya masyarakat dan lembaga swadaya lainnya.
Adapun tujuan dari terjaganya hubungan industrial yang kondosif
pada umumnya adalah terciptanya ketenangan bekerja bagi pekerja dan
berusaha bagi perusahaan di lingkungan kerja. Tujuan merupakan cita-cita luhur
bangsa Indonesia yang dituangkan UUD 1945. Cita-cita tersebut adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam implementasi di lingkungan kerja, hubungan industrial pada
umumnya mendorong terciptanya hasil pembangunan melalui peningkatan
kesejahteraan pekerja dan juga akan dapat mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi dan produktivitas kerja dan
peningkatan ketrampilan tenaga kerja. Selain dari pada itu, hubungan industrial
yang kondosif juga mendorong terciptanya stabilitas nasional yang mantap
melalui stabilitas disektor kerja.
Implemtasikan hubungan industrial secara makro dapat juga
mendorong pada percepatan perkembangan perusahaan dan meningkatkan
kesejahteraan para pekerja. Peningkatan perkembangan perusahaan akan
mendorong penciptaan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja yang belum
mendapatkan pekerjaan, dengan demikian akan membantu pemerintah dalam
mengatasi pengangguran dan memberi kesempatan kerja yang lebih baik bagi
tenaga kerja.
Pelaksanaan hubungan industrial di Indonesia sebagaimana
diamanatkan oleh UU No.13 tahun 2003, lebih dititik beratkan kepada
- Pembinaan hubungan industrial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
- Diarahkan untuk menumbuh kembangkan hubungan yang harmonis,
dinamis dan berkeadilan
- Penyelesaian permasalahan hubungan industrial lebih menitik beratakan
terhadap proses musyawarah dan mufakat
- Implementasi dilakukan melalui sarana-sarana hubungan industrial
- Perlindungan terhadap tenaga kerja

H a l a m a n | 70
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
- Tanpa diskriminasi
Prinsip dasar dapat tercapai apabila dalam implementasi dilingkungan
kerja dilakukan dengan prinsip kekeluargaan, gotong royong, musyawarah dan
mufakat dalam posisi kesejajaran dan kesetaraan dalam semua aspek dalam
proses produksi barang dan jasa. Artinya bahwa pekerja tidak mungkin bekerja
bila lapangan pekerjaan yang dilakukan oleh pengusaha tidak ada, demikian
juga pengusaha tidak mungkin menjalankan sendiri usahanya tanpa kehadiran
pekerja. Oleh sebab itu harus dihindarkan oleh pekerja dan pengusaha adanya
tirani mayoritas terhadap minoritas atau sebaliknya sehingga sikap perilaku
dilingkungan usaha bukan sebagai bawahan dan atasan atau pengusaha dan
pekerja, perintah dengan yang diperintah diganti dengan konsep bahwa pekerja
dan pengusaha adalah merupakan suatu mitra dalam membangun perusahaan
untuk kepentingan bersama
Untuk mewujudkan hubungan industrial yang dicita-citakan, diperlukan
pengembangan sikap mental dan perilaku dalam proses produksi barang dan
jasa. Sikap saling menghormati masing-masing pihak didalam peran lingkungan
usaha tanpa adanya intervensi masing-masing pihak dalam peran
tersebut.masing-masing pihak harus mengetahui, memahami dan berkewajiban
untuk melaksanakan sesui dengan perannya masing-masing dalam proses
produksi barang dan jasa.
Pekerja harus perpikir bersama-sama dengan pengusaha bagaimana
caranya mempertahankan mengembangkan perusahaan. Oleh sebab itu pekerja
harus memiliki rasa memilki yang tinggi terhadap perusahaan, bertanggung
jawab dalam maju mundurnya perusahaan, serta mawas diri bahwa pekerja
adalah pekerja bukanlah pengusaha.
Pekerja harus mempunyai sikap memanusiakan manusia yang
artinyabahwa pekerja itu adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat
yang mempunyai harga diri dan bukannya budak atau pekerja saja melainkan
mitra dalam berusaha, mengembangkan usaha, mitra dalam bertanggung jawab
untuk memajukan perusahaan, serta mitra dalam membagi keuntungan
perusahaan. Pengusaha sewajarnya bersama-sama pekerja memikirkan
bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya,
keterampilan serta melaksanakan hak-hak dasar pekerja.
Pemerintah sebagai pengayom, pembimbing, pelindung bagi seluruh
masyarakat, seyogianya tidak berpihak pada salah satu pihak. Pemerintah
bertindak sebagai penengah dan pendamai bila terjadi perselisihan hubungan
industrial. Pemerintah mempunya kewajiban untuk menciptakan hubungan
industrial yang harmonis di lingkungan kerja bersama-sama konstituen lainnya.
Masyarakat atau LSM pemerhati ketenagakerjaan juga merupaan mitra
terdepan dari ketiga unsur tadi dalam menciptakan keteangan bekerja di
perusahaan. Memberikan kontribusi positif demi terciptanya hubungan kerja

H a l a m a n | 71
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
yang kondusif bukan malah sebaliknya menjadi provokator terhadap salah satu
pihak.
Menurut UU No 13 Tahun 2003 mendefinisikan bahwa hubungan
industrial adalah suatu system hubungan yang terbentuk antara pelaku proses
produksi barang dan jasa. Adapun yang trelibat dalam hubungan industrial
adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah dan landasan dalam operasionalnya
adalah Pancasila, UUD dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya Hubungan Industrial bertujuan dan berfungsi untuk
menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja,
memberikan kesejahteraan bagi buruh, demokratis serta berkeadilan serta
tercipta dan terjaminnya ketenangan bekerja untuk pekerja, dan ketenangan
berusaha untuk pengusaha serta pemerintah mendapatkan benefit dari adanya
ketenangan di lingkungan usaha tersebut.
Hubungan Industrial yang harmonis dan kondusif dapat dilaksanakan
melalui sarana melalui yang ada di perusahaan maupun di luar perusahaan
seperti :
a. Serikat Pekerja/Buruh
b. Organisasi Pengusaha
c. Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit
d. Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama atau Perjanjian
Perorangan
e. Peraturan Perundang-undangan beserta turunannya
f. Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial.

PEMBAHASAN
SARANA-SARANA HUBUNGAN INDUSTRIAL
1. Perjanjian Kerja
Dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 50 sampai dengan Pasal 66
mensyaratkan hubungan kerja dapat terjadi akibat adanya perjanjian kerja
antara pengusaha dan pekerja, baik secara lisan maupun tertulis. Perjanjian
kerja dibuat atas kesepakatan, kemampuan dan kecakapan, adanya pekerjaan,
dan tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, umum yang berlaku. Perjanjian
kerja memuat nama dan alamat, jenis kelamin, umur, alamat, jabatan, tempat
pekerjaan, syarat kerja, upah, jangka waktu, serta tempat dan tanggal dibuat
serta tanda tangan para pihak, dibuat rangkap dua dan tidak boleh bertentangan
dengan peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama serta atas biaya dari
pengusaha.
Adanya perjanjian kerja antara pencari kerja dan pemberi kerja
merupakan awal dimulainya hubungan kerja. Perjanjian kerja sangat penting
bagi pekerja dan pengusaha sebab merupakan awal adanya hubungan hukum
anatara pekerja dan pengusaha yang dinamai hubungan kerja. Hubungan kerja

H a l a m a n | 72
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
boleh bersifat sementara atau permanen tergantung dari perjanjian kerja
tersebut. Hal ini dapat berjalan dengan baik ada hubungan yang tetap dan
mengikat para pihak di lingkungan kerja.
2. Organisasi Pekerja
Dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja dan
pengusaha berhak untuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh atau
organisasi pengusaha. Khusus untuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah diatur
dalam Undang-undang tersendiri yaitu Undang-undang No 21 Tahun 2001
segala turunannya yaitu Kepmenakertrans No 16 Tahun 2001 tentang tata cara
pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Kepmenakertrans No 21 Tahun
2001 tentang Keterwakilan dalam kelembagaan Hubungan Industrial.
Sedangkan Untuk Organisasi Pengusaha, UU No 13 Tahun 2003 mengatakan
akan mengatur tersendiri dalam Undang-undang, tetapi hingga tulisan di buat,
beum ada UU yang mengatur tentang Apindo tersebut.
Dalam UU No 21 Tahun 2001 menjelaskan bahwa Serikat Pekerja/Buruh
merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh itu
sendiri. Organisasi dapat dibentuk di perusahaan maupun di luar perusahaan
yang bersifat bebas, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Organisasi
bertujuan untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak-hak dan
kepentingan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Adapun fungsi dari serikat pekerja/buruh adalah :
a. Dalam pembuatan perjanjian kerja Bersama dan dalam penyelasaian
perselisihan industrial, baik secara bipartie maupu secara tripartie
b. Wakil pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan
c. Sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan kondusif serta
berkeadilan sesuai dengan undang-undang
d. Penyalur aspirasi pekerja
e. Perencana, pelaksana, penanggung jawab pemogokan sesuai dengan
perundang-undangan
f. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham perusahaan
Dan dalam konsep kemitraan sebagaimana diamanatkan oleh undang-
undang bahwa organisasi serikat pekerja sudah selayaknya dan sepatutnya
bersama-sama dengan pengusaha memikirkan bagaimana caranya
mempertahankan, memajukan serta menumbh kembangkan perusahaan.
Dalam pembentukan serikat pekerja, paling sedikit 10 orang pekerja bisa
membentuk satu serikat pekerja, dan dapat bergabung dalam federasi untuk
umum 5 serikat pekerja dan atau konfederasi umum 3 federasi serikat pekerja.
Dalam pembentukannya seriat pekerja wajib mempunyai anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga beserta persyaratan lainnya yang dinyatakan dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serikat pekerja/buruh. Mengenai

H a l a m a n | 73
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
keanggotaan dibatasi kepada buruh di perusahaan dengan catatan tidak
termasuk yang mewakili kepentingan manajemen perusahaan.
Dalam berorganisasi, serikat pekerja bersifat bebas dan independen yang
artinya siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja
untuk membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi
anggota atau tidak. Terhadap buruh/pekerja yag melakukan kegiatan organisasi,
dilarang untuk memberhentikan sementara atau tetap, menurunkan jabatan,
melakukan intimidasi atau kampanye untuk tidak membentuk serikat
pekerja/buruh.
Dalam KepMen Nakertrans No 16/Men/2001 yang mengatur tata cara
Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh yang mengatur tentang pemberitahuan kepada
Instansi yang menangani Ketenagakerjaan tentang pembentukan Organisasi
Serikat/Fedreasi/Konfederasi Pekerja/Buruh dengan segala persyaratannya,
serta instansi Ketenagakerjaan wajib mencatatkan dan memberikan nomor bukti
pencatatan atau mengguhkan pencatatan dengan memeriksa segala persyaratan
yang diwajibkan oleh Undang-undang.
Dalam KepMen Nakertrans No 201/Men/2001 tentan keterwakilan dalam
Kelembagaan Hubungan Industria, mengatur tentang keterwakilan seriat
Pekerja/Buruh dalam Kelembagaan Hubungan Industrial mulai dari tingkat
kota/kabupaten Mmal 10 Unit kerja atau 2500 anggota, tingkat Propinsi 20% di
tigkat Kabuoaten/Kota dalam Propinsi atau 30 Unit Kerja di Propinsi atau 5000
anggota, maupun Tingkat Nasional dengan 20% di tingkat propinsi, 150 unit
kerja atau 50000 anggota. Penetapan keanggotaan dalam kelembagaan
dilakukan secara proporsional. Implementasi dari UU No 21 Tahun 2000
perlu diketahui oleh pemerintah, pekerja, pengusaha serta masyarakat lainnya.
Bagi pemerintah, baik tingkat nasional maupun regional memerlukan
pembinaan secara administrasi pembentukan, pencatatan serta perobahan
anggaran dasar dan rumah tangga organisasi pekerja/buruh. Bagi pekerja
memberikan kesempatan untuk mengetahui lebih mendalam terhadap hak dan
kewajiban sebagai seorang karyawan dan anggota serikat, fungsi dan tugas
serikat serta sebagai representasi pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan. Bagi
pengusaha dan masyarakat mewajibkan untuk tidak campur tangan terhadap
pembentukan, tindakan maupun hal-hal yang berubungan dengan dan jalannya
organisasi serikat pekerja.
3. Organisasi Pengusaha
Keterwakilan Organisasi Apindo adalah organisasi yang khusus
membidangi di bidang ketenagakerjaan yang telah di akreditasi oleh KADIN
yang mewakili untuk tingkat Kota/Kabupaten dengan anggota sekurang-
kurangnya 10 perusahaan di Kota/Kabupaten yang bersangkutan. Di tingkat
Propinsi mempunyai 20% di Kota/Kabupaten, dan sekurang-kurangnya

H a l a m a n | 74
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
anggotanya 100 perusahaan serta tingkat Nasional 20% di seluruh Propinsi serta
1000 perusahaan.
Untuk pengecekan keanggotaan organisasi pkerja/buruh dan
pengusaha dilakukan suatu verifikasi yang dilaksanakan oleh Lembaga Kerja
Sama Triparti daerah Kota/Kabupaten maupun Lembaga Kerja Sama Triparti
Propinsi yang hasilnya dilaporkan kepada Bupati, dan diteruskan kepada
Gubernur dan Menteri.
Organisasi pengusaha sebagai representasi pengusaha dalam
ketenagakerjaan mempunyai andil yang sangat besar demi terciptanya cita-cita
luhur bangsa Indonesia. Pengusaha di Indonesia turut bertanggung jawab dan
berkewajiban dalam pelaksanaan pembangunan bangsa terutama dalam
menyediakan lapangan pekerjaan, dan dalam meningkatkan kondisi sosial dan
ekonomi bangsa Indonesia.
Adapun peran Apindo dalam bidang ketenagakerjaan di antaranya
adalah :
- Mengupayakan perbaikan kesejahteraan tenaga kerja di perusahaan
terutama menyangkut pengupahan ;
- Meningkatkan disiplin tenaga kerja ;
- Meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melaksanakan hak-hak
normatif tenaga kerja, manajemen perusahaan, pemasaran dll
- Meningkatkan PKB dan peraturan perusahaan
- Meningkatkan harkat dan martabat pekerja
- Meningkatkan kondisi hubungan kerja yang kondusif
- Meningkatkan produksi dan produktivitas
- Mendorong peningkatan kesempatan kerja dan lowongan kerja
4. Lembaga Kerja Sama Bipartit
Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 memberikan pengertian
terhadap Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit. Lembaga Kerja Sama
Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/buruh yang sudah tercatat di instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
Lembaga Kerja Sama Tripartit adalah forum Komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakrejaan yang anggotanya terdiri dari
unsur pengusaha, serikat pekerja/buruh dan pemerintah.
Lembaga kerja sama Bipartit dan Tripartit merupakan forum komunikasi
dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan hanya perbedaan mengenai
tempat dan kenaggotaannya. LKS Bipartit ada di perusahaan dengan
anggotanya pekerja/serikat pekerja/buruh dan pengusaha sedangkan LKS
Tripartit ada di Dinas yang anggotanya adalah organisasi pekerja/buruh dan
organisasi pengusaha menanganani ketenagakerjaan. Lembaga Kerja Sama

H a l a m a n | 75
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
Bipartit maupun Tripartit memeberikan pertimbangan, saran, pendapat kepada
pengusaha atau pemerintah mengenai hal-hal yang menyangkut
ketenagakerjaan.
Dalam KepMen Nakertrans No 225/Men/2003 tentang Tata Cara
Pembentukan dan susunan LKS Bipartit di perusahaan menjelaskan tetang
fungsi LKS Bipartit adalah sebagai forum Komunikasi, Konsultasi,
musyawarah antara pengusaha dan pekerja atau wakil pekerja/buruh di tingkat
perusahaan, serta membahas masalah hubungan industrial guna meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh serta menjamin
kelangsungan usaha dan menciptakan ketenangan kerja.
Untuk melaksanakan fungsi, maka tugas LKS Bipartit adalah :
a) Melakukan pertemuan secara periodic atau sewaktu-waktu
b) Mengkomunikasikan kebijakan perusahaan dan aspirasi pekerja berkaitan
dengan kesejahteraan pekerjan dan kelangsungan usaha
c) Melakukan deteksi dan menampung permasalahan hubungan industrial
d) Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha dalam penetapan
kebijakan perusahaan
e) Menyampaikan saran kepada pekerja/buruh
Dalam pembentukannya, perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit
50 orang pekerja/buruh wajib membentuk LKS Bipartit yang unsur-unsurnya
terdiri dari pekerja yang dipilih secara demokratis dan pengusaha. Bila di
perusahaan telah ada (1) SP/B maka pengurus otomatis menjadi pengurus LKS
Bipartit dan bila terdapat lebih dari (1) organisasi SP/B maka pengurus
otomatis menjadi anggota LKS Bipartit. Buruh yang tidak masuk organisasi
berhak menjadi anggota LKS Bipartit dengan pemilihan secara demokratis dan
apabila dalam satu perusahaan terdapat lebih dari 1 organisasi pekerja dan tidak
ada kata sepakat maka pemilihan anggota LKS Bipartit dipilih secara
demokratis dan bila ada pekerja yang tidak masuk anggota serikat pekerja maka
perwakilannya dipilih secara demokratis.
Pengusaha dan wakil serikat pekerja atau wakil dari pekerja mengadakan
musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS
Bipartit di perusahaan dan menyepakati dan menetapkan susunan pengurus
LKS Bipartit. Pembentukan dan susunan pengurus dituangkan dalam berita
acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja atau wakil
dari pekerja di perusahaan. Adapun keanggotaan pengurus adalah seorang ketua
dari seorang sekretaris dan anggota, yang ketuanya dapat ditetapkan secara
bergantian antara perwakilan pekerja dan pengusaha.
Pengusaha dan pekerja dalam membentuk LKS Bipartit mengadakan
musyawarah untuk membentuk, menunjuk dan menetapkan anggota LKS
Bipartitdi perusahaan dan mencatatkannya di Instansi Ketenagakerjaan di

H a l a m a n | 76
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 14 hari setelah pembentukan dan Instansi
dalam waktu 7 hari wajib memberikan nomor bukti pencatatan.
Adapun keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dengan komposisi
perbandingan 1:1 yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan paling
sedikit 6 orang dan paling banyak 20 orang. Masa kerja keanggotaan adalah 2
tahun. Penggantian angota dapat dilakukan sebelum berakhirnya masa jabatan
dan dapat dilakukan atas usul dari masing-masing unsur yang diberitahukan ke
instansi ketenagakerjaan kota/kabupaten.
Adapun masa kerja keanggotaan berakhir apabila anggota meninggal
dunia, mutasi atau kelaur dari perusahaan, mengundurkan diri dari kenaggotaan,
diganti atas usul pihak-pihak yang mengusulkan, dan sebab-sebab lain yang
menghalangi tugas-tugas dalam kenaggotaan.
LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1
bulan atau dianggap perlu dan materinya merupakan usul dari masing-masing
pihak sesuai dengan kebutuhan dan hasil pertemuan secara berkala dilaporkan
ke instansi yang berwenang.
Lembaga kerja sama bipartit hanya berfungsi sebagai wadah antara
perwakilan pengusaha dan pekerja atau organisasi pekerja dalam rangka
berkomunikasi, berkonsultasi di dalam lingkungan kerja. Oleh sebab itu yang
dibicarakan adalah bagaimana kedua belah pihak membicarakan tentang
produktivitas, peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, koperasi karyawan,
kesehatan dan keselamatan kerja dan lain-lain yang berhubungan dengan
produksi dan produktivitas, disiplin dan tata tertib di perusahaan, penyesuaian
prosedur kerja, jadwal kerja, waktu kerja, cara kerja dll.
Agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dan tanggung jawab dengan
organisasi pekerja, maka lembaga kerjasama bipartittidak boleh intervensi
dalam tugas dan fungsi organisasi pekerja/buruh. Adapun yang tidak boleh
dicampuri oleh lembaga kerjasama bipartit diantaranya adalah
a. Ikut serta dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan dalam
penyelesaian perselisihan industrial, baik secara bipartie maupun secara
tripartie.
b. Menentukan wakil pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan
c. Sebagai penyalur aspirasi pekerja di lingkungan kerja
d. Perencana, pelaksana, penanggung jawab pemogokan sesuai dengan
perundang-undangan
e. Mewaikili pekerja dalam memeperjuangkan kepemilikan saham perusahaan.
5. Lembaga Kerjasama Tripartit
Lembaga kerjasama tripartie merupakan forum komunikasi, konsultasi
dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah yang

H a l a m a n | 77
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
membicarakan masalah-masalah ketenagakerjaan dalam rangka peningkatan
hubungan industrial.
Lembaga kerjasama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan
pendapat kepada pemerintahdan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan
pemecahan masalah hubungan industrial dalam rangka menciptkan hubungan
kerja yang harmonis dan kondusif di perusahaan.
Keberadaan tripartit ada secara Nasional, regional, Kota/Kabupaten, baik
secara umum maupun sektoral, yang anggota-anggotanya terdiri dari perwakila
pekerja atau organisasi pekerja/buruh, organisasi pengusaha dan pemerintah,
yang tata kerjanya diatur dalam peraturan pemerintah. Hingga saat belum ada
peraturan yang baku tentang LKS tripartit karena peraturam pemerintah belum
keuar.
6. Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Sama, dan Perjanjian Kerja
Dalam UU No 13 Tahun 2003 memberikan pengertian terhadap peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan perjanjian kerja. Peraturan
perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib dari perusahaan. Perjanjian kerja
bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/buruh atau beberapa serikat pekerja/buruh yang tercatat di instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak
dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja dengan pengusaha atau pemeberi kerja yang mempunya unsur
pekerjaan upah dan perintah.
Dalam UU No 13 Tahun 2003, pengaturan lebih lanjut tentang tata cara
pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan dan tata cara pembuatan
PERJANJIAN KERJA BERSAMA telah diatur oleh Keputusan Menteri.
Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan
lebih dari 10 orang karyawan, yang merupakan tanggung jawab pengusaha.
Dalam pembuatan peraturan perusahaan harus memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil pekerja di perusahaan. Peraturan perusahaan memuat
hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat kerja, tata
tertib perusahaan, jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. Peraturan
perusahaan berlaku paling lama 2 tahun. Peraturan Perusahaan disyahkan oleh
menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Adapun fungsi peraturan perusahaan sebagai pedoman untuk mengatur
hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha sehigga dihindarkan adanya
perbedaan pendapat, menciptakan ketenaga kerja, peningkatan produktivitas
dan kelangsungan usaha dan manfaat peraturan perusahaan adalah untuk
mencegah terjadinya permasalahan di perusahaan dan sebatas pedoman

H a l a m a n | 78
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
penyelesaian permasalahan serta pekerja dan pengusaha akan lebih memahami
tentang hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam Kepmen No 48/Men/IV/2004 tentang cara pembuatan dan
pengesahan peraturan perusahaanserta pembuatan dan pendaftaran perjanjian
kerja bersama tanggal 8 April 2004 menerangkan bahwa isi dari peraturan
perusahaan adalah syarat kerja yang belum di atur dalam peraturan perundang-
undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan. Adapun isinya harus lebih baik dari perundang-undangan.
Peraturan perusahaan disusun oleh pengusaha dnegan memperhatikan dan
pertimbangan dari wakil pekerja di perusahaan yang bersangkutan yang dipilih
secara demokratis oleh pekerja atau unit kerja yang ada di perusahaan. Apabila
wakil pekerja atau serikat pekerja tidak memberikan saran atau pertimbangan
maka peraturan perusahaan tersebut dapat mengajukan pengesahan peraturan
perusahaan dan pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan.
Pengusaha wajib menyerahkan naskag rancangan peraturan perusahaan
kepada wakil pekerja untuk mendapatkan saran atau pertimbangan, dan saran
dan pertimbangan sudah diterima oleh pengusaha paling lambat 14 hari setelah
diterima rancangan tersebut dan bila pengusaha telah menerima, maka
pengusaha memperhatikan saran dan pertimbangan dalam penyusunan
peraturan perusahaan. Apabila dalam tempo 14 hari pekerja/wakil pekerja tidak
memberikan saran dan pertimbangan maka pengusaha dapat mengajukan
pengesahan peratura perusahaan disertai bukti bahwa pengusaha telah meminta
saran dan pertimbangan dari wakil pekerja atau serikat pekerja.
Dalam satu eprusahaan hanya ada satu pearturan yang berlaku untuk
seluruh pekerja dan apabila memiliki cabang dibuat peraturan perusahaan induk
yang berlaku untuk semua cabang atau dibuat peraturan perusahaan turunan
yang berlaku untuk masing-masing cabang. Apabila peraturan turunan belum
disahkan maka yang berlau adalah peraturan induk, dan apabila terdapat dalam
satu grup, maka masing-masing perusahaan dapat membuat peraturan
perusahaan di masing-masing perusahaan.
Dalam mengesahkan peraturan perusahaan, perusahaan harus mengajukan
permohonan pengesahan ke instansi terkait dan apabila perusahaan terdapat di
suatu wilayah kerja kota/kabupaten maka pengesahannya dilakukan oleh
instansi yang berwenang dalam menangani permasalahan ketenagakerjaan, dan
apabila di suatau propinsi maka pengesahannya ke provinsi dan apabila dalam
beberapa provinsi maka pengesahan peraturan perusahaan dilakukan oleh
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial.
Perjuangan permohonan harus disertai nama dan alamat perusahaan, nama
pimpinan perusahaan, wilayah operasi perusahaan, status perusahaan, jenis atau
bidang usaha, jumlah pekerja/buruh menurut jenis kelamin, status hubungan
kerja, upah tertinggi dan terendah, nama dan alamat serikat pekerja, nomor

H a l a m a n | 79
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
pencatatan serikat pekerja, masa berlaku peraturan perusahaan dan pengesahan
peraturan perusahaan untuk yang keberapa. Naskah dibuat dalam rangkap 3 dan
ditandatangani oleh pengusaha serta bukti pertimbangan dan saran dari wakil
pekerja/serikat pekerja.
Isi peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari undang-undang dan
pejabat yang berwenang memeriksa kelengkapan serta isi peraturan perusahaan
dan dalam 30 hari setelah diterima wajib untuk disahkan, dan bila tidak
memenuhi syarat, 7 hari setelah di terima harus dikembalikan ke perusahaan
untuk dilengkapi dan dalam tempo 14 hari perusahaan sudah harus mengajukan
permohonan kembali. Peraturan perusahaan mulai berlaku sejak disahkan dan
bila tidak, perusahaan dianggap tidak memiliki peraturan perusahaan.
Bila peraturan perusahaan ditingkatkan menjadi perjanjian kerja bersama,
maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai perjanjian kerja bersama
selesai dan apabila terjadi perobahan isi peraturan perusahaan, maka harus di
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/wakil pekerja/serikat
pekerja dan disahkan oleh dinas yang berwenang dan bila tidak, perubahan di
anggap tidak ada.
Pembaharuan peraturan perusahaan sudah dilakukan paling lambat 30 hari
sebelum berakhirnya peraturan perusahaan tersebut, dan isi tidak boleh lebih
rendah dari yang lama serta harus disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Peraturan Perusahaan syarat pembuatannyadari pengusaha, teteapi
pengusaha wajib mempertimbangkan masukan dari perwakilan dari pekerja dan
atau serikat pekerja dalam pengesahannya. Adapun fungsi peraturan perusahaan
adalah :
- Pedoman mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan kerja
sehingga para pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing
- Sarana untuk menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha di lingkungan
kerja
- Mengisi kekosongan hukum mengenai syarat-syarat kerja yang belum diatur
oleh perundang-undangan
- Partisipasi pengusaha dan masukan dari pekerja terhadap pengaturan
kebijakan terhadap ketenagakerjaan di lingkungan kerja
Tujuan pembuatan Peraturan Perusahaan adalah :
- Mempertegas hak dan kewajiban masing-masing pihak
- Menciptakan hubungan industrial yang harmonis
- Mengatur syarat-syarat kerja
- Mengatur tata cara penyampaian dan penyelesaian keluh kesah
- Menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha
Manfaat Peraturan Perusahaan adalah :
- Masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban
- Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial

H a l a m a n | 80
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
- Membantu ketekunan bekerja dan meningkatkan produksi dan produktivitas
Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat buruh
yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Perundingan dalam membuat PKB harus didasari itikad baik dan kemauan
bebas kedua belah pihak dan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
Lamanya perundingan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Dalam satu perusahaan hanya ada 1 PKB yang berlaku untuk seluruh
karyawan dan bila memiliki cabang-cabang, maka dapat dibuat PKB turunan
yang berlaku untuk masing-masing cabang yang tidak boleh bertentangan
dengan PKB induk dan bila PKB turunan belum ada, yang berlaku adalah PKB
induk. Bila perusahaan terdiri dari group, maka masing-masing perusahaan
dapat membuat PKB.
Bila dalam perusahaan hanya ada 1 SP yang naggotanya tidak lebih dari
50% dari jumlah karyawan, maka SP dapat mewakili keseluruhan karyawan
apabila mendapat dukungan lebih dari 50% karyawan, dan pemungutan suara
dilakukan oleh wakil pekerja dan pengurus SP yang dilakukan pengumumannya
24 hari sebelum hari pemungutan suara, yang disaksikan oleh pejabat yang
berwenang dalam bidang ketenagakerjaan di luar jam kerja sehingga tidak
mengganggu produksi. Bila keanggotaan SP lebih dari 50% maka pemungutan
suara tidak perlu dilaksanakan. Hasil pemungutan suara dibuat berita acara.
Bila dalam perusahaa terdapat lebih dari 1 SP, maka yang berhak untuk
mewakili perundingan adalah SP yang memiliki anggota terbanyak dan
mempunyai anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh karyawan setelah
dilakukan verifikasi oleh pengurus SP dan pegawai yang menangani maslaah
ketenagakerjan yang hasilnya dalam berita acara verifikasi.
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1
angka 14 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak
dan kewajiban majikan. Selanjutnya perihal pengertian perjanjian kerja, ada lagi
pendapat Subekti beliau menyatakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian
antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri
adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu
hubungan di peratas (bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan
berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-

H a l a m a n | 81
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain (buruh). (Subekti, Aneka
Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni, 1977), hal.63.)
Perjanjian kerja yang didasarkan pada pengertian Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak disebutkan bentuk perjanjiannya
tertulis atau lisan; demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau
tidak sebagaiman sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
1997 tentang Ketenagakerjaan. (Lalu Husni,Op.Cit.,hal.55.)
Bagi perjanjian kerja tidak dimintakan bentuk yang tertentu. Jadi dapat
dilakukan secara lisan, dengan surat pengangkatan oleh pihak pengusaha atau
secara tertulis, yaitu surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak. Undang-undang hanya menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan
secara tertulis, biaya surat dan biaya tambahan lainnya harus dipikul oleh
pengusaha. Apalagi perjanjian yang diadakan secara lisan, perjanjian yang
dibuat tertulispun biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat
semua hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasl 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Per). Ketentuan ini juga tertuang dalam
pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003,tentang
Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:
- Kesepakatan kedua belah pihak;
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
- Adanya pekerjaan yang dijanjkan;
Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai hal-hal yang
diperjanjkan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang
lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha
menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan. Kemampuan atau kecakapan
kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun
pengusaha cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat
perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum
ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Selain itu
seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak
terganggu,jiwany,atau,waras.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah pasal 1320 KUH
Per adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari
perjanjian kerja anatar pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya

H a l a m a n | 82
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Obyek perjanjian (pekerjaan) harus
halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur
perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya
baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas
kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam
membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif
karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan
syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan
harus halal disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek
perjanjian. Kalau syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi
hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika
yang tidak dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian
tersebut dapat dibatalkan, pihak yang tidak memberikan persetujuan secara
tidak bebas, demikian juga oleh orang tua/wali atau pengampu bagi orang yang
tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu
kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan
hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.
Unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian kerja:
1. Adanya unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan
(obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja,
hanya dengan seizin pengusaha dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603a yang berbunyi:
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan
ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena
bersangkutan dengan ketrampilan atau keahliannya, maka menurut hukum jika
pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi,hukum.
2. Adanya,unsur,perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha
adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan
hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter
dengan pasien, pengacara dengan klien. Hubungan tersebut merupakan
hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak tunduk pada perintah pasien atau
klien.
3. Adanya,upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja),
bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada

H a l a m a n | 83
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah,
maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Seperti
seorang narapidana yang diharuskan untuk melakukan pekerjaan tertentu,
seorang mahasiswa perhotelan yang sedang melakukan praktik lapangan di
hotel.
4. Waktu,Tertentu
Yang hendak ditunjuk oleh perkataan waktu tertentu atau zekere tijd sebagai
unsur yang harus ada dalam perjanjian kerja adalah bahwa hubungan kerja
antara pengusaha dan pekerja tidak berlangsung terus-menerus atau abadi. Jadi
bukan waktu tertentu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara
pengusaha dengan pekerja. Waktu tertentu tersebut dapat ditetapkan dalam
perjanjian kerja, dapat pula tidak ditetapkan. Di samping itu, waktu tertentu
tersebut, meskipun tidak ditetapkan dalam perjanjian kerja mungkin pula
didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau kebiasaan. (Lalu Husni,
Op.Cit., hal. 41.)
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan
kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi
hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya
pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya
disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status
pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk
perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan
perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja,tetap. Perjanjian
kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57
Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja
untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
Dalam Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: Pekerjaan yang
sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; Pekerjaan yang bersifat musiman;
atau Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Adapun jenis-jenis perjanjian kerja adalah
a. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu

H a l a m a n | 84
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
b. Perjanjian kerja waktu tertentu
c. Perjanjian pemboronganan pekerjaan
d. Perjanjian kerja bagi hasil
e. Perjanjian kerja laut
f.. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN


INDUSTRIAL
1. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Hubungan industrial merupakan hubungan antara para pihak dalam proses
produksi barang dan jasa. Dalam hubungan industrial, para pihak
mempunyai kepentingan yang berbeda, sehingga berpotensi untuk timbulnya
suatu perbedaan pendapat bahkan terjadi perselisihan para pihak dalam
hubungan industrial.
UU no.22 tahun 1957 dan UU no.12 tahun 84 tentang pemutusab
hubungan kerja di perusahaan swasta mempunyai kelemahan dengan
diundangkannya UU no.5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha, sehingga
putusan P4D/P bukan lagi yang bersifat final bagi para pihak yang berselisih.
Melainkan dapat ditingkatkan keperadilan Tata Usaha Negara. Oleh sebab
itu dengan diundangkan UU no.2 tahun 2004. mengakibatkan penyelesaian
perselihan hubungan industrial dapat dipersingkat.
2. Proses Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI)
a. Bipartit
b. Mediasi
c. Konsiliasi
d. Arbitrasi
e. Pengadilan hubungan industrial dan pengadilan negeri
f. Pengadilan hubungan industrial pada Mahkamah Agung
3. Pemutusan Hubungan Industrial
Pemutusan hubungan adalah pengakhiran hubunga kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena
keinginan pekerja seperti mengundurkan diri, karena pekerja mengajukan PHK.
Karena tindakan pengusaha melanggar undang-undang sepert; pengusaha
menganiaya. Menghina secara kasar, mengancam, membujuk untuk melakukan
perbuatan melanggar undang-undan. Tidak membayar upah tepat waktu 3 bulan
bertutrut-turut. Tidak melakukan kewajiban menurut undang-undang dll.
Penyelesaian PHK harus didahulukan melalui bipatrit, dimana masing-
masing pihak harus merundingkannya dan kalau tidak selesai, masalah satu
pihak mengajukan permohonan penetapan PHK ke lembaga P4D/PPHI kecuali

H a l a m a n | 85
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
7untuk pekerja masa percobaan. Pengunduran diri, pensiun dan meninggal
dunia. PHK tanpa penetapan batal demi hukum.
Dalam UU no.02/2004 mekanisme penyelsaian PHK dapat melalui
pendaftaran permohonan. Gugatan serta permohonan dan pihak time eksekusi.
Adapun hak-hak karyawan karena PHK sesuai UU no.13 tahun 2004
adalah sebagai berikut:
a. Uang pesangon sesuai pasal 156 (2)
b. Uang penghargaan masa kerja
c. Uang penggantian hak

PEMBINAAN SARANA-SARANA HUBUNGAN INDUSTRIAL


Pembinaan sarana hubungan industrial merupakan suatu proses
perbuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan atau tindakan serta
kegiatan yang dilakukan oleh pembina terhadap sarana-sarana hubungan
industrial secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang
lebih baik terhadap implementasi sarana hubungan industrial tersebut.
Dalam melakukan pembinaan terhadap sarana-sarana hubungan
industrial, pemerintah selalu berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti
organisasi pengusaha dan serikat pekerja serta organisasi profesi terkait lainnya
baik secara nasional maupun international. Khusu untuk pengawasan dilakukan
oleh pegawai pengawas yang mempunyai kompetensi dan independen.
Pembianaan secara terpadu oleh pemerintah, organisasi pekerja,
organisasi pengusaha, ornop, dan masyarakat membutuhkan koordinasi yang
intensif. Pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas yang
berkompetensi dan independen serta tidak menyalahgunakan kewenanganya
merupakan suatu keharusan dalam menegakan perundang-undangan.
Undang-undang dapat berlaku efektif apabila semua pihak konsern
terhadap pemberlakuan undang-undang kenegakerjaan sehingga adanya
hambatan dan tantangan yang akan timbul dapat dieliminer sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan restriksi dan resistensi yang cukup besar di
masyarakat..
Di dalam abad ke 21 perkembangan sumber daya manusia dilingkungan
kerja berbeda dengan abad ke 2. dengan munculnya issu hak azasi manusia.
Membawa perubahan terhadap menajemen sumber daya manusia. Umumnya
pekerja lebih bebas pada pada abad ke 21. oleh sebab itu manajer sumber daya
manusia harus memperhatikan perubahan tersebut. Bukan hanya issu hak azasi
manusia yang berkembang. Tetapi yang akan berkembang tentang
keingintahuan pekerja terhadap hak-hak dasar pekerja. Job security, equal
employment opportunity, serta equity or earning.

H a l a m a n | 86
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
Wood: 1998.38-39 mengatakan bahwa pada umumnya apabila tidak
mengetaui secara jelas akan hal tersebut diatas, mengakibatkan adanya ketidak
tenangan dan perselisihan dalammelaksanakan pekerjaan.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, sebaiknya sebagai seorang menager
sumber daya manusia lebih memperhatikan pengembangan sumber daya
manusia secara terencana sesuai dengan strategi pengembangan sumber daya
manusia di perusahaan.
Anthony (1996:15) mengatakan bahwa dalam mengatasi adanya keluh
kesah di perusahaan dan sebelum timbul keluh kesah tersebut agar pekerja
dilibatkan didalam fungsi mereka seacara optimal di lingkungan kerja, sehingga
apapun yang akan terjadi, telah dibicarakan terlebih dahulu dengan pekerja.
Sarana-sarana hubungan industrial dapat berfungsi dengan baik apabila
para pihak yang terlibat dalam proses produksi barang dan jasa melaksnakan
sesuai dengan nilai-nliai yang hidup dan berkembang dalam bangsa indonesia
dan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Sarana dapat
berfungsi optimal secara efektif dan efisien apabila menganggap buruh.pekerja
bukan hanya sebagai obyek, melainkan sebagai subyek dalam proses produksi
barang dan jasa (Hasibuan; 2000:187), oleh sebab itu, agar tujuan pembentukan
sarana hubungan industrial dapat berfungsi secara efektif dan efisien, maka
pemberlakuan sarana hubungan industrialdidasrkan pada azas manfaat, usaha
bersama dan kekluargaan, demokrasi, adil dan merata serta azsa keseimbangan.
(Anwar;2001:102), Sarana-sarana hubungan industrial perlu
dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh stakeholder hubungan industrial
agar dapat dipahami, dimengerti dan dilaksnakan sesuai dengan tujuan
pembentukan sarana hubungan industrial itu sendiri. Dalam melaksanakan dan
memfungsikan sarana-sarana hubungan industrial perlu dimiliki oleh setiap
stakeholder adanya attention, interest, desire, decesion, action and satisfaction.

KESIMPULAN
1. Sarana-sarana hubungan industrial seperti organisasi pekerja dan
pengusaha, lembaga kerjasama bipartit dan Tripartit, aturan perundang-
undangan dan perusahaan, serta lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial pada prinsifnya bertujuan untuk meningkatkan
hubungan industrial yang kondosif dan harmonis antara pelaku proses
produksi barang dan jasa dalam menciptakan ketenangan bekerja dan
berusaha.
2. Dalam pelaksanaan dan implementasi agar sarana-sarana hubungan
industrial dapat berjalan dengan baik, perlu digunakan azas manfaat.
Keseimbangan, adil dan merata serta kekeluargaan.
3. Pada umumnya sarana-sarana hubungan industrial kurang berfungsi dengan
optimal apabila pekerja kurang mengetahui atau kurang dilaksanakannya

H a l a m a n | 87
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013
hak-hak dasar pekerja seperti, hak-hak pekerja dilingkungan pekerjaan ,
adanya job security, equal employment opportunity, serta equity or earning.
4. Dalam melaksanakan dan memfungsikan sarana-sarana hubungan industrial
perlu dimiliki oleh setiap stekeholder adanya attention, interst,
desire,decision,action,andsatisfaction,

DAFTAR PUSTAKA
A,A Anwar Prabu mangkunegara 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, Bandung, Remaja Roskakarya Bandung, edisi ketiga
Abdul Khakim, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia,
Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung
Anthony William P,1996, Stategic Human Resource Mangenebt. Florida State
University Harcourt Brace College Publishers. 2 edition
Hasibuan ,HMSP,2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Bumi
Aksara, Edisi Revisi.
Payaman J. Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, Penerbit Jala
Permata Aksara, Jakarta.
Wood J,M,1998, Organisation Behaviour an Asia-Pasific Prespective
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketengakerjaan. Jacaranda
Wiley Ltd, Milton Qld 5 Edition.
---------------2003 Pedoman penyuluhan peraturab perusahaan, Depnakertrans
RI Dirjen Binahuban.
----------------2003, Pedoman penyuluhan Perjanjian Kerja, Depnakertrans RI
Dirjen Binahuban.
----------------2003 , Pedoman Penyuluhan Kesepakatan Kerja Bersama,
Depnakertrans RI Dirjen Binahuban.
----------------,UU No,21 tahun 2000.
----------------, UU No. 2 Tahun 2004.

H a l a m a n | 88
JURNAL EKONOMI ISSN: 2302-7169 Vol. 6 Edisi 4 September-Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai