Gagasan 2
Gagasan 2
Pendidikan Karakter
Pendidikan tidak sekedar membentuk manusia yang cerdas saja, namun membentuk manusia yang utuh
memiliki kepribadian dan akhlak mulia. Hal ini ditegaskan dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara (Oos, 2010).
Berikut ini adalah gambaran mengenai nilai-nilai dasar yang harus diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam membentuk karakter bangsa (Wicaksono, 2011).
Pendidikan karakter hakikatnya merupakan pengintegrasian antara kecerdasan, kepribadian, dan akhlak
mulia. Secara operasional Raharjo (dalam Nurchaili, 2010) menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah
suatu proses pendidikan secara holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam
kehidupan peserta didik sebagai pondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup
mandiri dan memiliki prinsip kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter
merupakan suatu proses pembentukan perilaku atau watak seseorang, sehingga dapat membedakan hal
– hal yang baik dan yang buruk dan mampu menerapkannya dalam kehidupan.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3)
Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10)
Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14)
Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab
(Kulsum, 2011).
Game Pendidikan
Perubahan sikap (tingkah laku) dan peningkatan intelegensi tidak hanya dapat ditumbuhkan dari proses
pembelajaran tetapi juga dapat berasal dari informasi ekternal dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Saari dan Turpeinen (2001), informasi yang dialami menghasilkan efek psikologis pada seseorang
semacam emosi yang berdasarkan suatu peristiwa atau pemahaman atas suatu peristiwa yang masuk akal
dan kemudian belajar pada peristiwa itu. Oleh karena itu, dihasilkan dampak berupa perubahan tingkah
laku dan peningkatan intelegensi.
Gambar 2. Model Teknologi Berbasis Pikiran sebagai Kerangka Kerja untuk Menghasilkan Dampak
Psikologis (diadaptasi dari Saari, 2001)
Game dapat dijadikan media pembelajaran untuk menghasilkan dampak psikologis yang diinginkan
khususnya dalam pendidikan. Game adalah permainan yang menggunakan media elektronik merupakan
sebuah hiburan berbentuk multimedia yang dibuat semenarik mungkin agar pemain bisa mendapatkan
sesuatu sehingga adanya kepuasaan batin. Bermain game merupakan salah satu sarana pembelajaran.
Game edukasi dibuat dengan tujuan spesifik sebagai alat pendidikan, untuk belajar mengenal warna,
mengenal huruf dan angka, matematika, sampai belajar bahasa asing (Unikom, 2010).
William Winn dalam David dan Chen (2006) menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh bersama game
akan memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang tuanya yang tidak memainkan games karena
sebagai media, games sendiri telah menciptakan gaya belajar yang baru. Dalam temuan Winn, karakter
yang khas tersebut, antara lain :
Game memiliki banyak manfaat bagi perkembangan anak, baik dari sisi edukasi, maupun dari sisi psikologi.
Berikut ini manfaat baik dari game di antaranya: (1) Empati; (2) Berkembangnya imajinasi; (3) Melatih
kepekaan mata; (4) Melatih berkerjasama dengan baik (Alexander, 2012).
Selain memiliki berbagai manfaat, game juga memiliki dampak positif dan dampak negatif (Habibie, 2010).
Dampak positif game, antara lain :
7. Mengurangi stres
2. Gangguan penglihatan
REFERENSI
Dalam penerapan Game pendidikan dibutuhkan peran orang tua untuk memotivasi anak agar tertarik
memainkan game ini. Menurut Soelaeman (2011), fungsi dan peran orang tua meliputi fungsi religious,
fungsi edukatif, fungsi protektif, fungsi sosialisasi, dan fungsi ekonomis.
1. Fungsi Religius
Orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada kehidupan
beragama.
2. Fungsi Edukatif
Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan, perkembangan dan masa depan seorang
anak secara keseluruhan. Orang tua mengarahkan anaknya dalam memperoleh pendidikan.
3. Fungsi Protektif
Orang tua memberikan gambaran pelaksanaan fungsi lingkungan, yaitu dengan cara melarang atau
menghindarkan anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi
perbuatan anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama dan saling membantu, memberikan
contoh dan tauladan dalam hal-hal yang diharapkan.
4. Fungsi Sosialisasi
Orang tua memiliki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma
sosial, dan membutuhkan fasilitas yang memadai.
5. Fungsi Ekonomis
Orang tua harus dapat mendidik anaknya agar dapat memberikan penghargaan yang tepat terhadap uang
dan pencariannya, disertai pula pengertian kedudukan ekonomi keluarga secara nyata, bila tahap
perkembangan anak telah memungkinkan.