Paper PPW

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Kebudayaan dan


Pariwisata Tahun 2010, kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia mengalami
peningkatan sejak tahun 2004 yaitu 5.321.165 kali kunjungan hingga tahun 2009
mencapai 5.452.259 kunjungan, dengan pertumbuhan mencapai 19,12 persen.
Demikian pula dengan kunjungan wisatawan nusantara yang terus meningkat. Hal
ini menunjukkan sektor pariwisata merupakan pilihan usaha yang prospektif
untuk terus dikembangkan.
Pariwisata di banyak negara merupakan senjata ampuh bagi
pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan melalui penyediaan
kesempatan kerja dan usaha serta pembangunan infrastruktur. Perencanaan dan
pengelolaan pariwisata yang baik tidak hanya memberikan konstribusi nyata
terhadap tiga dimensi pembangunan berkelanjutan, tetapi juga sangat erat
kaitannya dengan sektor-sektor lain, dan membuka kesempatan kerja, serta
peluang pertukaran/perdagangan. Bagaimana pun, pariwisata tidak dapat berdiri
sendiri tetapi tergantung pada ketersediaan jasa ekosistem.
Indonesia menurut Kementerian Pertanian (2010) memiliki
keanekaragaman hayati (biodiversity) nomor tiga terbesar di dunia setelah Brazilia
dan Costa Rica. Potensi alam tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber plasma
nutfah dan atau sebagai areal wisata. Kondisi tanah dan iklim di Indonesia juga
beragam yang berpeluang dalam mengembangkan berbagai komoditas pertanian
dengan memperhatikan kesesuaian lahan. Keunikan-keunikan Indonesia inilah
yang merupakan daya tarik bangsa lain untuk berkunjung/berwisata ke Indonesia.
Agrowisata merupakan salah satu hal yang berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia. Menurut Kementan (2010), pengembangan
agrowisata di Indonesia telah mendapat perhatian serius dari pemerintah dengan
membentuk Komisi Wisata Agro (KWA) di bawah arahan Menteri Pertanian
dengan menjalin kerjasama dengan beberapa asosiasi, pengusaha agrowisata, dan
instansi terkait seperti AWAI (Asosiasi Wisata Agro Indonesia), ASITA (Asosiasi
Tour and Travel), dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

1
Agrowisata merupakan penggabungan antara aktivitas pertanian dan
aktivitas wisata. Aktivitas wisata merupakan kegiatan berjalan-jalan keluar dari
ruang dan lingkup pekerjaannya sambil menikmati pemandangan atau hal-hal lain
yang tidak terkait dengan pekerjaan yang dimiliki wisatawan. Aktivitas pertanian
dalam hal ini adalah pertanian dalam arti luas, merupakan seluruh aktivitas dalam
kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan pemanenan energi matahari dari
tingkat primitif (pemburu dan pengumpul) sampai model pertanian yang canggih
(kultur jaringan). Aktivitas-aktivitas pertanian tersebut antara lain pertanian lahan
kering, sawah, lahan palawija, perkebunan, kehutanan, pekarangan, tegalan,
ladang dan sebagainya. Dalam kegiatan agrowisata, wisatawan diajak berjalan-
jalan untuk menikmati dan mengapresiasi kegiatan pertanian dan kekhasan serta
keindahan alam binaannya sehingga daya apresiasi dan kesadaran untuk semakin
mencintai budaya dan melestarikan alam semakin meningkat (Nurisyah, 2001).
Agrowisata merupakan sebuah pilihan penting yang berhubungan dengan
prioritas sekarang dan yang akan datang, tujuan pengembangan berkelanjutan
tersebut menghubungkan pertanian dan pariwisata. Strategi pertama untuk
mengembangkan agrowisata dalam jangka pendek seharusnya memperhitungkan
kebutuhan infrastuktur dan keamanan untuk wisatawan agrowisata, serta adanya
kerjasama yang efektif dengan biro perjalanan untuk mempromosikan tempat-
tempat pariwisata baru (Catalino dan Lizardo, 2004). Sedangkan menurut
Syamsiar (2007), pengembangan agrowisata sebagai pendekatan pembangunan
pertanian dan pariwisata yang menempatkan masyarakat sebagai bagian yang
tidak terpisahkan merupakan esensi dari pembangunan yang berbasis pada
komunitas atau masyarakat yang sering disebut sebagai Community Based
Development.
Wisata agro merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan
usaha pertanian sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas
pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.
Pendapatan petani atau penduduk setempat dapat meningkat melalui
pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan
lahan yang ada, sumber daya lahan, serta tetap memelihara budaya atau teknologi

2
lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi
lingkungan alaminya.
Agrowisata dapat dikembangkan di berbagai daerah tanpa perlu khawatir
persaingan antardaerah, mengingat kondisi wilayah dan budaya masyarakat di
Indonesia sangan beragam. Masing-masing daerah daerah dapat menyajikan
atraksi agrowisata yang lain. Sehingga, setiap wilayah memiliki keunikan
tersendiri dan menjadi ciri khas suatu wilayah tersebut.
Objek agrowisata tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala yang
luas seperti areal perkebunan, namun juga pada skala yang kecil karena
keunikannya yang dapat menjadi objek wisata. Kegiatan wisata tersebut
disamping mengandung muatan kultural dan pendidikan juga dapat menjadi
media promosi. Peluang pasar juga akan terbuka dengan masyarakat mendatangi
objek wisata tersebut.
Agrowisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari kepentingan dan
partisipasi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan/pengunjung,
sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya
agrowisata dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial
dan estetika, dapat terpenuhi dengan memelihara integritas kultural, proses
ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.
Potensi wisata agro ternyata belum sepenuhnya dikembangkan dan
dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan
yang konkrit dan operasional guna tercapainya kemantapan pengelolaan objek
wisata agro di era globalisasi dan otonomi daerah. Pengembangan agrowisata
membutuhkan kerjasama sinergis antara pelaku yang terlibat dalam pengelolaan
agrowisata, yaitu masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Menurut Muchlis (2017) pengembangan agrowisata dapat dianalisis
dengan beberapa variabel. Variabel tersebut adalaha atraksi, jenis komoditas
pertanian, fasilitas, infrastruktur, transportasi & aksesibilitas, sikap dan
keramahan masyarakat, cara promosi, luas lahan, sumber keuangan dan modal,
ketahanan bencana. Variabel tersebut kemudian dianalisis dengan dua tahapan
yaitu tahap pertama menggunakan metode analisis konten (content analysis),

3
digunakan untuk menentukan variabel terkait pengembangan agrowisata di
Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Dan tahap kedua menggunakan metode
Order Analysis, digunakan untuk menentukan kriteria pengembangan agrowisata
di Kecamatan Cepogo. Analisis konten berupa transkip wawancara dari
stakeholders. Order analysis berupa hasil kuisioner skala guttman.

PEMBAHASAN

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di


Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110° 22' - 110° 50' Bujur Timur dan 7° 7' -
7° 36' Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 - 1500 meter di atas
permukaan laut. Terdapat 19 Kecamatan dan 261 Desa di Kabupaten Boyolali.
Posisi geografis wilayah Kabupaten Boyolali merupakan kekuatan yang dapat
dijadikan sebagai modal pembangunan daerah karena berada pada segitiga
wilayah Yogyakarta-Solo-Semarang (Joglosemar) yang merupakan tiga kota
utama di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada saat ini
dengan dikembangkannya wisata Solo-Selo (Kabupaten Boyolali)-Borobudur
(Kabupaten Magelang) atau SSB, diharapkan lebih meningkatkan pengembangan
pariwisata di Kabupaten Boyolali. Disamping itu, seiring dengan mulai
perencanaan pembangunan jalan tol Solo-Semarang dan jalan tol Solo-Kertosono
yang melintasi wilayah Kabupaten Boyolali, maka diharapkan potensi
pengembangan Kabupaten Boyolali Pro-Investasi terutama dalam sektor
perekonomian dan industri menjadi sangat besar (Pemerintah Kabupaten Boyolali,
2014). Identitas Kabupaten Boyolali terletak pada susu, mengingat hasil produksi
susu di Kabupaten Boyolali adalah penyumbang produksi susu terbesar di Jawa
Tengah, yang berkisar kurang lebih 50% dari jumlah total produksi susu di Jawa
Tengah. Sejarah singkat peternakan sapi di Kabupaten Boyolali berasal dari
Negara Belanda, yang dibawa oleh penjajah Belanda pada saat itu. Sapi-sapi
tersebut dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1980. Pada tahun tersebut
Pemerintah Indonesia mulai menyalurkan kredit usaha pertenakan sapi perah
kepada masyarakat di Boyolali. Sejak itulah warga di Kabupaten Boyolali
menjadi peternak sapi yang dapat memproduksi susu hingga: 86.021 liter/ hari.

4
Lokasi peternak sapi di Kabupaten Boyolali tersebar di Kecamatan Selo,
Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk dan Kecamatan
Mojosongo (Sekretariat Daerah Kabupaten Boyolali, 2015).
Kecamatan Cepogo merupakan salah satu dari 19 kecamatan yang ada di
Kabupaten Boyolali. Kecamatan Cepogo terdiri dari 15 Desa (Pemerintah
Kabupaten Boyolali, 2016). Secara umum Kecamatan Cepogo merupakan
perbukitan bergelombang dengan relief halus hingga sedang. Kemiringan lereng
bervariasi dari 0% s.d. lebih dari 70%. Geomorfologi Kecamatan Cepogo
merupakan perbukitan bergelombang berrelief halus hingga kasar antara 400
hingga 1.400 meter diatas permukaan laut, yang terbagi menjadi 2 satuan
geomorfologi, yaitu perbukitan berelief halus-datar (menempati wilayah bagian
timur dan memanjang ke arah tenggara) dan perbukitan berelief sedang
(menempati bagian tengah hingga barat daya dan barat laut). Kecamatan Cepogo
beriklim sedang, dengan curah hujan 2984 Mm pada tahun 2013 dengan jumlah
hari hujan 176 Hh (KDA, 2014).

Gambar 1.1 Peta Administratif Kecamatan Cepogo


Sumber: ekogeografiuns.wordpress.com

5
Kawasan peruntukan agrowisata berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Boyolali
Tahun 2011-2031 pada pasal 44 ayat 2 yaitu agrowisata sayur yang berada di
Kecamatan Selo, agrowisata sapi perah yang berada di Kecamatan Cepogo, dan
agrowisata padi yang berada di kecamatan Banyudono. Penentuan kawasan
agrowisata juga diatur dalam RTRW Kabupaten Boyolali. Ketentuan tersebut
terdapat pada ayat 1 huruf f yaitu:
a. pengembangan kawasan agrowisata untuk memberikan keberagaman obyek
wisata di daerah, dengan fasilitas pendukung dan akomodasi seluas-luasnya
2,5 (dua koma lima) per seratus dari total pengelolaan lahan agrowisata; dan
b. diperbolehkan optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur yang sementara
tidak diusahakan;
c. diizinkan pengembangan aktivitas komersial sesuai dengan skala dayatarik
pariwisatan
d. diizinkan secara terbatas pengembangan aktivitas perumahan dan
permukiman dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak
mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata;
e. pembatasan pendirian bangunan hanya menunjang pariwisata; dan
f. mengendalikan pertumbuhan sarana dan prasarana pariwisata.
Pembangunan agrowisata perlu memperhatikan evaluasi lahan yang
merupakan bagaian dari tata guna lahan. Evaluasi kesesuaian lahan bertujuan
menentukan nilai (kelas) suatu lahan untuk tujuan tertentu. Skala perencanaan
dalam evaluasi lahan ada tiga, yaitu tingkat tinjau (reconnaissance), tingkat semi-
detil (semi-detail), dan tingkat detil (detail). Evaluasi tingkat tinjau umumnya
dilakukan dalam skala nasional atau propinsi dan dilakukan secara kualitatif dan
analisa ekonomi dilakukan secara umum. Evaluasi pada tingkat semi detil
dilakukan untuk tujuan-tujuan khusus. Survey pertanian dan analisa sosial
ekonomi merupakan faktor penting dan sebaiknya dilakukan secara kualitatif.
Evaluasi tingkat deil dilakukan untuk perencanaan yang telah pasti atau setelah
kepastian melaksanakan proyek tersebut diputuskan.

6
Agrowisata sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang
harus sesuai dengan prinsip keberlanjutan, kesesuaian, keindahan, dan
kenyamanan. Menurut Kaswanto (2007) evaluasi dari aktivitas agrowisata ini
dilihat dari empat aspek, yakni pertanian (T), wisata (W), keindahan (I), dan
kenyamanan (N) yang disingkat dengan metode TWIN. Hal ini berarti bahwa
pengembangan lanskap agrowisata harus berkelanjutan untuk kegiatan pertanian,
sesuai untuk kawasan wisata, indah sebagai sebuah lanskap dan dinikmati sebagai
sebuah sumber kenyamanan.
Agrowisata berkelanjutan adalah wisata agro yang tetap mempertahankan
dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.
Agrowisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari kepentingan dan partisipasi
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan atau pengunjung,
sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan kata lain pengelolaan
sumberdaya agrowisata dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi,
sosial, dan estetika dapat terpenuhi dengan memelihara integritas kultural, proses
ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati, dan sistem pendukung kehidupan.
Menurut Bappenas (2004), kawasan agrowisata merupakan suatu
kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian,
hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:
a) subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan,
peternakan dan kehutanan;
b) subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan,
kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor;
c) subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung
kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro,
misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan,
perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi, dan infrastruktur;
2. adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan
wisata dengan keterkaitan dan kebergantungan yang cukup tinggi, antara lain

7
kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan
sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor
pertanian;
3. adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro
dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai
kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan.
Pengembangan agrowisata menurut Spillane (1994) dalam Utama (2005)
terdapat lima unsur, yaitu:
1. Attractions
Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah,
hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan taman, budaya
petani tersebut serta segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
pertanian tersebut.
2. Facilities
Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum,
telekomunikasi, hotel dan restoran pada sentra-sentra pasar.
3. Infrastructure
Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk sistem pengairan, jaringan
komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan
energi, sistem pembuangan kotoran/pembuangan air, jalan raya dan sistem
keamanan.
4. Transportation
Transportasi umum, terminal bus, sistem keamanan penumpang, system
Informasi perjalanan, tenaga kerja, kepastian tarif, dan peta kota/objek wisata.
5. Hospitality
Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan sebuah
sistem pariwisata yang baik.
Kabupaten Boyolali mempunyai potensi peternakan. Sektor peternakan
telah menyumbang PDRB Kabupaten sebesar 10,4 %. Produk yang merupakan
unggulan di Kabupaten Boyolali adalah Sapi Perah. Sapi perah dibudidayakan di
kecamatan Cepogo, Boyolali, Musuk, Mojosongo, Selo dan Ampel. Populasi

8
ternak tahun 2012 di Kecamatan Cepogo mencapai 17.295 ekor dengan peternak
sebanyak 4.493 peternak.

Tabel 1.1 Banyaknya pemilik dan ternak di Kecamatan Cepogo Tahun 2013

Pada sektor peternakan yang menjadi andalan adalah sapi potong yang
produksi dagingnya telah mencapai 8.301.600 kg/tahun. Di Propinsi Jawa Tengah
Kab Boyolali menduduki peringkat ke 4 (empat) dalam jumlah sapi potong. Saat
ini jumlah peternak mencapai 40.570 orang yang terkosentrasi di kecamatan Selo,
Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo dan Teras dengan populasi ternak
sebanyak 88.910 ekor.

9
Gambar 1.2 Dusun Agrowisata Sapi Perah
Agrowisata Sapi Perah Cepogo terletak di Desa Cepogo, Kecamatan
Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Wilayahnya berada di ketinggian
sekitar 800 meter dari atas permukaan laut. Ketinggian tempat seperti ini sudah
tentu temperatur udara di sekitarnya terasa sejuk. Untuk peternakan sapi perah
sudah tentu sangat cocok. Tumbuh kembang sapi perah bagus dan produktivitas
susunya juga tinggi. Kualitas susu yang dihasilkan juga tinggi. Kecamatan
Cepogo sangat sesuai untuk peternakan sapi karena berada di kelerengan yang
sesuai yaitu 3-5%.

10
Gambar 1.3 Peta Lereng Kabupaten Boyolali

Desa Cepogo memiliki jenis tanah litosol. Tanah litosol merupakan jenis
tanah yang terbentuk dari batuan beku yang berasal dari proses meletusnya
gunung berapi dan juga sedimen keras dengan proses pelapukan kimia (dengan
menggunakan bantuan organisme hidup) dan fisika (dengan bantuan sinar
matahari dan hujan) yang belum sempurna. Hal ini tentu membuat struktur asal
batuan induknya masih terlihat dan menyebabkan bahwa tanah litosol disebut juga
dengan tanah yang paling muda, sehingga bahan induknya dangkal dan sangat
sering terlihat di permukaan sebagai batuan padat yang padu. Tanah litosol ini
merupakan jenis tanah yang belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali
belum mengelami perkembangan. Menurut Rahman et al. (2012) jenis tanah
Litosol memiliki kedalaman tanah bervariasi antara kurang dari 10 cm. Rumput
sangat berpotensi tumbuh pada tanah litosol, sehingga jenis tanah ini dapat
meningkatkan jumlah rumput-rumputan sehingga pakan sapi tidak mengalami
kekurangan.
Untuk menuju lokasi agrowisata ini terbilang sangat mudah karena sudah
tersedia akses jalan dan infrastruktur lainnya yang begitu memadai. Akses menuju

11
lokasi sudah berupa jalan beraspal. Hanya sedikit jalan aspal yang rusak.
Kebanyakan jalan yang dilewati masih layak pakai. Hanya saja, para pengunjung
atau wisatawan harus menyiapkan kendaraan dalam kondisi prima. Karena
terkadang dijumpai ada jalan yang sedang dalam proses perbaikan dan kondisi
jalan yang menanjak sehingga butuh konsentrasi tinggi saat mengendarai
kendaraan. Namun, rasa lelah akan segera terbayarkan oleh lanskap pegunungan
sekelilingnya yang begitu memukau. Dari Kota Boyolali hanya berjarak sekitar 13
km ke arah barat.
Setelah sampai di kawasan agrowisata, para wisatawan bisa langsung
menikmati kesegaran dan gurihnya susu sapi segar yang disediakan oleh pemilik
warung susu segar yang ada di sekitar kawasan agrowisata. Walaupun siang hari,
nikmatnya susu masih sangat terasa karena ditemani udara yang sejuk. Terlebih
lagi diminum pada saat pagi hari atau malam hari. Tersedia beragam olahan
minuman susu segar, baik yang hangat maupun dingin.
Bila pengunjung ingin menyaksikan segala aktifitas kegiatan peternakan
sapi perah di agrowisata ini, sebaiknya bermalam atau berwisata selama sehari
penuh sampai malam. Pengunjung bisa turut serta berinteraksi dengan para
peternak sapi perah, mulai dari pemberian pakan, membersihkan kandang,
membersihkan sapi, sampai dengan pemerahan susu. Pengunjung diperbolehkan
memerah sapi sendiri yang tentunya didampingi oleh sang ahli. Berdasarkan
pengalaman para peternak sapi di agrowisata, produksi susu sapi per hari bisa
mencapai 10-15 liter per ekor.
Dengan udara yang sejuk, curah hujan 9.000 mm per tahun membuat
jenis-jenis sapi subtropis mampu tumbuh kembang dengan baik. Tak hanya di
Kecamatan Cepogo, di kecamatan lainnya juga sapi-sapi subtropis ini bisa tumbuh
dan berkembang dengan baik, antara lain: Kecamatan Selo, Boyolali, Musuk, dan
Mojosonga.
Agrowisata Sapi Perah Cepogo ini menempati Desa Cepogo yang
dibatasi oleh beberapa desa. Di sebelah utara dibatasi oleh Desa Kembang
Kuning, di sebelah selatan dibatasi Desa Mliwis, di sebelah barat dibatasi Desa

12
Genting, dan di sebelah timur dibatasi Desa Cabean. Luas Desa Cepogo itu sendiri
kurang lebih sekitar 350,35 hektar.
Kendala yang masih ditemui oleh para wisatawan saat berkunjung ke
Agrowisata Sapi Perach Cepogo yaitu sarana penginapan yang masih minim.
Misalnya saja homestay belum banyak ditemui. Wisatawan baru bisa menemui
homestay di Desa Selo yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Desa Cepogo. Harga
sewanya lumayan murah, mulai dari Rp 25 ribu sampai dengan Rp 100 ribuan.
Apabila disekitar kawasan agrowisata tersebut dibangun penginapan dan warung
makan, maka akan menguntungkan masyarakat sekitar.
Kendala lain adalah kandang sapi perah milik penduduk setempat masih
banyak yang tampak kotor. Hal ini yang membuat wisatawan tertentu sulit untuk
berinteraksi karena akan merasa jijik. Untuk permasalahan ini perlu ada
penyuluhan dari dinas peternakan setempat kepada para peternak untuk
kenyamanan para pengunjung. Hal yang sama juga dalam memberikan penjelasan
kepada para pengunjung arti penting kotoran itu bagi kehidupan kita.
Kendala-kendala dalam agrowisata tentunya harus ditekan agar
kenyamanan wisatawan tetap terjamin. Berbagai upaya harus dilakukan untuk
menekan kendala-kendala dalam agrowisata tersebut, misalnya dengan
bekerjasama dengan arsitektur apabila pemandangan (view) kawasan tersebut
kurang menarik. Peran pemerintah daerah juga harus terlibat dalam mengatasi
kendala-kendala dalam agrowisata tersebut agar pendapatan daerah tidak
mengalami penurunan.
Dengan demikian, keberadaan Agrowisata Sapi Perah Cepogo bisa
memberikan manfaat dan fungsi yang lebih luas. Tak hanya mengandalkan
produksi susu saja, tapi juga mencakup pendidikan, wisata, kualitas hidup,
kesehatan, dan kesejahteraan penduduk setempat. Memang diakui, untuk
pengembangan sebagai agrowisata perlu pembenahan di sana sini. Terutama
fasilitas akomodasi yang jumlahnya masih sangat minim untuk kepentingan para
wisatawan. Padahal, potensi pengembangan dan pembangunan sebagai pusat
agrowisata ternak sapi perah terbuka lebar.

13
Pengembangan agrowisata berbasis masyarakat sangat penting untuk
meningkatkan pendapatan orang-orang lokal dan meningkatkan kehidupan
mereka sekaligus menjamin keberlanjutan usahataninya (Itagaki, 2013).
Pengembangan sebuah tempat wisata ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia berperan penting dalam keberhasilan
pengembangan agrowisata yang berhubungan dalam menetapkan target sasaran
dan menyediakan, mengemas, menyajikan paket-paket wisata serta promosi yang
terus-menerus sesuai dengan potensi yang dimiliki. Keberadaan pemandu wisata
dalam hal ini sangat penting untuk menjual produk wisata terkhusus pada wisata
sapi perah di Kecamatan Cepogo. Pengetahuan pemandu wisata seringkali tidak
hanya terbatas kepada produk dari objek wisata yang dijual tetapi juga
pengetahuan umum terutama hal-hal yang lebih mendalam dan berkaitan dengan
produk wisata tersebut.
Faktor kedua dalam pengembangan agrowisata adalah promosi. Kegiatan
promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan agrowisata. Kegiatan
promosi dapat dilakukan kerjasama dengan Biro Perjalanan, Perhotelan, dan Jasa
Angkutan. Salah satu metode promosi yang dinilai efektif menurut .. () adalah
metoda tasting dimana memberi kesempatan kepada calon konsumen/wisatawan
untuk datang dan menentukan pilihan konsumsi dan menikmati produk tanpa
pengawasan berlebihan sehingga wisatawan merasa betah.
Faktor ketiga adalah sumberdaya alam dan lingkungan. faktor ini dapat
dijadikan aspek penjualan dengan tetap melestarikan keasrian alam dan
lingkungan. kondisi lingkungan masyarakat sekitar juga sangat menentukan minat
wisatawan untuk berkunjung. Apabila agrowisata tersebut dikemas secara bagus,
namun masyarakat tidak menerima kehadiran para wisatawan maka akan
menyulitkan dalam pemasaran objek wisata. Antara usaha wisata agro dengan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan.
Faktor keempat adalah dukungan sarana dan prasana. Kehadiran
konsumen/wisatawan juga ditentukan oleh kemudahan-kemudahan yang
diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan akomodasi dan

14
transportasi sampai kepada masyarakat sekitarnya. Faktor kelima adalah
kelembagaan dimana agrowisata membutuhkan dukungan semua pihak.
Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya
agrowisata dalam bentuk kemudahan perijinan dan lainnya intervensi pemerintah
terbatas kepada pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan.
Pemerintah Daeah Kabupaten Boyolali diuntungkan dengan berdirinya
beberapa agrowisata yang telah dikenal oleh masyarakat atau wisatawan. Manfaat
agrowisata menurut menurut (Subowo 2002) adalah melestarikan sumber daya
alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan
petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. Keuntungan dari pengembangan
agrotourism bagi petani lokal dapat dirinci sebagai berikut (Lobo et al, 1999):
1. Agrotourism dapat memunculkan peluang bagi petani lokal untuk
meningkatkan pendapatan dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan
operasi mereka;
2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak/masyarakat tentang
pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan
meningkatkan mutu hidup;
3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu
mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agritourism)
4. Agritourism dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan membantu
perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan menciptakan nilai
tambah dan direct-marking merangsang kegiatan ekonomi dan memberikan
manfaat kepada masyarakat di daerah dimana agrotourism dikembangkan.
Menurut Rilla (1999), dalam (Utama, 2005), manfaat agrowisata bagi
pengunjung adalah menjalin hubungan kekeluargaan dengan petani atau
masyarakat lokal; meningkatkan kesehatan dan kesegaran tubuh; beristirahat dan
menghilangkan kejenuhan; mendapatkan petualangan yang mengagumkan;
mendapatkan makanan yang benar-benar alami (organic food); mendapatkan
suasana yang benar-benar berbeda; biaya wisata yang murah karena agrowisata
relatif lebih murah daripada wisata yang lainnya.

15
Agar agrowisata dapat berkelanjutan maka produk agrowisata yang
ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian
masyarakat akan peduli terhadap sumberdaya wisata karena memberikan manfaat
sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam
kehidupannya (Utama, 2005). Keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat
merupakan hal penting dalam perencanaan kawasan agrowisata. Penggunaan
lahan harus direncanakan untuk dan dengan melibatkan masyarakat, lebih khusus
lagi pemilik-pemilik lahan.
Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang
diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan,
misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan,
pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan
kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan
kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan
agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain sebagainya (Bappenas, 2004).
Dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata yang terdapat di
kawasan pedesaan menurut Demartoto (2008), Pemerintah Kabupaten Boyolali
telah melakukan berbagai upaya yang dikemas dalam bentuk program dan
kegiatan pembangunan pariwisata, yakni :
a. Meningkatkan dan mengembangkan jenis produk pariwisata pedesaan
sehingga lebih menarik bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara
dan wisatawan domestik yang berasal dari daerah perkotaan.
b. Memperbaiki dan meningkatkan aksesibilitas menuju obyek dan daya tank
wisata pedesaan yang terdapat di Kabupaten Boyolali.
c. Meningkatkan promosi pariwisata pedesaan melalui kerja sama dengan
berbagai instansi terkait seperti Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas materi promosi dalam bentuk
leaflet, brosur, booklet. CD interaktif dan website.
d. Meningkatkan kerja sama dengan Biro Perjalanan Wisata (BPW) dalam hal
pemasaran produk-produk wisata pedesaan Kabupaten Boyolali dan berbagai
pihak terkait.

16
e. Mendirikan Tourist Information Center (TIC) di daerah atau desa-desa utama
yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik
wisata pedesaan.
f. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait seperti hotel, rumah makan,
bandar udara (bandara), stasiun kereta api, terminal dan lainlain.
g. Membentuk dan membina kelompok sadar wisata di setiap desa yang
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata
pedesaan untuk selanjutnya dibina agar dapat mendukung program
pembangunan pariwisata, khususnya pariwisata pedesaan di daerah mereka.
Agrowisata yang dibina secara baik berdasarkan kemampuan
masyarakat, dapat memberikan dampak bagi peningkatan ekonomi masyarakat,
dalam bentuk pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, kesempatan berusaha.
Beberapa keuntungan ekonomi meliputi:
1) Peningkatan pendapatan masyarakat yang dihasilkan melalui berbagai
kegiatan penjualan dari hasil cocok tanam, seperti sayur-sayuran, buah-
buahan, bunga, palawija, ikan, susu dapat dijual langsung kepada pengunjung
maupun hasil yang dijual untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum, di
pasar tradisional, super market. Upaya ini merupakan pendapatan langsung
yang dihasilkan dari pembelian wisatawan di lokasi agro, memberikan
dampak yang cukup luas terhadap kelangsungan dan keberadaan agrowisata.
Wisata untuk menikmati hasil perasan susu sapi memberikan pengalaman
tersendiri bagi wisatawan dan menambah pendapatan masyarakat.
2) Efek ganda dengan tumbuh kembangnya agrowisata memungkinkan dapat
mendorong kesempatan berusaha masyarakat yang pada gilirannya dapat
meningkatkan ekonomi masyarakat Indonesia.
3) Memperpanjang lama tinggal dan belanja wisatawan. Keberhasilan
pengembangan kepariwisataan meliputi, bagaimana para pelaku
kepariwisataan dapat meningkatkan lama tinggal wisatawan dan belanja
wisatawan?. Lama tinggal wisatawan dapat meningkat, apabila di satu daerah
tujuan wisata dapat ditingkatkan seperti atraksi kesenian, kegiatan wisata
yang menarik lainnya (tracking, sepeda gunung). Diharapkan dengan

17
tersedianya berbagai daya tarik wisata yang diminati wisatawan, akan
mendorong wisatawan untuk menyusun program perjalanannya lebih lama
disatu daerah wisata dapat berpengaruh kepada jumlah uang yang
dibelanjakan wisatawan terhadap industri pariwisata seperti hotel, homestay,
restoran, transportasi lokal, dan cinderamata. Khususnya cinderamata yang
dibeli wisatawan. Salah satunya yang diharapkan adalah cinderamata dari
hasil komoditi pertanian dan sejenisnya, berada di lokasi kawasan agrowisata,
masyarakat dapat menjual cinderamata, membuka transportasi lokal
(penyewaan sepeda, andong) di luar lokasi agrowisata. Berbagai kegiatan
atraksi wisata yang dapat menjadi daya tarik wisata, perlu dikembangkan,
sebagai bagian penting untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Pendekatan pengembangan agrowisata, meliputi: Pengembangan berbasis
konservasi, dimaksudkan pola pembinaan yang tetap mempertahankan keaslian
agro-ekosistem dengan mengupayakan kelestarian sumberdaya alam lingkungan
hidup, sejarah, budaya, dan rekreasi. Pengembangan berbasis masyarakat,
dimaksudkan pola pembinaan masyarakat yang menempatkan agrowisata sebagai
pemberdayaan masyarakat petani untuk dapat memperoleh nilai tambah baik dari
sisi hasil pertanian dan kunjungan wisatawan serta efek ganda dari penyerapan
hasil pertanian yang merupakan sinergitas antara industri pariwisata/ pengelola
pariwisata dan masyarakat serta pemerintah. Penetapan wilayah sebagai daerah
agrowisata/wilayah pembinaan. Inventarisasi kekuatan agrowisata.Peranan
lembaga pariwisata dan lembaga pertanian dalam pembinaan agrowisata.
Pembinaan agrowisata oleh pemerintah

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada dasarnya, agrowisata yang merupakan bentuk spesifik dari desa


wisata. Pada konsep agrowisata, petani sebagai inovator menawarkan berbagai
jenis jasa (tour, tracking, training usahatani, dan atraksi lainnya) dan barang-
barang yang diminati turis dengan harapan memperoleh tambahan pendapatan di
luar usahataninya. Kriteria pengembangan agrowisata di Kecamatan Cepogo

18
ditentukan tiap variabel yang terdiri dari Atraksi dengan kriteria meliputi: pada
kawasan agrowisata harus memiliki keindahan alam dan hamparan lahan
pertanian; menunjukan budaya petani dan aktivitas unik dari pertanian; dan
menyuguhkan makanan unik penduduk lokal. Fasilitas dengan kriteria meliputi
tersedianya pos keamanan; tempat parkir; rambu-rambu petunjuk arah dan jalan;
kantor pusat informasi dan pelayanan; tempat sampah; toilet/kamar mandi; tempat
ibadah berupa musholla; hotel/penginapan/ tempat peristirahatan; kios
cenderamata/kios oleh-oleh; ATM; pos kesehatan; dan restoran/kedai makanan
dan café. Kerjasama dengan kriteria yaitu terdapat kerjasama antara antar
masyarakat, pemerintah dan investor (swasta). Sikap & keramahan masyarakat
dengan kriteria meliputi memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik
dengan wisatawan; memiliki kemampuan dalam branding/ promosi; dan
kemampuan mengelola agrowisata. Transportasi & Aksesibilitas dengan kriteria
yaitu mengunakan kendaraan wisata untuk menuju kawasan agrowisata seperti
jeep dan lain sebagainya. Infrastruktur dengan kriteria yaitu terjangkau sinyal
telepon seluler; tersedia sumber listrik, sumber air dan jaringan jalan. Ketahanan
bencana dengan kriteria yaitu memiliki jalur evakuasi; memiliki tempat untuk
melindungi bibit tanaman; dan memiliki SDM yang tanggap bencana. Produk
Agro dengan kriteria berupa produk hasil sapi perah. Objek Wisata Lain dengan
kriteria yaitu mempertimbangkan keberadaan objek wisata lain dalam
mengembangkan kawasan agrowisata, baik dalam satu kawasan wisata maupun
tidak (lingkup satu desa).

Saran dari pengembangan agrowisata adalah apabila strategi


meningkatkan promosi tentang Agrowisata Sapi Perah diimplementasikan secara
nyata, maka akomodasi kepentingan Pemda, wisatawan, dan lembaga
pembina/pendamping harus benar-benar diperhatikan. Koordinasi dengan Pemda
harus dipelihara karena cenderung mendukung atau memberi kemudahan bagi
pengembangan Agrowisata Sapi Perah termasuk melalui berbagai ajang promosi
daerah. Interaksi dengan wisatawan dan lembaga pembina atau pendamping perlu

19
dilakukan secara terkontrol, sehingga tidak memperlemah kegiatan promosi yang
dilakukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Tata cara


Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan
Daerah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal.
Jakarta: Bappenas. http://pu.net
Amin. 2016. Agrowisata Sapi Perah Cepogo, Wisata Edukasi Penuh Pesona.
www.lihat.co.id
BP3D Kabupaten Boyolali. Kecamatan Cepogo dalam angka tahun 2013.
http://bp3d.boyolali.go.id/index.php/dokumen-bp3d/kecamatan-dalam-
angka/kecamatan-dalam-angka-th-2013-ta-2014/kda-cepogo-th-2013-ta-
2014
Catalino, Alejandro Herrera., and Magdalena Lizardo. 2004. Agriculture,
Environtmental Services and Agro- Tourism in Dominican Republic. E-
journal of Agricultural adn Development Economic (JADE) 1(1), pp.109
Demartoto. 2008. Strategi pengembangan objek wisata pedesaan oleh pelaku
wisata di Kabupaten Boyolali. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas Sebeas Maret Surakarta
Kaswanto. 2007. Evaluasi kesesuaian lahan untuk kawasan agrowisata yang
berwawasan lingkungan di DAS Ciliwung. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Keishiro Itagaki. 2013. Agri-tourism as Initiatives of Farm Reactiavtion in Japan.
Invited Paper on The 2013 ISSAAS International Congress and General
Meeting “Linking Agriculture with Tourism: Meeting the Global
Challenges of the Future” 11-15 November 2013, Manila-Philippines

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2010. Statistik


Pariwisata. www.budpar.go.id
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Wisata agro Indonesia.
Tersedia pada: http://database.deptan.go.id/agrowisata
Muchlis S dan Eko B. 2017. Penentuan kriteria pengembangan agrowisata di
Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. J Teknik ITS 6(2): 2337-
3520
Mulyana E. 2012. Studi pengembangan wisata agro berkelanjutan (kasus
agrowisata bina dharma di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan). Tesis.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

21
Nurisyah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro. Program Studi
Arsitektur Lanskap. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor, No. IV. Hlm. 20-23
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali Tahun 2011-2031
Rahman, Donny, dan Dian. 2012. Studi penanganan konservasi lahan di sub DAS
Keduang DAS Bengawan Solo Kabupaten Wonogiri. J Teknik Pengairan
3(1): 250-257
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2005. Buku Agrowisata. Bali: Universitas Udayana.

22
Agrowisata Sapi Perah Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas MataKuliah Perencanaan Pengembangan
Wilayah

Disusun oleh :

Tira Anggit Drupadi (H0716120)

PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

23

Anda mungkin juga menyukai