Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

X DENGAN
EPILEPSY DI RUANG MAWAR
RSUD BREBES

Disusun Oleh:
Nama : Wahyu Raharjo
Ony Ika Nailah
Akhmad Nurul H
M Faizal Tazaka
Muh Amarudin
Yayik Emalis S
Pembimbing : Sri Hidayati M.Kep., Ns., Sp. Kep., MB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jln. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu – Slawi 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar yang berjudul ”ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN EPILEPSY ” kemudian sholawat beserta salam
kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yaiutu Al-qur’an sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar di program
studi S1 keperawatan selnjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang selalu memberi motivasi
2. Kepada Ibu Sri Hidayati M.Kep., Ns., Sp. Kep., MB sebagai pembimbing
dan sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan selama penulisan
makalah ini
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penuliasan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran secara konstrukif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Slawi, Mei 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat dikatakan
segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh organ ini. Anggapan dewasa ini ialah bahwa
setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak. Tidak adanya
regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa kerusakan dari otak
pada umumnya tidak dapat sembuh sempurna seperti organ-organ lain. Berbagai
keadaan/penyakit dapat menimbulkan herbagai gangguan fungsi otak yang dapat
menyerang baik bagian sensorik, motorik maupun pusat-pusat vital dengan akibat
kematian.
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi dari pada lepas muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh factor fisiologi,
biokimiawi, anatomis atau gabungan factor tersebut. Tiap – tiap penyakit atau kelaian
yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.
Dengan demikian dapatlah difahami bahwa bangkitan kejang dapat disebabkan oleh
banyak macam penyakit atau kelainan diantaranya adalah trauma lahir, trauma kapitis,
radang otak, perdarahn otak, gangguan perdarahan otak, hipoksia, tumor otak dan
sebagainya.
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi.
Epilepsy merupkan suatu gangguan fungsionalkronik dan banyak jenisnya dan
ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan gejala
atau manieftasi utama epilepsy dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan
tersebut tidak terlalu lam, tidak terkontrol serta timbul secara episodic. Serangan ini
mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu.
Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan
dan berlangsung local. (2004Epilepsy.com).
B. Rumusan Masalah
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisioogi
d. Phatways
e. Manifestasi Klinis
f. Klasifikasi Epilepsi
g. Pemeriksaan Diagnostic
h. Penatalaksanaan medis

C. Tujuan Penuisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Asuhan
keperawatan epilepsi semester IV.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode
deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.
BAB II
Tinjauan Teori
A. Definisi
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan
listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau
gangguan fenomena sensori. (Jastremski, 1988)
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversible. ( Tarwato
2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-
neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Epilepsi atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit tertua di dunia
(2000 tahun SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan bersifat menahun. Penderita
akan menderita selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 – 1 % dari penduduk adalah
penderita epilepsy (Lumbantobing, 1998)
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia
berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80%
tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata
terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan
angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi
diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Shackleton
dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di kalangan penyandang
epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998)
adalah sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
B. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
 Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
 Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
 Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
 Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.

 Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.

 Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

 Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan


neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

 Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena


ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada
anak.

C. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak
memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :

 Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

 Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun


dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.

 Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu


dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
 Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang


sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah
otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin

D. Phatways
Lepasnya muatan
paroksimal

Lesi di Otak
Tengah

Menyerang Ke
Talamus

Terjadi kejang

Epilepsy

Resiko Injury Nyeri Akut Harga Diri Rendah


situasional
E. Manifestasi Klinis

Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.


Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola
mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti
dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan
muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa
dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan
biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya
perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada
otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah
atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh
sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi
diakibatkan oleh berbagai faktor.

F. Klasifikasi Epilepsy

A. Sawan Parsial (lokal, fokal)


 Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal

1. Dengan gejala motorik

 Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja

 Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.

 Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.

 Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu

 Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

2. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi


sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.

 Visual : terlihat cahaya

 Auditoris : terdengar sesuatu

 Olfaktoris : terhidu sesuatu

 Gustatoris : terkecap sesuatu

 Disertai vertigo

3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).

4. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

– Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.

– Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,


mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu
peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.

– Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

– Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

– Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.

– Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat


suatu fenomena tertentu, dll.

 Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik


kemudian baru menurun.

 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-
A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.

 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan


sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali
seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan,
mengembara tak menentu, dll.

 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak


permulaan kesadaran.

 Hanya dengan penurunan kesadaran


 Dengan automatisme

2. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,


klonik)

3. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

4. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

5. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang
menjadi bangkitan umum.

B. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)

1. Sawan lena (absence)

Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada
anak.

i. Hanya penurunan kesadaran

ii. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai
pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.

iii. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.

iv. Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher
atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke
belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.

v. Dengan automatisme

vi. Dengan komponen autonom.

vii. Lena tak khas (atipical absence)

Dapat disertai:

1. Gangguan tonus yang lebih jelas.

2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

2 . Sawan Mioklonik

Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini
dapat dijumpai pada semua umur.
3. Sawan Klonik

Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.

4. Sawan Tonik

Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada
wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini
juga terjadi pada anak.

5. Sawan Tonik-Klonik

Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama
grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului
suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

6. Sawan atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama
sekali dijumpai pada anak.

7. Sawan Tak Tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang
mendadak berhenti sederhana.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pungsi Lumbar

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.

 Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)


 Mengalami complex partial seizure
 Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
 Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
 Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga
sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
 Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam
yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat
tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG
yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa
yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif
terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya


adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan
metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
 Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu.
 Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
 Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
 Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
 Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien
melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan
sampai menutupi jalan pernapasannya.
 Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg
biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan
aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan
anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
 Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
 Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
 Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
 Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
 Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang.
 Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
 Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat.
 Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
 Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter
BAB III
Tinjauan Kasus

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien

Nama : Tn X
TTL : Brebes, 21 Februari 1987
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan terahir : SMA
Alamat : Desa Kalimati, Jatibarang, Brebes
Status Pernikahan : Kawin
Orang yang biss dihibungi : Ny. B
Hubungan dengan klaien : Istri
Diagnosis Medis : Epilepsi
Tgl / jam Masuk : 26 Desember 2013 / 11:30
Tgl / Jam Pengkajian : 26 Desember 2013 / 12:30
No RM : 432987
2. Keluhan utama
Keluarga klien mengatakan klien sering kejang – kejang kejang kadang dimulai
dari kedua tangan kemudian menjalar ke seluruh tubuh dengan kejang tonik
klonik, pada saat kejang kesadaran menurun.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sebelum dibawa ke rumah sakit klien sempat terjatuh kemudian kejang – kejang
selaa beberapa waktu, dan mulutnya mengeluarkan busa..
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan mmempunyai riwayat post partum kepala pada umur 21 tahun.
dan pernah menjalani pengobatan di Puskesmas Jatibarang kemudian di bawa ke
RSUD BREBES.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluaraga klien yang mengalami penyakit seperti
yang di alami seperti sekarang.
6. Riwayat Psikososial
Pada saat dilakukan wawancara dengan pasien, pasien mengatakan merasakan
malu dengan penyakit yang dideritanya, karena sering dipergunjing orang sekitar
sehingga jarang keluar rumah.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,6oC
b. Jantung : S1>S2 Reguler
c. Reflex :
- Fisiologis (+)
- Patologis (-)
d. Kekuatan Extremitas : Nornal
e. Kepala : bentuk bulat, rambut bersih, warna rambut hitam
f. Mata : konjungtuva anemid
g. Hidung : Tidak ada polip
h. Dada : Simetris kanan dan kiri, suara nafas vasikuler, tidak ada suara nafas
tambahan
B. Anaisa Data
Nama Pasien : Tn. X
Umur : 26 th
No RM : 432987

No Hari/ Data Subjektif/Data Objektif Problem Etiologi


tanggal/
jam
1 Selasa, Ds : Pasien mengatakan sejak 1 Resiko injury Resiko kejang
27 bulan ini sering kejang, kejang berulang
Desember
kadang dimulai dari kedua
2013
tangan kemudian menjalar ke
seluruh tubuh, pada saat kejang
kesadaran menurun, bahkan
pernah jatuh dari tempat tidur
saat kejang.

Do : - Kejang tonik klonik.


- EEG didapatkan ada
gelombang hiperaktif pada lobus
temporalis.
- Radiologi Ct-Scan ada
gambaran atropi serebral.
2 Selasa, Ds : Pasien mengatakan sesudah Nyeri akut Faktor biologis
27 kejang badan pegal-pegal dan
Desember kepala nyeri.
2013 P : Nyeri disebabkan oleh
kejang
Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : Di bagian kepala
S:7
T : Nyeri terasa sesudah
kejang

Do : Pasien terlihat meringis


kesakitan
3 Selasa, Ds : Pasien mengatakan merasa Harga diri rendah Gangguan citra tubuh
27 malu dengan penyakit yang situsional
Desember
dideritanya, karena sering
2011
dipergunjing orang sekitar
sehingga jarang keluar rumah.

Do : Pasien terlihat malu dan


tidak percaya diri.

C. DIAGNOSA KEPARAWATAN ( sesuai prioritas)


1. Resiko injury b.d resiko kejang berulang.
2. Nyeri akut b.d faktor biologis.
3. Harga diri rendah situsional b.d gangguan citra tubuh.
D. Intervensi

Nama Pasien : Tn. X


Umur : 26 th
No RM : 432987
No. Tujuan Umum Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
Dx
1 Setelah dilakukan  Pengetahuan  Memberikan  Pasien
tindakan tentang resiko penkes pada memahami
keperawatan selama  Mengatur strategi pasien penkes yang
3 X 24 jam pengontrolan  Mengajarkan dijelaskan Wahyu
diharapkan klien seperti yang keluarga pasien  Keluarga pasien
terbebas dari resiko dibutuhkan. dalam tau apa yang
injury  Memodifikasi pengontrolan dilakukan saat
gaya hidup untuk apabia terjadi penyakit pasien
mengurangi resiko kejang kambuh
 Menghindari  Memberitahu gaya  Mengetahui apa
paparan yg bisa hidup yang sehat itu gaya hidup
mengancam  Menjaga pasien sehat
kesehatan. dari paparan yang  Menjauhkan
bias mengancam prabotan dari
pasien jangkauan
pasien

2 Setelah dilakukan  Melaporkan  Lakukan  Diketahui


tindakan adanya nyeri. pengkajian nyeri PQRST yag di
secara
keperawatan selama  Luas bagian tubuh sampaikan
3 x 24 jam,
komprehensif
pasien
Wahyu
yg terpengaruh.
(PQRST).
diharapkan nyeri  Frekuensi nyeri  Kaji kultur yg  Posisi tidur
teratasi  Ekspresi nyeri mempengaruhi mempengaruhi
pada wajah. respon nyeri tingktan nyeri
 Untuk
 Berikan analgetik
untuk mengurangi menentukan
nyeri, contoh obat-obat
: captrophil sesuai dengan
kondisi pasien.
 Monitor
 Pasien dapat
penerimaan pasien menangani
tentang nyeri ketika
menejemen nyeri datang

3 Setelah dilakukan  Menunjukan ke  Dorong  Klien mau


arah penerimaan pertanyaan bercerita
tindakan
diri tentang situasi tentang harapan
keperawatan selama  Menyusun tujuan saat ini dan setelah keluar Wahyu
2 x 24 jam, yg realistik dan
harapan yang akan RS
secara aktif
diharapkan klien berpartisipasi datang.  Klien
dalam program  Dorong pasien mengespresikan
mempunyai
terapi. untuk rasa senag,
kepercayaan diri dg mengekspresikan marah dll.
indikator perasaan,
E. Catatan Perkembangan

Nama Pasien : Tn. X


Umur : 26 th
No RM : 432987
IMPLEMENTASI EVALUASI
Data : S : Pasien dapat mencega resiko injury
Ds : Pasien mengatakan sejak 1 bulan ini O : Kejang menurun
sering kejang, kejang kadang dimulai dari A : Resiko Injury ( - )
kedua tangan kemudian menjalar ke seluruh P : Mengkondisikan lingkungan yang
tubuh, pada saat kejang kesadaran menurun, nyaman
bahkan pernah jatuh dari tempat tidur saat
kejang. RTL :
Do:  Kaji tanda-tanda vital klien dan fungsi
- Kejang tonik klonik.
pernafasan
- EEG didapatkan ada gelombang
 Lanjutkan Kolaborasi dengan tim medis
hiperaktif pada lobus temporalis.
dalam pemberian obat anti konvulsan
- Radiologi Ct-Scan ada gambaran atropi
serebral.

Diagnosa : Resiko injury b.d resiko kejang


berulang

Nama Perawat
Tindakan :
 Cegah dan kendalikan kejang
(WahyuRaharjo)
 Hindarkan lingkungan agar aman
dari kemungkinan yang dapat
menimbulkan cedera bagi klien

 Pasang gudel saat serangan


berkurang
BAB IV

Kesimpulan

A. Simpulan
 Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang

dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari


pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas
motorik, atau gangguan fenomena sensori.
 Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
 Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai
etiologi.

B. Saran
Sebagai perawat yang profesional kita harus dapat memberikan pelayanan dan
terapi yang semaksimal mungkin kepada pasien agar dapat menunjang cepatnya
kesembuhan pasien, tentunya sesuai prosedur keperawatan. Semua yang perawat
professional kerjakanmerupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh pasien, oleh dari itu
jangan menyia – nyiakan harapan yang telah diberikan pasien kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA

 Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah


Monica Ester, EGC, Jakarta.

 Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I


Made, EGC, Jakarta.

 NANDA, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006 Alih bahasa
Budi Santosa. Prima Medika.

 Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2.
Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.

 Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC

 http://www.pediatric.com

Anda mungkin juga menyukai